Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Bangunan Budi Pradono


2.1.1 Konsep Desain
Budi Pradono selalu menerapkan konsep bangunan dengan menggunakan konsep
desain Green Architecture. Perubahan besar dalam metode perancangan dapat
menghasilkan bangunan kontemporer yang berkesinambungan dengan arsitektur hijau
atau green architecture yang lebih tanggap akan isu mengenai lingkungan sekitar,
sehingga dapat mengatasi pemanasan global, penghematan energy, dan pengelolaan
lingkungan. (Budi Pradono)
Green Architecture disini dapat diartikan sebagai sustainable, ramah lingkungan,
dan bangunan yang memiliki performa yang bagus. Indikasi green architecture disebut
sebagai green jika dikaitkan dengan antara lainnya penggunaan sumber yang dapat
terbaharui, pengurangan penggunaan energi, dan zero energy building dengan
memaksimalkan penutup atap. (Budi Pradono)
Konsep green diterapkan dalam karya rancangan bangunan Budi Pradono, salah
satunya pada bangunan Bloomberg Office. Pada bangunan ini Budi Pradono
menerapkan desain yang memaksimalkan pencahayaan alami pada setiap lantai kantor,
penggunaan alat yang dapat mendeteksi pengurangan penggunaan pencahayaan buatan.
Ahmett Salina Studio di Jakarta Selatan adalah salah satu rancangan dimana open
space ditambahkan agar ruang hijau didepan bangunan lebih luas dan dapat digunakan
bersama dengan tetangga-tetangganya. Rumah ini juga 'menggunakan dinding tetangga'
untuk penghematan resource, serta memanfaatkan elemen bambu untuk secondary skin
yang dapat menetralisir panas matahari.
AA House di Cipinang, Jakarta Timur dikonsep dengan keleluasaan ruang-ruang
untuk saling overlap satu sama lainnya. Ruang tamu dan musholla dapat dibuka dan
mencairkan ruang lebih luas. Roof garden dibuat pada tiap lantai hingga atapnya.
Tetaring Kayumanis Restaurant berlokasi di Nusa Dua, Bali. Konsep green
design sangat terlihat pada bangunan ini, Budi Pradono mengeksplor bahan material lokal
pada bangunan ini.
Bahan material utama yang digunakan adalah bambu. Bambu adalah bahan
alternatif untuk konstruksi. Bambu memiliki pertumbuhan yang sangat cepat, yaitu bisa
digunakan pada umur 3 tahun, sedangkan kayu baru bisa digunakan pada umur 10 tahun.
Bangunan ini mampu bersatu dengan alam. Penutup atap yang terbuat dari bambu
dapat mengurangi panas dan suara hujan yang dibawahnya terdapat atap seng. Pada siang
hari sinar matahari dapat masuk melalui celah atap ke dalam ruangan, sehingga pada
siang hari cahaya tambahan tidak terlalu diperlukan.
Sebagai atap, bambu telah mengurangi panas matahari, sehingga bangunan ini tidak
banyak membutuhkan penghawaan buatan seperti pada bangunan lainnya.
Rumah Bambu ini merupakan rumah tinggal keluarga Pradono di Desa Tetep
Wates Argomulyo, Salatiga, Jawa Tengah. Desain lima atap rumah ini memiliki bentuk
menyerupai gunung yang melambangkan lima gunung yang mengelilingi Salatiga, yaitu
Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Andong, Gunung Ungaran, dan Gunung
Telomoyo konsep green design yang diterapkan oleh Budi Pradono ialah penggunaan
bahan material yaitu bamboo, batu bata, dan batu alam.
Dari konsep-konsep desain tersebut, terdapat upaya Budi Pradono untuk
menghadirkan 'green design' dalam rancangan arsitekturnya, dimana letak 'green' pada
tiap bangunan bisa berbeda sesuai dengan tuntutan dan kondisi yang ada.
2.2 Penghawaan Alami
Penghawaan alami merupakan proses pertukaran udara untuk menciptakan udara yang
nyaman di dalam bangunan. Dalam kondisi alam seperti Indonesia, yaitu dengan suhu udara
dan kelembaban yang tinggi dan tingkat kecepatan angina rata – rata yang rendah, ventilasi
selain berfungsi sebagai kesehatan dan kenyamanan penghuni juga ditujukan untuk menjaga
keawetan benda- benda yang ada didalam bangunan agar mencegah dari kelembaban yang
tingg, sehingga standart ach yang dianjurkan adalah 30. (Moore, 1993)
2.2.1 Ventilasi Alami
(Broadbent, 1973), Pencapaian sistem ventilasi alami dapat dicapai dengan
memperhatikan beberapa hal
1. Site dan keadaan tapak
2. Bentuk dan desain bangunan
3. Perencanaan dan desain interior
Gambar 2.1 Letak bukaan dan pergerakan angin.

Sumber: Givoni, B. 1981

Letak bukaan dapat menentukan bagaimana pergerakan udara dapat menyentuh


ujung-ujung ruangan atau tidak. Letak bukaan yang bersebrangan ujung ke ujung
umumnya dapat membantu pergerakan udara dengan lebih baik. Dan adanya pembatas
pada ruangan dapat mempersempit ruang aliran udara, sehingga memungkinkan
terjadinya angin mati pada titik-titik tertentu. Ada 3 penerapan prinsip ventilasi yang
berbeda untuk ventilasi alami, yaitu:
a. Ventilasi Tunggal (Single Ventilation)

Gambar 2.2 Ventilasi sisi (Single Ventilation).


Ventilasi tunggal tergantung terhadap bukaan yang terdapat hanya pada satu sisi
saja. Udara segar yang masuk ke dalam ruangan melalui sisi yang sama dengan
udara yang keluar.
b. Ventilasi Silang (Cross Ventilation)
Ventilasi silang terjadi ketika udara mengalir di antara dua sisi selubung bangunan,
melalui angin yang disebabkan karena perbedaan tekanan antara keduanya.
Gambar 2.3 Ventilasi silang (cross ventilation).

c. Ventilasi Atap (Stack Ventilation)


Gambar 1. Ventilasi Atap (Stack Ventilation)

Gambar 2.3 Ventilasi atap (stack ventilation).


Ventilasi atap terjadi di mana kekuatan pendorong menyebabkan arus udara keluar
dari bangunan, dan menarik udara segar melalui vebtilasi pada tingkat rendah.
Merancang outlet yang disebablan oleh perbedaan tekanan, dapat meningkatkan
efektivitas ventilasi silang. Hal tersebut dapat dicapai diantaranya dengan,
menyesuaikan tinggi lantai dengan tinggi langit-langit, memiringkan profil dari
atap atau menerapkan cerobong (atrium).

Prinsip-Prinsip Ventilasi Alami

1) Sirkulasi Udara Dengan Sistem Ventilasi Horisontal

Perancangan tata ruang yang benar harus dengan memperhatikan kelancaran


sirkulasi atau pengaliran udara yang dapat melalui seluruh ruang-ruang yang
dirancang. Kelancaran aliran/ sirkulasi udara pada suatu susunan ruang bisa
diperoleh dengan:
1. Membuat lubang-lubang ventilasi pada bidang-bidang yang saling berseberangan
(cross ventilation),

2. Memanfaatkan perbedaan suhu pada masing-masing ruang, karena udara akan


mengalir dari daerah dengan suhu rendah (yang mempunyai tekanan tinggi) ke
daerah dengan suhu tinggi (yang mempunyai tekanan rendah).

Dengan memperhatikan dua hal diatas, dalam perancangan tata ruang, perlu
dipikirkan

1. Spesifikasi arah angin dominan pada suatu lokasi dimana bangunan akan
didirikan

2. Dengan memperhitungkan perancangan tata ruang yang dapat menghasilkan


ruang dengan kondisi suhu ruang yang bervariasi, untuk mengarahkan dan
memperlancar sirkulasi udara ruang, yaitu dengan upaya pengolahan
pelubangan-pelubangan yang berbeda-beda.

Pada kasus-kasus tertentu dapat terjadi, angin yang datang masuk ke ruangan
ternyata terlalu kencang, sehingga justru menimbulkan perasaan yang tidak
nyaman. Untuk mengatasi hal ini perlu dipikirkan dan diupayakan adanya semacam
louvre atau kisi-kisi yang dipasang pada lubang tersebut. Kisi-kisi tersebut
berfungsi sebagai sarana untuk membelokkan dan memperlambat kecepatan angin
yang masuk ruangan, sehingga ruangan bisa terasa nyaman. Menurut Brown
(1987:87) menyatakan bahwa dengan dipasangnya louvre atau kisi-kisi tersebut,
dapat mengurangi kecepatan angin dari 9-40 km/jam menjadi 5–7,5 km/jam.

2) Sirkulasi Udara Dengan Sistem Ventilasi Vertikal


Mangunwijaya (1980:153) menyebutkan bahwa prinsip perancangan ventilasi
vertikal adalah berdasarkan suatu teori bahwa udara kotor dan kering akan selalu
mengalir keatas secara alamiah, sedangkan udara segar dengan berat jenis yang
lebih besar akan selalu mengalir kebawah atau selalu mendekati lantai.

Prinsip diatas harus diperhatikan dalam upaya perancangan tata ruang, sehingga
pembuangan udara kotor keluar ruangan dan suplai udara segar ke dalam ruangan
dapat terpenuhi.

Penerapan prinsip-prinsip tersebut pada perancangan fisik ruang mencakup yaitu:

1. Pelubangan dan atau kisi-kisi pada langit-langit, yang memungkinkan udara


kotor dan kering bisa menerobos keluar ruangan secara vertikal,

2. Adanya pori-pori pada atap, aplikasinya pada susunan genting yang masih
mempunyai sela-sela.

3. Penerapan “skylight”, yaitu upaya memanfaatkan sinar matahari dengan sistem


pencahayaan dari atap, yang dikombinasikan dengan lubang-lubang ventilasi
vertikal pada daerah tersebut, dengan demikian panas akibat adanya radiasi
sinar matahari dari skylight bisa berfungsi sebagai penyedot udara, hal ini
disebabkan didaerah tersebut terjadi tekanan udara rendah akibat timbulnya
kenaikan suhu udara,

Mangunwijaya juga menyebutkan bahwa, perencanaan penghawaan alami pada


perencanaan bangunan akan lebih efektif apabila merupakan penggabungan antara
sistem ventilasi horisontal dengan sistem ventilasi vertikal, karena kedua sistem
tersebut akan saling menunjang. Berdasarkan penelitian, upaya tersebut ternyata
bisa menaikkan tingkat keberhasilan 10% dibandingkan apabila sistem tersebut
diterapkan secara terpisah.

Manfaat Ventilasi

Untuk kenyamanan, ventilasi berguna dalam proses pendinginan udara dan


pencegahan peningkatan kelembaban udara (khususnya di daerah tropika basah)
seperti Indonesia. Aplikasi ventilasi alami dalam aspek perancangan yaitu dengan
menurunkan suhu panas dalam ruangan bangunan, yaitu dengan:
- Perancangan orientasi bangunan dengan bentuk memanjang, dan orientasi ke
arah Utara-Selatan, sehingga sisi bangunan yang pendek menghadap arah
Timur-Barat yang menerima radiasi matahari langsung.
- Pemaksimalan pada bukaan-bukaan pada ruangan bangunan menggunakan
jendela,maupun pintu. Penghawaan alami membutuhkan inlet dan outlet
sehingga dapat terhjadi aliran pengudaraan. Sebisa mungkin outlet harus lebih
besar daripada inlet ,agar terjadi pertukaran udara. Aliran udara yang mengalir,
tidak hanya dipengaruhi oleh bukaan-bukaan saja. Melainkan juga dipengaruhi
oleh penempatan-penempatan tanaman di sekitarnya,udara akan berbelok jika
vegetasi atu tanaman menghalangi sirkulasi udara.
- Ventilasi silang

Keefektifan tingkat penghawaan dalam suatu bangunan ditentukan oleh


ventilation flow rates (rate ventilasi) yang dihitung sebagai jumlah udara per
m3 yang dapat dialirkan ke dalam bangunan atau ruangan setiap jamnya. Hal
ini lebih dikenal dengan istilah rate air change per hour. Rate air change per
hour tidak memiliki satuan namun sangat tergantung pada volume ruangan atau
bangunan yang akan dialiri udara. Menurut Moore (1993) menjelaskan bahwa
khusus untuk bangunan di negara tropis lembab disarankan pemakaian 30 ach
sebagai standar. Cooling ventilation sangat penting artinya bagi bangunan yang
berada di negara tropis lembab dengan rata-rata suhu harian tinggi. Ventilasi
akan lebih lancar bila didukung dengan kecepatan udara yang memadai. Pada
kondisi udara hampir tidak bergerak (kecepatan sangat kecil atau 0 m/det),
desain jendela harus mampu mendorong terjadinya pergerakan yang lebih
cepat atau memperbesar kecepatan udara.

Bukaan

Jendela

Kata jendela “Window” berasal dari Old Norse vindauga, asal kata vindr
"wind" dan auga "eye". Kata "Vindauga" masih digunakan di Icelandic, dialek
bangsa Norwegia yang digunakan untuk menyebut window. Kata window dikenal
pada awal abad 13, dimaksudkan kepada lubang tanpa kaca pada bagian dalam atap.
Secara historis “windows” dirancang dengan permukaan paralel pada dinding
vertikal bangunan. Rancangannya membolehkan cahaya matahari dan panas
menekan masuk kedalam bangunan. Rancangan umum kemiringannya kira-kira 45-
35 derajat dari sudut datangnya cahaya matahari.

Menurut Mary Guzowski rancangan dan bentuk jendela adalah


pertimbangan yang paling akhir. Ukuran, posisi, karakteristik seksional, dan
berhubungan dengan permukaan lainnya akhirnya mendefinisikan pengalaman
luminasi di dalam ruang. Jendela memainkan banyak peran dan mengambil banyak
tugas. Jendela dapat ditempatkan didalam, penyaring dari bagian luar, bingkai dari
pemandangan dan banyak lainnya. Banyak program, estetika dan faktor
pengalaman dipertimbangkan dalam menentukan bentuk jendela yang sesuai.

Ukuran Jendela
Gambar 2. Tipe jendela dan Area Efektif yang Mengalirkan Udara

Sumber: Christina E. Mediastika. 2002


Perhatian selalu kepada ukuran jendela (atau Glazing Area/daerah kaca)
karena dampak dari daerah kaca pada konsumsi energi. Ukuran jendela dan
pengaruhnya pada pencahayaan alami harus selalu dipertimbangkan dari perspektif
yang lebih luas dimana mungkin termasuk hubungan pada lokasi, potensi lokasi
atau mood dari cahaya, kenyamanan manusia, wayfinding, artikulasi dari bentuk,
dan relief visual.

Jendela yang kecil secara tipikal menciptakan kutub yang berbeda dari
pencahayaan yang menghadirkan ruang dengan irama dari cahaya dan bayangan.
Jendela yang kecil mendefinisikan batasan antara bagian dalam dan bagian luar
yang mana ditekankan oleh kontras antara Massa dan Dinding dan daerah kecil dari
kaca. Apabila ukuran jendela ditambah akan bersesuaian dengan pengurangan
keduanya kontras cahaya dan bayangan dan batasan antara bagian dalam dan bagian
luar. Jendela yang kecil dapat digunakan untuk membingkai pemandangan tertentu
atau hubungan pada bagian luar, fokus perhatian pada tampilan lingkungan yang
spesial atau unik. Sebaliknya ukuran jendela yang besar menciptakan kekurangan
batasan diskriminasi antara bagian luar dan bagian dalam-hal itu memasukkan
lokasi dan landscape kepada interior.

Posisi Jendela
Posisi jendela pada dinding atau plafon berpengaruh bagaimana cahaya
akan didistribusikan dan hubungan apa yang akan terjadi dengan pekerjaan,
aktivitas dan pengalaman dalam ruang. Jendela rendah, sebagai contoh,
menyediakan kesempatan untuk mengambil keuntungan dari pemantulan cahaya
dari tanah, yang mana dapat dilangsungkan kembali dari permukaan eksterior dan
lantai untuk membawa cahaya kedalam ruang (mengasumsikan bahwa warna-
cahaya permukaan digunakan dan lantai tidak dihalangi oleh objek). Posisi jendela
yang rendah, kesempatan yang terbaik untuk memberikan hubungan visual
langsung kepada lokasi dan landscape. Posisi jendela yang sedang sangat populer
untuk mengkombinasikan pemandangan, pemantulan cahaya, dan optimalisasi
lokasi untuk ventilasi dalam yang dekat dengan penghuni. Apabila tinggi jendela
ditambah, menjadi sangat privasi. Jendela yang tinggi menggantikan hubungan
visual dari bumi menuju langit, yang juga membolehkan cahaya untuk menekan
kedalam pada ruang. Harus lebih hati-hati dengan jendela yang tinggi karena
permukaan dibawah jendela mungkin keluar dari pembayangan, dapat menciptakan
kontras yang berlebihan antara jendela dan dinding
2.3 Kenyamanan Termal
2.3.1 Definisi Kenyamanan Termal
Kenyamanan termal merupakan kondisi dari pikiran manusia mengenai kepuasan
dengan lingkungan termal (Nugroho, 2011). Kenyamanan termal terkait dengan
bangunan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang dapat memberikan kenyamanan
bagi penghuninya terhadap suhu dalam ruang bangunan (Karyono, 2001).
Kenyamanan termal merupakan suatu kondisi dimana manusia dapat merasakan
kenyamanan termal ketika tidak membutuhkan peningkatan ataupun penurunan suhu
dalam ruang (Mclntyre, 1980). Kenyamanan termal merupakan suatu keadaan adanya
kenyamanan terhadap kondisi termal pada sekitarnya, khususnya pada dalam ruang
bangunan (ASHRAE, 2009).
2.3.2 Faktor – faktor yang Menpengaruhi Kenyamanan Termal
Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kenyamanan termal, yaitu faktor
fisiologis ataupun pribadi dari manusia itu sendiri yang terdiri dari metabolism tubuh,
pakaian yang dikenakan, dan aktivitas yang dilakukan, kemudian faktor iklim yang
terdiri atas temperature udara, kelembaban udara, radiasi, dan kecepatan udara.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kenyamanan termal diantaranya,
temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin, insulasi pakaian, serta aktivitas.
a. Temperatur Udara
Temperatur udara merupakan salah satu faktor utama yang menentukan dalam
kenyamanan termal. Satuan yang digunakan untuk temperatur diantaranya, Celcius,
Reamur, Fahrenheit, dan Kelvin. Temperatur udara suatu daerah dengan daerah lain
memiliki temperature yang berbeda. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa
faktor diantaranya, ketinggian suatu tempat (dataran tinggi ataupun dataran rendah),
arus laut, lamanya penyinaran matahari, arah angina, awan, dan sudut datang sinar
matahari.
b. Kelembaban udara
Kelembaban udara merupakan kandungan uap air dalam udara, sedangkan
kelembaban relative merupakan raiso antara jumlah uap air dengan jumlah
maksimum uap air yang dapat ditampung di udara pada temperatur tertentu.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kelembaban udara, yakni radiasi matahari,
tekanan udara, ketinggian tempat, suhu, kerapatan udara, dan angin.
c. Kecepatan Angin
Kecepatan angin adalah kecepatan aliran udara yang bergerak secara mendatar atau
horizontal pada ketinggian dua meter diatas tanah. Faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi kecepatan angin, antara lain berupa gradien barometris, tinggi lokasi,
lokasi, dan waktu.
d. Insulasi Pakaian
Salah satu cara manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar ialah
dengan cara berpakaian. Bahan dan jenis pakaian yang digunakan juga dapat
mempengaruhi kenyamanan termal. Contohnya, saat musim panas memakai pakaian
yang tipis dengan warna yang tidak gelap dan pakaian tebal pada musim dingin.
Pakaian juga berfungsi sebagai pelepasan suhu panas tubuh, sehingga merupaka
salah satu faktor yang penting dalam kenyamanan termal khususnya pada diri
manusia itu sendiri.
e. Aktivitas

Anda mungkin juga menyukai