Anda di halaman 1dari 18

TUGAS ANALISIS RISIKO LINGKUNGAN

POLUTAN REMAZOL BLACK-B SEBAGAI PEWARNA


INDUSTRI BATIK

Diajukan sebagai Tugas Pengganti Ujian Tengah Semester (UTS)


Oleh:
1 Suci Varista Sury 13513100
2 Indah Suci Ramadhani 13513158
3 Rani Soraya 13513159

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ iii
BAB I KARAKTERISTIK POLUTAN ..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................1
1.2 Karakteristik Remazol Black-B ..................................................................................2
1.3 Transportasi dan Transformasi Remazol Black-B di Alam .........................................3
BAB II EFEK POLUTAN TERHADAP LINGKUNGAN .....................................................................6
2.1 Efek Remazol Black B terhadap Kesehatan Manusia ......................................................6
2.2 Populasi yang Rentan Terhadap Remazol Black-B ..........................................................6
BAB III BIOAKUMULASI DAN BIOMAGNIFIKASI POLUTAN ........................................................8
BAB IV BAKU MUTU POLUTAN DI INDONESIA DAN NEGARA LAIN .........................................10
4.1 Baku Mutu Remazol Black-B di Indonesia ....................................................................10
4.2 Baku Mutu Remazol Black-B di Negara Lain .................................................................10
BAB V ACCEPTABLE DAILY INTAKE (ADI) DAN EFFECTIVE DAILY INTAKE (EDI) ..............................13
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................14

i
DAFTAR GAMBAR

ii
DAFTAR TABEL

iii
BAB I
KARAKTERISTIK POLUTAN

1.1 Latar Belakang


Industri batik merupakan salah satu bidang pengembangan industri dalam negeri
yang telah cukup berkembang. Terlepas dari peranannya sebagai komoditi ekspor
yang diandalkan, industri ini telah menimbulkan masalah yang serius bagi lingkungan
terkait dengan penggunaan zat warna dalam produksi dan turut terbuang bersama air
limbah sisa proses. Industri batik merupakan industri asli milik masyarakat Indonesia
yang kebanyakan masih merupakan industri rumahan dengan memiliki modal kecil
sehingga pemilik industri rumahan kebanyakan tidak sanggup jika harus membuat
pengolahan limbah batik yang memadai untuk mengolah limbah zat warna yang
dihasilkan. Pada beberapa daerah pusat produksi batik telah diupayakan adanya
pengolahan limbah yang dihasilkan secara terpadu untuk mengatasi dan mencegah
perairan yang berwarna dan paramater lingkungan yang lebih baik. Namun jumlah
keluaran limbah jauh lebih besar dibanding kapasitas pengolahan, sehingga masalah
limbah berwarna masih menjadi masalah yang perlu penanganan lanjut. (Widodo,
2009). Kegiatan pewarnaan batik dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini:

Gambar 1 Proses Pewarnaan Batik Tulis


(Sumber: http://sentrabatiktulisyogyakarta.com/)

Berdasarkan uraian diatas, untuk melihat risiko yang dihasilkan oleh zat warna
pada pembuangan limbah proses industri batik maka dibutuhkan analisis risiko
melalui karakteristik dari zat warna remazol itu sendiri, terutama yang menjadi fokus
karakterisasi adalah remazol black B. Hal ini dikarenakan industri batik yang berada
di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan batik yang kebanyakan bercorak warna

1
hitam dan putih. Oleh karena hal tersebut, mempelajari karakteristik remazol yang
dianggap dapat menimbulkan masalah serius bagi lingkungan menjadi pilihan
menarik karena di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri cukup banyak industri batik
sehingga dapat diidentifikasi risiko/bahaya sesungguhnya yang dihasilkan oleh zat
warna remazol tersebut.

1.2 Karakteristik Remazol Black-B


Remazol black B merupakan zat warna reaktif yang mengandung gugus kromofor
azo yang banyak digunakan sebagai pewarna hitam pada tekstil. Remazol black B
memiliki rumus molekul C26H21N5Na4O19S6 dan berat molekul 991,8 g/mol. Struktur
molekul remazol black B sendiri dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini:

Gambar 2 Struktur Molekul Remazol Black-B (C26H21N5Na4O19S6)


(Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/9570329)

Salah satu jenis zat warna sintetik yang banyak digunakan dalam industri tekstil
adalah zat warna remazol. Zat warna ini banyak digunakan karena sifatnya yang
mudah larut dalam air dan tidak terdegradasi pada kondisi aerob biasa.
Sebagian besar zat warna sengaja dibuat supaya mempunyai ketahanan
terhadap pengaruh lingkungan seperti efek pH, suhu dan mikroba. Oleh karena itu,
limbah dari zat warna remazol sangat berpotensi mencemari lingkungan apabila tidak
dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Sementara itu, lingkungan mempunyai
kemampuan terbatas dalam mendegradasi limbah zat warna. Akibatnya, air menjadi
tercemar (berwarna) dengan kualitas air semakin memburuk dan tidak layak
digunakan. Selain itu, air limbah zat warna juga dapat mengakibatkan beberapa

2
penyakit kulit hingga kanker kulit. Oleh karena itu, limbah zat warna tekstil perlu
diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan (Sulistya, 2013).
Zat warna remazol Black B disintesis untuk tidak mudah rusak oleh perlakuan
kimia maupun perlakuan fotolitik. Untuk itu, jika limbah ini dibuang di perairan
maka dapat mengganggu estetika, meracuni biota air serta dapat menimbulkan bau
busuk di dalam badan air tersebut. Hal ini dikarenakan berkurangnya oksigen yang
dihasilkan selama proses fotosintesis, akibat sinar matahari yang seharusnya
digunakan oleh tanaman air terhalang oleh zat warna tersebut. Di samping itu
perombakan zat warna azo secara aerobik pada dasar perairan menghasilkan senyawa
amina aromatik yang kemungkinan lebih toksik dibandingkan dengan zat warna azo
itu sendiri. Berbagai macam metode alternatif telah dikembangkan dalam rangka
pengolahan limbah zat warna remazol black B antara lain: dekolorisasi dengan jamur
dan tiga isolat jamur, biodegradasi dengan mikroba Bacillus sp dan bakteri mono
culture, dan biodegradasi Remazol Black B dengan jamur kotoran sapi (Ayuni, 2015).

1.3 Transportasi dan Transformasi Remazol Black-B di Alam


Zat warna azo sering digunakan sebagai pewarna pada tekstil, makanan, kertas,
kosmetika, dan industri lain. Salah satu warna azo yang sering digunakan dalam
pewarnaan tekstil adalah remazol black B. Remazol black B merupakan zat warna
reaktif yang mengandung gugus kromofor azo yang banyak digunakan sebagai
pewarna hitam pada tekstil. Pada tugas kali ini remazol black B yang dimaksud
berasal dari industri batik. Zat ini digunakan pada proses pewarnaan dalam industri
batik (Ayuni, 2015).
Menurut Sastrawidana (2010) remazol black B yang digunakan pada proses
pewarnaan industri batik hanyalah 5% sedangkan 95% akan menjadi limbah dan
dibuang ke lingkungan. Remazol black B saat dibuang ke lingkungan khususnya ke
badan air akan berpengaruh terhadap biota. Transportasi remazol black B ke
lingkungan dimulai dari proses produksi industtri batik yaitu pada proses pewarnaan
seperti dijelaskan pada Gambar 3.

3
Pengkajian dan
Persiapan kain Pewarnaan
penghilangan
putih (dyeing)
kanji

Pencetakan
Pengeringan Pencelupan
(printing)

Pencucian

Gambar 3 Skema Proses Pembuatan Batik


(Sumber: modifikasi dari Anaerobic Azo Dye Reduction)

Secara analisis transportasi zat warna remazol black B di lingkungan yaitu


melalui efluen dari proses pewarnaan industri batik yang akan masuk ke badan air.
Berdasarkan karakteristik remazol black B yang tidak mudah rusak oleh perlakuan
kimia maupun perlakuan fotolitik maka jika limbah ini dibuang di perairan dapat
mengganggu estetika, meracuni biota air serta dapat menimbulkan bau busuk di
dalam badan air tersebut. Hal ini dikarenakan berkurangnya oksigen yang dihasilkan
selama proses fotosintesis, akibat sinar matahari yang seharusnya digunakan oleh
tanaman air terhalang oleh zat warna tersebut (Ayuni, 2015).
Sedangkan proses transformasi remazol black-B dapat terjadi karena aktivitas
aerobik di dalam badan air. Hal ini sesuai dengan penelitian Ayuni (2015) bahwa
perombakan zat warna azo/remazol dapat terjadi secara aerobik pada dasar perairan
yang menghasilkan senyawa amina aromatik yang kemungkinan lebih toksik
dibandingkan dengan zat warna azo itu sendiri.

4
Proses transportasi remazol black-B dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini:

Biota Air (Tumbuhan


Industri Batik (Proses Badan Air
Dibuang dan Ikan)
Pewarnaan)

Manusia

Gambar 4 Skema Transportasi Remazol Black B ke Lingkungan


(Sumber: modifikasi dari Anaerobic Azo Dye Reduction)

Berdasarkan hal tersebut jika limbah remazol masuk ke lingkungan maka


manusia, biota air dan kondisi lingkungan sekitar dapat terpapar oleh bahaya dari zat
warna tersebut. Ketika remazol black b dibuang ke badan air sedangkan badan air
tersebut digunakan oleh manusia untuk konsumsi sehari-hari seperti mandi, masak air
dan hal berhubungan dengan rumah tangga lainnya maka akan dapat menimbulkan
akumulasi zat warna remazol black tersebut di dalam tubuh manusia. Selain itu
paparan pada badan air yang paling besar akan menimbulkan dampak bagi ekosistem
yang ada di dalamnya (Ayuni, 2015).

5
BAB II
EFEK POLUTAN TERHADAP LINGKUNGAN

Berdasarkan pembahasan proses transportasi remazol black-B ke lingkungan


hingga ke pajanan nya yang telah dijelaskan pada Bab 3 Gambar 4, dapat dianalisis
bahwa efek polutan tersebut akan mengenai 2 pajanan yaitu biota air dan manusia.
Sedangkan efek remazol terhadap lingkungan berdasarkan karakteristik remazol
black B yang tidak mudah rusak oleh perlakuan kimia maupun perlakuan fotolitik
maka jika limbah ini dibuang di perairan dapat mengganggu estetika, meracuni biota
air serta dapat menimbulkan bau busuk di dalam badan air tersebut. Hal ini
dikarenakan berkurangnya oksigen yang dihasilkan selama proses fotosintesis, akibat
sinar matahari yang seharusnya digunakan oleh tanaman air terhalang oleh zat warna
tersebut (Ayuni, 2015).

2.1 Efek Remazol Black B terhadap Kesehatan Manusia


Remazol black-B yang memiliki sifat mudah larut dalam air dan tidak
terdegradasi pada kondisi aerob biasa, mempunyai ketahanan terhadap pengaruh
lingkungan seperti efek pH, suhu dan mikroba. Oleh karena itu, limbah dari zat warna
remazol sangat berpotensi mencemari lingkungan apabila tidak dilakukan pengolahan
terlebih dahulu. Sementara itu, lingkungan mempunyai kemampuan terbatas dalam
mendegradasi limbah zat warna. Akibatnya, air menjadi tercemar (berwarna) dengan
kualitas air semakin memburuk dan tidak layak digunakan. Selain itu, air limbah zat
warna juga dapat mengakibatkan beberapa penyakit kulit hingga kanker kulit. Kanker
kulit yang terjadi terhadap pajanan akibat proses adsorpsi bahan remazol black-B
kedalam kulit manusia yang mengalami akumulasi menahun (Sulistya, 2013).

2.2 Populasi yang Rentan Terhadap Remazol Black-B


Menurut Purnawan (2011) berdasarkan analisis pada transportasi remazol black-
B jika limbah remazol masuk ke lingkungan maka manusia, biota air dan kondisi
lingkungan sekitar dapat terpapar oleh bahaya dari zat warna tersebut. Ketika remazol
black b dibuang ke badan air sedangkan badan air tersebut digunakan oleh manusia
untuk konsumsi sehari-hari seperti mandi, masak air dan hal berhubungan dengan
rumah tangga lainnya maka akan dapat menimbulkan akumulasi zat warna remazol
black tersebut di dalam tubuh manusia. Selain itu paparan pada badan air yang paling
besar akan menimbulkan dampak bagi ekosistem yang ada di dalamnya.

6
Berdasarkan hal diatas maka dapat disimpulkan populasi yang rentan terhadap
polutan remazol black-B secara jangka pendek adalah biota air dan secara jangka
panjang adalah manusia.

7
BAB III
BIOAKUMULASI DAN BIOMAGNIFIKASI POLUTAN

Remazol Black B merupakan senyawa reaktif yang bersifat karsinogenik dan


toksik. Zat warna reaktif azo banyak digunakan dalam industri pencelupan tekstil
karena zat warna ini dapat terikat kuat pada kain dan tidak mudah luntur. Zat warna
reaktif azo disintesis untuk tidak mudah rusak oleh perlakuan kimia mapun perlakuan
potolitik. Untuk itu, bila terbuang ke perairan dapat bertahan dalam jangka waktu
yang cukup lama dan mengalami akumulasi sampai pada tingkat konsentrasi tertentu
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap daya dukung lingkungan. Sedangkan
untuk biomagnifikasi tidak terjadi pada polutan ini (Nugroho, 2014).
Kemampuan S. cerevisiae dalam bioakumulasi pewarna azo reaktif yang
dipilih bervariasi sampai batas yang signifikan. Tingkat akumulasi zat warna
tergantung pada pewarna, pH awal dan konsentrasi zat warna awal. Biomassa ragi
bisa memberikan bioakumulasi yang efektif untuk menghilangkan semua pewarna
pada pH 3.0. Secara umum peningkatan pewarna konsentrasi hingga 400 mg/l dalam
medium pertumbuhan menghambat pertumbuhan ragi dan menyebabkan
periode lag yang panjang. Pertumbuhan penghambatan sangat berat pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari Remazol Red RB dan Remazol Biru, pada
tingkat lebih rendah untuk Remazol Hitam B. Peningkatan periode lag dengan
meningkatnya tingkat dye di media menunjukkan bahwa akumulasi pewarna terutama
tergantung pada aktivitas metabolik. Penyerapan zat warna tertentu meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi pewarna hingga 410,0 mg/l untuk Remazol Hitam
B, 380,1 mg/l untuk Remazol Biru dan 219,1 mg/l untuk Remazol Red RB.
Persentase penyisihan warna pada semua konsentrasi berdasarkan studi lebih tinggi
dari 62% untuk pewarna Remazol Hitam B. Pola grafik hampir sama untuk
konsentrasi pewarna rendah dan moderat dan menunjukkan bahwa proses
bioakumulasi sejajar dengan pertumbuhan ragi. Dye penghapusan oleh ragi secara
fisik biosorpsi dari cara dye non-spesifik untuk perifer sel diikuti oleh akumulasi
tertentu ke dalam sel. Grafik hasil bioakumulasi dengan perlakuan seperti diatas dapat
dilihat pada Gambar 5 di bawah ini: (Aksu, 2003).

8
Gambar 5 Pengaruh Bioakumulasi Konsentrasi Zat Warna Awal Remazol Black B
Pada Pertumbuhan S. Cerevisiae
(Sumber: Reactive Dye Bioaccumulation by Saccharomyces Cereviase)

9
BAB IV
BAKU MUTU POLUTAN DI INDONESIA DAN NEGARA LAIN

4.1 Baku Mutu Remazol Black-B di Indonesia


Standar polutan remazol black b yang boleh masuk ke lingkungan didalam
KepMen-LH No 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, tidak dijelaskan
secara spesifik jumlah dan konsentrasi remazol black b yang diperbolehkan masuk ke
lingkungan. Dalam peraturan tersebut untuk industri tekstil, polutan yang diberi
standar hanyalah polutan seperti tabel berikut:
Tabel 4.1 Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Indusri Tekstil
Beban
Kadar Paling Pencemaran
Parameter
Tinggi (mg/L) Paling Tinggi
(kg/ton)
BOD5 60 6
COD 150 15
TSS 50 5
Fenol Total 0.5 0.05
Krom Total (Cr) 1.0 0.1
Amonia Total (NH3-N) 8.0 0.8
Sulfida (sebagai S) 0.3 0.03
Minyak dan Lemak 3.0 0.3
pH 6,0 - 9,0
Debit Limbah Paling
Tinggi 100 m3/ton produk tekstil
(Sumber: Permen-LH no 5 tahun 2014)

Remazol black b yang boleh dibuang ke lingkungan berdasarkan standar dari


debit limbah yang paling tinggi yang diperbolehkan pada peraturan diatas. Hal ini
dikarenakan, remazol black b yang tercampur akan berkolerasi dengan debit limbah
yang dihasilkan.

4.2 Baku Mutu Remazol Black-B di Negara Lain


Zat warna reaktif azo menurut kriteria Uni Eopa untuk bahan berbahaya adalah
tergolong rendah. Standar polutan remazol di Amerika dan Canada dapat dilihat pada
tabel 4.2.

10
Tabel 4.2 Standar polutan remazol di Amerika dan Canada

STE
TW STE
L Peak Peak TWA
source Material A L Notes
TWA mg/ ppm mg/m³ F/CC
ppm ppm
mg/m³ m³

C.I. Reactive
US - California
Black 5
Permissible
(Particulates
Exposure
not otherwise 5 (n)
Limits for
regulated
Chemical
Respirable
Contaminants
fraction)

US - Tennessee C.I. Reactive


Occupational Black 5
Exposure (Particulates 5
Limits-Limits not otherwise
for Air regulated
Contaminants Respirable
fraction)

US - Wyoming C.I. Reactive


Toxic and Black 5
Hazardous (Particulates
Subtances not otherwise 5
Table Z1 regulated
Limits for Air (PNOR)(f)-
Contaminants Respirable
fraction)
C.I. Reactive
Black 5
US - Michigan
(Particulates
Exposure
not otherwise 5
Limits for Air
regulated
Contaminants
Respirable
dust)

11
C.I. Reactive
Black 5
Canada -
(Particulates See
Prince Edward
Insoluble or Appendix
Island
Poorly 10 B current
Occupational
Soluble) TLV/BEI
Exposure
[NOS] Book
Limits
Inhalable
Particles
(Sumber: MSDS Reactive Black 5)

Menurut penelitian Abidin (2012) Pada studi produk remazol black B yang
bernama Hoechst, melakukan studi inhalasi menengah durasi pada tikus, yang disebut
sebagai Hoechst (1984c) dalam profil yang bisa digunakan untuk menurunkan
perantara-durasi inhalasi BMR untuk endosulfan. Resensi menyatakan bahwa
konsentrasi 0,002 mg/L (2 mg / m3) endosulfan berdasarkan studi LOAEL
dengan indikator kekurusan, kulit pucat, squatting position and high-legged
position, penurunan bobot badan dan konsumsi pangan, peningkatan konsumsi air,
dan perubahan parameter klinis. Sedangkan berdasarkan studi NOAEL standarnya
adalah 0,001 mg/L (1 mg / m3).
The Hoechst (1984c) studi yang merupakan satu-satunya studi inhalasi
menengah berdasarkan ulasan ATSDR untuk studi Hoechst (1984c) disimpulkan
bahwa tidak ada efek samping yang signifikan bahkan pada konsentrasi tertinggi
endosulfan diuji (0,002 mg/L). Karena LOAEL tidak teridentifikasi, sesuai dengan
kebijakan ATSDR ini, penelitian ini tidak sesuai untuk BMR derivasi. Kekurusan,
kulit pucat, squatting position and high-legged position terjadi dalam satu tikus jantan
(dari 15) terkena 0,002 mg/L. Tikus jantan dalam kelompok paparan ini menunjukkan
penurunan berat badan pada hari 20 penelitian dan berat badan mereka lebih rendah
dibandingkan kelompok lain sampai akhir penelitian (29 hari setelah periode paparan
21 hari), tetapi perbedaan itu tidak signifikan secara statistik. Konsumsi makanan
nyata berkurang pada hari 20 pada tikus jantan dari 0,002 mg/L kelompok. Beberapa
parameter hematologi dan kimia klinis menunjukkan hasil yang berbeda secara
signifikan dari control. Namun, mereka berada dalam kisaran normal untuk strain
tikus yang digunakan dan dalam banyak kasus konsentrasi tidak terkait dengan
paparan. Berat organ tidak signifikan dipengaruhi oleh paparan endosulfan, gross and
microscopic evaluation dari jaringan dan organ tidak menunjukkan perubahan
paparan terkait. Berdasarkan studi NOAEL hasil percobaan ini, ATSDR yang
dianggap konsentrasi tertinggi sesuai uji,adalah 0,002 mg/L. (Abidin, 2012)

12
BAB V
ACCEPTABLE DAILY INTAKE (ADI) DAN EFFECTIVE DAILY INTA
KE (EDI)

ADI (Acceptable Daily Intake) adalah angka penduga asupan harian bahan kimia
yang dapat diterima dalam makanan sepanjang hidup manusia tanpa menimbulkan
resiko kesehatan yang bermakna (Permentan Nomor 24 tahun 2011). Sedangkan EDI
(Estimate Daily Intake) adalah jumlah rata-rata zat/bahan kimia yang dikonsumsi
tubuh pada setiap harinya (International Food Standards,2014).
Berdasarkan Departemen Kesehatan, TMDI dihitung dengan rumus seperti di
bawah ini:
𝐴𝐷𝐼 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛
𝑇𝑀𝐷𝐼 =
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑥 100
𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛
𝐸𝐷𝐼 =
𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛

*TMDI = jumlah maksimum suatu zat 0dalam milligram per kilogram berat
badan yang dapat dikonsumsi dalam sehari tanpa menimbulkan efek merugikan
terhadap kesehatan.
Untuk polutan remazol black b tidak dapat ditentukan jumlah maksimal asupan
harian bahan kimia yang dapat diterima (ADI) dan jumlah rata-rata zat/bahan kimia
yang dikonsumsi tubuh pada setiap harinya (EDI) karena tidak ditemukannya bahan
kimia remazol yang terdapat dimakanan. Untuk remazol black b parameter yang
ditemukan hanya pada perairan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H. (2012). Desposition of Peer Review Comments for Endosulfan. United


State: SRC Inc Chemical, Biological, and Environmental Center.Aksu, Z.
(2003). Reactive Dye Bioaccumulation by Saccharomyces Cerevisiae. Process
Biochemistry, Volume 38 No. 1437-1444.
Ayuni, N. P. (2015). Kajian Transpor Zat Warna Azo Jenis Remazol Black B
Menggunakan Membran Kitosan. Jurnal Lingkungan Tropis , Volume 9 No.
1.
Https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/9570329

Http://sentrabatiktulisyogyakarta.com/

International Food Standard (2014)


Material Safety Data Sheet Reactive Black 5

Nugroho, D., Susatyo, E. B., & Prasetya, A. (2014). Sintetis Membran Kitosan-PVA
Terikat Silang untuk Menurunkan Kadar Zat Warna Remazol Black.
Indonesian Journal of Chemical Science, Vol. III No. 1.

Purnawan, C., Patiha, & A.A, Q. (2011). Fotodegradasi Zat Warna Remazol Black-B
Fg dengan Fotokatalis Komposit TiO2/SiO2. Jurnal Ekosains, Vol. III No. 1.

Permentan No 24 Tahun 2011


Sastrawidana, D. K., Lay, B. W., Fauzi, A. M., & Santosa, D. A. (2010). Pengolahan
Limbah Tekstil Sistem Kombinasi Anaerobik-Aaerobik Menggunakan
Biofilm Bakteri Konsorsium dari Lumpur Limbah Tekstil. Ecotrhopic,
Volume 2, 55-60.
Sulistya, R. (2013). Elektrodekolorisasi Zat Warna Remazol Violet 5r Menggunakan
Elektroda Grafit. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Widodo, D. S. (2009). Elektroremediasi Perairan Tercemar: Lektrodekolorisasi
Larutan Remazol Black B Dengan Elektroda Timbal Dioksida/Karbon Dan
Analisis Larutan Sisa Dekolorisasi. Jurnal Teknik Kimia Universitas
Diponegoro, Volume 12 No 1.
Zee, V. d. (2002). Anaerobic Azo Dye Reduction. Netherlands: Wegeningen
University.

14

Anda mungkin juga menyukai