Anda di halaman 1dari 8

PSYMPATHIC : Jurnal Ilmiah Psikologi eISSN: 2502-2903, pISSN: 2356-3591

Volume 5, Nomor 1, 2018: 59-66 DOI: 10.15575/psy.v5i1.1956

Pemaknaan Kebahagiaan oleh Remaja Broken Home


Sarah Hafiza, Marty Mawarpury
Universitas Syiah Kuala, Jl. Teuku Nyak Arief, Syiah Kuala, Kota Banda Aceh
e-mail: sarahhafiza96@yahoo.com

Abstract

Happiness is the expectation for every person including teenager. However, parental divorce
may have impact on teenagers’ happiness. The aim of this study is to know happiness in
teenager whose parents divorced. Data for this research were obtained using qualitative
method with case study design. Subject was selected using purposive sampling technique. The
respondent was a male teenager with divorced parents. Data collection was carried out
through interview. The results showed that the respondent had three aspects of happiness are
life is pleasant, meaningful, and engaging.

Keywords: happiness, divorce, teenager, qualitative research

Abstrak
Kebahagiaan merupakan dambaan bagi setiap manusia termasuk remaja. Namun, perceraian
orang tua dapat berdampak terhadap kebahagiaan remaja. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk melihat kebahagiaan pada remaja yang orang tuanya bercerai. Data pada penelitian ini
diperoleh dengan menggunakan metode kualitatif dengan desain studi kasus. Pemilihan subjek
menggunakan teknik purposive sampling. Responden pada penelitian ini merupakan seorang
remaja laki-laki yang orang tuanya telah bercerai. Pengumpulan data penelitian dengan cara
wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden memiliki tiga aspek
kebahagiaan yaitu, kehidupan yang menyenangkan, kehidupan yang bermakna, dan
keterlibatan diri.

Kata kunci: kebahagiaan, perceraian, remaja, penelitian kualitatif

Pendahuluan Kebahagiaan akan dirasakan semua


kalangan usia, terutama bagi remaja.
Setiap individu pasti mengharapkan
Hurlock (2009) membagi masa remaja
kebahagiaan dalam hidupnya, bahkan
hampir setiap individu mendambakan kehi- menjadi masa remaja awal (13 hingga 16
tahun) dan remaja akhir (16 atau 17 hingga
dupan yang bahagia. Menurut Seligman
18 tahun). Terdapat perbedaan masa remaja
(2006) kebahagiaan dikenal dalam Psikolo-
disebabkan pada masa remaja akhir
gi Positif, namun sampai saat ini masih
individu telah mencapai transisi perkemba-
banyak perbedaan pendapat mengenai
ngan yang lebih mendekati masa dewasa.
bagaimana kebahagiaan bisa terjadi dan apa
Remaja diartikan sebagai masa transisi
penyebabnya. Pada dasarnya kebahagiaan
antara anak-anak dan dewasa, yang dapat
merupakan bagian dari kesejahteraan, yang
memengaruhi segala aspek kehidupan
biasa disebut sebagai hedonik. Menurut
seperti perubahan biologis, kognitif, dan
Seligman (2006) kebahagiaan dipengaruhi
sosioemosional.
oleh dua emosi dasar yaitu emosi positif
Menurut Hurlock (2009) remaja
dan emosi negatif pada diri seseorang.
dengan penyesuaian diri yang buruk cen-
Lebih lanjut ditunjukkan dari hasil
derung paling tidak bahagia selama masa
penelitian yang dilakukan oleh Diener dan
remajanya, hingga secara perlahan berku-
Ryan (2009) individu akan merasa lebih
rang ketika dapat mengatasi masalah ter-
bahagia apabila berada di sekitar orang
sebut, maka periode ketidakbahagiaan juga
lain.
akan berkurang. Ketidakbahagiaan pada

59
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2018, Vol. 5, No. 1, Hal: 59-66

remaja menjadi suatu permasalahan yang pada masa pencarian jati diri dan memiliki
harus dibahas. Hal ini didukung oleh Hones masalah pribadi sebagai remaja, justru
dan Meredith (dalam Elfida, Lestari, harus dihadapkan pada kenyataan bahwa
Diamera, Angraeni, & Islami, 2014) yang orang tuanya bercerai (Novi, 2015).
mengatakan bahwa mengingat tumbuh Penelitian yang dilakukan oleh Aziz
kembang remaja yang cenderung tidak (2015) di Kota Banda Aceh menunjukkan
bahagia menjadi relevan membahas menge- bahwa remaja dengan keluarga broken
nai isu ketidakbahagiaan pada remaja. home memiliki perilaku-perilaku yang
Banyak hal yang terjadi pada usia menyimpang, seperti tidak sopan, tidak
remaja baik dalam hal positif maupun mengerjakan tugas sekolah, tidak memiliki
negatif. Menurut Giyanti dan Wardani motivasi untuk belajar, dan suka mencari
(2016) masa remaja merupakan masa yang perhatian dari orang lain. Namun di sisi
sangat baik untuk mengembangkan segala lain, pada remaja dengan kondisi rumah
potensi positif yang dimiliki, seperti bakat, tangga broken home malah tidak menun-
kemampuan, minat, dan nilai-nilai hidup. jukkan perubahan yang signifikan atas
Namun di sisi lain, banyak remaja yang kejadian yang dialaminya disebabkan ada
mengabaikan kesempatannya untuk mela- sosok yang menggantikan kedua orang
kukan hal-hal baik, yang justru remaja tuanya, seperti nenek, kakek, paman, tante,
melakukan hal sebaliknya, seperti malari- dan keluarga lainnya (Astuti & Anganthi,
kan diri dari rumah, bolos, balapan liar, 2016).
berkelahi, melakukan perilaku agresif Bagi remaja, perceraian adalah sesuatu
secara fisik maupun verbal, dan juga yang tidak mudah dan membutuhkan
merokok, hingga menggunakan zat-zat tahapan atau proses yang membantu remaja
terlarang (Ningrum, 2013). untuk menerima keputusan kedua orang tua
Berbagai alasan yang diberikan para untuk bercerai (Woofolk, dalam Aminah,
remaja untuk menjawab perbuatannya, 2012). Tujuan dari penelitian ini adalah
salah satunya faktor keluarga. Menurut ingin melihat makna kebahagiaan pada
Kartono (2010) keluarga memegang peran- remaja yang orang tuanya telah bercerai.
an penting dalam perkembangan anak, Penelitian ini dilakukan dengan metode
karena keluarga merupakan kelompok per- wawancara dan observasi.
tama dalam kehidupan manusia. Pada
keluarga yang broken home anak selalu Kebahagiaan
menjadi atau dijadikan korban. Kondisi ini Menurut Seligman (2002) kebahagiaan
akan sangat berpengaruh pada tumbuh merupakan perasaan positif yang akan
kembang anak dan dapat memengaruhi mendorong seseorang untuk melakukan
proses pembentukan karakter dan berbagai tindakan yang positif. Kebahagia-
kepribadiannya (Astuti & Anganthi, 2016). an sebagai konsep yang mengacu pada
Menurut Amato dan Sobolewski emosi positif yang dirasakan individu serta
(2011) remaja yang mengalami perceraian aktivitas positif yang tidak memiliki
orang tua cenderung mengalami ketidak- komponen perasaan negatif, misalnya
bahagiaan, rendahnya kontrol diri, dan ketika individu terlibat dalam kegiatan
tidak memiliki kepuasan dalam hidup. yang sangat disukai.
Selain itu, remaja dengan kondisi keluarga Seligman (2002) menyebutkan kebaha-
broken home sering mengalami tekanan giaan memiliki tiga aspek. Aspek pertama
mental seperti depresi, hal ini yang adalah kehidupan yang menyenangkan
menyebabkan biasanya anak memiliki (pleasant life). Individu yang bahagia
perilaku sosial yang buruk (Aziz, 2015). adalah individu yang memiliki pengalaman
Merupakan suatu kenyataan yang tidak menyenangkan yang tinggi, rendahnya
menyenangkan bagi remaja ketika berada pengalaman yang tidak menyenangkan, dan

60
Pemaknaan Kebahagiaan oleh Remaja Broken Home (Sarah Hafiza, Marty Mawarpury)

memiliki kemampuan untuk meningkatkan Menurut Syarifuddin (2006) terdapat


kebahagiaan di masa depan. empat bentuk perceraian. Pertama,
Aspek kedua adalah kehidupan yang perceraian atas kehendak Allah sendiri
bermakna (meaningful life). Individu melalui matinya salah satu pasangan.
memeroleh makna dalam hidup ketika Kematian salah seorang suami atau istri
hidup yang dijalani dijadikan pengalaman menyebabkan berakhirnya hubungan perka-
yang memiliki tujuan, berarti, dan dapat winan. Kedua, perceraian atas kehendak
dimengerti. Hidup yang bermakna dapat suami karena alasan tertentu dan dinyata-
diperoleh dengan terlibat secara aktif dan kan dengan ucapan tertentu. Perceraian
membangun hubungan positif dengan orang dalam bentuk ini disebut talaq. Ketiga,
lain. individu yang memiliki kebahagiaan perceraian atas kehendak istri, karena
tidak terfokus pada diri sendiri ketika melihat sesuatu yang menghendaki
melakukan setiap aktivitas melainkan juga putusnya perkawinan sedangkan suami
mementingkan kepentingan individu yang tidak berkehendak untuk itu. Keinginan
lain. perceraian disampaikan istri dengan cara
Aspek ketiga adalah keterlibatan diri tertentu, hal ini diterima oleh suami dan
(engaged life). Keterlibatan diri mengacu dilanjutkan dengan ucapan untuk bercerai.
pada kondisi dimana individu melibatkan Putusnya perkawinan dengan cara ini
seluruh aspek dalam diri (fisik, kognitif, disebut khulu'. Keempat, perceraian atas
dan emosional) untuk turut serta dalam kehendak hakim sebagai pihak ketiga
aktivitas yang dilakukan. Keterlibatan setelah melihat adanya sesuatu pada suami
penuh tidak hanya dalam lingkup karier, atau istri yang menandakan tidak dapatnya
tetapi juga dalam aktivitas lain seperti hobi hubungan perkawinan dilanjutkan. Putus-
dan aktivitas bersama keluarga. Individu nya perkawinan dalam bentuk ini disebut
yang terlibat secara aktif dalam berbagai fasakh.
pekerjaan membuat individu lebih bahagia. Menurut Maryanti (2007), dampak
Seligman (2002) juga menjelaskan perceraian bagi anak diantaranya anak
bahwa terdapat dua faktor yang meme- menjadi mudah marah, frustrasi, dan ingin
ngaruhi kebahagiaan, yaitu faktor internal melampiaskannya dengan melakukan hal-
dan faktor eksternal. Faktor internal hal yang berlawanan dengan peraturan-
kebahagiaan, meliputi: kepuasan akan masa peraturan seperti memberontak dan lain
lalu; optimis akan masa depan; kebahagia- sebagainya. Selain itu, bila anak tinggal
an pada masa sekarang. Faktor eksternal, dengan ibu, anak akan kehilangan figur
meliputi: uang; perkawinan; kehidupan otoritas ayah. Ketika figur otoritas itu
sosial; emosi negatif; usia; kesehatan; menghilang, anak seringkali tidak begitu
pendidikan, iklim, ras, dan jenis kelamin; takut dengan ibunya. Dampak lain adalah
serta agama. anak menjadi kehilangan jati diri sosialnya
atau identitas sosial, mendapatkan status
Perceraian sebagai anak cerai memberikan suatu
perasaan berbeda dari anak-anak lain.
Menurut Prodjohamidjojo (2002) per- Menurut Hetherington, Cox, dan Cox
ceraian adalah putusnya suatu perkawinan (1985) akibat langsung yang timbul dari
yang sah di depan hakim pengadilan perceraian adalah distres emosional dan
berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan masalah perilaku seperti kemarahan,
undang-undang. Selain itu, menurut kebencian, kecemasan, dan depresi serta
Subekti (1985) perceraian adalah sebuah hasil-hasil penelitian tentang perceraian
penghapusan perkawinan yang diputuskan banyak yang mengungkapkan bahwa anak
oleh hakim atau tuntutan salah satu satu beresiko tinggi mengalami masalah-
pihak dalam perkawinan tersebut. masalah perkembangan psikologis, tingkah

61
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2018, Vol. 5, No. 1, Hal: 59-66

laku, sosial, dan akademik dibandingkan Penelitian ini menggunakan pendekat-


dengan keluarga sepasang orang tua yang an kualitatif, jenis fenomenologi. Pemilihan
tidak bercerai. subjek dilakukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling dengan kriteria,
Metode Penelitian berupa remaja berusia 13-18 tahun, orang
tua yang telah bercerai, berdomisili di
Penelitian ini berfokus pada variabel Banda Aceh dan bersedia menjadi respon-
kebahagiaan yaitu individu yang memiliki den penelitian. Tiga subjek memenuhi tiga
perasaan positif dan tidak adanya perasaan kriteria pertama, dan hanya satu subjek
negatif yang dapat mendorong individu yang memenuhi keempat kriteria subjek
untuk melakukan berbagai tindakan yang penelitian. Data diperoleh melalui wawan-
positif. cara dengan protokol semi terstruktur.
Keabsahan data penelitian melalu Peneliti melakukan wawancara terhadap
empat tahap. Tahap pertama yakni validitas responden tersebut yang merupakan seo-
internal (kredibilitas) didapat dengan rang remaja laki-laki berusia 17 tahun yang
melakukan konfirmasi kembali dengan kedua orang tuanya telah bercerai selama
responden; melakukan studi dalam kondisi 12 tahun. Data yang terkumpul dibuat
alamiah responden; diskusi, menurut dalam bentuk verbatim sesuai dengan hasil
Moleong (2013) diskusi dapat menghasil- rekaman. Verbatim tersebut kemudian
kan pandangan kritis terhadap penelitian; dimasukkan dalam sebuah tabel. Setelah itu
referensi, dengan cara membandingkan dilakukan proses koding pada setiap
temuan dengan studi serupa; member pernyataan yang diberikan responden.
checking, pengecekan data yang diperoleh
kepada responden untuk mengetahui Hasil Penelitian dan Pembahasan
kesesuaian data.
Tahap kedua adalah validitas eksternal Berdasarkan hasil wawancara menun-
(transferability). Menurut Poerwandari jukkan bahwa responden menggambarkan
(2007), Creswell (2010), serta Satori dan kebermaknaan dari ketiga aspek kebahagia-
Komariah (2011), transferability berfungsi an pada remaja.
untuk melihat sejauhmana penelitian dapat
diterapkan pada populasi dan sampel yang Kehidupan yang Menyenangkan
diambil. (Pleasant Life)
Tahap ketiga, reliabilitas (dependa- Individu yang bahagia adalah individu
bility). Dependability adalah ukuran relia- yang memiliki pengalaman menyenangkan
bilitas yang dilakukan dengan cara audit yang tinggi, hal ini sesuai dengan
terhadap seluruh proses penelitian seperti, pernyataan responden ketika diberikan
pelaporan proses dan hasil secara detil. pertanyaan mengenai pengalaman yang
Dalam hal ini dosen dengan bidang paling menyenangkan “dari usia tiga belas
penelitian yang sesuai bertindak sebagai tahun udah kerja sendiri, biar pun kalau
auditor. orang lihat sedih gitu, tapi bagi R pribadi
Tahap keempat adalah objektivitas senang gitu, maksudnya..” (TRA, 29 Mei
(confirmability). Objektivitas dalam peneli- 2017, b.372-374), “dari kakek, banyak
tian untuk melihat data yang diperoleh supportnya gitu..” (TRA, 29 Mei 2017,
dapat dilacak kebenarannya dan sumber b.345). Rendahnya pengalaman yang tidak
informasi yang jelas. Hal ini dipenuhi menyenangkan, dan memiliki kemampuan
dengan cara menyusun catatan lapangan, untuk meningkatkan kebahagiaan di masa
mendeskripsikan data, analisis dan pemak- depan hal ini ditunjukkan pada hasil
naan, serta melaporkan proses pengumpul- wawancara pada saat pertanyaan mengenai
an data. rencana yang akan dilakukan di masa yang

62
Pemaknaan Kebahagiaan oleh Remaja Broken Home (Sarah Hafiza, Marty Mawarpury)

akan datang, “awalnya mau cari kerja dulu, kebahagiaan tidak terfokus pada diri sendiri
biayai adik yang kecil, terus.. pokoknya ketika melakukan setiap aktivitas melain-
mau jadi kepalalah (oke..) mau kan juga mementingkan kepentingan
bertanggung jawab untuk semua, itu udah individu yang lain.
bahagia kak.” (TRA, 29 Mei 2017, b.465- Kebahagiaan juga ditandai dengan
468). individu memeroleh makna dalam hidup
Kebahagiaan merupakan perasaan ketika hidup yang dijalani dijadikan
positif dirasakan individu yang akan pengalaman yang memiliki tujuan, berarti,
mendorong seseorang untuk melakukan dan dapat dimengerti. Hidup yang
berbagai tindakan yang positif dan bermakna dapat diperoleh dengan terlibat
disebabkan oleh aktivitas positif yang tidak secara aktif dan membangun hubungan
memiliki komponen perasaan negatif positif dengan orang lain. Individu yang
(Seligman, 2002). Individu yang bahagia memiliki kebahagiaan tidak terfokus pada
adalah individu yang memiliki pengalaman diri sendiri ketika melakukan setiap
menyenangkan yang tinggi, rendahnya aktivitas melainkan juga mementingkan
pengalaman yang tidak menyenangkan, dan kepentingan individu yang lain. Responden
memiliki kemampuan untuk meningkatkan mengatakan bahwa pengalamannya bekerja
kebahagiaan di masa depan. adalah hal yang menyenangkan, responden
Pengalaman yang menyenangkan bagi mengatakan dengan mempunyai pengalam-
responden diantaranya dengan mendapat- an bekerja di usia muda ia dapat memiliki
kan dukungan dari keluarga dan teman pengalaman yang lebih dan di masa yang
untuk menambah semangat responden akan datang responden tidak terkejut lagi
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. dengan dunia pekerjaan.
Selain itu, bertemu atau berkumpul dengan
keluarga dan teman juga membuat Keterlibatan Diri (Engaged Life)
responden merasa lebih senang. Responden Keterlibatan diri mengacu pada kondisi
juga merasa bahagia ketika terlibat dalam dimana individu melibatkan seluruh aspek
kegiatan yang sangat disukai, seperti dalam diri (fisik, kognitif, dan emosional)
melakukan hobinya yaitu menyanyi atau- untuk turut serta dalam aktivitas yang
pun membahagiakan ibunya. dilakukan seperti pada hasil wawancara
ketika membahas mengenai kegiatan yang
Kehidupan yang Bermakna (Meaningful biasa dilaksanakan di sekolah “Waktu jadi
Life) ketua OSIS banyak kegiatannya, ngurus-
Individu memeroleh makna dalam ngurus itu, cuma karena sekolah baru
hidup ketika hidup yang dijalani dijadikan majukan jadi agak susah dikit..” (TRA, 29
pengalaman yang memiliki tujuan, berarti, Mei 2017, b.766-768), responden juga
dan dapat dimengerti. Hidup yang bermak- menceritakan beberapa kegiatan lainnya
na dapat diperoleh dengan terlibat secara yang diakukan pada saat di sekolah maupun
aktif dan membangun hubungan positif di rumah. Keterlibatan penuh tidak hanya
dengan orang lain, hal ini sesuai dengan dalam lingkup karier, tetapi juga dalam
pernyataan responden mengenai apa yang aktivitas lain seperti hobi dan aktivitas
dilakukan ketika bersama teman “Yaa.. bersama keluarga sesuai dengan pernyataan
ngumpul gitu kak.. ajak teman-teman dari responden mengenai hobinya,
ngumpul, pokoknya R gak terlalu pikir “Hobinya.. nyanyi juga hobi kak, musik..”
kesitu, R jalani aja, apalagi kalau udah (TRA, 29 Mei 2017, b.560). Individu yang
teman-teman kan itu yaa waktu itu ya terlibat secara aktif dalam berbagai
waktu itu, gak mikir waktu yang lalu..” pekerjaan membuat individu lebih bahagia.
(TRA, 29 Mei 2017, b.445-449). Dari hasil wawancara yang telah
Selanjutnya, individu yang memiliki dilakukan, responden bercerita mengenai

63
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2018, Vol. 5, No. 1, Hal: 59-66

pengalamannya menjadi ketua OSIS dan lemahnya self-control, dan tidak ada
selalu melibatkan beberapa murid dalam kebahagiaan. Beberapa hal tersebut nanti-
perlombaan yang diadakan di luar sekolah, nya akan memengaruhi tiap dimensi yang
selain itu responden sebagai ketua OSIS berada pada psychological well-being
juga selalu membuat perlombaan antar (Primasti & Wirastari, 2013). Dalam hal ini
sekolah di sekolahnya. Dengan melakukan responden sempat mengalami konflik
hobinya yaitu bernyanyi, responden menga- dengan ayahnya disebabkan responden
takan dapat membuatnya lebih bersema- merasa ayahnya tidak bertanggung jawab
ngat. Hal ini juga menunjukkan salah satu terhadap keluarga.
aspek kebahagiaan yaitu keterlibatan diri. Sikap ibu tiri responden yang
Keterlibatan diri mengacu pada kondisi menunjukkan ketidaksukaan terhadap diri-
dimana individu melibatkan seluruh aspek nya menyebabkan responden memiliki per-
dalam diri (fisik, kognitif, dan emosional) sepsi yang negatif mengenai ibu tirinya.
untuk turut serta dalam aktivitas yang Responden juga mengalami konflik dengan
dilakukan. Keterlibatan penuh tidak hanya ayah tirinya dimana responden diusir dari
dalam lingkup karier, tetapi juga dalam rumah oleh ayah tirinya karena konfik yang
aktivitas lain seperti hobi dan aktivitas terjadi antara ayah tiri, ibu, dan dirinya
bersama keluarga. sendiri.
Individu yang terlibat secara aktif Maramis (2000) menambahkan sikap
dalam berbagai pekerjaan membuat indi- orang tua yang kurang memperhatikan anak
vidu lebih bahagia. Perceraian kedua orang akan mengakibatkan anak yang bersangku-
tua memengaruhi kebahagiaan responden. tan akan merasa ditolak dan tidak dicintai.
Ia menceritakan bahwa dirinya mengalami Mereka mempunyai hasrat untuk membalas
ketakutan dan kebingungan saat masih dendam disertai dengan perasaan yang
kecil akibat dari berpisahnya kedua orang tidak bahagia dan agresif karena ketika
tua, merasakan kurangnya kasih sayang anak menunjukkan perilaku yang baik ia
dari sosok ibu, dan pernah dijauhi oleh tidak mendapatkan perhatian dan kasih
teman-teman ketika masih berada di sayang; maka ia mencari jalan lain untuk
bangku sekolah dasar, sehingga sejak SMP mendapatkan perhatian di luar rumah yaitu
sampai dengan sekarang responden hanya melalui cara yang negatif dan dapat
menceritakan kisahnya kepada beberapa mengganggu orang lain. Anak merasa tidak
teman dekatnya saja, karena menurut bahagia dan dipenuhi konflik batin hingga
responden tidak semua teman dapat anak mengalami frustrasi, agresif, dan
memahami keadaannya saat ini. Hal ini nakal.
sesuai dengan hasil penelitian yang Seligman (2002) menjelaskan ada dua
dilakukan oleh Glenn dan Krammer (dalam faktor dalam kebahagiaan, faktor internal
Primasti & Wirastari, 2013) bahwa dan faktor eksternal. Faktor internal
perceraian orang tua yang dialami oleh dijelaskan dalam tiga jenis sedangkan
remaja akan mengakibatkan perasaan tidak faktor eksternal terdiri dari delapan jenis.
nyaman, rendahnya self-esteem, dan bebe- Salah satu jenis dari faktor kebahagiaan
rapa karakteristik yang serupa yang secara eksternal adalah uang. Beberapa kali
akhirnya berujung pada psychological well- responden menceritakan tentang masalah
being yang rendah. Efek yang dialami ekonomi keluarganya. Responden mengata-
remaja tersebut nantinya akan berlanjut kan ayahnya tidak memberikan uang untuk
hingga dewasa. keluarganya, responden tidak memiliki
Amato dan Sobolewski (2001) juga uang untuk membayar uang kas, tidak
mengungkapkan bahwa remaja yang me- memiliki uang untuk makan, bahkan
ngalami perceraian orang tua cenderung responden harus cuti sekolah selama satu
tidak memiliki kepuasan dalam hidup, tahun disebabkan ketidakmampuan dalam

64
Pemaknaan Kebahagiaan oleh Remaja Broken Home (Sarah Hafiza, Marty Mawarpury)

hal ekonomi. Responden juga mulai bekerja Jurnal Ilmiah Psikologi


ketika usianya 13 tahun untuk mencukupi Candrajiwa, 1(3).
kebutuhannya. Astuti, Y., Rachmah, N., & Anganthi, N.
Dalam menjalani kehidupan sehari- (2016). Subjective well-being pada
harinya saat ini, responden mengaku tidak remaja keluarga broken home.
ingin memikirkan tentang perceraian kedua Jurnal Penelitian Humaniora,
orang tuanya dan juga permasalahan 17(2), 161-175.
hidupnya. Responden ingin menjalankan Aziz, M. (2015). Perilaku sosial anak
hidupnya dengan tenang dan bahagia. remaja korban broken home dalam
berbagai perspektif. Jurnal Al-
Simpulan dan Saran Ijtimaiyyah, 1(1), 30-50.
Creswell, J. W. (2010). Research design
Simpulan pendekatan kualitatif, kuantitatif,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dan mixed. Yogyakarta: Pustaka
responden memiliki tiga aspek kebahagiaan Pelajar.
yaitu, kehidupan yang menyenangkan, Diener, E. & Ryan, K. (2009). Subjective
kehidupan yang bermakna, dan keterlibatan well being: A general overview.
diri. Hal ini ditunjukkan oleh pengalaman South African Journal of
menyenangkan yang dialami responden Psychology. 39(4), 391-406.
ketika ia mendapatkan dukungan dari Elfida, D., Lestari, Y. I., Diamera, A.,
keluarga dan teman untuk menambah Angraeni, R., & Islami, S. (2014).
semangat responden dalam menjalani Hubungan baik dengan orang yang
kehidupan sehari-hari. Ia juga pernah signifikan dan kontribusinya
menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahnya terhadap kebahagiaan remaja
serta pernah menyelenggarakan dan Indonesia. Jurnal Psikologi. 10(2),
mengikuti berbagai kegiatan. 66-73.
Giyati & Wardani, I. R. K. (2016). Ciri-ciri
Saran kepribadian dan kepatutan sosial
Penelitian selanjutnya diharapkan sebagai prediktor subjective well-
dapat menyediakan waktu yang lebih lama being (kesejahteraan subyektif)
agar penelitian yang dilakukan lebih pada remaja akhir. Analitika, 8(1),
optimal dan data yang didapatkan lebih 10-24.
mendalam. Peneliti juga menyarankan Hetherington, E. M., Cox, M., & Cox, R.
untuk mempertimbangkan variabel (1985). Long term effect of divorce
pendukung lainnya yang berkaitan dengan and remarriage on the adjustment of
kebahagiaan pada remaja. children. Journal of the American
Academy of Child Psychiatry, 24(5),
Daftar Pustaka 518-530.
Hurlock, E. B. (2009). Psikologi
Amato, P. R. & Sobolewski, J. M. (2001).
perkembangan suatu pendekatan
The effects of divorce and marital
sepanjang rentang kehidupan.
discord on adult children’s
Jakarta: Erlangga.
psychological well-being. American
Kartono, K. (2010). Psikologi wanita jilid
Sociological Review, 66(6), 900-
2: Mengenal wanita sebagai ibu
921.
dan nenek. Bandung: Mandar Maju.
Aminah, Andayani, T. R., & Karyanta, N.
Maramis W. F. (2000). Catatan ilmu
A. (2012). Proses penerimaan anak
kedokteran jiwa. Surabaya:
(remaja akhir) terhadap perceraian
Airlangga University Press.
orang tua dan konsekuensi
psikososial yang menyertainya.

65
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Juni 2018, Vol. 5, No. 1, Hal: 59-66

Maryanti. (2007). Keluarga bercerai dan perceraian orang tua ditinjau dari
intensitas interaksi anak terhadap family conflict yang dialami. Jurnal
orang tuanya. Jurnal Harmoni Universitas Airlangga, 2(3), 120-
Sosial, 1(2). 127.
Moleong, L. J. (2013). Metodologi Prodjohamidjojo, M. (2002). Hukum
penelitian kualitatif. Bandung: perkawinan Indonesia. Jakarta:
Remaja Rosdakarya. Perpustakaan Nasional.
Ningrum, P. R. (2013). Perceraian orang Satori, D. & Komariah, A. (2011). Metode
tua dan penyesuaian diri remaja. E- penelitian kualitatif. Bandung:
Journal Psikologi. 1(1), 69-79. Alfabeta.
Novi (2015). Remaja korban perceraian. Seligman, M. E. P. (2006). Authentic
Diakses pada tanggal 23 Mei 2017 happiness. Bandung: Mizan Media
dari Utama.
http://www.kompasiana.com/novi/r Seligman, M. E. P. (2002). Authentic
emaja-korban- happiness: Using the new positive
perceraian_54ff0e52a33311471c50f psychology to realize your potential
9a1 for lasting fulfillment. New York:
Poerwandari, E. K. (2007). Pendekatan The Free Press.
kualitatif untuk penelitian perilaku Subekti. (1985). Hukum perjanjian.
manusia. Jakarta: LPSP3 Fakultas Jakarta: Intermasa.
Psikologi Universitas Indonesia. Syarifuddin, A. (2006). Hukum perkawinan
Primasti, K. A. & Wrastari, A. T. (2013). Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada
Dinamika psychological well-being Media.
pada remaja yang mengalami

66

Anda mungkin juga menyukai