Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH POLITIK TERHADAP PENETAPAN KEBIJAKAN

KESEHATAN DI INDONESIA

Disusun oleh:

1. Afif R Thabrani 1619720103

2. Catherine Videllia 1619720107

3. Febri Rusdi 1619720117

4. Hendrik Redhian 1619720120

5. Margaret Yunita A 1619720131

Dosen Pembimbing:

Dr. H. Taufik Rosydi, M.Kes.

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSTIAS KADER BANGSA

2018
1.1. PENDAHULUAN

Politik merupakan gejala yang tak terelakkan, senantiasa hadir di sekitar kita. Ia
menstrukturkan kehidupan kita. Tetapi kajian tentang politik tidaklah semutlak prakteknya
dalam kenyataan. Andaikata benar, ilmu politik “lebih ilmiah” daripada praktek politik dan
nasib para pelaku yang berkuasa bukanlah semata-mata hasil kesempatan murni dan lelucon
sejarah ketimbang politik dalam pengertian praktis.

Kegiatan politik di Indonesia dibangun dengan susunan yang sistematis sehingga


menjamin tercapai dan terpeliharanya stabilitas politik. Pengaturan sistem kepartaian,
kemampuannya untuk menarik dukungan dari lembaga legislatif, untuk mengendalikan
pemerintahan di daerah, menjaga keterpaduan elite pemerintah, serta upayanya menyatukan
bangsa melalui simbol-simbol Pancasila dan pembangunan di segala sektor, semuanya
merupakan kegiatan berpolitik. Kegiatan politik merupakan keseluruhan kegiatan yang
dilakukan berkaitan dengan penyelenggaraan negara.

Kebijakan kesehatan merupakan tindakan atau intervensi yang secara sengaja


dilakukan seorang aktor dalam hal ini pemerintah, berkenaan dengan adanya masalah-
masalah kesehatan tertentu yang sedang dihadapi.

Visi dari kebijakan kesehatan yang telah dibuat pemerintah di Indonesia adalah Departemen
Kesehatan sebagai penggerak pembangunan kesehatan menuju terwujudnya Indonesia Sehat.

Sedangkan misi dari kebijakan tersebut yaitu:

 Memantapkan manajemen kesehatan yang dinamis dan akuntable

 Meningkatkan kinerja dan mutu upaya kesehatan

 Memberdayakan masyarakat dan daerah

 Melaksanakan pembangunan kesehatan yang berskala nasional


1.2. PEMBAHASAN

Setelah mengetahui bagaimana sebenarnya politik dan kebijakan kesehatan tersebut


maka pertanyaan saat ini, apakah ada kaitan antara kegiatan berpolitik dengan penentuan
kebijakan dalam bidang kesehatan? Jawabannya tentu saja ada, karena seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya kegiatan kepemerintahan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan negara merupakan kegiatan politik termasuk juga dalam bidang kesehatan,
yang dimana orang-orang yang bekerja dalam pemerintahan merupakan wakil-wakil dari
partai politik. Hal tersebut merupakan pandangan kelembagaan pada konsep politik. Seperti
kita ketahui terdapat 5 konsep politik yaitu:

 Pandangan klasik
 Kelembagaan
 Kekuasaan
 Fungsionalisme
 Konflik

Selain itu pada konsep fungsionalisme dari kegiatan politik tersebut, ilmu politik
sebagai kegiatan untuk merumuskan dan melaksanakan kebijaksanaan umum dalam
penentuan kebijakan publik bagi masyarakat luas, termasuk di dalamnya adalah kebijakan
kesehatan.

Seperti yang dipetik pada UU kesehatan no 23 tahun 1992 pada Bab V yaitu Bab
tentang tugas dan tanggung jawab yakni pada pasal-pasal yang akan dijabarkan di bawah ini:

Pasal 6

Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan

upaya kesehatan.
Pasal 7

Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan

terjangkau oleh masyarakat.

Pasal 8

Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi

sosial sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu

tetap terjamin.

Pasal 9

Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

Pada pasal terakhir pada Bab ini disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dimana upaya-upaya yang dilakukan
pemerintah dalam hal ini adalah dengan membuat kebijakan-kebijakan kesehatan yang
diwakilkan oleh menteri kesehatan lalu kebijakan tersebut disampaikan kepada presiden.
Contohnya dalam penetapan anggaran untuk kesehatan, menteri kesehatan mengajukan
rancangan anggaran kepada presiden yang kemudian akan dibahas bersama DPR karena
dalam penetapan Anggaran Belanja Negara DPR mempunyai wewenang dalam menyetujui
maupun menolak terhadap rancangan yang diajukan tersebut.

Contoh lainnya adalah dalam kebijakan pemerintah terhadap pertambahan penduduk yang
semakin meningkat setiap tahunnya yaitu dengan menggalangkan program Keluarga
Berencana (KB) dimana masyarakat dianjurkan agar hanya mempunyai dua anak. Begitupula
kebijakan kepada pegawai negeri sipil terhadap program ini yakni pemerintah hanya
menanggung Asuransi Kesehatan dari peserta Askes, istri peserta dan hanya dua anak , anak
pertama dan kedua.
Pemerintah merupakan lembaga politik yang resmi. Di mana ada asap, di situ ada api.
Di mana ada pemerintah, di situ ada politik. Di mana ada politik, di situ ada kekuasaan

Pertanyaan-pertanyaan seperti : ”Apakah kekuasaan mempengaruhi pembuatan


kebijakan kesehatan” atau ”Apakah kebijakan kesehatan adalah sesuatu yang bersifat rasional
atau politis” serta adakah kaitan antara kebijakan kesehatan dengan sistem politik di suatu
negara?” menjadi bahasan penting dalam memahami sistem penetapan kebijakan, peran
stakeholder atau aktor serta kotak hitam (black box) dalam proses pengambilan keputusannya
Penentuan kebijakan di bidang kesehatan memang merupakan sebuah sistem yang tidak lepas
dari keadaan di sekitarnya yaitu semua faktor-faktor sosial, politik, ekonomi, sejarah dan
pengaruh faktor lainnya. Selain itu komponen, proses, alokasi sumber daya, aktor dan
kekuasaan merupakan faktor yang berperan pada penetapan kebijakan sebagai sebuah sistem.

Oleh karena itu, kebijakan yang dihasilkan merupakan produk dari serangkaian
interaksi elit kunci dalam setiap detil proses pembuatan kebijakan termasuk tarik-menarik
kepentingan antara aktor, interaksi kekuasaan, alokasi sumber daya dan bargaining position di
antara elit yang terlibat.

Proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya individual atau
kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi para pengambil keputusan agar suatu
kebijakan dapat lebih menguntungkan pihaknya. Semua itu, merupakan manifestasi dari
kekuatan politik (power) untuk mempertahankan stabilitas dan kepentingan masing-masing
aktor. Bahkan tak jarang terjadi pula intervensi kekuasaan dan tarik-menarik kepentingan
politis dari pemegang kekuasaan atau aktor yang memiliki pengaruh dalam posisi politik.

Politik Kesehatan Dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia dan

Dunia

Negara mana yang tidak ingin warga negara nya memiliki derajat kesehatan yang

tinggi? Semua kepala negara rela memperjuangkan status kesehatan warganya guna lebih

produktif dan berguna bagi negaranya. Perubahan dan keinginan untuk berubah dan

menuju masyarakat yang kurang sehat menuju masyarakat yang sehat dan produktif itu

merupakan salah satu dari kegiatan politik. Ya, tentu saja kesehatan berkaitan erat dengan
politik. Aksi dari kesehatan masyarakat pada dasarnya adalah sebuah ekspresi dari ideologi

politik.

Derajat kesehatan lebih merupakan dampak proses yang panjang dari keputusan politik

yang diputuskan oleh pemerintah dan pihak yang berwenang. Dalam proses pengambilan

keputusan tersebut diperlukan berbagai adu kekuatan setiap pihak untuk

memenangkannya. Keputusan ini diperjuangkan baik oleh kalangan legislatif maupun

pihak-pihak yang mempunyai wewenang untuk memutuskan sebuah keputusan.

Di Indonesia sendiri, banyak sekali politik kesehatan yang terjadi. Sebagai contoh:

Pertama, keputusan yang diputuskan oleh pemerintah DKI Jakarta pada tahun 2006 yang

berisi larangan memelihara unggas dirumah-rumah penduduk diseputar Jakarta. Keputusan

ini sangat sulit diambil karena dalam memutuskan haruslah mempertimbangkan dampak

positif dan negatif. Pihak yang dirugikan dalam hal keputusan ini adalah pihak yang

memelihara unggas di lahan yang sempit atau lahan yang kurang memadai. Mereka

menganggap keputusan tersebut mengurangi pendapatan ekonomi mereka. Namun, banyak

yang memelihara unggas dengan cara sembunyi-sembunyi guna mempertahankan taraf

ekonomi mereka. Di sisi lain, pemerintah beranggapan bahwa dengan melarang

memelihara unggas dilingkungan yang dekat pemukiman warga akan meminimalisir

tingkat penyebaran virus flu burung. Seperti diketahui, pada tahun 2006, DKI Jakarta

banyak terjadi kasus flu burung akibat banyak warga nya yang memelihara unggas dekat

dengan pemukiman. Karena pada flu burung, virus tersebut mudah tersebar melalui udara.

Kalau pemukiman warga dekat dengan kandang unggas yang terjangkit, maka bukan hal

yang tak mungkin kalau banyak warga sekitar tempat tersebut akan terjangkit flu burung.
Dengan mempertimbangkan dampak tersebut, keputusan ini dibuat untuk meningkatkan

kesehatan masyarakat DKI Jakarta.

Kedua, pelarangan merokok di tempat-tempat umum. Sudah sangat jelas, jika

keputusan ini pro terhadap kesehatan karena semua orang sudah pasti tahu mengenai

dampak negatif dari rokok. Namun, bagi perokok yang dalam hal ini bersifat aktif merasa

dirugikan karena hak nya untuk merokok merasa dikekang. Maka, muncullah persepsi

„Hak asasi bagi para perokok‟. Selain perokok, para penjual rokok disekitar tempat umum

tersebut juga merasa dirugikan. Karena pendapatan mereka menurun karena larangan

tersebut. Seharusnya para perokok tersebut juga memperhatikan dampak bagi orang-orang

disekitar merka yang tidak merokok dan tidak mementingkan ego nya sendiri untuk

menikmati kepuasaan batin. Tanpa mereka sadari, mereka yang tidak merokok juga ikut

menghisap racun dari rokok tersebut. Maka dari itu, pemerintah yang pro terhadap

kesehatan akhirnya memutuskan kebijakan yang sangat berguna.

Ketiga, keputusan politik tingkat Kabupaten terjadi di Banyumas pada tahun 80‟an.

Keputusan ini melarang untuk melakukan kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi

tempe bongkrek. Ini merupakan satu-satunya keputusan yang dilakukan di Indonesia. Dan

menganggap pelanggaran budaya. Karena tempe bongkrek adalah warisan turun menurun

dari nenek moyang. Pada tahun tersebut, angka kematian yang disebabkan oleh keracunan

tempe bongkrek sangat tinggi. Masyarakat Banyumas yang sangat menggemari tempe

bongkrek, mati keracunan akibat racun yang dihasilkan dari fermentasi tempe tersebut.

Akhirnya pemerintah pada zaman itu melarang tempe bongkrek demi aspek keselamatan.

Pada faktanya, Tempe bongkrek adalah makanan Indonesia yang dibuat oleh fermentasi

kue gepeng kelapa atau residu santan Rhizopus oligosporus. Dari hasil fermentasi ini,

dihasilkan bakteri Burkholderia cocovenenas yang merupakan organisme penyebab

menghasilkan racun asam toxoflavin, atau yang biasa disebut asam bongkrek. Penelitian
menunjukkan pengaruh konsentrasi lipid dan jenis asam lemak pada produksi asam

bongkrek oleh B.cocovenenans diperiksa dengan menambahkan jumlah yang berbeda dari

lemak kelapa atau asam lemak bebas individu untuk defatted dan disterilkan dengan media

kelapa (DRCM). DRCM menambahkan lipid lalu kemudian di inokulasi oleh

B.cocovenenans dan diinkubasi pada 30 derajat celcius selama 5 hari dan jumlah asam

bongkrek terbentuk diukur dengan HPLC. Konsentrasi lemak kelapa dari 10 % atau

kurang, tidak mendeteksi asam bongkrek meskipun B. Cocovenenans mengalami

pertumbuhan yang meningkat. 40-50% lemak kelapa menghasilkan sebanyak 1,4 mg/asam

bongkrek pada tingkat yang sama. Dari delapan asam lemak jenuh diuji, hanya laurat

(12:0), milistrat (14:0), dan palmitat (16:0) asam merangsang produksi terdeteksi jumlah

toksin. Ketika empat asam lemak bebas 18-karbon dengan derajat yang berbeda dari

kejenuhan dibandingkan, sejumlah besar asam bongkrek (2,62 mg/g berat kering) yang

diproduksi hanya dengan asam oleat (18:1). Dari data penelitian tersebut, menunjukkan

bahwa konsentrasi dan jenis lipid dalam substrat sangat penting untuk pembentukan asam

bongkrek. dengan banyaknya racun yang dihasilkan, maka dapat dikatakan bahwa tempe

bongkrek adalah makanan beracun. Namun, disisi lain, tempe bongkrek mempunyai nutrisi

yang baik bagi tubuh yaitu dari kandungan nutrisi tiap 100 gram tempe bongkrek bernilai

119 kalori, protein 4,4 gram, lemak 3,5 gram, karbohidrat 18,3 gram, kalsium 27 miligram,

fosfor 100 miligram, zat besi 2,6 miligram, vitamin B1 0,08 miligram. Mengenai

keputusan tersebut, akhirnya setelah disahkan maka angka kematian akibat tempe

bongkrek semakin berkurang karena masyarakat sudah mulai sadar mengenai dampak dari

konsumsi tempe bongkrek.

Keempat, selain Indonesia, negara lain juga membuat kebijakan politik yang

menyangkut kesehatan masyarakat atau yang hanya merasa mengganggu kenyamanan

masyarakat. Contohnya di Inggris, larangan untuk warganya mengahangatkan tubuhnya

dengan cara membakar batubara ketika parlemen sedang bersidang. Bagi masyarakat, ini
sangat merugikan. Terlebih ketika musim dingin, maka masyarakat tersebut akan

kedinginan. Namun, aturan adalah aturan. Dan Inggris salah satu negara yang sangat tertib

dengan peraturan yang ada di negaranya.

Kelima, Negara Taiwan yang melarang untuk makanan Indonesia masuk ke negaranya.

Makanan Indonesia yang notabene nya berbahasa Indonesia dilarang masuk oleh

pemerintah Taiwan. Mengapa? Karena pada dasarnya, pemerintah Taiwan tidak ingin

warga negara nya menjadi mengerti dan paham mengenai bahasa Indonesia dan budaya

Indonesia itu sendiri. Hal itu sangat disayangkan oleh pemerintah Indonesia, karena

membawa aspek budaya dalam bidang yang tidak menyangkut sama sekali dengan budaya.

Hal ini murni dari hubungan perdagangan antar negara. Seharusnya pemerintah Taiwan

lebih berpikir jernih terhadap apa yang diputuskan.

1.3. PENUTUP

Jadi dari analisis tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa politik
berpengaruh dalam penetapan kebijakan kesehatan karena kegiatan kepemerintahan secara
keseluruhan yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara merupakan kegiatan politik
termasuk juga dalam bidang kesehatan, yang dimana orang-orang yang bekerja dalam
pemerintahan merupakan wakil-wakil dari partai politik.

Dapat diambil contoh yaitu pada kebijakan penetapan anggaran belanja negara untuk
sektor kesehatan, dikatakan kegiatan politik karena kebijakan tersebut berkaitan dengan
penyelenggaraan negara dalam hal ini pada sektor kesehatan.

Namun dewasa ini proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya
individual atau kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi para pengambil keputusan
agar suatu kebijakan dapat lebih menguntungkan pihaknya. Sehingga makna politik tersebut
sudah semakin negatif karena terkadang kejam, licik, dan menghalalkan segala cara demi
keuntungan pribadi.

DAFTAR PUSTAKA
 Syamsuddin, Nazaruddin. 1995. Pengantar Ilmu Politik. Rajawali Press : Jakarta

 Varma, S.P. 1995. Teori Politik Modern. Rajawali Press : Jakarta

 Suharto, Edi. 2008. Penerapan Kebijakan Pelayanan Publik bagi Masyarakat dengan
Kebutuhan, Disampaikan pada Focused Group Discussion (FGD) “Kajian Penerapan
Pelayanan Khusus (Service for Customers with Special Needs) pada Sektor Pelayanan
Publik, Lembaga Administrasi Negara, Sahira Butik Hotel.

 Wibowo, Adik dan Tim, 2014. Kesehatan Masyarakat di Indonesia Konsep,

Aplikasi, dan Tantangan. Depok: RajaGrafindo Persada

 http://www.kebijakankesehatan.co.cc

 http://www.lfip.org

 http://www.phmovement.org
1

Anda mungkin juga menyukai