Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

“SEROSIS HEPATIS”

DISUSUN OLEH :

Mia Cahyati Ropi Depian Wandri


Pera Pronika Pandu Satria
Fauzi Putra Afdinata Meiki Erfalian
Roli Dewantri Ogi Akhyanda
Zufro Doni Yuka Saputra

DOSEN PEMBIMBING :

CLINICAL INSTRUCTURE` : Ns. Ahmadi, S.Kep


Ns. Derita Wati, S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SYEDZA SAINTIKA PADANG
TAHUN AJARAN 2018 / 2019
Topik : Penyuluhan Tentang Serosis Hepatis Di Ruangan Interne RSU
Mayjen H.A Thalib Kerinci
Sasaran : Pasien Dan Keluaga
Tempat : Di RSU.Mayjen H.A Thalib Kerinci
Hari / Tanggal : Sabtu, 15 September 2018
Waktu : Pukul 10.00 – 10.30 WIB (1 x 30 menit)

A. LATAR BELAKANG
Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah
penyakit kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia sirosis
hepatis menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang
meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hepatis merupakan penyakit
hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan dalam. Gejala klinis dari
sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala
yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus
sirosis hepatis yang datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh
populasi penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan
ketika berobat , sisanya ditemukan saat otopsi (Sutadi, 2003).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2006 sekitar 170
juta umat manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari
seluruh populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis
bertambah 3-4 juta orang. Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia,
secara pasti belum diketahui. Prevalensi penyakit sirosis hepatis pada tahun 2007
di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan
lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap sirosis hepatis (Anonim, 2008).
Menurut Ali (2004), angka kasus penyakit hati menahun di Indonesia
sangat tinggi. Jika tidak segera diobati, penyakit itu dapat berkembang menjadi
sirosis atau kanker hati, sekitar 20 juta penduduk Indonesia terserang penyakit hati
menahun. Angka ini merupakan perhitungan dari prevalensi penderita dengan
infeksi hepatitis B di Indonesia yang berkisar 5-10 persen dan hepatitis C sekitar
2-3 persen. Dalam perjalanan penyakitnya, 20-40 persen dari jumlah penderita
penyakit hati menahun itu akan menjadi sirosis hati dalam waktu sekitar 15 tahun,
tergantung sudah berapa lama seseorang menderita hepatitis menahun itu. Sirosis
hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di
Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan
kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara
golongan umur 30-59 tahun denganpuncaknya sekitar 40-49 tahun (Hadi, 2008).
Berdasarkan studi pendahuluan di RSU Mayjen HA Thalib Kabupaten
Kerinci pada tahun 2017, satu tahun terakhir jumlah penderita sirosis hepatis
sebanyak 32 orang, dimana 24 berjenis kelamin laki-laki dan 8 orang berjenis
kelamin perempuan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis ingin
megetahui lebih lanjut mengenai asuhan keperawatan pada Ny P dengan Sirosis
Hepatis Di Ruang Penyakit Dalam RSU Mayjen HA Thalib Kabupaten Kerinci
Tahun 2018.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien sirosis
hepatis secara komprehensif.
2. Tujuan khusus
Setelah mengikuti penyuluhan tersebut diharapkan Klien dan
Keluarga mampu :
a. Dapat melaksanakan pengkajian keperawatan sirosis hepatis.
b. Dapat merumuskan analisa data pada pasien sirosis hepatis.
c. Dapat memprioritaskan masalah keperawatan pada pasien sirosis
hepatis.
d. Dapat merencanakan tindakan keperawatan pada pasien sirosis hepatis.
e. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien sirosis hepatis.
f. Dapat mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien sirosis hepatis.
C. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Topik / judul kegiatan :
Penyuluhan Tentang Serosis Hepatis
2. Sasaran / target
Sasaran dalam pelaksanaan penyuluhan Tentang Serosis Hepatis
adalah klien dan keluarga klien di RSU Mayjen H.A Thalib Kerinci
3. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
c. Diskusi
4. Media dan alat
a. Media : Microsoft Power Point dan Leaflet
b. Alat : Laptop, LCD
5. Waktu dan tempat
Hari / Tanggal : Sabtu / 15 September 2018
Jam : 10.00 WIB
Tempat : Di ruangan Kebidanan RSU.Mayjen H.A Thalib
Kerinci
Kegiatan : Penyuluhan Tentang Serosis Hepatis

6. Setting Tempat :

Keterangan :

LCD
: Moderator : Fasilitator

: Presenter : Observer

: Penanggung jawab :Pasien/kel.pasien

: Kepru, CI, Perawat Ruangan


: Dokumenter

D. PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Peserta
1. ± 5 Pembukaan a. Memberi salam a. Menjawab
b. Memperkenalkan diri
menit salam
c. Menjelaskan kontrak
b. Mendengarkan
waktu dan tujuan c. Menyimak
penyuluhan
2. ± 20 Inti a. Mendengarkan
a. Menjelaskan
menit
Pengertian Dari
b. Mendengarkan
Serosis Hepatis
b. Menjelaskan
Penyebab Penyakit c. Mendengarkan
Serosis Hepatis
c. Menjelaskan Tanda d. Menjawab /
Dan Gejala Serosis Bertanya
Hepatis
d. Diskusi / Tanya
Jawab
3. ± 5 Penutup a. Menyimpulkan materi a. Memperhatikan
menit penyuluhan penjelasan
b. Mengucapkan salam b. Menjawab
penutup salam

E. URAIAN TUGAS
1. Penanggung Jawab : Ropi Depian Wandri
a. Bertanggung jawab terhadap berlangsungnya acara, sejak

berlangsungnya pertemuan, persiapan pelaksanaan, sampai

evaluasi.
b. Mengkoordinasi pertemuan.
2. Moderator: Roli Dewantara
a. Membuka acara
b. Menjelaskan tujuan pertemuan
c. Membuat kontrak waktu
d. Memimpin jalannya penyuluhan
e. Mengarahkan alur penyuluhan
f. Menutup acara
3. Presenter : Pandu Satria
Menyajikan materi penyuluhan.
4. Observer : Meiki Efalian
Yuka Saputra
a. Bertanggung jawab untuk mendokumentasikan seluruh kegiatan,

mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan

pelaporan.
b. Mengamati proses pelaksanaan dari awal sampai akhir.
c. Membuat laporan hasil kegiatan.

5. Fasilitator : Fauzi Afdinata


Zufron Doni
Mia Cahayati
Pera Pronika Dini
a. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya

penyuluhan.
b. Membuat absensi penyuluhan.
6. Dokumenter: Ogi Akhayanda

Mendokumentasikan pelaksanaan dari penyuluhan

F. KRITERIA EVALUASI
1. EvaluasiStruktur
a. Diharapkan seluruh audien dapat mengikuti kegiatan penyuluhan
b. Diharapkan audien hadir tepat waktu
c. Diharapkan tempat, alat dan media tersedia sesuai dengan
perencanaan
d. Diharapkan peran dan tugas mahasiswa/i sesuai dengan rencana

2. Evaluasi Proses
a. Diharapkan pelaksanaan acara sesuai dengan lokasi waktu
b. Diharapkan 90% peserta hadir dalam kegiatan penyuluhan
c. Diharap kan penyaji dapat menyampaikan materi dengan baik

3. EvaluasiHasil
a. Diharapkan 80% Pertanyaan Mampu Di Jawab Oleh Peserta
b. Diharapkan 80% Peserta Mengerti Tentang Serosis Hepatis

“MATERI PENYULUHAN SEROSIS HEPATIS”

Gambar Serosis Hepatis


A. DEFINISI
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini
merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan
dari hati (Sujono H, 2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati
akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan
Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus,
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan
proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).

B. KLASIFIKASI
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang
nyata
2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik
yang jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses
hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.

Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar


kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati
atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau
sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena
banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis
alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai
akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah
menderita hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat
kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk
membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan
jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan
tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
C. ETIOLOGI
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua
penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada
tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga
mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi
chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis
atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat
hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena
alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat
mengarah pada kerusakan parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
D. ANATOMI DAN FUNGSI HATI
1. ANATOMI HATI
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang
dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan
persediaan darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum
teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. .
Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3
bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati
dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus
peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang
berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino,
monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica,
cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Untuk lebih jelasnya anatomi hati dapat dilihat pada gambar berikut:

Sumber : Leanerhelp Image Liver


2. FUNGSI HATI
Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai fungsi
yang terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan
dapat dilihat dari sel-sel dalam hati.
a. Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;
1) Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan
garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
2) Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
3) Sebagai alat saringan (filter)
Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestine
akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.
b. Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi
1) Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
a) Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein,
lemak, empedu, Proses metabolisme akan diuraikan sendiri
b) Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati
menyimpan makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri tetapi
untuk organ lainya juga.
c) Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan
mengeluarkan glukosa, protein, factor koagulasi, enzim, empedu.
d) Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun
endogen yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara
oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.
2) Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem
retikulo endothelial.
a) Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b) Membentuk a-globulin dan immune bodies
c) Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau
makromolekuler.

E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler),
terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai
terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda,
gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari
sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini
dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali
dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan
distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan
menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis
alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada
nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan
septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah
terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati.
Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi
hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis
alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal
aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.

Pathway
Pathway Sirosis Hepatis (Sirosis Hati)

F. GEJALA DAN TANDA KLINIS


1. GEJALA
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual,
badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan
darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan
hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan
ikat yang difus.
2. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika
liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk
beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama
perjalanan penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya
asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila
ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di
atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada
chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya
mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-
hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.
Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum
mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma
hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu
disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya,
maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum
sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara
langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi
terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk
postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi
adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada
penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia,
tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis,
endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang
( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome
hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi
pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam
usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja
berwarna cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang
dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin
B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan
gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita
yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik,
sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16
gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per
hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan
globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis
39
protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih.
Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka
untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya
penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan
irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu
tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar
dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas
kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil
dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali
didapatkan pembesaran limpa.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau
III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori
(2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-
tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi
sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang
melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein,
dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum.
Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan
yang jelas tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino
esensial berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol

Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :


1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam
(200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat
diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan
cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat
ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat
perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan
terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis.
Walupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan
sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak
kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila
disertai dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan
asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun
demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis,
pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1
kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat,
dapat mencetuskan ensefalopati hepatik
DAFTAR PUSTAKA

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions


Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby


Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification


2001-2002, NANDA

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2.


(Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai