Anda di halaman 1dari 14

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITAS UNGGULAN

MENDUKUNG PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI DI LAHAN LEBAK

Sri Satya Antarlina dan S. Umar


Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)

ABSTRAK

Komoditas unggulan lahan lebak diantaranya adalah ubi-ubian dan hortikultura.


Peningkatan produksi perlu diikuti penyediaan teknologi pengolahan guna mengantisipasi
kelebihan produksi dan peningkatan nilai tambah. Makalah ini menyampaikan beberapa
teknologi pengolahan komoditas unggulan yang diharapkan dapat mendukung
pengembangan agroindustri di lahan lebak. Komoditas unggulan lahan lebak antara lain:
ubi nagara, ubi alabio, waluh, mangga, pisang, kacang tanah, kacang nagara dan biji bunga
teratai. Teknologi pengolahan untuk masing-masing komoditas sangat spesifik, karena
komoditas tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Ubi nagara dan ubi alabio dapat
diolah menjadi keripik dan tepung serta produk tepungnya. Waluh diolah menjadi dodol,
saos dan tepung serta produknya. Buah mangga yang terdapat di lahan lebak jenisnya
cukup banyak, namun pada dasarnya prinsip pengolahnnya sama antara lain: sari buah,
sirup, dodol, puree, manisan dan asinan. Buah pisang dapat diolah menjadi keripik, sari
buah, saos dan tepung (serta produknya). Teknologi pengolahan kacang tanah adalah
kacang asin dan kacang tanah lemak rendah, sedangkan kacang nagara lebih bervariasi
(tempe, susu, kecap).
Pengembangan pengolahan perlu didukung oleh penyediaan peralatan dan
peningkatan pengetahuan SDM (sumber daya manusia) khususnya yang mempunyai
keinginan untuk mengembangkan agroindustri. Pengembangan teknologi pengolahan
merupakan salah satu alternatif penganekaragaman produk sebagai penunjang agroindustri
yang sesuai untuk tingkat pedesaan dan meningkatkan nilai tambah komoditas. Di samping
itu dengan lebih beragamnya produk olahan diharapkan dapat mendukung program
ketahanan pangan.

Kata Kunci: Lahan lebak, Komoditas unggulan, Pengolahan, Peralatan

PENDAHULUAN

Di lahan lebak banyak jenis tanaman yang dapat diusahakan dan tumbuh baik,
meliputi tanaman pangan antara lain padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang tunggak
dan ubi-ubian. Tanaman hortikulltura yang dapat dibudidayakan di lahan lebak masih
terbatas. Komoditas tersebut pada umumnya bersifat musiman dan mudah rusak,
menyebabkan harga sulit dikuasai petani serta berfluktuasi, harga terendah terjadi pada
masa panen. Harga komoditas pertanian dapat dipertahankan melalui pengembangan
agroindustri produk olahan. Agar nilai tambah dapat langsung dinikmati oleh petani

299
produsen, perlu dikembangkan agroindustri yang layak di tingkat pedesaan, sekaligus dapat
membuka kesempatan kerja. Di samping itu, pengolahan akan meningkatkan
penganekaragaman pangan serta mengurangi kehilangan hasil panen.
Beberapa bentuk agroindustri dapat dikembangkan di lahan lebak dengan berbasis
komoditas potensial di lahan tersebut, antara lain agroindustri komoditas buah-buahan dan
tanaman pangan. Sedangkan komoditas sayuran masih digunakan untuk mencukupi
kebutuhan konsumsi segar.
Makalah ini memaparkan beberapa teknologi pengolahan komoditas potensial di
lahan lebak yang kemungkinan dapat dilakukan guna pengembangan agroindustri serta
dapat meningkatkan nilai tambah.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN UBI-UBIAN

1. Ubi Nagara
Ubi nagara termasuk jenis ubijalar (Ipomoea batatas). Ciri spesifik ubi nagara dari
lahan lebak ini adalah ukuran ubinya besar. Pemanfaatannya masih terbatas dan belum
berskala industri. Dalam usaha penganekaragaman pangan, pemanfaatan ubi nagara dapat
ditingkatkan menjadi berbagai produk jadi atau setengah jadi yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku industri, sebagai berikut.

a. Keripik Ubi Nagara


Pembuatan keripik terdapat beberapa teknik, antara lain berdasarkan bentuk irisan
(iris tipis atau runcing memanjang). Pembuatan keripik dengan cara dikupas, iris dan
goreng (produk jadi). Teknik lain dapat dilakukan dengan mengolah ubi menjadi keripik
setengah jadi yaitu dengan proses pengukusan dan pengeringan, sehingga keripik kering
dapat disimpan dan digoreng apabila akan dikonsumsi.

b. Pati Ubi Nagara


Industri pati ubi nagara di Indonesia belum berkembang, sedangkan di negara lain
industri pati ubijalar sudah maju. Pati ubijalar digunakan sebagai bahan pangan dalam
pembuatan roti, biskuit, soun dan sirup (glukosa, fruktosa). Sirup dari pati ubijalar
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kembang gula, es krim, jelly, dan saos. Di
samping sebagai bahan pangan, pati ubijalar digunakan dalam industri kimia, obat-obatan,
tekstil, dan bahan kosmetik.
Pengolahan pati cara basah meliputi pencucian, pemarutan, penyaringan,
pengendapan guna memisahkan pati, protein, polifenol, dan komponen lain, pencucian pati,
kemudian dilanjutkan dengan pengeringan. Pati kering yang masih menggumpal dilakukan
penggilingan/penepungan (bahan kering) dan pengayakan. Dalam penggilingan bahan
basah digunakan air kapur dan selama penyaringan pH diusahakan antara pH 8,6-9,2 untuk
memisahkan warna dan meningkatkan efisiensi penyaringan.

300
c. Tepung Ubi Nagara
Proses pembuatan tepung ubi nagara lebih sederhana dibandingkan dengan
pembuatan pati. Pati diproses melalui pengendapan, sedangkan pembuatan tepung melalui
penggilingan bahan kering. Tepung ubijalar mengandung 3% basis kering (bk) protein, 0,6
% bk lemak, 94% bk karbohidrat dan 2% bk abu (Antarlina, 1994). Tepung ubi nagara
dapat digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu, karena dapat digunakan sebagai
bahan baku pembuatan produk roti (bakery) dan mie. Secara garis besar pembuatan tepung
adalah pengupasan, pengirisan atau penyawutan mengguakan alat atau manual, pencucian,
penjemuran atau pengeringan menggunakan oven pada suhu 500C selama 40 jam hingga
kandungan air sekitar 7%, kemudian penggilingan atau penepungan dan pengayakan 80
mesh.

d. Mie Ubi Nagara


Pada pembuatan mie maksimum campuran tepung ubi nagara/ubijalar sebesar 20%.
Ubijalar yang sesuai untuk pembuatan mie adalah yang mempunyai daging ubi warna putih
dan kuning. Mie tersebut mengandung 11% air; 11% protein; 0,9% lemak; 76% karbohidrat
dan 1% abu (Antarlina dan Utomo, 1997). Cara pembuatan mie secara garis besar adalah
pembuatan adonan yang merupakan campuran 20% tepung ubijalar, 80% terigu, telur,
garam, dan air. Kemudian pembentukan lembaran (diulang  6 kali),
pemotongan/pencetakan mie, peminyakan, perebusan hingga dihasilkan mie basah.

e. Kue/Roti
Jenis kue/roti berbahan baku tepung ubi nagara/ubijalar beragam, antara lain kue
bolu/cake, kue kering, kue manis, dan roti tawar. Variasi resep yang digunakan pada
pembuatan kue sangat beragam tergantung dari selera sipembuat. Kue bolu dan kue kering,
jumlah tepung ubijalar hingga 100% tergantung dari jenis kue yang akan dibuat. Sedangkan
roti tawar, roti manis dan donat, penggunaan tepung ubijalar hanya 10-20%, karena jenis
roti ini memerlukan daya mengembang sehingga perlu terigu yang lebih banyak (Antarlina,
1997).

f. Selai
Ubi nagara dalam pembuatan selai adalah sebagai bahan campuran dengan buah-
buahan (nenas, mangga, sirsak, dll). Bahan yang digunakan adalah ubi nagara rebus
sebanyak 100 g, gula pasir 330 g, nanas sebagai sumber pektin 150 g dan air 250 ml,
selanjutnya dihancurkan dengan waring blender selama 10-25 menit. Campuran tersebut
kemudian dimasak hingga kental. Pada saat pemasakan hampir selesai ditambahkan asam
sitrat sebanyak 2,6 g dan gula pasir satu sendok makan. Selain buah nanas dapat digunakan
buah-buahan yang lain sebagai sumber pektin dan dapat menghasilkan rasa yang
beranekaragam, antara lain buah jambu biji, mangga, melon, dan pepaya.

g. Saos Tomat
Bahan yang diperlukan untuk pembuatan saos adalah ubi nagara rebus 292 g, air
292 ml, vineger (cuka) 20 ml, gula 1,46 g, jahe 8,78 g, bawang putih 1,46 g, cabe bubuk
0,44 g, merica 0,73 g, garam 0,73 g dan pewarna makanan (merah) 0,44 g. ubi nagara, air,

301
gula, garam, pewarna dan bumbu yang lain dicampur dan dihancurkan dengan waring
blender. Adonan dimasak hingga mencapai kekentalan tertentu, kemudian ditambahkan
vineger (cuka)(Setyono, et al., 1995).

2. Ubi Alabio
Ubi alabio atau ubi kelapa, uwi, “yam” (Dioscorea alata L.), adalah tanaman ubi-
ubian spesifik lahan lebak. Bentuk ubinya beragam yaitu bulat, panjang, dan ada yang
bercabang atau menjari. Meskipun jenis ubi alabio banyak, namun secara nyata dapat
dibedakan dari warna daging ubinya yaitu ubi merah/ungu (violet) dan ubi putih. Sebagai
bahan pangan, ubi alabio mempunyai komposisi gizi cukup baik (Tabel 1). Pengembangan
menjadi produk pangan sebagai berikut.

a. Keripik Ubi Alabio


Pembuatan keripik sama dengan keripik ubi nagara/ubijalar, adalah berdasarkan
bentuk irisan, produk setengah jadi, dan produk jadi. Namun, keripik ubi alabio mempunyai
rasa yang khas.

Tabel 1. Komponen gizi ubi alabio


Komponen Ubi Alabio Putih Ubi Alabio Merah
Air (%) 77,55 83,16
Pati (%) 11,30 11,07
Protein (%) 2,71 1,57
Serat Kasar (%) 1,36 1,44
Total Gula (%) 2,80 4,48

b. Sawut Ubi Alabio


Sawut merupakan produk setengah jadi, berbentuk serpihan kering dengan kadar air
sekitar 10%, tahan disimpan dan mudah dalam penyajian. Sawut dapat dikonsumsi sebagai
makanan pokok maupun dikonsumsi sebagai makanan sampingan. Cara penyiapan bahan
siap saji adalah sawut disiram air panas dan diaduk, kemudian dikukus sekitar 15 menit
hingga lunak. Sebagai makanan pokok (pengganti nasi), ubi kukus tersebut dapat
dikonsumsi bersama sayur dan lauk lainnya (ikan, telur, dll). Dalam penyiapan untuk
makanan kecil, sawut kukus tersebut dapat dicampur dengan larutan gula merah, atau
dengan menghancurkan sawut kukus dan dicampur dengan bahan-bahan lain (telur, terigu,
gula), kemudian digoreng atau dikukus kembali sesuai selera.

c. Tepung Ubi Alabio


Tepung ubi alabio sama tepung ubi nagara dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
produk kue/roti dan mie. Produk kue/roti menggunakan tepung ubi alabio hingga 100%,
sedangkan pembuatan mie penggunaan tepung ubi alabio 25% dicampur dengan terigu
75%.

302
d. Bahan Industri
Selain sebagai bahan pangan langsung dan bahan baku industri pangan, ubi alabio
berpotensi sebagai bahan baku industri lain yaitu industri pati, alkohol dan bahan obat-
obatan. Jenis yang warna ubinya ungu digunakan untuk membuat bahan es krim.
Penyediaan bahan baku yang kontinyu dengan kualitas yang memenuhi standar merupakan
salah satu syarat bagi usaha industri.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA dan KACANG-KACANGAN

1. Jagung
Beberapa produk olahan dari jagung telah umum dikenal oleh masyarakat, terutama
masyarakat pedesaan yang mengkonsumsi jagung sebagai makanan pokok. Adapun
berbagai produk olahan lain seperti pada uraian berikut ini.

a. Dodol Jagung
Dodol jagung diolah dari tepung jagung yang diberi gula, garam dan santan kelapa
yang dimasak menjadi bubur kental, dicetak dan dikemas.

b. Pati Jagung
Pati jagung dalam perdagangan biasa disebut tepung maizena. Pati jagung dapat
dibuat menjadi berbagai macam produk olahan pangan. Proses pembuatan pati jagung
secara garis besar melalui tahapan perendaman biji jagung, penggilingan, pemisahan
lembaga dari endosperm, pemisahan serat kasar dari pati dan gluten, kemudian pemisahan
antara pati dari glutennya, kemudian pengeringan pati.

c. Tepung Jagung
Pembuatan tepung jagung lebih mudah daripada pembuatan pati jagung. Tahapan
pembuatan tepung jagung meliputi penggilingan kasar hingga berbentuk butiran (beras
jagung), pemisahan kulit dan lembaga, penggilingan halus hingga berbentuk tepung dan
pengayakan. Guna mendukung upaya diversifikasi penggunaan tepung jagung menjadi
berbagai bentuk makanan, dilakukan pembuatan tepung jagung komposit yang disebut
sebagai bahan makanan campuran (BMC), yaitu pencampuran tepung jagung dengan
tepung dari komoditas lain untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan baku produk olahan
antara lain produk rerotian, dll.

d. Emping Jagung
Emping jagung adalah biji jagung yang dipres tipis seperti emping. Di negara barat
emping jagung ini disebut corn flake. Produk ini dapat dimakan dengan menuangkan susu
dan biasanya digunakan untuk sarapan. Cara seperti ini di Indonesia belum membudaya.
Meskipun demikian keberadaan emping jagung di Indonesia dewasa ini semakin
berkembang dan berdampak positif dalam usaha diversifikasi menu makanan.

303
e. Keripik Jagung
Berbeda dengan emping jagung, keripik jagung dibuat dari biji jagung utuh. Mula-
mula dilakukan pemasakan biji jagung utuh di dalam air kapur. Adonan tersebut kemudian
digiling dan dicetak lalu dilakukan pengeringan dan penggorengan (Munarso dan
Mujisihono, 1993). Keripik jagung banyak dikonsumsi di Meksiko dan Amerika Serikat
disebut tortilla. Penyajiannya dapat ditambah sayur, daging, keju atau susu, dikonsumsi
untuk sarapan ataupun sebagai makanan kecil (kudapan).

2. Kacang Nagara
Kacang nagara atau kacang putih merupakan komoditas kacang-kacangan lahan
lebak, nama lain adalah kacang tunggak (Vigna unguiculata). Kandungan gizi kacang
tunggak cukup baik dengan kandungan lemaknya rendah (1,4%), sedangkan kandungan
proteinnya sebesar 22% dan karbohidrat 59,1% (Utomo dan Antarlina, 1998). Ciri kacang
nagara adalah kulit bijinya putih. Pemanfaatan kacang nagara oleh masyarakat Kalimantan
pada umumnya sebagai campuran lauk dan industri kacang goreng kupas kulit. Peningkatan
pemanfaatan kacang nagara ini dapat dilakukan melalui pengembangan cara tradisional
seperti pada biji kedelai, maupun pengembangan bahan pangan baru atau modifikasi dari
keduanya.
Pengolahan cara tradisional dapat melalui fermentasi antara lain: tempe, tauco, dan
kecap (Antarlina dan Ginting, 1998). Pengolahan tanpa fermentasi antara lain: tahu dan
susu. Pengembangan bahan pangan baru adalah pengolahan pati, tepung, konsentrat, dan
isolat. Diversifikasi produk pangan dari kacang-kacangan seperti pada uraian berikut ini.

a. Kacang Kupas Kulit


Produk ini di India disebut dhal, berupa biji kacang yang terkupas dari kulitnya.
Dhal merupakan bahan setengah jadi yang sangat luas dan fleksibel penggunaannya untuk
produk berikutnya antara lain tepung, bubur, dll.

b. Tepung Kacang Nagara, Tepung Komposit dan Produknya


Tepung merupakan produk lanjutan dari dhal. Dengan menggiling dhal maka
diperoleh tepung siap diolah. Dalam pembuatan tepung, kulit biji harus dihilangkan guna
meningkatkan kualitas tepung. Tepung komposit merupakan tepung campuran dari
berbagai jenis tepung, misalnya tepung kacang nagara sebagai sumber protein dicampur
dengan tepung ubi-ubian atau serealia (sebagai sumber karbohidrat). Penggunaan tepung
kacang nagara ataupun kompositnya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti.

c. Isolat dan Konsentrat Protein


Kacang nagara dapat diolah menjadi isolat atau konsentrat protein karena
kandungan proteinnya tinggi. Produk ini merupakan teknologi maju, dengan cara
mengisolasi proteinnya maka akan diperoleh tepung dengan kandungan protein sekitar
90%, sedangkan konsentrat memiliki kandungan protein sekitar 70%.

d. Pati
Kacang nagara meskipun bukan merupakan sumber pati, namun dapat diekstrak
patinya guna keperluan bahan pangan yaitu dalam pembuatan soun. Kacang nagara sesuai

304
diekstrak patinya karena mengandung protein tinggi dan lemak rendah. Cara ekstraksi pati
adalah biji direndam ( 12 jam) kemudian dicuci. Ekstraksi menggunakan waring blender
dengan ditambah air 1 : 1 b/b. Disaring menggunakan kain, suspensi pati diendapkan,
bagian cairan dibuang, bagian pati ditambah air. Kemudian air dibuang demikian
seterusnya hingga 3 kali pencucian. Bagian pati yang bersih dikeringkan, setelah kering
digiling/ditepungkan dan diayak (Santosa dan Antarlina, 1997).

e. Susu
Susu kacang nagara adalah sari kacang yang diperoleh dengan cara menghancurkan
biji dalam air dingin atau air panas. Tahapan pembuatan susu kacang nagara adalah:
perendaman, pengupasan, pembuatan sari kacang nagara dengan penghancuran,
penyaringan, perebusan, dan penambahan bahan aroma serta rasa (coklat, jahe,
strawberry, vanili).

3. Kacang Tanah
Biji kacang tanah mengandung protein 25-30%, karbohidrat 12% dan lemak 40-
50% (Anonim, 1981). Sebagai bahan pangan, kacang tanah dapat diolah menjadi berbagai
produk. Beberapa produk olahan yang mempunyai prospek dalam pengembangan
agroindustri antara lain.

a. Kacang Asin
Kacang asin dapat diolah dengan polong maupun biji kupas polong. Pembuatan
kacang asin polong, dimulai dengan perebusan dalam air garam hingga matang.
Dilanjutkan penjemuran dan penyangraian. Apabila diolah tanpa polong, biji kacang tanah
disangrai setelah diberi bumbu.

b. Kacang Tanah Lemak dan Kalori Rendah


Pengolahan kacang tanah secara kering untuk menghasilkan kacang tanah lemak
dan kalori rendah melewati tiga tahap, yaitu (1) dengan penekanan atau pengepresan biji
secara mekanis, (2) rekonstitusi atau pengembalian biji ke bentuk semula, dilakukan
dengan perendaman di dalam air berbumbu, dan (3) pengeringan atau pemasakan/
penggorengan (Santosa, Widowati dan Damardjati, 1993).

TEKNOLOGI PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

Proses pengolahan diperlukan karena buah-buahan merupakan komoditas pertanian


yang sangat mudah mengalami kerusakan sehingga umur simpannya sangat singkat. Selain
itu ada sebagian buah yang bersifat musiman atau dengan kata lain tidak berbuah sepanjang
masa. Hal ini menyebabkan pada masa musim panen tiba produksi buah menjadi sangat
melimpah, sedangkan pada masa yang lain buah-buahan ini sulit ditemukan. Kondisi
tersebut di atas menyebabkan rendahnya nilai ekonomis beberapa komoditas buah. Bahkan
pada saat musim panen tiba banyak buah yang tidak memiliki nilai ekonomis sama sekali.

305
1. Pisang
Buah pisang sangat prospektif sebagai bahan baku industri. Hal tersebut karena
kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, serta berbagai produk dapat diolah dari buah
pisang sehingga dapat meningkatkan nilai tambah. Pengolahan berbagai produk olahan
dapat meningkatkan penganekaragam pangan serta memberikan alternatif dalam
memasarkan produk (buah segar atau produk olahan). Bentuk-bentuk olahan buah pisang
antara lain (Antarlina, et al., 2004).

a. Tepung Pisang
Pemanfaatan tepung pisang cukup luas dalam industri pangan, sebagai bahan
makanan (bubur) balita juga sebagai bahan baku produk roti (bakery). Sebagai bahan baku
industri, ketersediaan buah pisang dapat dipenuhi karena tanaman pisang mudah
dibudidayakan, dapat tumbuh diberbagai kondisi lahan dan panen sepanjang tahun (tidak
tergantung musim).
Buah pisang yang digunakan sebagai bahan baku tepung pisang adalah buah pisang
tua tetapi belum matang. Pada kondisi tersebut kadar pati buah mencapai maksimum
sehingga sesuai untuk pembuatan tepung. Tahap pengolahan tepung pisang adalah
pengukusan/ perebusan buah pisang, pengupasan, pengirisan dan pengeringan. Selanjutnya
gaplek pisang dilakukan penepungan/penggilingan dan pengayakan. Komposisi gizi tepung
pisang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia tepung dan rendemen gaplek pisang


Komponen Tepung Pisang
Kadar air (%) 5,85-11,6
Kadar pati (%) 64,69-67,31
Kadar total gula (%) 18,24-20,04
Kadar serat kasar (%) 1,96-2,51
Kadar protein 3,36-4,12
Kadar vitamin C 0,0325-0,0326
Kadar total asam 0,36-0,71
Rendemen gaplek pisang (%) 15,4-18,8
Sumber: Antarlina et al., 2004

b. Sale Pisang
Sale pisang merupakan jenis makanan yang dibuat dari buah pisang matang yang
diawetkan dengan cara pengeringan. Sale ini mempunyai rasa yang khas dengan daya
simpan cukup lama. Mutu sale sangat dipengaruhi oleh warna, rasa, aroma dan daya
simpannya. Mutu sale tergantung jenis pisang, tidak semua jenis pisang enak diolah
menjadi sale. Pembuatan sale pada prinsipnya melalui tahapan pengupasan, permukaan
buah dikerok dan dikeringkan.

c. Sari Buah Pisang


Varietas pisang yang sesuai untuk pembuatan sari buah pisang adalah pisang raja.
Buah pisang harus matang penuh dapat menghasilkan warna yang menarik, aromanya kuat
dan rasanya enak. Buah yang kurang matang menghasilkan sari buah yang rasanya sepet

306
(kurang enak). Prinsip pembuatan sari buah pisang adalah pengukusan selama 7-10 menit,
buah dihancurkan (diblender) dengan penambahan air 1 : 3. Kemudian disaring dan
ditambah gula sampai 15% (TSS) dan asam sitrat 2,5-3 g/lt sari buahnya. Sari buah
dimasukkan dalam botol dan dipasteurisasi selama 30 menit.

d. Keripik Pisang
Buah pisang yang dipergunakan untuk keripik adalah buah masih mentah tetapi tua
dan bisa juga pisang matang namun digoreng dengan penggoreng vakum. Pembuatan
keripik adalah dikupas dan dipotong tipis-tipis. Irisan buah pisang direndam dalam larutan
Na metabisulfit 0,05%, asam sitrat 0,1% dan garam 1% selama 30 menit. Pisang ditiriskan
kemudian digoreng dengan minyak. Setelah matang dikemas dalam kaleng atau kantong
plastik dan ditutup rapat. Jenis pisang yang enak diolah keripik adalah pisang kepok, pisang
nangka, pisang siem dan pisang tanduk.

e. Selai Pisang
Bahan baku selai adalah buah pisang matang dan beraroma kuat serta tidak busuk.
Pisang dikukus selama selama 10 menit, dikupas dan dihancurkan (diblender) dengan
ditambah air seperlima bagian. Gula ditambahkan sebanyak 750 g per kg bahan dan asam
sitrat 3 g per kg bahan. Campuran ini dimasak sampai kental.

f. Saos Tomat
Saos tomat dapat diolah dari bubur buah pisang dan ditambah bumbu-bumbu.
Untuk bahan saos dapat dipilih buah pisang yang nilai ekonomi segarnya rendah (murah),
namun setelah diolah menjadi saos justru memiliki nilai ekonomi tinggi. Buah pisang
diperlukan cukup matang. Prinsip pembuatan saos adalah buah pisang pengupasan,
pemotongan, penghancuran, pemasakan bubur buah dan ditambah gula dan garam.
Sementara itu bumbu saos dihancurkan hingga halus dan dibungkus dengan kain saring,
kemudian dimasukkan dalam bubur pisang. Selama pemasakan tambahkan zat pewarna
merah, cuka 25% dan asam sitrat.

g. Buah Pisang Dalam Sirup


Buah pisang dalam sirup diolah dari buah pisang yang matang dan tidak busuk.
Buah dikupas dan direndam dalam larutan asam sitrat 0,5% sambil dikerok bagian luarnya.
Buah ditiriskan dan dipotong-potong menurut selera. Kemudian dikukus selama 5 menit
dan diatur dalam wadah. Selanjutnya, buah dituangi sirup 30% dalam keadaan panas.
Wadah ditutup dan dipasteurisasi selama 30 menit.

h. Dodol Pisang
Dodol pisang dapat diolah dari buah pisang yang kurang baik mutu segarnya,
sehingga nilai tambahnya dapat ditingkatkan setelah diolah menjadi dodol. Buah pisang
matang dikupas (4 kg), diris tipis, direndam dalam larutan Na metabisulfit atau kapur sirih
1 g per 1 lt air selama 5-10 menit. Kemudian ditiriskan, dihancurkan, tambahkan tepung
terigu 400 g. Campuran tersebut masukkan dalam wajan, dimasak sambil diaduk, tambah
gula pasir 1 kg, benzoat 1 sdm. Setelah mencapai kekentalan tertentu masukkan dalam
loyang, dikeringkan, dipotong dan dibungkus plastik.

307
2. Mangga
Di lahan lebak banyak dijumpai beberapa buah jenis mangga antara lain: hampalam,
kuini, kasturi, palipisan dan rawa-rawa. Dalam upaya pemanfaatan buah mangga secara
optimal, terutama pada saat musim panen, perlu dilakukan penanganan yang tepat, melalui
diversifikasi pengolahan berbagai produk olahan.
Buah mangga dapat dilakukan pengolahan sirup, sari buah, dodol, selai, asinan dan
manisan. Pada pengolahan dodol mangga dengan penambahan tepung ketan dan tepung
beras. Hasil analisa kimia terhadap produk olahan, nampak bahwa kadar vitamin C relatif
tinggi pada produk selai dibandingkan dengan produk yang lain (kadar vitamin C selai
palipisan = 150,21 mg/100g). Produk dodol terdapat penambahan kadar protein diperoleh
dari penambahan santan, rata-rata kadar protein dodol buah sekitar 1,5% (Antarlina, et al.,
2005).
Mangga juga dapat diolah menjadi puree yang merupakan konsentrat dari buah-
buahan berbentuk pasta. Pemanfaatan puree sebagai bahan juice/minuman dengan
ditambahkan gula dan air atau produk pangan lain (selai). Teknik pembuatan puree adalah
pencucian buah, pengupasan, pulper, penyaringan, pencampuran, pasteurisasi dan
pengemasan.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN WALUH

Waluh atau labu kuning saat ini pemanfaatannya sangat sederhana, yaitu sebagai
campuran sayur. Bentuk olahan yang mempunyai prospek dalam agroindustri antara lain.

a. Dodol Waluh
Dodol waluh dibuat dengan pencampuran tepung ketan ketan, tepung beras, gula
dan santan. Sebelumnya waluh dilakukan perebusan dan penghancuran.

b. Saos Tomat
Waluh sebagai bahan campuran pada pembuatan saos tomat cara pengolahan seperti
saos ubijalar di atas.

c. Tepung Waluh
Tepung waluh digunakan sebagai bahan pembuatan produk pangan (roti dan mie).
Karakteristik tepung waluh mengandung 11,14% air; 5,04% protein; 0,08% lemak; 5,89%
abu; 77,65% karbohidrat; 116 ppm vitamin A; 122 ppm vitamin B; 4,6 ppm vitamin C;
0,49% Ca dan 0,32% Mg (Widowati, Suarni dan Indrasari, 2004). Cara pembuataan adalah:
pengupasan, penyawutan, blanching (pengukusan) selama 5 menit, pengeringan,
penggilingan (penepungan), pengayakan dan pengemasan. Tepung waluh digunakan
sebagai bahan campuran pada pembuatan kue dan mie.

308
TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIJI TERATAI

Di lahan rawa lebak tanaman teratai yang disebut talepuk dapat tumbuh dengan
baik. Biji bunga teratai sudah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, yaitu diolah menjadi
tepung dan bipang. Tepung biji teratai dapat diolah menjadi kue cincin yang dibuat dengan
campuran pisang ambon dan gula, dibentuk cincin dan digoreng. Pembuatan tepung biji
teratai dibuat dari biji yang telah dikupas kulitnya kemudian digiling. Bipang adalah biji
teratai kupas kulit yang telah matang, dicampur dengan gula merah dan dicetak. Bipang biji
teratai ini sudah ada dipasaran. Komposisi gizi tepung biji teratai adalah 4,56% air, 3,106%
pati, 2,49% protein, 0,11% lemak, 0,49% abu dan 92,35% karbohidrat.

ALAT DAN MESIN PENGOLAHAN

Teknologi untuk meningkatkan produksi produk jadi dapat dilakukan melalui proses
pengolahan. Agar peningkatan produksi bertambah dengan perolehan volume produksi
maka penggunaan alat tepat guna sangat mendukung. Dalam usaha agribisnis beberapa
komoditas lahan rawa lebak, dapat diproses menjadi barang setengah jadi, peran dan
dukungan alat dalam mempercepat proses kerja sangat diharapkan keberadaannya baik di
tingkat industri maupun industri rumah tangga. Salah satu alat tepat guna yang mendukung
proses pengirisan untuk ubi-ubian atau buah pisang, alat perajang merupakan alat yang
besar peranannya untuk menangani bahan-bahan sehingga produk langsung yang cepat
rusak atau untuk produk antara dalam pembuatan gaplek sebagai produk pertama yang akan
diproses menjadi produk setengah jadi (tepung) selanjutnya dijadikan produk jadi (roti).
Alat perajang ini sangat berperan terutama dalam mempercepat waktu kerja dan
memperbaiki mutu rajangan. Penggunaan alat PKU-1 menghasilkan kapasitas kerja efektif
34,05 kg/j dengan ketebalan rajangan 1,54 mm, sedangkan cara manual yang dilakukan
oleh petani sekitar 17,12% dibanding PKU-1. Hasil pengujian alat dan mesin perajang
PKU-1 pada 2 komoditas tanaman pada tahun 2002-2004 (Umar dan Antarlina, 2002
Dalam Umar dan Antarlina 2004.) dapat dilihat pada Tabel 3.
Alat perajang PKU-1 yang digunakan untuk ubikayu menghasilkan kapasitas
33,62% lebih besar disbanding dengan rajangan pisang pada keketabalan irisan 1,52 mm
sedangkan efsiensi perajang utuh seragam ubikayu lebih kecil 23,64% dibanding rajangan
pisang. Selanjutnya bila dibandingkan dengan perajangan yang biasa digunakan petani
(serutan) ternyata efisiensi rajangan yang dihasilkan alat PKU-1 lebih kecil sedangkan
kualitas rajangan yang dihasilkan PKU-1 lebih baik (Tabel 4).

309
Tabel 3. Hasil pengujian unjuk kerja mesin perajang PKU-1 untuk 2 komoditas,
Banjarbaru. 2002
Komoditas
Uraian Satuan
Ubikayu Pisang
Kapasitas kerja kg/j 45,50 34,05
Efisiensi rajangan utuh seragam % 63,38 83,00
Bahan tidak terajang % 10,25 5,85
Rajangan rusak % 3,56 2,80
Pemakaian kw/j 0,45 0,44
Sumber: Umar dan Antarlina, 2004

Selanjutnya uji coba alat perajang rotasi tipe hand-manual (buatan Balai Besar
Mektan, Serpong) dapat digunakan untuk pembuatan chips/keripik untuk ubi-ubian maupun
pisang dengan kapasitas yang cukup tinggi. Namun kapasitas alat ini tergantung dengan
kemampuan atau kejerihan kerja dari manusia yang memutarnya. Semakin lama alat
tersebut digunakan dengan tenaga manusia maka kapasitas yang dihasilkan semakin kecil.
Hasil unjuk kerja alat rotasi hand-manual adalah kapasitas kerja 15,84 kg/j dengan
ketebalan rajangan rata-rata 1,82 mm dengan rajangan sisa sekitar 0,78%.

Tabel 4. Kapasitas kerja dan efisiensi perajang pisang yang menggunakan 2 alat berbeda
di tingkat petani, Kupang Rejo, Kab. Banjar. 2002
Hasil uji alat
Uraian Satuan
PKU-1 Serutan
Kapasitas kerja kg/j 34,05 5,59
Bahan tidak terajang % 5,58 5,52
Rajangan patah/hancur % 0,00 1,15
Efisiensi rajangan % 83,00 93,04
Ketebalan rajangan cm 1,54 2,05
Waktu rajangan/buah det 2,52 10,41
Sisa bahan rajangan cm 2,35 0,84
Sumber: Umar dan Antarlina, 2004

Dengan menggunakan alat-alat tersebut ternyata waktu kerja untuk menyelesaikan


pembuatan bahan setengah jadi semakin cepat dan terhindar dari serangan jamur karena
waktu untuk mengeringkan lebih cepat. Selain itu dengan ketersediaan bahan setengah jadi
berupa gaplek memungkinkan untuk dijadikan tepung (bahan baku olahan) segera mungkin
dan proses pengolahan akhir menjadi lebih cepat serta kualitas tepung menjadi lebih baik.
Dukungan alat lainnya adalah alat pengering dan penepung yang akan mempercepat
proses pengeringan serta menjadikan bahan setengah jadi berkualitas yakni derajat putih
gaplek dan tepung semakin tinggi. Alat pengering yang telah dihasilkan dari penelitian
adalah rumah pengering dengan rak bertingkat yang beratap dan dinding plastik yang
menghasilkan suhu yang tinggi. Penurunan kadar air dengan pengeringan alat rak plastik ini
lebih cepat sekitar 60% dari kecepatan hilangnya air dari bahan yang akan dikeringkan.

310
PENUTUP

Beberapa komoditas di lahan lebak produksinya masih relatif rendah karena


pengusahaannya oleh petani dan harga jualnya rendah. Namun demikian memiliki prospek
pengembangan yang tinggi di masa depan. Hal ini ditunjukkan oleh luasnya potensi lahan
lebak serta tersedianya teknologi agroindustri yang memadai untuk peningkatan nilai
tambahnya dan meningkatnya permintaan produksi pangan.
Berdasarkan peluang-peluang yang kemungkinan dapat dicapai maka potensi
komoditas pertanian lahan rawa lebak perlu direalisasi lebih lanjut. Pengembangan
komoditas tersebut diharapkan menjadi komoditas unggul yang dapat bersaing dipasaran
sekaligus dapat mengatasi permasalahan yang pada akhirnya dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani.
Pengembangan teknologi pengolahan merupakan salah satu alternatif
penganekaragaman produk sebagai penunjang agroindustri yang sesuai untuk tingkat
pedesaan dan meningkatkan nilai tambah komoditas. Di samping itu dengan lebih
beragamnya produk olahan diharapkan dapat mendukung program ketahanan pangan.
Dampak pengembangan agroindustri di pedesaan antara lain dapat mendorong tumbuhnya
usaha-usaha di bidang pengolahan pangan, bengkel peralatan dan meningkatkan status gizi
masyarakat. Oleh karena itu, pengembangannya perlu diupayakan terus-menerus, terutama
agroindustri rumah tangga yang bahan bakunya sudah tersedia.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan
R.I. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. 57h.

Antarlina, S.S. 1994. Peningkatan Kandungan Protein Tepung Ubijalar Serta Pengaruh-nya
Terhadap Kue yang Dihasilkan. Dalam A. Winarto., Y. Widodo., S.S. Antarlina., H.
Pudjosantoso dan Sumarno (Edt). Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi
dan Pascapanen Ubijalar Mendukung Agroindustri. Balittan Malang: 120-135.

Antarlina, S.S. 1997. Karakteristik Ubijalar Sebagai Bahan Tepung Pada Pembuatan Kue
Cake. Dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. PATPI. Denpasar.

Antarlina, S.S. dan J.S. Utomo. 1997. Substitusi Tepung Ubijalar Pada Pembuatan Mie
Kering. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. PATPI. Denpasar.

Antarlina, S.S. dan E. Ginting. 1998. Suplementasi Beberapa Kacang-kacangan Pada


Pembuatan Kecap. Pros. Seminar Nasional Pangan dan Gizi. PATPI. Yogyakarta.

Antarlina, S.S., Y. Rina, S. Umar dan Rukayah. 2004. Pengolahan Buah Pisang Dalam
Mendukung Pengembangan Agroindustri Di Kalimantan. Dalam Prosiding Seminar
Nasional Klinik Teknologi Pertanian Sebagai Basis Pertumbuhan Usaha Agribisnis
Menuju Petani Nelayan Mandiri. Puslitbang Sosek Pertanian : 724-746.

311
Antarlina, S.S., Z. Hikmah, S. Lesmayati, dan D.I. Saderi. 2005. Pengkajian Pascapanen
Pengolahan Berbagai Jenis Buah Kerabat Mangga Spesifik Kalimantan Selatan.
Laporan Pengkajian BPTP Kalimantan Selatan, Banjarbaru.

Munarso, S.J. dan R. Mujisihono. 1993. Teknologi Pengolahan Jagung Untuk Menunjang
Agroindustri Pedesaan. Makalah disampaikan pada: Simposium Penelitian tanaman
Pangan III. Puslitbangtan. Bogor. 23 h.

Santoso, B.A.S., S. Widowati dan D.S. Damardjati. 1993. Teknologi Pengolahan Pangan
dan Produk Kacang Tanah. Dalam A. Kasno, dkk., (Edt). Monograf Balittan
Malang No. 12. Kacang Tanah : 286-303.

Santoso, B.A.S. dan S.S. Antarlina. 1997. Optimasi Proses dan Karakteristik Bihun Kacang
Tunggak. Laporan Teknis Tahun Anggaran 1996/1997. Balitkabi. Malang.

Setyono, A., Suparyono, O. Lesmana dan S. Nugraha. 1995. Teknik Budidaya dan
Penanganan Pasca Panen Ubijalar. Buletin Teknik Sukamandi. No 3. Balitpa.
Sukamandi. 41 h.

Umar, S., dan S.S. Antarlina. 2004. Ketersediaan Alat dan Mesin Pertanian Tepat Guna
Untuk Menunjang Industri Kecil Pengolahan Pisang. Dalam Prosd. Sem. Nas.Klinik
Teknologi Pertanian Sebagai Basis Pertumbuhan Usaha Agribisnis Menuju Petani
Nelayan Mandiri. Puslitbang PSE, Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian
2004: 626-635.

Utomo dan Antarlina, 1998. Teknologi Pengolahan Dan Produk-produk Kacang Tunggak
Dalam Monograf Balitkabi Mo: 3-1998. Balitkabi Malang:120-138.

Widowati, S., Suarni dan S.D. Indrasari, 2004. Kumpulan Resep Masakan Aneka Tepung
Bahan Pangan Lokal (Non Beras). Balai Besar Litbang Pascapanen. Bogor. 29h.

312

Anda mungkin juga menyukai