Analisis Risiko Lingkungan Polutan Remaz PDF
Analisis Risiko Lingkungan Polutan Remaz PDF
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
KARAKTERISTIK POLUTAN
Berdasarkan uraian diatas, untuk melihat risiko yang dihasilkan oleh zat warna
pada pembuangan limbah proses industri batik maka dibutuhkan analisis risiko
melalui karakteristik dari zat warna remazol itu sendiri, terutama yang menjadi fokus
karakterisasi adalah remazol black B. Hal ini dikarenakan industri batik yang berada
di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan batik yang kebanyakan bercorak warna
1
hitam dan putih. Oleh karena hal tersebut, mempelajari karakteristik remazol yang
dianggap dapat menimbulkan masalah serius bagi lingkungan menjadi pilihan
menarik karena di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri cukup banyak industri batik
sehingga dapat diidentifikasi risiko/bahaya sesungguhnya yang dihasilkan oleh zat
warna remazol tersebut.
Salah satu jenis zat warna sintetik yang banyak digunakan dalam industri tekstil
adalah zat warna remazol. Zat warna ini banyak digunakan karena sifatnya yang
mudah larut dalam air dan tidak terdegradasi pada kondisi aerob biasa.
Sebagian besar zat warna sengaja dibuat supaya mempunyai ketahanan
terhadap pengaruh lingkungan seperti efek pH, suhu dan mikroba. Oleh karena itu,
limbah dari zat warna remazol sangat berpotensi mencemari lingkungan apabila tidak
dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Sementara itu, lingkungan mempunyai
kemampuan terbatas dalam mendegradasi limbah zat warna. Akibatnya, air menjadi
tercemar (berwarna) dengan kualitas air semakin memburuk dan tidak layak
digunakan. Selain itu, air limbah zat warna juga dapat mengakibatkan beberapa
2
penyakit kulit hingga kanker kulit. Oleh karena itu, limbah zat warna tekstil perlu
diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan (Sulistya, 2013).
Zat warna remazol Black B disintesis untuk tidak mudah rusak oleh perlakuan
kimia maupun perlakuan fotolitik. Untuk itu, jika limbah ini dibuang di perairan
maka dapat mengganggu estetika, meracuni biota air serta dapat menimbulkan bau
busuk di dalam badan air tersebut. Hal ini dikarenakan berkurangnya oksigen yang
dihasilkan selama proses fotosintesis, akibat sinar matahari yang seharusnya
digunakan oleh tanaman air terhalang oleh zat warna tersebut. Di samping itu
perombakan zat warna azo secara aerobik pada dasar perairan menghasilkan senyawa
amina aromatik yang kemungkinan lebih toksik dibandingkan dengan zat warna azo
itu sendiri. Berbagai macam metode alternatif telah dikembangkan dalam rangka
pengolahan limbah zat warna remazol black B antara lain: dekolorisasi dengan jamur
dan tiga isolat jamur, biodegradasi dengan mikroba Bacillus sp dan bakteri mono
culture, dan biodegradasi Remazol Black B dengan jamur kotoran sapi (Ayuni, 2015).
3
Pengkajian dan
Persiapan kain Pewarnaan
penghilangan
putih (dyeing)
kanji
Pencetakan
Pengeringan Pencelupan
(printing)
Pencucian
4
Proses transportasi remazol black-B dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini:
Manusia
5
BAB II
EFEK POLUTAN TERHADAP LINGKUNGAN
6
Berdasarkan hal diatas maka dapat disimpulkan populasi yang rentan terhadap
polutan remazol black-B secara jangka pendek adalah biota air dan secara jangka
panjang adalah manusia.
7
BAB III
BIOAKUMULASI DAN BIOMAGNIFIKASI POLUTAN
8
Gambar 5 Pengaruh Bioakumulasi Konsentrasi Zat Warna Awal Remazol Black B
Pada Pertumbuhan S. Cerevisiae
(Sumber: Reactive Dye Bioaccumulation by Saccharomyces Cereviase)
9
BAB IV
BAKU MUTU POLUTAN DI INDONESIA DAN NEGARA LAIN
10
Tabel 4.2 Standar polutan remazol di Amerika dan Canada
STE
TW STE
L Peak Peak TWA
source Material A L Notes
TWA mg/ ppm mg/m³ F/CC
ppm ppm
mg/m³ m³
C.I. Reactive
US - California
Black 5
Permissible
(Particulates
Exposure
not otherwise 5 (n)
Limits for
regulated
Chemical
Respirable
Contaminants
fraction)
11
C.I. Reactive
Black 5
Canada -
(Particulates See
Prince Edward
Insoluble or Appendix
Island
Poorly 10 B current
Occupational
Soluble) TLV/BEI
Exposure
[NOS] Book
Limits
Inhalable
Particles
(Sumber: MSDS Reactive Black 5)
Menurut penelitian Abidin (2012) Pada studi produk remazol black B yang
bernama Hoechst, melakukan studi inhalasi menengah durasi pada tikus, yang disebut
sebagai Hoechst (1984c) dalam profil yang bisa digunakan untuk menurunkan
perantara-durasi inhalasi BMR untuk endosulfan. Resensi menyatakan bahwa
konsentrasi 0,002 mg/L (2 mg / m3) endosulfan berdasarkan studi LOAEL
dengan indikator kekurusan, kulit pucat, squatting position and high-legged
position, penurunan bobot badan dan konsumsi pangan, peningkatan konsumsi air,
dan perubahan parameter klinis. Sedangkan berdasarkan studi NOAEL standarnya
adalah 0,001 mg/L (1 mg / m3).
The Hoechst (1984c) studi yang merupakan satu-satunya studi inhalasi
menengah berdasarkan ulasan ATSDR untuk studi Hoechst (1984c) disimpulkan
bahwa tidak ada efek samping yang signifikan bahkan pada konsentrasi tertinggi
endosulfan diuji (0,002 mg/L). Karena LOAEL tidak teridentifikasi, sesuai dengan
kebijakan ATSDR ini, penelitian ini tidak sesuai untuk BMR derivasi. Kekurusan,
kulit pucat, squatting position and high-legged position terjadi dalam satu tikus jantan
(dari 15) terkena 0,002 mg/L. Tikus jantan dalam kelompok paparan ini menunjukkan
penurunan berat badan pada hari 20 penelitian dan berat badan mereka lebih rendah
dibandingkan kelompok lain sampai akhir penelitian (29 hari setelah periode paparan
21 hari), tetapi perbedaan itu tidak signifikan secara statistik. Konsumsi makanan
nyata berkurang pada hari 20 pada tikus jantan dari 0,002 mg/L kelompok. Beberapa
parameter hematologi dan kimia klinis menunjukkan hasil yang berbeda secara
signifikan dari control. Namun, mereka berada dalam kisaran normal untuk strain
tikus yang digunakan dan dalam banyak kasus konsentrasi tidak terkait dengan
paparan. Berat organ tidak signifikan dipengaruhi oleh paparan endosulfan, gross and
microscopic evaluation dari jaringan dan organ tidak menunjukkan perubahan
paparan terkait. Berdasarkan studi NOAEL hasil percobaan ini, ATSDR yang
dianggap konsentrasi tertinggi sesuai uji,adalah 0,002 mg/L. (Abidin, 2012)
12
BAB V
ACCEPTABLE DAILY INTAKE (ADI) DAN EFFECTIVE DAILY INTA
KE (EDI)
ADI (Acceptable Daily Intake) adalah angka penduga asupan harian bahan kimia
yang dapat diterima dalam makanan sepanjang hidup manusia tanpa menimbulkan
resiko kesehatan yang bermakna (Permentan Nomor 24 tahun 2011). Sedangkan EDI
(Estimate Daily Intake) adalah jumlah rata-rata zat/bahan kimia yang dikonsumsi
tubuh pada setiap harinya (International Food Standards,2014).
Berdasarkan Departemen Kesehatan, TMDI dihitung dengan rumus seperti di
bawah ini:
𝐴𝐷𝐼 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛
𝑇𝑀𝐷𝐼 =
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑥 100
𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛
𝐸𝐷𝐼 =
𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛
*TMDI = jumlah maksimum suatu zat 0dalam milligram per kilogram berat
badan yang dapat dikonsumsi dalam sehari tanpa menimbulkan efek merugikan
terhadap kesehatan.
Untuk polutan remazol black b tidak dapat ditentukan jumlah maksimal asupan
harian bahan kimia yang dapat diterima (ADI) dan jumlah rata-rata zat/bahan kimia
yang dikonsumsi tubuh pada setiap harinya (EDI) karena tidak ditemukannya bahan
kimia remazol yang terdapat dimakanan. Untuk remazol black b parameter yang
ditemukan hanya pada perairan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Http://sentrabatiktulisyogyakarta.com/
Nugroho, D., Susatyo, E. B., & Prasetya, A. (2014). Sintetis Membran Kitosan-PVA
Terikat Silang untuk Menurunkan Kadar Zat Warna Remazol Black.
Indonesian Journal of Chemical Science, Vol. III No. 1.
Purnawan, C., Patiha, & A.A, Q. (2011). Fotodegradasi Zat Warna Remazol Black-B
Fg dengan Fotokatalis Komposit TiO2/SiO2. Jurnal Ekosains, Vol. III No. 1.
14