Anda di halaman 1dari 38

REFERAT KELAINAN PERKEMBANGAN

SEKSUAL
BLOK 5.2
KELAINAN SISTEM ENDOKRIN DAN METABOLIK

Pembimbing: dr. Eryasni, SP.Pd.

Kelompok 7 A

George Dyland De Ussy W G1A113020


Zakaun Rais G1A113021
Joni Kurniawan G1A113022
Yuni Azoya G1A113023
Isip Roman Syakura G1A113024
Yogi Prasetyo G1A113025
Siti Rahmah G1A113026
Andi Ammar R A G1A113027
Novita Dian Syafitri G1A113028
Ayyuhumah Amalia G1A113029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN 2015

PENDAHULUAN
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan didalam tubuh oleh organ, sel-sel
organ, atau sel yang tersebar, yang memiliki efek pengaturan spesifik terhadap aktivitas
satu atau beberapa organ.
Terdapat berbagai jenis hormon dalam tubuh kita, yang salah satunya adalah yang
berfungsi mengatur seks yang akan mempengaruhi perkembangan seks primer dan
sekunder pada pria maupun wanita.

Fungsi reproduksi pada pria dapat dibagi menjadi tiga sundivisi utama:
1. Spermatogenesis, yang berarti pemberntukan sperma
2. Kinerja kegiatan seksual pria, dan
3. Pengaturan fungsi reproduksi ini disertai oleh pengaturan hormon kelamin pria
terhadap organ kelamin tambahan pria, metabolisme sel, pertubuhan dan fungsi-
fungsi tubuh yang lain.
Sedangkan pada wanita fungsi reproduksi dapat dibagi menjadi dua tahap utama:
1. Persiapan tubuh wanita untuk meneripa konsepsi dan kehamilaN
2. Masa kehamilan itu sendiri.

Sistem hormone pria terdiri dari tiga komponen hormone, diantaranya: Hormon
yang dikeluarkan hypothalamus, hormon pelepas gonadotropin (GnRH)
Hormon hipofisis anterior, hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon lutein (LH),
keduanya disekresi sebagai respon terhadap pelepasan hormon GnRH dari
hipothalamaus.
Hormon – hormon testis, testosteron dan estrogen yang disekresi oleh testis sebagi respon
terhadap kedua hormon dari kelenjar hipofisis anterior.
Organ reproduksi wanita yang berperan dalam produksi hormon ialah ovarium
dan placenta (pada wanita normal yang hamil). Pada ovarium terdapat folikel dan corpus
luteum yang berfungsi sebagai penghasil hormon gonadotropin pada wanita.
sama halnya dengan laki-laki sistem hormone wanita terdiri dari tiga komponen hormon,
diantaranya:

Hormon yang dikeluarkan hypothalamus, hormon pelepas gonadotropin (GnRH)


Hormon hipofisis anterior, hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon lutein (LH),
keduanya disekresi sebagai respon terhadap pelepasan hormon GnRH dari
hipothalamaus.
Hormon – hormon ovarium, estrogen dan progesterone yang disekresi oleh ovarium
sebagi respon terhadap kedua hormon dari kelenjar hipofisis anterior.

Secara ringkas fungsi hormon seks dapat dilihat pada gambar berikut :
Perkembangan Normal Organ Reproduksi
Secara normal, terdapat 3 fase yang terlibat dalam pembentukkan dan
perkembangan organ reproduksi manusia, yaitu: perkembangan gonad (kelenjar
reproduksi), perkembangan duktus (organ reproduksi dalam) dan perkembangan organ
reproduksi luar (alat kelamin). Perkembangan normal dari ketiga fase ini sangat penting
untuk menentukan identitas gender seorang manusia. Fase-fase ini sangat dipengaruhi
oleh ekspresi gen dari kromosom seks dan paparan hormon-hormon seks pada masa
embrio.
Gangguan Perkembangan Seksual {Disorders of Sex Development (DSD)}
Segala gangguan perkembangan seks dimulai dari tingkat kromosom, gonad
maupun anatomi disebut disorders of sex development (DSD). Dahulu gangguan ini
disebut sebagai kelamin ganda, interseks, genitalia ambiguous atau pseudohermafrodit.
Namun istilah ini sudah dianjurkan untuk tidak digunakan lagi dan digantikan dengan
istilah DSD, karena istilah-istilah tersebut sering menimbulkan masalah sosial pada
pasien. Pada Makalah ini akan dibahas beberapa kelainan Perkembangan Seksual yaitu:
1. Pubertas Prekoks
2. Sindrom Feminisasi Testikuler ( Klinifelter)
3. Hipoginad
4. Sindrom Adrogenital

1. PUBERTAS PREKOKS
Pubertas dikatakan prekoks jika tanda-tanda seks sekunder timbul sebelum usia 8
tahun pada anak perempuan atau usia 9 tahun pada anak laki-laki. Pubertas prekoks
mengacu pada munculnya tanda-tanda fisik dan hormonal, perkembangan pubertas pada
usia yang lebih dini dari pada yang biasanya. proses ini dimulai diakhir-akhir masa
kanak-kanak (kurang dari usia 9 tahun) dengan ditandai munculnya tanda-tanda
kematangan organ reproduksi lebih awal dan telah berakhirnya masa pertumbuhan.
Pubertas yang lebih awal ini bisa merupakan bagian dari variasi perkembangan normal
seseorang, namun bisa pula merupakan penyakit atau paparan hormon pertumbuhan yang
tidak normal.
KLASIFIKASI
Pubertas prekoks diklasifikasikan menjadi 2 yaitu pubertas prekoks sentral
(GnRH-dependent precocious puberty) dan pubertas prekoks perifer (GnRH-independent
precocious puberty).
Manifestasi klinis pubertas prekoks tergantung dari durasi gejala, awitan dan
progesifitas perkembangan fisik, adanya akselerasi pertumbuhan liniear, dan majunya
usia tulang. Penting untuk ditekankan bahwa diagnosis pubertas prekoks tidak hanya
didasarkan pada adanya tannda perkembangan seks sekunder yang lebih awal, tetapi juga
adanya bukti klinis, hormonal, dan radiologis bahwa proses tersebut.
berlangsung secara progresif. Jika pubertas prekoks sudah didiagnosis maka harus
ditentukan jenisnya (pubertas prekoks sentral atau perifer) dan jika perlu dicari penyakit
yang mendasari untuk menentukan terapi yang sesuai.

Pubertas Prekoks Sentral (GnRH-dependent precocious puberty)


GnRH-dependent precocious disebabkan oleh aktivasi dini aksis hipotalamus
hipofisis gonad, yang secara fisiologis sekresi gonadotropin dirangsang oleh sekresi
GnRH hipotalamus. Pubertas prekoks ini dapat terjadi akibat abnormalitas SSP yang
mengganggu keseimbangan antara faktor inhibisi dan stimulasi yang mengendalikan
awitan pubertas, perkembangan pubertas, dan bahkan bersifat idiopatik.

Pubertas prekoks perifer (GnRH-independent precocious puberty)


Pubertas prekoks perifer disebabkan oleh stimulasi hormon steroid seks dan tidak
dipengaruhi oleh sekresi gonadotropin hipofisis. Hormon steroid seks dapat berasal dari
sumber endogen (gonadal dan ekstragonadal) atau sumber eksogen. Hormon steroid seks
endogen diproduksi secara otonom atau disebabkan oleh gonadotropin yang tidak
dihasilkan oleh hipofisis atau aktivasi reseptor gonadotropin.
Etiologi
Studi hormonal belum banyak membantu menentukan etiologi telars prematur.
Beberapa penulis menemukan bukti adanya pengaruh estrogen sedangkan yang lain tidak
menemukannya. Kadar hormon gonadotropin yang normal maupun meningkat telah
dilaporkan. Estrogen eksogen juga telah dilaporkan sebagai penyebab timbulnya
perkembangan seksual baik melalui ingesti, absorpsi melalui kulit atau kontak dengan
lingkungan.
Patogenesis
Patogenesis telars prematur masih kontroversial. Menurut beberapa penulis telars
prematur disebabkan oleh meningkatnya sensitivitas secara abnormal jaringan mamae
(lokal) terhadap peningkatan sekresi estrogen fisiologis. Pada beberapa anak perempuan
hormonal spurt cukup untuk menginduksi perkembangan kelenjar payudara parsial dan
juga maturasi derajat tertentu sel epitel vagina. Bidlingmaier dkk (dikutip dari Ducharme)
melaporkan bahwa telars prematur mungkin disebabkan oleh sedikit peningkatan
estrogen ovarium sebagai respons terhadap peningkatan kadar gonadotropin transien.
Penulis lain menduga telars prematur disebabkan oleh produksi estrogen yang berlebihan
secara autonom dari folikel ovarium yang mengalami transformasi kistik dan luteinisasi
pada tahun pertama hingga ke-empat kehidupan. Selain itu telars prematur juga diduga
dapat disebabkan oleh peningkatan produksi estrogen dari prekursor adrenal. Berdasarkan
studi fungsi Hipotlamaus-Hipofise-Gonad belakangan ini, diduga bahwa pada pasien
telars prematur mungkin terjadi peningkatan sekresi gonadotropin yang pada akhirnya
akan meningkatkan produksi estrogen.
EVALUASI DIAGNOSTIK
Evaluasi diagnostik pubertas prekoks dilakukan berdasarkan fisiologi pubertas
dan penyebab yang mendasari atau yang berhubungan. Pubertas prekoks sentral
didiagnosis jika perkembangan pubertas dan pemeriksaan laboratorium konsisten dengan
perubahan progresif aktivasi aksis hipotalamus hiposis gonad. Sembilan puluh persen
anak perempuan dan 50% anak laki - laki dengan pubertas prekoks diklasifikasikan
menderita pubertas prekoks sentral.
Abnormaliats SSP ditemukan pada 5% anak perempuan, sedangkan pada laki -
laki sebesar 20 %. Pada abnormalitas SSP ditemukan adanya lesi anatomis atau terkadang
tidak dapat ditemukan. Abnormalitas SSP yang tidak tampak dengan pemeriksaan
radiologis antara lain riwayat ensefalitis, tumor SSP sudah diangkat atau radiasi atau
kemoterapi. Evaluasi diagnostik dimulai dengan mendokumentasikan riwayat penyakit
pasien, pemeriksaan fisik dan evaluasi status hormonal.
RIWAYAT PENYAKIT
Riwayat penyakit meliputi pola pertumbuhan sejak bayi, usia awitan dan
progresivitas perubahan fisik, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
riwayat sosial dan pesikologis. Anamnesis yang lengkap juga perlu untuk melihat apakah
terdapat paparan terhadap hormon eksogen, adanya kelainan SSP atau gejala kelainan
SSP, riwayat pubertas anggota keluarga yang lain, tinggi badan dan parameter
pertumbuhan yang lain.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan dan rasio
segmen atas atau ba wah tubuh, palpasi tiroid, status pubertas sesuai dengan skala
Tanner, dan pemeriksaan fisik lainnya secara menyeluruh.
Pada wanita, pemeriksaan harus meliputi inspeksi genitalia untuk melihat
maturasi pubertal, pertama adanya pertumbuhan labia minora dan meningkatnya sekresi
mukosa bening dan visualisasi mukosa vagina untuk menilai efek estrogen. Visualisasi
mukosa vagina ini berguna untuk mneghindari vagina smear yang traumatik. Jika pasien
diposisikan tengkurap dengan paha diregangkan dan lutut ditekuk (drawn up) maka
introitus dapat dilihat tanpa menyentuh vulva dengan memisahkan labia. Mukosa yang
tampak merah mengkilat sesuai dengan mukosa yang tidak distimulasi oleh estrogen,
sedangkan mukosa yang berwarna merah muda dilapisi oleh lendir menunjukan
pengaruh estrogen. Pada beberapa situasi seperti seperti infeksi dan iritasi mukosa,
vagina menjadi berwarna merah muda buram.

Pada anak laki laki, pengukuran ukuran testis harus dilakukan secara hati-hati
baik volume atau panjang aksis longitudinal. Ukuran testis dan asimetris memberikan
petunjuk kemungkinan penyebab pubertas prekoks. Ukuran testis prepubertal (≤2 cc)
konsisten dengan prekoks perifer. Penyebab yang paling sering adalah produksi androgen
adrenal yang berlebihan seperti pada HAK. Testis ukuran pubertal menunjukan adanya
stimulasi gonadotropin sesuai dengan pubertas prekoks sentral. Asimetris testis yang
menonjol menunjukan adanya tumor sel leydig, hyperplastic adrenal rest tissue pada
HAK laki - laki atau adanya atrofi testis unilateral pasca bedah.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik (antropometrik, pemeriksaan fisik secara umum
dan status pubertal) menentukan perlu dilakukannya observasi atau pemeriksaan lebih
lanjut.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pendekatan evaluasi diagnostik untuk pasien dengan pubertass prekoks meliputi
penilaian kadar hormonal termasuk kadar LH, FSH, estradiol pada anak perempuan dan
testosteron pada anak laki - laki. Ditambahkan pemeriksaan DHEAS jika didapatkan
adrenarke. Kadar basal LH dan FSH cukup untuk mendiagnosis pubertas prekoks sentral
jika keduanya berada pada nilai yang lebih tinggi dari rentang pubertas. Sebaliknya, kada
LH yang tidak terdeteksi menggunakan alat generasi ketiga, kadar FSH yang lebih tinggi,
dan rasio LHFSH kurang dari satu sesuai dengan prepubertal sedangkan rasio LHFSH
lebih dari satu sesuai dengan tahap pubertal.
Kadar testosteron diatas rentang prepubertal menunjukan adanya pubertas, tetapi
belum menunjukan sumbernya. Pubertas prekoks sentral pada anak laki - laki tidak
hanya ditandai oleh kadar testosteron yang sesuai dengan kadar pubertas, tetapi juga
kadar gonadotropin basal ataupun kadar gonadotropin yang diukur setelah uji stimulasi
GnRH/GnRHa berada dalam kisaran pubertas. Hasil penelitian Couk CP dkk,
menyatakan semua anak pubertas prekoks sentral memiliki kadar LH basal >0,83 U/L
diukur dengan alat generasi ke tiga (chemiluminescent assay), sehingga kadar LH basal
>0,83 U/L dianggap diagnostik untuk pubertas prekoks sentral.
Uji stimulasi GnRH/GnRHa merupakan pemeriksaan standar baku emas untuk
menentukan adanya gonadarke. Uji stimulasi GnRH/GnRHa ini terutama untuk melihat
respon LH. Kadar puncak LH 5-8 U/L menunjukan pubertas prekoks yang progresif. Usia
tulang memberikan informasi untuk membandingkan maturitas skeletal dengan usia
kronologis dan tinggi badan. USG pelvis pada anak perempuan digunakan untuk menilai
genitalia interna, termasuk ovarium dan uterus. MRI kepala untuk mencari lesi di
hipotalamus atau hipofisis. MRI kepala biasanya dilakukan untuk semua anak
perempuan maupun laki - laki usia < 6 tahun dengan pubertas prekoks sentral.

PENATALAKSANAAN
Terapi untuk pubertas prekoks seharusnya ditujukan langsung pada penyebab
yang dapat diidentifikasikan.Tumor SSP atau tumor yang dapat memproduksi hormon
steroid seks, tumor gonad atau tumor adrenal harus diterapi dengan melakukan tindakan
bedah, radiasi atau kemoterapi yang sesuai.
 Terapi subsitusi kortisol dengan hidrokortison pada HAK.
 Terapi subsitusi hormon tiroid pada hipotiroid primer.
 Penghentian penggunaan steroid atau gonadotropin eksogen yang tidak sesuai.
 Pubertas prekoks sentral: penggunaan GnRH agonis.
Pubertas prekoks perifer: keberhasilan tatalaksana penyakit yang mendasarinya
biasanya diikuti dengan berhentinya atau regresi perkembangan pubertas. Terapi telah
digunakan dengan tingkat kesuksesan yang bervariasi termasuk inhibitor sintesis steroid
(ketokonazol), inhibitor aromatase (testolakton dan anastrazol), dan agonis reseptor
estrogen (tamoxifen).
Terapi pubertas prekoks sentral (Gonadotropin-dependent precocious puberty)
Pengunaan GnRHa terapi pubertas pekoks sentral :
Pasien dengan pubertas prekoks sentral terindikasi untuk mendapat terapi GnRHa.
GnRHa merupakan terapi yang paling efektif untuk pubertas prekoks sentral, bekerja
dengan menghilangkan pengaruh stimulus GnRH terhadap sintesis dan pelepasan
gonadotropin. Kriteria untuk terapi GnRHa antara lain:
 Respon pubertal terhadap uji stimulasii GnRH/GnRHa atau adanya bukti kadar LH
basal sesuai dengan kadar pubertas.
 Akselerasi pertumbuhan linear yang menetap.
 Akselerasi atau majunya usia tulang.
 Perubahan fisik yang konsisten dengan perkembangan pubertas progresif.

Dosis :
Gonadotropin-releasing hormone analog (GnRHa) yang digunakan adalah depot
leuprorelin acetat, dengan dosis inisial 100 µg/kg/bulan, intramuskular atau subkutan.
Untuk dosis pemeliharaannya adalah 80-100 µg/kg/bulan, berdasarkan pemantauan.
Pemantauan selama terapi GnRHa Pemantauan dilakukan setiap 3-6 bulan setelah awitan
terapi. Yang perlu dipantau untuk melihat efektivitas terapi adalah:
 Kecepatan tumbuh anak
 Tanda seks sekunder, terutama status pubertas menurut skala Tanner
 Kadar LH, testosteron/estradiol
 Maturitas skeletal atau usia tulang

Penghentian terapi
Penghentian terapi pada pasien pubertas prekoks bersifat individual dan
berdasarkan berbagai faktor, yaitu kecepatan tumbuh dan usia tulang, usia kronologis
sesuai dengan usia pubertas, atau ketika prediksi tinggi akhirnya normal. Pada anak
perempuan, terapi dapat dihentikan jika usia tulangnya meencapai usia 12 - 12,5 tahun.

Pemantauan
Pada pubertas prekoks sentral yang diterapi dengan GnRHa, prognosis lebih baik jika
terapi dimulai lebih dini.
 Aktivitas poros hipotalamus-hipofisis-gonad pubertal fisiologis akan mulai segera
setelah penghentian terapi dan menjadi sempurna dalam hitungan minggu atau bulan.
Terdapat variabilitas dalam berlanjutnya perkembangan fisik maupun status pubertas
skala Tanner. Menstruasi pada anak perempuan yang pernah menarke.
 terjadi dalam beberapa bulan setelah penghentian terapi. Sebagian besar anak
perempuan akan mengalami menarke pada 18 bulan setelah penghentian terapi,
meskipun beberapa anak mungkin memerlukan waktu lebih lama.
 Pemantauan jangka panjang menunjukan bahwa terapi GnRHa tidak mempengaruhi
fertilitas maupun fungsi seksual.
 Rerata pertumbuhan dan total tinggi yang dicapai setelah penghentian terapi GnRHa
lebih rendah daripada yang diproyeksikan berdasarkan usia tulang saat penghenntian
terapi. Pada anak dengan awitan pubertas prekoks pada usia lebh muda,usia tulang
yang tidak etrlalu maju, tanpa adanya penundaan terapi dan durasi terapi yang lebih
lama akan memiliki tinggi dewasa dalam kisaran normal, lebih tinggi dan lebih
mendekati target height
 BMD saat dewasa biasanya normal. Pada awal terapi, anak pubertas prekoks
memiliki BMD yang lebih besar dari pada usianya, pada saat akhir terapi BMD anak
pubertas prekoks biasanya lebih rendah dan pada pertengahan remaja setelah pubertas
fisiologis timbul BMDnya normal sesuai dengan usia.

Terapi pubertas prekoks perifer Terapi yang digunakan untuk pubertas prekoks
perifer antara lain inhibitor sintesis steroid (ketokonazol), inhibitor aromatase (testolakton
dan anastrazol), dan antagaonis reseptor estrogen (tamoksifen).
Mendokrasi progesteron asetat :
Medroksi progesteron asetat (MPA) telah dicoba untuk mengobati pubertas
prekoks sejak tahun 1960-an. Obat ini dapat mensupresi gonadotropin dan ttidak
memiliki efek estrogenik ataupun androgenik. MPA bekerja dengan menghambat proses
sintesis steroid gonad. MPA mengurangi sekresi gonadotropin dan memperkecil ukuran
kelenjar payudara dan testis. MPA tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan usia tulang.
Pada anak perempuan MPA akan menghentikan perkembangan payudara dan
menstruasi. Sedangkan pada anak laki-laki akan memperkecil ukuran testis dan
mengurangi frekuensi ereksi serta tingkah laku yang agresif. Penggunaan jangka panjang
dapat menyebabkan supresi adrenal.
Dosis MPA yang diberikan peroral adalah 100 mg/m/hari, sedangkan secara
intramuskular sebesar 200-300 mg setiap 15 hari atau 100-200 mg setiap minggu.
Siproteron asetat :
Siproteron asetat mempunya sifat androgenik serta menghambat sekresi FSH dan LH. Laporan
terbaru ini menunjukan bahwa seproteron asetat memiliki efek kecil terhadap tinggi akhir pasien
yang diobati. Dosis siproteron asetat adalah 70-150 mg/m pemberiannya secara intramuskuler
setiap 14 dan 28 hari.

Ketokonazol :
Akhir-akhir ini antijamur ketokonazol digunakan untuk pengobatan pubertas prekoks.
Turunan imidazol ini menghambat produksi androgen terutama melalui inhibisi tahapan C17
liase pada biosintesis testosteron. Ketokonazol tergolong cepat dan efektif untuk pubertas
prekoks dan kondisi lain yang ditandai dengan kelebihan androgen. Holland dkk melaporkan
bahwa ketokonazol dan turunan imidazol dapat menginduksi terjadinya impotensi dan
ginekomastia pada laki - laki. Hal ini mungkinterjadi akibat inhibisi langsung terhadap sintesis
testosteron. Dosis ketokonazol adalah 30 µg/kg/hr secara oral.
Testolakton :
Testolakton dapat menginhibisi enzim aromatase dan menghambat sintesis estrogen. Dosis yang
dipakai ialah 20-40 mL/kg/hari.

Konnseling Psikologis :
Dukungan psikologis berguna untuk membantu pasien maupun orang tua dalam
menghadapi kasus-kasus pubertas prekoks. Bentuk tubuh yang lebih besar menyebabkan
timbulnya perhatian orang lain yang tak diinginkan pasien. Anak wanita dengan menstruasi
yang prematur harus diberikan innformasi untuk mempersiapkan diri sebelum menarke dan
dibimbing melewati masa-masa sulit ini. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah kemungkinan
terjadinya pelecehan seksual. Oleh sebab itu anak-anak dengan pubertas prekoks perlu diberikan
perhatian khusus. Anak laki-laki dengan kadar testosteron yang tinggi dapat bersifat agresif dan
mungkin melakukan masturbasi didepan umum. Pada kasus-kasus ini, konseling psikologis perlu
dipertimbangkan.

ALUR DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PUBERTAS PREKOKS PADA PEREMPUAN


ALUR DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA PUBERTAS PREKOKS PADA ANAK LAKI-LAKI
2. SINDROM KLINEFELTER
DEFINISI
Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik yang biasanya banyak terjadi pria.
Pria dengan kelainan ini, tidak mengalami perkembangan seks sekunder yang normal
seperti penis dan testis yang tidak berkembang, perubahan suara (suara lebih berat tidak
terjadi), bulu-bulu di tubuh tidak tumbuh; biasanya tidak dapat membuahkan (tidak
subur) tanpa menggunakan metoda-metoda penyuburan khusus.
Mereka mungkin mempunyai masalah-masalah lain, seperti sedikit dibawah
kemampuan inteligensia, perkembangan bicara yang terhambat, kemampuan verbal yang
kurang dan masalah-masalah emosional dan tingkah laku. Meskipun demikian ada juga
yang memiliki intelegensia diatas rata-rata dan tidak ada perkembangan emosional atau
masalah-masalah tingkah laku. Sekitar 1 pada 500 sampai 1 pada 1000 bayi-bayi laki-laki
yang dilahirkan mengidap sindrom Klinefelter.

ANAMNESIS
Anamnesis dan pemeriksaan pasien dengan sindrom XXY ini bervariasi mengikut di
usia kapan pasien datang ke dokter. Pasien yang datang ke dokter pada waktu anak-anak,
bisa ditanyakan beberapa soalan yang menyangkut keluhan atau gejala pada anak seperti :
o Apakah anaknya mengalami gangguan berbahasa.
o Apakah mengalami keterlambatan dalam berbicara.
o Apakah pasien mengalami kesulitan dalam belajar membaca dan menulis.
Dari situ, sebagai seorang dokter, kita juga bisa menanyakan beberapa hal yang
meliputi semua gangguan endokrin pada ibu selama kehamilan seperti:
o Derajat maturitas atau prematuritas umur kehamilan.
o Apakah ibu mengkonsumsi hormone dari luar.
o Ditanyakan juga cara yang digunakan untuk membantu reproduksi.
o Apakah ibu menggunakan sebarang kontrasepsi selama kehamilan.
Riwayat keluarga juga ditanyakan untuk menskrining beberapa kelainan urologi,
kematian neonatal yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, anomali organ genital,
pubertas dini, amenorrhea, infertilitas pada keluarga dekat atau keterkaitan keluarga.
Riwayat keluarga menentukan apakah terdapat ciri tertentu yang ditentukan secara
genetik atau bersifat familial. Kalau perlu, ditanyakan tentang kejadian-kejadian yang
mengungkapkan penyimpangan dari pertumbuhan dan perkembangan normal.
PEMERIKSAAN
 Fisik
o Tinggi dan berat badan
 Ukur tinggi badan pasien. Tafsirkan tinggi dan berat badan relatif terhadap
riwayat keluarga dan riwayat beran badan masa lampau. Target tinggi /
tinggi mid parental:
I. Laki-laki = {TB ayah + (TB ibu + 13)} x ½
II. Perempuan = {TB ayah + (TB ibu - 13)} x ½
o Distribusi lemak, otot dan jaringan ikat
 Wanita normal mempunyai pusat gaya berat di daerah pinggul dan relatif
mempunyai lebih banyak lemak daripada otot. Otot lebih dominan pada
pria dengan massa terbesar yang berpusat di sekitar bahu.
o Sifat-sifat kulit
 Penyakit genetik, hormonal atau gizi selama pertumbuhan dan
perkembangan menyebabkan kelainan bentuk yang tersebar luas dan khas.
o Kematangan seksual
 Perkembangan seksual wanita mencerminkan efek androgen dan estrogen.
Perkembangan seksual pria hanya mencerminkan efek androgen sahaja.
Gangguan perkembangan beberapa cirri tertentu mencerminkan
kekurangan atau ketidakefektifan rangsangan masing-masing hormon.
Jumlah hormon abnormal atau produksi hormone pada waktu yang
abnormal juga dapat berefek pada tinggi badan melalui efeknya pada
epifisis tulang.
 Perhatikan efek estrogen dan peranan dalam perkembangan sifat-sifat
tersebut; putting susu, areola, kelenjar mamae, labia minor, vulva, vagina,
uterus dan ovarium.
o Inspeksi penis
 Jika perlu, tarik prepusium ke arah atas untuk meliihat orifisium uretra
terutama keberadaan secret. Orifisium uretra mempunyai suatu celah dan
jika celah ini dibuka dengan melakukan pengurutan di sepanjang celah
aksis tersebut, mukosa uretra yang berwarna agak kemerahan tanpa
disertai pelepasan secret seharusnya terlihat.
o Palpasi skrotum dan isinya
 Pemeriksaan testis seharusnya berada dalam keadaan pasien berbaring dan
kemudian berdiri. Testis kiri biasanya lebih rendah dibandingkan testis
kanan. Epididimis menempel pada permukaan atas dan permukaan
posterior atas testis.
 Testis yang tidak turun atau ektopik – jika salah satu sisi skrotum tidak
mengandung testis ( meskipun pasien berdiri), testis yang tidak turun atau
ekttopik tersebut harus dicari yang dapat berada apakah di daerah inguinal,
femoral atau perineal. Pada beberapa keadaan, testi berada di dalam perut
dan tidak dapat diraba, serta memiliki kecenderungan untuk menjadi suatu
keganasan.
 Testis yang kecil – jika kedua testis kecil, kemungkinan terdapat keadaan
– keadaan yang sifatnya bilateral seperti kegagalan rangsangan hipofisis
atau disfungsi testis primer yang dapat terjadi pada sindrom klinefelter.
 Penunjang
Untuk melakukan pengujian genetika, pertama – tama DNA harus diisolasi dulu
dari salah satu sel. DNA relatif stabil dan bisa dieproleh dari setiap sel hidup dengan
sebuah nucleus. Jenis sel yang digunakan adalah sel darah putih karena mudah
diperoleh dari sampel darah.
o Analisis kromosom
 Analisis kromosom (karyotyping) dilakukan untuk mencari kerusakan
pada sebuah kromosom dari gen tertentu. Paling sering digunakan untuk
mengevaluasi DNA dari pasangan yang memiliki riwayat keguguran atau
mendeteksi adanya keabnormalan pada janin.
 Biasanya analisi kromosom dilakukan dari beberapa sel untuk mencegah
kesalahan yang mungkin terjadi akibat adanya pertumbujan sel yang
abnormal setelah dikeluarkan dari tubuh.

Gambar 1. Karyotip Penderita Sindrom Klinefelter (Sumber:

o Analisis DNA
 Analisis DNA paling sering dilakukan untuk memeriksa gangguan gen
tunggal seperti fibrosis sistik dan hemophilia. Sesudah DNA diisolasi dari
sampel sel, dengan enzim pemotong yang bekerja seperti gunting molekul,
DNA dipotong menjadi 4-8 fragmen dasar.
 Salah satu teknik laboratorium untuk menemukan berbagai gen atau
mutasi genetic adalah teknik PCR ( polymerase chain reaction). Dengan
PCR, DNA dalam jumlah sangat kecil pon mampu diproduksi ulang dalam
tabung tes. PCR juga digunakan untuk menggandakan DNA dari sel
tunggal.
o Analisis protein
 Dalam beberapa kasus, secara tidak langsung perubahan DNA bisa
terdeteksi melalui ada tidaknya produk gen ( yaitu protein atau enzim)
dalam sampel sel tubuh, biasanya dari darah, air seni, atau cairan ketuban
atau sel. Contohnya PKU ( phenylketonuria) merupakan gangguan
autosom resesif yang langka yang disebabkan oleh hilangnya sebuah
enzim hidroksilase fenilalanin. Manfaat tes genetika :
i. Skrining pada bayi baru lahir.
ii. Menguji para pembawa / carrier
iii. Pemeriksaan diagnostic pralahir
iv. Pemeriksaan prediksi / mengidentifikasi perubahan gen yang bisa
menimbulkan penyakit.
v. Memperkuat sesuatu diagnosis
Hormonal
Sintesa hormone steroid seks diproduksi terutama oleh gonad dan diatur oleh
dua jenis hormon gonadotrofik yang dihasilkan oleh adenohipofise. Secara garis besar
terdapat tiga hirarki hormonal yang berperan saat pubertas pada manusia yaitu (1)
gonadotropin releasing hormone (GnRH) uang dihasilkan oleh hipotalamus, (2)
follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) yang dihasilkan
oleh hipofisis anterior sebagai respong atas GnRH, dan (3) estrogen, testosterone dan
progesterone yang dihasilkan oleh ovarum atau testis sebagai respons atas FSH dan
LH.
o LH dan FSH
 Tujuan adalah untuk melihat fungsi sekresi hormone yang dikeluarkan oleh
hipotalamus dan mekanisme fisioleogis umpan balik dari organ target yaitu
testis dan ovarium. Kadar FSH akan meningkat pada hipogonadism, pubertas
prekoksm, menopause, kegagalan diferensiasi testis, orchitis, seminoma,
acromegali, sindrom Turner. Seta menurun pada keadaan insuffisiensi
hipotalamus, disfungsi gonad, anovulasi, insuffisiensi hipofise dan tumor
ovarium.
 Sekresi LH dan FSH dikontrol oleh GnRH yang merupakan pusat control
untuk basal gonadotropin, masa ovulasi dan onset pubertas pada masing –
masing individu.
o Estrogen
 Kadar estrogen meningkat pada keadaan ovulasi, kehamilan, pubertas
prekoks, ginekomastia, atropi testis, tumor ovarium dan tumor adrenal.
Kadarnya menurun pada keadaan menopause, disfungsi ovarium, infertilitas,
snfroma Turner, amenorrhea akibat hipopituitari, anoreksia nervosa, keadaan
sress dan sindroma testiculas feminisasi pada wanita.
o Testosteron
 Testosterone adalah hormone steroid dari kelompok androgen. Penghasil
utama testosterone adalah testis dan ovary walaupun sejumlah kecil hormone
ini juga dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Merupakan hormone seks utama
lelaki dan merupakan steroid anabolik.
 Kadar androgen meningkat pada hirsustisme, amenorrhea hypothalamus, dan
tumor sel sertoli. Dan menurun pada andropause, sindrom Klinefelter, aplasia
sel leydig dan crptoshidism.

ETIOLOGI
 Laki-laki biasanya mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y; mereka yang
mengidap sindrom Klinefelter mempunyai kurang lebih satu tambahan kromosom X.
Untuk alasan itu, mereka mungkin digambarkan sebagai pria dengan XXY atau pria
dengan sindrom XXY. Pada kasus-kasus yang jarang, beberapa pria dengan
sindrom Klinefelter memiliki sebanyak tiga atau empat kromosom X atau satu atau
lebih tambahan kromosom Y

EPIDEMIOLOGI
 Kelainan ini diberi nama syndrome klinefelter dengan mengambil nama tokoh
pertama kali yang menemukan adanya gejala kelainan sindrome ini, yaitu Dr.
Harry Klinefelter pada tahun 1942.
 Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry Klinefelter
dan rekannya di Rumah Sakit Massachusetts, Boston. Ketika itu tercatat 9 pasien laki-
laki yang memiliki payudara membesar, rambut pada tubuh dan wajah sedikit, testis
mengecil, dan ketidakmampuan memproduksi sperma.
 Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan bahwa sindrom yang dialami 9
pasian tersebut dikarenakan kromosom X tambahan pada lelaki sehingga mereka
memiliki kromosom XXY.
 Pada tahun 1970-an, para ilmuwan menyatakan bahwa kelainan klinefelter
merupakan salah satu kelainan genetik yang ditemui pada manusia, yaitu 1 dari 500
hingga 1 dari 1.000 bayi laki-laki yang dilahirkan akan menderita sindrom ini.

PATOFISIOLOGI
 Pada kondisi normal manusia memiliki 46 kromosom, terdiri dari 44 kromosom tubuh
dan 2 kromosom seks. Kromosom seks ini akan menentukan apakah anda laki-laki
atau perempuan. Normalnya laki-laki memiliki kromosom seks berupa XY sedangkan
wanita XX.
 Pada proses pembentukan gamet terjadi reduksi jumlah kromosom yang mulanya
berjumlah 46 menjadi 23. Pada tahap tersebut juga terjadi pemisahan kromosom seks,
misalnya pada pria XY berpisah menjadi X dan Y begitupun dengan wanita XX
menjadi X dan X. Jika terjadi pembuahan pria maupun wanita akan menyumbangkan
satu kromosom seksnya begitupun dengan kromosom tubuhnya sehingga terbentuk
individu baru dengan 46 kromosom.
 Pada sindrom klinefelter terjadi gagal pisah pada pria dan atau wanita. Jika yang
gagal berpisah adalah kromosom seks dari pria maka gamet yang ia sumbangkan
memiliki kromosom seks XY yang nantinya akan menyatu dengan kromosom X dari
wanita dalam proses pembuahan sehingga yang terjadi adalah bentuk abnormal
47,XXY (bentuk ini adalah bentuk yang umumnya terjadi pada sindrom klinefelter).
Ataupun bila wanita menyumbangkan XX dan pria menyumbangkan Y.
 Selain dapat terjadi akibat gagal berpisah pada saat pembentukan gamet, sindrom
klinefelter juga dapat disebabkan oleh gagal berpisah pada tahap mitosis setelah
terjadinya pembuahan membentuk mosaik klinefelter 46,XY/47,XXY. Biasanya
bentuk gejala klinis pada bentuk mosaik ini lebih ringan daripada bentuk klasiknya
tetapi hal ini tergantung dari sebanyak apa mosaiknya.
 Kelebihan kromosom X pada laki-laki terjadi karena terjadinya nondisjungsi meiosis
(meiotic nondisjunction) kromosom seks selama terjadi gametogenesis (pembentukan
gamet) pada salah satu orang tua. Nondisjungsi meiosis adalah kegagalan sepasang
kromosom seks untuk memisah (disjungsi) selama proses meiosis terjadi. Akibatnya,
sepasang kromosom tersebut akan diturunkan kepada sel anaknya,sehingga terjadi
kelebihan kromosom seks pada anak. Sebesar 40% nondisjungsi meiosis terjadi pada
ayah, dan 60% kemungkinan terjadi pada ibu. Sebagian besar penderita sindrom
klinefelter memiliki kromosom XXY, namun ada pula yang memiliki kromosom
XXXY, XXXXY, XXYY, dan XXXYY.

MANIFESTASI KLINIS
 Pembesaran buah dada (ginekomastia)
 Rambut wajah dan rambut tubuh yang jarang dan tipis
 Bentuk tubuhnya lebih bundar
 Testis (buah zakar) kecil dan tidak mampu menghasilkan sperma
 Cenderung lebih mudah mengalami obesitas (kegemukan)
 Cenderung memiliki tubuh yang lebih tinggi.
 Biasanya tidak terjadi keterbelakangan mental, tetapi banyak yang mengalami
gangguan berbahasa.
 Mental
Anak laki-laki dengan kromosom XXY cenderung memiliki kecerdasan
intelektual IQ di bawah rata-rata anak normal. Sebagian penderita klinefelter
memiliki kepribadian yang kikuk, pemalu, kepercayaan diri yang rendah, ataupun
aktivitas yang dilakukan dibawah level rata-rata (hipoaktivitas). Pada sebagian
penderita sindrom ini juga terjadi autisme. Hal ini terjadi karena perkembangan
tubuh dan neuromotor yang abnormal. Kecenderungan lain yang dialami
penderita klinefelter adalah keterlambatan dan kekurangan kemampuan verbal,
serta keterlambatan kemampuan menulis.
 Fisik
Gejala klinis dari sindrom klinefelter ditandai dengan perkembangan ciri-ciri
seksual yang abnormal atau tidak berkembang, seperti testis yang kecil dan
aspermatogenesis (kegagalan memproduksi sperma). Testis yang kecil
diakibatkan oleh sel germinal testis dan sel selitan (interstital cell) gagal
berkembang secara normal. Sel selitan adalah sel yang ada di antara sel gonad dan
dapat menentukan hormon seks pria. Selain itu, penderita sindrom ini juga
mengalami defisiensi atau kekurangan hormon androgen, badan tinggi,
peningkatan level gonadotropin, dan ginekomastia.
 Bayi : Pada saat dilahirkan, gejala dan tanda awal kelainan ini belum akan
tampak. Seiring pertambahan usia, mereka tampak memiliki otot yang lemah.
Perkembangan motoriknya pun terlambat. Bayi penderita sindrom ini butuh waktu
yang lama untuk mencapai fase duduk, merangkak atau berjalan dibandingkan
bayi lainnya.
 Remaja : Postur penderita sindrom Klinefelter akan tampak lebih tinggi dan
memiliki kaki yang panjang dibanding anak laki-laki lain. Tetapi mereka lebih
lambat mengalami masa pubertas dibandingkan remaja lainnya. Ketika mencapai
pubertas, mereka justru punya tubuh yang tidak berotot, tidak banyak tumbuh
bulu pada tubuh dan wajahnya dibandingkan remaja lain. Ukuran testis mereka
pun lebih kecil dan keras dibandingkan laki-laki seusianya.
 Dewasa : Penampilan pria penderita sindrom Klinefelter biasanya tampak normal,
meskipun postur mereka mungkin lebih tinggi dari rata-rata. Jika mereka tidak
diterapi dengan testosteron, mereka cenderung akan memiliki tulang yang rapuh
(osteoporosis). Pria dengan sindrom Klinefelter syndrome biasanya memiliki
fungsi seksual yang normal tetapi mereka infertil sehingga tidak dapat membuahi
untuk memberikan anak.

PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan ini adalah agar penderita sindrom Klinefelter bisa
melakukan fungsi reproduksi. Kebanyakan pria datang ke dokter dengan keluhan
infertilitas dan mencari pengobatan intervensi terutama ekstraksi sperma testicular
(TESE) mikrobedah dengan fertilisasi in vitro (IVF). Pilihan terapi pada usia remaja
berbeda dengan orang dewasa, terutama pada remaja yang lebih muda. Usaha untuk
mempertahankan kesuburan harus didiskusikan dengan orang tua.
Pada pasien yang tidak tertarik pada terapi infertilitas, difokuskan pada terapi
sulih testosteron, mempertahankan kesehatan secara umum, kesehatan tulang yang
adekuat, dan menurunkan resiko thrombosis vena dalam.
Identifikasi yang lebih awal dan petunjuk penatalaksanaan sangat membantu
karena Sindroma Klinefelter jarang terdiagnosis sebelum masa pubertas. Penanganan
kelainan ini ditujukan pada 3 hal, yakni : hipogonadisme, ginekomastia, dan masalah
psikososial.

 Terapi Androgen
o Terapi androgen adalah hal yang terpenting dalam sindrom Klinefelter. Pemberian
testosteron (testosterone replacement) harus dimulai pada saat pubertas, yakni
sekitar umur 12 tahun. Dosisnya ditingkatkan sampai cukup untuk
mempertahankan konsentrasi testosteron, estradiol, follicle-stimulating
hormone (FSH), dan Luteinizing Hormon (LH) dalam serum sesuai umur. 1,2,4
o Terapi androgen digunakan untuk mengoreksi defisiensi androgen,
memungkinkan virilisasi yang sesuai, dan untuk memperbaiki status psikososial.
Injeksi testosteron secara teratur dapat memacu kekuatan otot dan pertumbuhan
rambut wajah, membuat lebih banyak jenis otot tubuh, meningkatkan nafsu
seksual, memperbesar testis, memperbaiki mood, citra diri dan perilaku dan
memberikan perlindungan terhadap osteoporosis dini.
o Androgen eksogen (testoteron) merupakan terapi pilihan untuk sindrom
Klinefelter. Biasanya dalam bentuk testosterone enantat (Delatestryl) atau
cypionate (depo-testosteron). Dosis dewasa : 200 mg IM 4 kali dalam 2-3 minggu.
Dosis anak: dimulai pada usia 11-12 tahun, 50 mg 4 kali/bulan. Dosis
ditingkatkan pertahun menurut keadaan pasien, tingkat virilisasi, pertumbuhan,
kadar gonadotropin serum, sampai mencapai dosis orang dewasa.
o Respon individual terapi testosterone bisa berbeda-beda. Namun sebagian besar
terapi ini memberikan efek yang menguntungkan, hanya sedikit yang tidak. Efek
samping injeksi testosterone sedikit. Beberapa orang mengalami gejala alergi
pada tempat injeksi yang kadang gatal dan bengkak seperti digigit nyamuk. Krim
hidrokortison dapat mengatasi masalah ini.
o Injeksi testoteron dapat menyebabkan pembesaran prostat jinak (BPH). Pada pria
normal BPH biasanya muncul pada usia 60-an sedangkan pada pria XXY yang
mendapatkan suntikan testosterone, BPH bisa muncul dalam usia di atas 40 tahun
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan prostat secara regular. Bila membesar
dapat dilakukan tindakan pembedahan.

 Terapi Infertilitas
o Karena sterilitas merupakan perhatian utama orang tua dan pasien remaja,
beberapa pusat penelitian mengembangkan program untuk pemeliharaan fertilitas
pada anak laki-laki dengan kelainan kromosom dengan menggunanakan prinsip
yang hampir sama dengan yang digunakan untuk anak-anak dan remaja yang akan
menjalani kemoterapi atau terapi radiasi.
o Beberapa pusat onkologi dilakukan kriopreservasi sperma pada penderita sindrom
Klinefelter remaja postpuber dan orang dewasa. Ada penelitian yang menemukan
bahwa sindrom Klinefelter merupakan penyebab 97% kemandulan pada pria.
Kehilangan sel spermatogonia pada pria sindrom Klinefelter terjadi secara
progresif. Beberapa teknik baru seperti xenografting testis dan transplantasi stem
sel spermatogonia sedang diteliti. Ada juga program yang bertujuan untuk
maturasi spermatogonia dari anak laki-laki yang menderita sindrom Klinefelter.
Waktu yang optimal untuk biopsi testis adalah ketika spermatogenesis sedang
berlangsung menuju tahap penyelesaian dan sperma yang bergerak dapat diambil.
Biasanya dilakukan pada pria yang tidak bisa ejakulasi atau tidak ada sperma
dalam ejakulatnya.
o Pria yang menderita sindrom Klinefelter diperkirakan infertil sampai tahun 1996.
Setelah 10 dekade terakhir, perkembangan dalam teknik bedah mikro dan
perkembangan teknologi reproduktif artifisial memungkinkan lebih dari 50%
pasien yang menderita sindrom Klinefelter memiliki anak melalui teknik
kombinasi bedah mikro eksraksi sperma testicular (TESE) dan penggunaan
sperma yang diperoleh secara segar untuk fertilisasi in vitro (IVF). Saat ini
spermatozoa yang viable dapat diekstraksi dari testis mealui biopsi bedah, dan
spermatozoa dapat disuntikkan secara langsung ke dalam suatu ovum.
 Penanganan Bedah
o Ketika memasuki masa pubertas, banyak anak laki-laki yang mengalami
pembesaran payudara namun cenderung menghilang dalam waktu yang
singkat. Hanya sekitar 10% pria XXY yang memerlukan mastektomi.
Mastektomi diindikasikan pada ginekomastia yang menimbulkan tekanan
psikologis pada pasien dan meningkatkan resiko kanker payudara. 1,4
 Konsultasi
o Sindrom Klinefelter harus dikonsultasikan pada : ahli genetika, ahli endokrin,
bedah, psikolog dan spesialis terapi wicara. 1,5,
KOMPLIKASI
 Penderita Sindrom Klinefelter mungkin beresiko tinggi terkena diabetes, masalah-
masalah kulit (eksim dan borok pada kaki), penyakit serebrovaskular ( penyakit-
penyakit pembuluh darah di otak seperti stroke), penyakit paru-paru
kronik, osteoporosis, pelebaran pembuluh darah (varises) dan kanker payudara.
 Meskipun kanker payudara pada pria tidak umum, tapi dapat terjadi pada para pria
dengan sindrom Klinefelter 20 kali lebih besar dibandingkan pria-pria lainnya.

PENCEGAHAN
 Gejala klinefelter pada janin jarang sekali terdeteksi, kecuali bila menggunakan
deteksi sebelum-kelahiran (prenatal detection). Sindrom ini kadang-kadang dapat
diturunkan dari ayah penderita klinefelter ke anaknya, oleh karena itu perlu dilakukan
deteksi sebelum-kelahiran. Sebagian kecil penderita klinefelter dapat tetap fertil dan
memiliki keturunan karena adanya mosaiksisme (mosaicism), yaitu adanya campuran
sel normal dan sel klinelfelter sehingga sel normal tetap memiliki kemampuan untuk
berkembang biak.
 Semakin cepat dideteksi, penderita klinefelter dapat lebih cepat ditangani dengan
terapi farmakologi dan terapi psikologi sebelum memasuki dunia sekolah. Tindakan
pencegahan lain yang harus dilakukan adalah uji kemampuan mendengar dan melihat,
dan terapi fisik untuk mengatasi masalah motorik dan keterlambatan bicara. Terapi
hormon testosteron pada usia 11-12 tahun merupakan salah satu tindakan pencegahan
keterbelakangan perkembangan karakteristik seksual sekunder pada pria penderita
klinefelter.
PROGNOSIS
 Prognosis umumnya baik, jika pasien menjaga dan mengawal kesihatan secara
berkala serta mendapatkan rawatan awal sekiranya terdapat komplikasi. Banyak
pasien Sindrom Klinefelter menjalani hidup secara menyeluruh dan aktif dan
ekspektasi jangka hidup yang normal.

3. HIPOGONADISME
Hipogonadisme didefinisikan sebagai berkurangnya aktifitas fungsional testis, dan
dapat primer (penyakit testikuler) atau sekunder (penyakit hipotalamik-pituitari). Pada
hipogonadisme primer, kadar testosteron berada dibawah rentang normal berkaitan
dengan peningkatan gonadotropin. Sedangkan pada hipogonadisme sekunder kadar
testosteron berada dibawah rentang normal berkaitan dengan kadar gonadotropin yang
normal. Lama penyakit, apakah akut atau kronik tidak bermakna mempengaruhi kadar
testosteron aktual, meskipun nilai testosteron sedikit tetapi tidak bermakna lebih rendah
pada mereka dengan penyakit kronik dibandingkan dengan penyakit akut.

HIPOFUNGSI OVARIUM

Hipofungsi ovarium dapat disebabkan oleh kegagalan perkembangan congenital,


penghancuran pasca natal (hipogonadisme primer atau hipergonadotropik) atau
kurangnya stimulasi oleh kelenjar hipofisis (hipogonadisme skunder atau
hipogonadotropik).
Etiologi

1. Hipogonadism Primer
Hipogonadisme primer merupakan hipogonadisme yang berasal dari kelainan
testis (anorchia, tumor testis, hipoplasia set leydig, disgenesis kelenjar gonad),
kelainan genetik (sindrom klincffelter, male pseudohermaphrodith, mutasi reseptor
gonadotropin), orchitis.
2. Hipogonadism Sekunder
Hipogonadisme sekunder merupakan hipogonadisme yang berasal kegagalan
hypotalamus hipofisis dapat disebabkan oleh penyakit berat atau malnutrisis,
Idiopatik hypogonadotropic-hypogonadism, Sindrom Kallman, Sindrom Prade/
Labhar Willi, Hipoplasia adrenal kongenital, Brain tumor causing Secondary GnRH
deficiency or hypopituitarism. Indectivating GnRH receptor mutations,
hyperprolactinemia
3. Campuran
Paparan toksin pekerjaan, antara lain: radiasi ion, DES (Diethylstillbestrol) PCBs
(Polychlorinated biphenyls) dan narkoba. Penyakit sistemik kronis (gagal ginjal
kronis, sirosis hepatic, PPOK, Parkinson’s disease, AIDS) penyakit non gonadal akut
yang berat (infark miokard, trauma, tindakan bedah besar), obat-obatan dan proses
penuaan.

Epidemiologi
 Mortality/Morbidity
Tidak terjadi peningkatan kematian pada pasien dengan hipogonadisme .namun
lebih sering mengalami infertile dan osteoporosis.
 Ras
Tidak ada ras yang spesifik
 Sex
Hypergonadotropic hypogonadism lebih banyak pada laki-laki dari pada wanita
 Age
Hipogonadisme dapat terjadi pada semua umur.
Patofisiologi
Gonad(ovarium atau testis) berfungsi sebagai bagian dari sumbu hipotalamus-
hipofisis-gonad. Sinyal dari hipotalamus secara tetap dibentuk di arcuata nucleus, yang
mensekresikan GnRH kedalam portal hypotalamic-pituitary system. Hal ini menunjukkan
bahwa gen bernama KISS penting dalam perkembangan sel dalam mensekresi GnRH.
Dalam menanggapi respon impuls dari GnRH, hipofisis anterior mengeluarkan
folicel stimalating hormone (FSH) dan LH, yang nanti akan menstimulasi aktifitas gonad.
Peningkatan gonadal hormone mengakibatkan feedback negatif sehingga kelenjar
pituitary menurunkan sekresi FSH dan LH. Pada testis, LH menstimulasi sel leyding
untuk mensekresikan testosteron, sedangkan FSH diperlukan untuk pertumbuhan tubular.
Pada ovarium LH bekerja pada theca dan sel interstitial untuk memproduksi progestin
dan androgen, dan FSH bekerja pada sel granulosa untuk merangsang aromatisasi
prekursor steroid untuk esterogen.

Hipogonadisme dapat terjadi jika sumbu hypotalamus-pituitary-gonad terganggu


pada tingkat manapun. Hypogonadisme hipergonadotropik (hipogonadisme primer)
mengindikasikan bahwa ginad tidka memproduksi jumlah hormon seks (steroid) yang
cukup untuk menekan sekresi LH dan FSH pada level normal. Hypogonadotropic
hypogonadisme dapat terjadi akibat kegagalan hipotalamus membentuk sinyal GnRH
atau ketidak mampuan pituitaty untuk merespon pembentukan LH dan FSH.
Hypogonadotropic hypoganadisme paling sering dijumpasi sebagai salah saru aspek dai
defisiensi multiole pituitary hormone sebagai akibat malformasi (misalnya, septooptic
dysplasia, other midline defects) atau lesi pada pituitary yang diperoleh postnatal.

Hipogonadisme hipogonadotropik Normosmic, di mana indera penciuman tidak


terganggu, telah dikaitkan dengan mutasi pada gen GNRH1, KISS1R, dan GNRHR.
Meskipun fungsi yang tepat mereka tidak jelas, gen TAC3 dan TACR3 juga telah
dikaitkan dengan normosmic hipogonadisme hipogonadotropik. Sindrom Kallmann
(anosmic hipogonadisme hipogonadotropik) telah dikaitkan dengan mutasi pada KAL1,
FGFR1, FGF8, PROK2, dan gen PROKR2. Hubungan dengan sindrom Kallmann
dianggap karena gen ini semua terkait dengan pengembangan dan migrasi neuron GnRH.
Mutasi dari gen tambahan, CHD7, yang telah dikaitkan dengan sindrom BIAYA, juga
telah ditemukan pada pasien dengan kedua normosmic atau anosmic hipogonadisme
hipogonadotropik.

Manifestasi Klinis
a. Gejala yang dapat terjadi pada perempuan meliputi:
 kurangnya menstruasi
 pertumbuhan payudara lambat atau tidak ada
 hot flashes
 hilangnya rambut tubuh
 dorongan seks rendah atau tidak ada
 discharge pada payudara
b. Gejala yang dapat terjadi pada laki-laki meliputi:
 hilangnya rambut tubuh
 kehilangan masa otot
 pertumbuhan payudara yang abnormal
 mengurangi pertumbuhan penis dan testis
 disfungsi ereksi
 osteoporosis
 dorongan seks rendah atau tidak ada
 infertilitas
 kelelahan
 hot flashes
 kesulitan berkonsentrasi
Diagnosis
Penegakan diagnosa hipogonadisme dilakukan berdasrkan :
1. Anamnesa, pemeriksaan fisik
Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang teliti dengan memperhatikan perubahan
keadaan hormonal
2. Gejala klinis yang timbul
3. Penilaian laboratorium
 Kadar testosterone serum (nilai normal serum : 3-10 ng /ml)
 Kadar gonadotropin serum
 Kariotip
 Kadar FSH dan LH
 tes stimulasi Klomifen
 Tes stimulasi GnRH, tes stimulasi hCG
 Analisis semesn untuk kuantitas serta kualitas sperma

Penatalaksanaan
 Pengobatan pasien dengan hipogonadisme hipergonadotropik melibatkan penggantian
hormon seks pada laki-laki dan perempuan.
 Untuk pengobatan pasien dengan hipogonadisme hipogonadotropik, pendekatan yang
biasa adalah penggantian hormon seks yang memulai pembangunan dan menjaga
karakteristik seks sekunder
 Hormon seks (steroid) replaceman tidak menghasilkan peningkatan ukuran testis pada
laki-laki atau kesuburan pada laki-laki atau perempuan baik. Gonadotropin atau
GnRH pengganti ditawarkan kepada pasien ketika kesuburan yang diinginkan.

Prognosis
Penderita hipogonadisme baik laki –laki maupun perempuan dapat hidup normal dengan
penggantian hormon .
4. SYNDROME ADRENOGENITAL
Definisi
Syndrome adrenogenital yang disebabkan oleh hyperplasia adrenal congenital
atau tumor adrenal malignantyang merupakan kondisi genetik yang menjadikan hiper
sekresi hormone adrenocortical androgen. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan normal pada anak-anak - termasuk perkembangan normal dari alat
kelamin yang cenderung terjadi maskulinisasi atau virilisasi pada fetus atau bayi.(4)
Etiologi
Kelebihan androgen: sintesis kortisol abnormal menyebabkan sekresi berlebihan
ACTH yang meningkatkan produksi androgen,tumor korteks adrenal.(2)
Sindrom adrenogenital disebabkan oleh kegagalan sebagian atau seluruh enzim
yang dibutuhkan untuk sintesis steroid.Penyebabnya adalah genetik bawaan yang
mengakibatkan penurunan dari enzim 21 hidrosilase yang digunakan dalam produksi
kortisol dari kelenjar adrenal dan biasanya diturunkan secara autosomal resesif.
Penyebab kelebihan androgen yang mungkin adalah kelainan enzim pada sintesis
hormon steroid, tumor penghasil testosteron atau suplai androgen iatrogenik.
Epidemiologi
Dari data pada lebih 2 juta neonatus yang discreening menunjukan bahwa
penyakit ini terjadi pada 1 dari 20.000 anggota populasi di Jepang, 1 dari 10.000 – 16.000
di Eropa dan Amerika Utara, dan 1 dari 300 di Eskimo Yupik, Alaska. Sekitar 75% bayi
yang terkena menderita bentuk virilisasi, penghilangan garam dan 25% menderita bentuk
virilisasi sederhana.Bentuk nonklasik tidak terdeteksi pada screening bayi baru lahir.
Patofisiologi
Kelainan dimana terjadi kekurangan produksi glukokortikoid yang biasanya
akibat kekurangan enzim3β hidroksidehidrogenase,21β hidroksilase,11β hidroksilase
yang digunakan unutuk pembentuk glukokotikoid pada kelenjar adrenal. Akibatnya kadar
ACTH meningkat dan zona retikularis dirangsang untuk mensekresi androgen yang
menyebabkan timbulnya tanda-tanda kelainan sekunder pria pada seorang wanita yang
disebut virilisme yang timbulnya janggut dan distribusi rambut seperti pria, otot-otot
tubuh seperti pria,perubahan suara, payudara mengecil, klitoris membesar seperti penis
dan kadang-kadang kebotakan.
Pada pria di bawah umur timbul pubertas perkoks, yaitu timbulnya tanda-tanda
kelamin sekunder di bawah umur.Pada pria dewasa gejala diatas tertutup oleh tanda-tanda
kelamin sekunder normal yang disebabkan oleh testosterone. Tetapi bila timbul sekresi
berlebihan dari estrogen dan progesterone timbul tanda-tanda kelamin sekunder wanita
antara lain yaitu ginaekomastia (payudara membesar seperti pada wanita).

Gejala Klinis
 Pada wanita
- Timbul sifat jantan
- Tumbuh jengot
- Suara menjadi berat
- Botak jika memiliki bakat genetik
- Distribusi rambut pada tubuh dan pubis seperti pada laki-laki
- Klitoris tumbuh seperti penis
- Penimbunan protein pada kulit dan otot sehingga tampak seperti laki-laki
 Pada laki-laki prepubertas
- Tumor adrenal yang menyebabkan virilisasi juga akan menimbulkan gejal-gejal yang
mirip dengan gejala yang timbul pada wanita
- Pertumbuhan organ kelamin pria yang cepat
- Timbulnya nafsu seksual pria
 Pada pria dewasa
Sifat virilisasi sindrom adrenogenital biasanya secara sempurna tertutup oleh
sifat-sifat virilisasi yang normal akibat testosteron yang disekresikan oleh testis.

Diagnosis
1. Anamnesis dan manifestasi klinis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan steroid urine, terutama indeks okigenaseakan memastikan diagnosis.
Peningkatan 17 ketosteroid urin sebanyak 10-15 kali dari jumlah normalnya.
Kadar normal ekskresi 17-ketosteroid:
 Pria : 28-88µmol/hari atau 7-25mg/hari
 Wanita : 14-52µmol/hari atau 4-15 mg/hari

Penatalaksanaan
Pada tipe salt loosing, pemberian kortikosteroid dan garam dapat menghindarkan
pasien dari kematian.Selanjutnya pengobatan dilanjutkan dengan Pemberian kortison untuk
menekan ACTH dan pemberian kortikosteroid yang menekan produksi androgen berlebihan,
yang berlangsung sampai pubertas normal dan munculkembali fungsi gonad. Pembedahan
untuk mengoreksi kelainan genitalia eksterna.(2)
Prognosis
Respon terhadap pengobatan memberikan hasil yang baik dan fertilitas normal,
pasien mengalami respon stress tidak adekuat, tetapi harapan hidup masih baik, kecuali
pada bentuk terberat.(2)
DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson, sylvia price. 2005. “PATOFISIOLOGI Konsep Klinis dan Penyakit EDISI
6 Vol. 2”. Jakarta: EGC
2. Clarke. Klinefelter. Genetika Manusia dan Kedokteran. Edisi 3. EGC. 2005.
3. Clarke. Klinefelter. Dalam: Genetika Manusia dan Kedokteran. Edisi Ke-3. EGC.
2005.
4. Davey,Patrick.Hipogonadisme .At a Glance Medicine.Jakarta: Erlangga.2005.hal :
283
5. Guyton AC, Hall JE. Hormon Adrenokortikal. Dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC.. Hal 1008-1009.
6. Laporan Nilai Laboraturium Klinis yang penting.
Isselbacher,brswnwald,wilson,martin,fauci.kasper.Dalam: Prinsip Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam Horrison. Edisi ke-13.Volume 5 .jakarta : EGC.2000
7. Piliang S. Kelenjar Adrenal dan Penyakitnya. W. Sudoyo Aru, Setiyohadi B, Alwi I,
K Simadibrata M, Setiati S. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jilid
III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007.
hal 1984.
8. Speroff L, Fritz MA. Clinical gynecologic endocrinology and infertility. 7th edition.
California: Lippincott Williams & Wilkins; 2005
9. Sudoyo AW, setiyohadi B, Idrus Alwi, Marecellus SK, Siti Setiati. Genetik. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. FKUI. 2006.
10. http://www.scribd.com/doc/59044666/Sindrom-Klinefelter-Adalah-Kelainan-
Genetik-Yang-Biasanya-Banyak-Terjadi-Pria
11. http://emedicine.medscape.com/article/945649-overview#showall
12. http://www.rightdiagnosis.com/medical/adrenogenital_syndrome.htm
13. https://www.scribd.com/doc/223680549/Referat
14. Puberthttp://idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/masalah-pubertas-pada-anak-
dan-remajaas-Prekoks-Frank

Anda mungkin juga menyukai