Dalam jurnal pertama tentang menggambarkan praktik memandikan
pasien di ICU, hasilnya yaitu lebih dari tiga perempat perawat mempraktikkan mandi yang tidak semestinya dari 60 perawat di rumah sakit Alexandria, Mesir. Alasan yang menghambat praktiki mandi di tempat tidur adalah sumber keuangan, kurangnya peralatan, tidak ada kebijakan, kurangnya pengetahuan, serta beban kerja. Terdapat dua penelitian tentang efektivitas penggunaan Chlorhexidine gluconate dalam ICU (jurnal 2 dan jurnal 5), pertama menggunakan 90 bak mandi selama 5 hari, hasilnya 4 bak yang kembali positif terdapat pertumbuhan mikroba gram positif. Pengurangan 95,5% pertumbuhan bakteri dengan menggunakan Chlorhexidine gluconate dibandingkan penggunaan sabun dengan air. Kedua, mengevaluasi dampak penggunaan Chlorhexidine gluconate (CHG) untuk mengurangi infeksi terkait kesehatan. terdapat 325 pasien dengan setidaknya 1 pasien dicurigai sepsis, sampel dibagi menjadi kelompok intervensi (menggunakan CHG) dan kelompok kontrol (menggunakan air dan sabun) hasilnya, kejadian infeksi menurun secara signifikan pada kelompok intervensi (29 vs 56; P ¼, 01). Selanjutnya terdapat dua jurnal yang meneliti tentang efektivitas intervensi protokol InSPiRE (jurnal 3 dan jurnal 4), pertama intervensi protokol InSPiRE yang dilakukan untuk perawatan kulit pasien ICU mengurangi kejadian penyakit dermatitis. Sampel menggunakan 207 pasien, hasilnya insiden dermatitis terkait inkontinensia lebih rendah pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Kedua, intervensi protokol InSPiRE untuk memperbaiki integritas kulit pasien kritis akibat dari tekanan yang dikarenakan bedrest di ICU. Hasilnya dari 207 pasien (105 intervensi, 102 kontrol) kejadian kumulatif cedera tekanan secara signifikan lebih rendah pada kelompok intervensi (18,1%) dibandingkan kelompok kontrol (30,4%). Jurnal ke enam mendeskripsikan tentang praktik perawat RN di ICU tentang kualitas mandi pasien kritis. Penelitian dilakukan selama 28 hari pada empat ICU memiliki 77,25 tempat tidur terbuka. Jumlah kuesioner 539 yang dikembalikan, hasilnya 1767 tempat tidur dan satu tempat tidur mandi per pasien per hari, pada 349 episode tempat tidur-mandi, 54,7% pasien diberi ventilasi mekanis, mandi dilakukan antara pukul 02.00 dan 06.00 dalam 161 episode, memakan waktu 15-30 menit, dan selesai dalam 8 jam terakhir dalam 304 episode. Bahan pembersih yang digunakan 71% (n=379) menggunakan sabun seimbang pH atau sabun cair dan air dibandingkan dengan spons/kain yang diresapi chlorhexidine yaitu 16,1% (n=86), sedangkan penggunaan agen lain seperti kain lap pra-kemasan sebesar 12,2% (n-65). Jurnal ketujuh meneliti tentang efektivitas penggunaan tea tree oil (TTO) dibandingkan dengan perawatan standart (Johnson’s Baby Softwash (JBS)) tentang penurunan kolonisasi Staphylococcus aureus (MRSA). Hasilnya, dari 445 pasien diacak, setelah pengacakan 54 pasien ditarik karena layar MRSA positif pada saat masuk studi, 11 kurang persetujuan, 11 diacak secara tidak tepat dan 2 memiliki reaksi yang merugikan. 39 pasien (10%) mengembangkan kolonisasi MRSA baru (JBS 11,2%, TTO 8,7%). Dibandingkan JBS, memandikan menggunakan TTO tidak bisa direkomendasikan sebagai saranan pengurangan efektif koloniasi MRSA. Jurnal ke delapan yaitu menguji efek dari penggunaan pembersih asam dengan sabun pada pH permukaan kulit dan mikro-flora pada pasien di ICU. Sampel menggunakan 43 pasien, 19 pasien dimandikan dengan sabun selama empat minggu, dan 24 pasien dimandikan menggunakan cairan pembersih asam (pH 5,5) selama empat minggu di periode kedua dengan frekuensi mandi setiap hari. Hasilnya, pengukuran pH kulit lebih rendah pada pasien yang dicuci dengan pembersih pH 5,5 daripada yang dicuci menggunakan sabun. Jumlah bakteri tidak berbeda secara statistik diantara dua kelompok, menunjukkan bahwa jumlah bakteri dipengaruhi secara signifikan oleh durasi tinggal di ICU (p=0,0032).