Y DENGAN HALUSINASI
PENDENGARAN DAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG KRESNA LAKI-LAKI
RS DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
Disusun oleh:
Aminatus Sa’diyah
Dewi Rahmatika
Fidinia Hastuti
Musiskah
Qoys M. Iqbal A
Risma Budianti
Sumaryani
Ummi Zulaikhah
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan suatu kebutuhan tiap individu yang sangat
penting. Oleh karena itu kesehatan jiwa harus juga diperhatikan. Selain hal ini
merupakan peran petugas kesehatan, tetapi merupakan hal yang menuntut
adanya keselarasan dan kerja sama dari berbagai pihak selain individu itu
sendiri, keluarga maupun lingkungan (Yosep, 2007).
Seiring dengan perubahan jaman, peran perawat kesehatan jiwa mulai
muncul pada tahun 1950-an. Maramis (2005) menggambarkan beda
perawatan kesehatan jiwa dengan perawatan umum yaitu adanya terapi sikap.
Perawat menggunakan sikap yang baik dalam menyembuhkan pasien. Dalam
mengimplementasikan terapi ini, perawat mendemonstrasikan penerimaan,
pengertian tentang klien, meningkatkan motivasi dan partisipasi. Pada
realitas, klien diperlakukan secara individual dan unik, jadi sikap perawat
harus sesuai dengan masalah yang dihadapi pasien.
Perawatan kesehatan jiwa adalah proses berhubungan yang
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang akan menyokong integritas
fungsi. Yang dimaksud klien meliputi individu, kelompok, keluarga,
organisasi atau masyarakat. Menurut American Nurses Association (ANA)
divisi perawatan kesehatan jiwa, mendefinisikan perawatan kesehatan jiwa
sebagai area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu
perilaku manusia dan diri sendiri secara terapeutik untuk meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa klien dan meningkatkan
kesehatan mental masyarakat dimana klien berada. (Yosep, 2007).
Di era globalisasi ini sering kita jumpai masalah- masalah yang harus
kita hadapi, masalah tersebut bisa berasal dari faktor-faktor internal dan
eksternal. Tidak semua individu memiliki koping yang efektif, sehingga
dapat menimbulkan masalah-masalah gangguan jiwa, salah satunya adalah
halusinasi (Arif Widodo, 2005).
1
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan
persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Jenis-jenis
halusinasi antara lain halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan,
halusinasi penghidu, halusinasi peraba, dan halusinasi pengecap.
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).
Menurut Townsend, M.C perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik baik pada diri sendiri maupun orang lain. Akibat dari resiko perilaku
kekerasan yaitu adanya kemungkinan mencederai diri, orang lain dan
merusak lingkungan adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungannya. Kondisi ini biasanya akibat
ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif.
Berdasarkan hal-hal di atas kami penulis tertarik untuk mengangkat
masalah halusinasi dan perilaku kekerasan pada Tn.Y di ruang Kresna laki-
laki Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor.
B. RUMUSAN MASALAH
Tn. Y (41 tahun) dibawa ke RS dengan alasan 3 hari dirumah tidak bisa
tidur, marah-marah dan merasa kesal dengan anaknya. Klien mudah
tersinggung, tampak bicara dan tertawa sendiri, dan malas merawat diri.
Sebelumnya klien pernah di rawat di RS ini pada bulan Januari 2014.
Pengobatan sebelumnya klien pernah melakukan rawat jalan juga dan klien
mengatakan obatnya tidak diminum,
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang muncul
adalah “Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada klien T n . Y dengan
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan risiko perilaku
kekerasan di ruang Kresna laki-laki Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi
Bogor.
2
C. TUJUAN PENULISAN
a) Tujuan Umum
Untuk menjelaskan gambaran proses asuhan keperawatan pada klien Tn. Y
dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan risiko
perilaku kekerasan di ruang Kresna laki-laki Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki
Mahdi Bogor.
b) Tujuan Khusus
1. Dapat menggambarkan hasil pengkajian, analisa data, perumusan
masalah keperawatan, pohon masalah, dan menetapkan diagnosa
keperawatan pada T n . Y d e n g a n h a l u s i n a s i p e n d e n g a r a n
d a n r i s i k o p e r i l a k u k e k e r a s a n di ruang Kresna laki-laki
Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
2. Dapat menjelaskan rencana tindakan keperawatan dan
implementasi pada T n . Y d e n g a n h a l u s i n a s i p e n d e n g a r a n
d a n r i s i k o p e r i l a k u k e k e r a s a n di ruang Kresna laki-laki
Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
3. Dapat mengevaluasi perkembangan T n . Y d e n g a n h a l u s i n a s i
p e n d e n g a r a n d a n r i s i k o p e r i l a k u k e k e r a s a n di ruang
Kresna laki-laki Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dari
tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
D. RUANG LINGKUP
Makalah ini merupakan hasil pengkajian dari T n . Y dengan
h a l u s i n a s i p e n d e n g a r a n d a n r i s i k o p e r i l a k u k e k e r a s a n di
ruang Kresna laki-laki Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor.
Makalah ini menyajikan tentang data hasil pengkajian, analisa data, masalah
keperawatan, pohon masalah, diagnosa keperawatan, rencana tindakan
keperawatan, tindakan keperawatan yang dilakukan, dan catatan
perkembangan pada Tn.Y.
3
E. PROSES PEMBUATAN MAKALAH
Proses pembuatan makalah ini terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya:
1. Studi kasus
Anggota kelompok menganalisa masalah yang dianggap unik di ruangan
untuk dijadikan tema diskusi kasus.
2. Studi literatur
Anggota kelompok melakukan kajian pada literatur/textbook terkait teori
halusinasi pendengaran.
3. Pengkajian komprehensif
Anggota kelompok melakukan pengkajian menyeluruh meliputi: identitas
klien, alasan masuk, faktor predisposisi, keluhan fisik, psikososial, status
mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, maupun aspek
medis. Selanjutnya, anggota kelompok membuat prioritas masalah
berdasarkan pohon masalah dan analisa data subjektif dan objektif.
4. Proses pelaksanaan tindakan keperawatan
Anggota kelompok melakukan intervensi yang telah direncanakan pada
pasien yang didiskusikan.
5. Analisa Kasus
Anggota kelompok mendiskusikan adanya keterkaitan atau kesenjangan
antara teori dan praktik di lapangan terkait proses keperawatan, meliputi:
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
6. Penyimpulan
Anggota kelompok menyimpulkan hasil pembahasan masalah yang telah
dibuat.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan membahas uraian diagnosa keperawatan yang meliputi
halusinasi,dan risiko perilaku kekerasan, penatalaksanaan regimen terapeutik tidak
efektif, dan koping keluarga tidak efektif. Masing-masing diagnosa akan diuraikan
pengertian, etiologi, manifestasi klinis, proses terjadinya/ psikopatologi, pohon
masalah, diagnosa keperawatan, serta data yang perlu dikaji.
A. Konsep Sehat-Sakit
1. Definisi Sehat
Menurut WHO sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna
baik fisik, mental, dan sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit fisik
dan kelemahan. Menurut Undang-Undang Kesehatan RI No.23 Tahun
1992 sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.
2. Definisi Sakit
Menurut Parson dalam Asmadi (2008) sakit adalah
ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia termasuk sejumlah
sistem biologis dan kondisi penyesuaian. Menurut Bauman dalam
Asmadi (2008) terdapat tiga kriteria keadaan sakit, yaitu adanya gejala,
persepsi tentang keadaan sakit, dan sakit yang dirasakan, dan
kemampuan beraktivitas sehari-hari menurun. Rentang sehat dan sakit
adalah skala ukur hipotesis untuk mengukur keadaan sehat atau
kesehatan seseorang (Asmadi, 2008).
5
a. Lingkungan
Lingkungan memberi pengaruh yang besar terhadap status
kesehatan individu yang terdiri dari lingkungan fisik, ekonomi,
sosial, dan budaya
b. Perilaku
Perilaku tergantung pada individu, jika individu berperilaku
baik maka akan menjadi sehat dan sebaliknya. Adapun faktor
yang mempengaruhi perilaku yaitu pendidikan, adat istiadat,
kepercayaan, kebiasaan , dan sebagainya.
c. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi status kesehatan
individu dan masayarakat.
d. Keturunan
Faktor gen dapat mempnegaruhi status kesehatan
seseorang, contohnya adalah penyakit diabetsem melitus.
Dari beberapa faktor tersebut yang mempunyai andil besar dalam
kesehatan adalah faktor lingkungan 45% dan faktor perilaku 35%.
B. Gangguan Jiwa
Kartini Kartono (2006) menjelaskan pengertian penyakit jiwa bahwa:
1. penyakit jiwa bukanlah penyakit keturunan semata, namun lebih
banyak disebabkan oleh tekanan-tekanan batin dan faktor-faktor
sosial;
2. penyakit jiwa bukan tidak bisa disembuhkan, kemungkinan
kesembuhannya masih bisa diusahakan;
3. penyakit mental tidaklah datang secara tiba-tiba, tapi bibit-bibitnya
telah ada sebelumnya, sebab-sebab yang bersifat kompleks dari
kejadian-kejadian masa lalu. Misalnya, kematian seorang yang
dikasihi, kebangkrutan finansial, dan sebagainya.
4. penyakit mental bukanlah noda hitam dari suatu dosa, sebab
penyakit mental merupakan akibat dari sebab-sebab sosial yang
6
lumrah; merupakan produk dari tekanan kehidupan sehari-hari, dan
umum terjadi.
5. penyakit mental bukanlah penyakit tunggal, tapi banyak
penyebabnya dan saling terkait. Misalnya gangguan psiko-neurosa
biasanya bertalian dengan anxiety-neurosis, ketakutan-ketakutan
yang riil; reaksi dissosiasi terhadap lingkungan, histeria konversia,
fobia-fobia, kompulsif, obsessif, dan sebagainya.
6. seks bukanlah sebab penyakit mental, tapi menjadi salah satu unsur
saja. Yang utama adalah perasaan bersalah, ketakutan, ketidak-
puasan, yang menyertainya. Perasaan itu sendiri bisa terjadi oleh
perilaku-perilaku lain, bukan hanya disebabkan seks.
Dari uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud penyakit
jiwa bukanlah semata kondisi mental yang ditandai perilaku yang
"berbeda" dengan orang pada umumnya. Keadaan kalut, gelisah, marah,
dan sebagainya, juga merupakan bentuk perilaku jiwa yang abnormal,
mengalami gangguan jiwa.
C. Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan
panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi merupakan gangguan atau
perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang
salah (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
7
2. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama
suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam
bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan /
atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan
bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang –
kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi
listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
8
3. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart 2007):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti
ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba
untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba
untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan
perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi
tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang
lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama
jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi
mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini
terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.
9
4. Psikodinamika
a. Penyebab
1) Faktor predisposisi
a) Biologis: lesi pada area frontal, temporal dan limbik.
Selian itu terdapat beberapa kimia otak yang dikaitkan
dengan skizofrenia seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah pada respon dopamin
b) Psikkologis: teori psikodinamika menggambarkan
bahwa halusinasi terjadi karena adanya isi alam tidak
sadar yang masuk alam sadar sebagai suara respon
terhadap konflik psikologis dan kebutuhan yang tidak
terpenuhi
c) Sosial budaya: stress yang menumpuk dan
berkelanjutan
2) Faktor presipitasi
a) Biologi: stressor biologi yang berhubungan dengan
respon neurobiologi yang maladaptif
b) Stress lingkungan: secara biologis menetapkan ambang
toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor linkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku
c) Pemicu gejala: respon neurobiologi yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan (gizi buruk, infeksi)
lingkungan rasa bermusuhan, gangguan dalam
hubungan interpersonal, sikap dan perilaku
b. Manifestasi Klinis
1) Halusinasi penglihatan
a) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari
siapa atau apa yang sedang dibicarakan
10
b) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain
yang sedang tidak bebicara atau pada benda seperti
mebel
c) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan
seseorang yang tidak tampak
d) Menggerakkan mulut seperti sedang berbicara atau
sedang menjawab suara
2) Halusinasi pendengaran
a) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakuti oleh
orang lain, benda mati atau stimulus yang tampak
b) Tiba-tiba berlari ke ruangan lain
c) Terlihat berbicara sendiri dan telinga seperti didekatkan
ke satu arah
3) Halusinasi penciuman
a) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang
tidak enak
b) Mencium bau tubuh
c) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah
orang lain
d) Merespon terhadap bau dengan panik
e) Melempar selimut atau menuang air pada orag lain
seakan sedang memadamkan api
4) Halusinasi pengecapan
a) Meludahkan makanan atau minuman
b) Menolah untuk makan, minum atau minum obat
c) Tiba-tiba meninggalkan meja makan
5) Halusinasi perabaan
Meraba tubuhnya seakan ada yang menyentuhnya
11
c. Rentang Respon
d. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
(Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C perilaku kekerasan
adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri
sendiri maupuan orang lain. Seseorang yang dapat beresiko
melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain
dapat menunjukkan perilaku : Data subjektif : Mengungkapkan
mendengar atau melihat objek yang mengancam,
Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir. Data
objektif : Wajah tegang, merah, Mondar-mandir, Mata melotot
rahang mengatup, Tangan mengepal Keluar keringat banyak dan
Mata merah
12
e. Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan
Isolasi sosial
5. Sumber Koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang
pengaruh gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi
modal, seperti intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus
secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang
keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari
pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang
penyakit, financial yang cukup, ketersedian waktu dan tenaga, dan
kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.
6. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologis maladaptive meliputi:
a. Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan
upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit
energy untuk aktivitas hidup sehari-hari.
b. Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
c. Manarik diri
7. Diagnosa keperawatan
a. Risiko perilaku kekerasan
b. Gangguan sensori persepsi: halusinasi...
c. Isolasi sosial
13
D. Risiko Perilaku Kekerasan
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Marah
merupakan perasaan jengkel yang timbul terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 2007). Perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007)
2. Psikodinamika
a. Penyebab
1) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi menurut (Stuart & Sundeen,
2007), berbagai pengalaman yang dialami tiap orang
yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin
terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu :
a) Psikologi, kegagalan yang dialami dapat
menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak –
kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya atau sanki penganiayaan
dapat menyebabkan gangguan jiwa pada usia
dewasa atau remaja.
b) Biologis, respon biologis timbul karena kegiatan
system syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin, sehingga tekanan darah meningkat,
takhikardi, wajah merah, pupil melebar dan
frekuensi pengeluaran urine meningkat. Ada
gejala yang sama dengan kecemasan seperti
14
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
kaku dan reflek cepat. Hal ini disebabkan
energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
c) Perilaku, Reinforcement yang diterima saat
melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
d) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas
secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan
akan menciptakan seolah – olah perilaku kekerasan
diterima (permissive).
e) Aspek spiritual, kepercayaan, nilai dan moral
mempengaruhi ungkapan marah individu. Aspek
tersebut mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma
yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan
yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa
tidak berdosa. Individu yang percaya kepada
Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan
dan bimbingan kepadanya
2) Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi
setiap individu bersifat buruk. Stressor tersebut dapat
disebabkan dari luar maupun dalam. Contoh stressor yang
berasal dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan,
kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan dari dalam
adalah putus hubungan dengan seseorang yang berarti,
kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik,
hilang kontrol, menurunnya percaya diri dan lain-
15
lain.Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan
dapat memicu perilaku kekerasan.
b. Manifestasi Klinis
Menurut Stuart & Sundeen (2007):
1) Emosi: Jengkel, marah (dendam), rasa terganggu,
merasa takut, tidak aman, cemas.
2) Fisik: Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek,
keringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah
meningkat.
3) Intelektual: Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.
4) Spiritual: Keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak
bermoral, kreativitas terhambat.
5) Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan,
ejekan, humor.
c. Rentang Respon
Rentang Respon Perilaku Marah
16
4) Agresif : Memperlihatkan permusuhan, keras, dan
menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman,
memberi kata – kata ancaman tanpa niat melukai orang
lain.
5) Kekerasan : Dapat disebut juga dengan amuk yaitu
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri individu dapat merusak diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. Contohnya membanting
barang-barang menyakiti diri sendiri (bunuh diri).
d. Akibat
Akibat dari resiko perilaku kekerasan yaitu adanya
kemungkinan mencederai diri, orang lain dan merusak lingkungan
adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku
yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungannya. Kondisi ini biasanya akibat
ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif.
e. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan
3. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Perilaku Kekerasan
b. Harg a Diri Rendah
17
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. HASIL PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
Ya Tidak
2. Pengobatan sebelumnya
Berhasil Tidak Berhasil
Aniaya seksual
18
Penolakan
Kekerasan
Tindakan kriminal
IV. FISIK
19
Jelaskan : klien mengatakan tidak mengalami keluhan fisik
Diagnosa keperawatan : tidak ada masalah
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
2. Konsep Diri
a. Gambaran diri : _klien mengatakan sangat menyukai hidungnya
yang mancung_
b. Identitas :_klien mengatakan bahwa dirinya merupakan
pensiunan guru SD
c. Peran :_sebelum masuk RS klien bekerja di poliklinik
milik adik perempuannya sebagai tukang parkir
d. Ideal Diri : _klien mengatakan tidak mau menikah lagi setelah
pulang dari RS klien hanya ingin mengurus
anaknya
e. Harga Diri : _klien mengatakan sedih sudah tidak berguna
karena tidak ada lagi yang mau mengurusinya
20
karena orang yang disayang sudah
meninggalkannya klien tampak sering merunduk
saat bercerita mengenai keluarganya.
Diagnosa keperawatan : Harga diri rendah kronis
3. Hubungan Sosial
a. orang yang berarti : adik perempuannya
b. Peran serta dalam kegaiatan kelompok/masyarakat :_jarang
mengikuti kegiatan kerja bakti di rumahnya selama sakit
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : klien merasa
tersinggung dan minder di saat orang lain mengatakan bahwa dirinya gila
sehingga membuat kesal
Diagnosa keperawatan : tidak ada masalah
VI STATUS MENTAL
1. Penampilan
Tidak rapi penggunaan pakaian cara berpakaian
tidak sesuai tak seperti biasanya
Jelaskan : klien menggunakan baju dengan tidak dikancing dan klien
mengatakan malas mandi badannya bau klien tampak tidak rapi klien
mengatakan belum mandi pagi
Diagnosa keperawatan: Defisit perawatan diri: Hygiene care dan berhias
2. Pembicaraan
Cepat lambat Gagap Inkoheren
21
Membisu tidak mampu memulai pembicaraan
Jelaskan : klien tampak bicara tidak nyambung banyak bicara sendiri
dan sering berteriak saat bicara dana nada sura tinggi sering berkomat-
kamit dan tertawa sendiri
Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran dan Resiko perilaku kekerasan
3. Aktivitas Motorik
Lesu Tegang Gelisah Tremor
Kompulsif
Jelaskan : klien mudah tersinggung cenderung mengikuti keinginan
sendiri
Diagnosa keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
4. Alam Perasaan
Sedih Ketakutan Putus asa Khawatir
Gembira berlebihan
Jelaskan : klien mengatakan sedih disaat mencerikan tentang
pekerjaan karena sudah pensiun dari guru SD
Diagnosa keperawatan : Harga diri rendah kronis
5. Afek
Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
Jelaskan : klien tampak saat berbicara dengan nada suara tinggi
sering berteriak-teriak banyak bicara sendiri
Diagnosa keperawatan : Resiko perilaku kekerasan dan
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
22
Jelaskan : klien kadang memotong pembicaraan saat wawancara dan
memutuskan pembicaraan sebelum waktu kontrak selesai
Diagnosa keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
7. Persepsi
Halusinasi
Pendengaran Penglihatan Perabaan Pengecapan
Penciuman
Jelasakan : klien tampak sering bicara sendiri dan mengatakan
mendengar suara-suara orang yang tidak diketahuinya
Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi:
halusinasi pendengaran
8. Proses Pikir
Sirkumtansial Flight of ideas Blocking Pengulangan
Pembicaraan
Jelaskan : pembicaraan klien inkoheren dan juga selalu melompat-
lompat ke topik yang tidak dipertanyakan klien tampak bingung
Diagnosa keperawatan : kerusakan komunikasi verbal
23
tanggal tidak tahu lalu mengatakan bahwa ini tempat ini adalah gedung
kesenian
Diagnosa keperawatan: gangguan sensori persepsi halusinasi:
pendengaran
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang
Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini
Jelaskan :
Diagnosa keperawatan :
24
VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
2. BAB/BAK
Bantuan Minimal Bantuan total
3. Mandi
Bantuan Minimal Bantuan total
4. Berpakaian/berhias
√ Bantuan Minimal Bantuan total
5.Penggunaan obat
Transportasi √
Lain-lain
25
Jelaskan : klien mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri seperti mandi
dan BAB/BAK. Hanya saja yang harus diperhatikan minum obat secara
teratur oleh keluarga karena dikhawatirkan akan putus obat kembali
Diagnosa keperawatan : penatalaksanaan regimen individu tidak efektif
26
Masalah dengan perumahan, spesifik sama klien mengatakan sekarang
tinggal bersama tinggal bersama dengan adik permpuannya setelah 2 orang
istrinya meninggalkannya
Masalah berhubungan dengan ekonomi, spesifik klien mengatakan
semenjak pensiun uangnya habis dibawa istrinya yang mata duitan dan
sekarang pekerjaannya menjadi tukang parkir di piliklinik poliklinik
Masalah berhubungan dengan pelayanan kesehatan, spesifik klien
sering keluar masuk RS karena putus obat ______
Masalah lainnya, spesifik tidak ada masalah
Diagnosa keperawatan: Resiko Perilaku kekerasan
Diagnosa Medik:
Skizofrenia Paranoid
Terapi Medik:
Depakote 2x 500mg
Dandoz 1x 10mg
Haloperidol 3x 5gr
Clozapine 2x 50mg
Merlopam 1x 2gr
27
B. POHON DIAGNOSA
28
C. ANALISA DATA
Data objektif:
klien tampak mudah tersinggung
klien sering berteriak saat berbicara
klien berbicara dengan nada suara tinggi
klien cenderung mengikuti keinginannya
sendiri
klien kadang memotong pembicaraan saat
wawancara dan memutuskan pembicaraan
sebelum waktu kontrak sesuai
Data subjektif:
klien mengatakan mendengar suara-suara Gangguan sensori
orang yang tidak ketahui persepsi: halusinasi
pendengaran
Data objektif:
klien tampak bicara dan tertawa sendiri
klien sering komat-kamit
bicara tidak nyambung/inkoheren
Data subjektif:
klien mengatakan malas untuk mandi dan Defisit perawatan diri:
belum mandi pagi hygiene care/ berhias
Data objektif:
klien tamapak menggunakan baju tidak
dikancing
badan klien bau
klien tampak tidak rapi
Data subjektif:
klien mengatakan sedih
klien mengatakan sudah tidak berguna Harga diri rendah kronis
karena tidak ada lagi yang mau mengurusnya
karena orang yang disayang yaitu 2 orang
istrinya telah meninggalkannya
29
klien mengatakan pensiuan dari guru SD
Data objektif:
klien tampak merunduk saat berbicara
menganai keluarganya.
Data subjektif:
----- Kerusakan komunikasi
verbal
Data objektif:
klien tampak bicara inkoheren/ tidak
nyambung
flight of ideas
klien tampak binggung
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Defisit perawatan diri: Hygiene care/berhias
4. Harga diri rendah kronis
5. Kerusakan komunikasi verbal
30
E. EVALUASI
Catatan Perkembangan
Implementasi Evaluasi
TGL/JAM : 15 April 2014 (Selasa) S:
Data : klien mengatakan meminta
DS : pintu kamar untuk dibuka
Klien mengatakan meminta
fiksasi pada tanganya O:
dilepaskan dan meminta untuk Klien tampak tidur
dibukakan pintu kamarnya Klien tampak berbicara sendiri
DO: saat tidur
klien tampak kedua tangan Klien tampak tidur gelisah
terfiksasi dan kedua kaki juga Klien tampak tiba-tiba teriak
terfiksasi saat tidur dengan suara yang
Klien tampak tidur keras
Klien tampak berbicara sendiri
saat tidur A:
Klien tampak tiba-tiba teriak Resiko perilaku kekerasan
saat tidur Gangguan persepsi sensori :
Klien tampak nada suara keras Halusinasi pendengaran
P:-
DX Keperawatan:
Resiko perilaku kekerasan
Gangguan persepsi sensori :
Halusinasi pendengaran
Tindakan :
Mengidentifikasi keadaan
klien
31
Catatan Perkembangan
Implementasi Evaluasi
TGL/JAM : 16 April 2014 (Rabu) S:
Data : Klien menyebutkan nama TN.
DS : Y
Klien mengatakan kesal sama klien mengatakan kesal pada
anaknya karena dibelikan anaknya dibelikan motor lalu
motor dijual dijual dan ingin kuliah
Klien mengatakan anaknya klien mengatakan bapaknya
meminta kuliah sudah meninggal dan tinggal
Klien mengatakan pusing bersama adiknya
DO: klien mengatakan pernah
klien tampak berbicara sendiri mendengar suara
dengan suara keras
Klien tampak mengepal O:
tanganya dengan handuk Klien tampak kontak mata (+)
Klien tampak pandangan dengan perawat
tajam setiap melihat orang Klien tampak berbicara dengan
Klien tampak tiba-tiba teriak suara keras
Klien tampak nada suara keras Klien tampak sering mondar-
mandir berjalan disekitar
DX Keperawatan: ruangan
Resiko perilaku kekerasan Klien tampak mengepalkan
Gangguan persepsi sensori : tanganya dengan handuk
Halusinasi pendengaran Klien tampak memutuskan
interaksi dengan perawat
Tindakan :
Membina hubungan saling A:
percaya Resiko perilaku kekerasan
Mengidentifikasi penyebab Gangguan persepsi sensori :
perilaku kekerasan yang Halusinasi pendengaran
dilakukanya P:-
Mengidentifikasi jenis
halusinasi
RTL :
Mengidentifikasi tanda dan
gejala perilaku kekerasan
Mengidentifikasi perilaku
kekerasan yang dilakukan
Mengidentifikasi isi halusinasi
32
Catatan Perkembangan
Implementasi Evaluasi
TGL/JAM : 17 April 2014 (kamis) S:
Data : klien mengatakan dirumah
DS : pernah kesal dan marah
Klien mengatakan bertemu kuliah
dengan adik perempuanya, klien mengatakan jika
Klien mengatakan kalau dirumah marah mata melotot dan
suka marah-marah ingin menonjok
Klien mengatakan istrinya tidak klien mengatakan saat
suka kalau ia sedang marag marah mementokan kepala
DO: ketembok dan membanting-
klien tampak senang berjalan banting barang
disekitar ruangan klien mengatakan cara
Klien tampak pandangan tajam mengontrol marah dengan
setiap melihat orang cara tarik nafas dalam
Klien tampak tiba-tiba teriak O:
Klien tampak nada suara keras Klien tampak kooperatif
Klien tampak sering berbicara Klien tampak pandangan
sendiri mata tajam
Klien tampak melakukan
DX Keperawatan: cara tarik nafas dalam
Resiko perilaku kekerasan
Gangguan persepsi sensori : A:
Halusinasi pendengaran Resiko perilaku kekerasan
Klien mampu mengontrol
Tindakan : marah dengan
Mengidentifikasi tanda dan gejala mendemonstrasikan cara
perilaku kekerasan fisik dengan tarik nafas
Mengidentifikasi perilaku dalam
kekerasan yang dilakukan Gangguan persepsi sensori :
Mengidentifikasi akibat perilaku Halusinasi pendengaran
kekerasan P :
Mengidentifikasi cara konstruktif melatih kegiatan cara fisik
dalam mengungkapkan marah : tarik nafas dalam dengan
cara fisik tarik nafas dalam mandiri sesuai jadwal
Mendemontrasikan cara tarik kegiatan
nafas dalam
Mengidentifikasi isi halusinasi
RTL :
Mengevaluasi cara mengontrol
marah
Melatih cara mengontrol kedua :
cara fisik pukul bantal
Mengidentifikasi isi halusinasi
33
Catatan Perkembangan
Implementasi Evaluasi
TGL/JAM : 18 April 2014 (Jum’at) S:
Data : klien mengatakan sudah
DS : melatih cara tarik nafas
Klien mengatakan pernah dalam setelah makan dan
dikatakan gila oleh tetangga siang sebelum tidur siang
Klien mengatakan setelah itu klien mengatakan ingin
memelintir tangan orang karena latihan cara pukul bantal
kesal klien mengatakan perasaan
Klien mengatakan merasa sedih kesalnya hilang
telah diperlakukan seperti itu klien mengatakan dirinya
DO: lutung kasarung
klien tampak senang berjalan klien mengatakan tidak tau
disekitar ruangan dengan suara yang sering
Klien tampak pandangan tajam membisikannya
setiap melihat orang O:
Klien tampak inkoheren Klien tampak kooperatif
Klien tampak nada suara keras Klien tampak
Klien tampak sering berbicara mendemonstrasikan atau
sendiri melatih cara tarik nafas
dalam
DX Keperawatan: Klien tampak berbicara
Resiko perilaku kekerasan sendiri
Gangguan persepsi sensori : Klien tampak berbicara
Halusinasi pendengaran dengan suara keras
sendirian
Tindakan : Klien tampak
Mengevaluasi cara mengontrol mendemonstrasikan atau
marah melatih cara pukul bantal
Melatih cara mengontrol kedua :
cara fisik pukul bantal A:
Mengidentifikasi isi halusinasi Resiko perilaku kekerasan
Memasuka ke dalam jadwal Klien mampu melatih cara
kegiatan harian cara mengontrol tarik nafas dalam dengan
marah tarik nafas dalam dan mandiri, klien mampu
pukul bantal atau kasur melatih pukul bantal
Mengidentifikasi jenis Gangguan persepsi sensori :
halsinasinya Halusinasi pendengaran
Mengidentifikasi wakt P :
halusinasinya melatih kegiatan cara fisik
kedua :
RTL : pukul bantal atau kasur
Mengevaluasi cara mengontrol mandiri sesuai jadwal
marah: pukul bantal kegiatan
Mengidentifikasi jenis
halsinasinya
34
Mengidentifikasi wakt
halusinasinya
Mengidentifikasi frekuensi
halsinasi
Mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan halsinasi
Mengajarkan cara mengontrol
halusinasi dengan cara
menghardik
35
Catatan Perkembangan
Implementasi Evaluasi
TGL/JAM : 19 April 2014 (Sabtu) S:
Data : klien mengatakan sudah
DS : melatih cara tarik nafas setelah
Klien mengatakan perasaan bangun tidur
hari ini baik klien mengatakan belum
Klien mengatakan ingin melatih cara pukul bantal
bertemu dengan adiknya klien mengatakan ingin
DO: bertemu dengan adiknya
klien tampak berada didalam klien mengatakan mendengar
kamar suara-suara
Klien tampak berteriak klien mengatakan tidak tau
memanggil orang atau suara siapa yang didengarnya
temanya dan tidak tahu suara itu muncul
Klien tampak inkoheren nya
Klien tampak nada suara keras O:
Klien tampak sering berbicara Klien tampak kooperatif
sendiri Klien tampak
mendemonstrasikan atau
DX Keperawatan: melatih cara tarik nafas dalam
Resiko perilaku kekerasan Klien tampak berbicara sendiri
Gangguan persepsi sensori : saat dikamar
Halusinasi pendengaran Klien tampak berbicara dengan
suara keras sendirian
Tindakan : Klien tampak melakukan cara
Mengevaluasi cara menghardik dengan bantuan
mengontrol marah : tarik perawat
nafas dalam A:
Mengevaluasi cara Resiko perilaku kekerasan
mengontrol marah: pukul Klien belum melatih cara pukul
bantal bantal dan vara perbal
Mengidentifikasi isi Gangguan persepsi sensori :
halsinasinya Halusinasi pendengaran
Mengidentifikasi wakt Klien mampu mengontrol
halusinasinya halusinasi dengan cara
Mengidentifikasi frekuensi menghardik dibantu perawat
halsinasi P:
Mengidentifikasi situasi yang melatih kegiatan cara fisik
menimbulkan halsinasi kedua :
Mengidentifikasi respon klien pukul bantal atau kasur mandiri
terhadap halusinasi sesuai jadwal kegiatan
Mengajarkan cara mengontrol melatih cara verbal
halusinasi dengan cara melatih cara menghardik secara
menghardik mandiri
36
RTL :
Mengevaluasi cara
mengontrol marah: cara verbal
Mengevaluasi waktu dan
frekuensi halusinasi
Mengevaluasi cara
mengontrol halusinasi :
menghardik
37
Catatan perkembangan
Implementasi Evaluasi
TGL/ JAM : 21 April 2014 S: klien mengatakan:
DATA: - Sudah melatih cara tarik
DS: Klien mengatakan nafas dalam dan pukul
- Senang bantal
- Belum melatih cara verbal
DO: Klien tampak yang telah diajarkan
- Berbicara dengan nada suara keras kemarin
- Sering berbicara sendiri - Suara- suara tidak muncul
- Kooperatif lagi
- Klien sudah mampu melakukan cara - Sudah mengetahui cara
mengontrol marah (tarik nafas dalam menghardik
dan pukul bantal)
- Klien sudah mampu menghardik O: klien tampak
- Mendemonstrasikan cara
Diagnosa Keperawatan: tarik nafas dalam dan pukul
- Resiko perilaku kekerasan bantal
- Gangguan sensori persepsi - Klien tampak
mendemonstrasikan cara
Tindakan Keperawatan menghardik
- Mengevaluasi cara mengontrol marah - Berbicara sendiri saat tidak
dengan tarik nafas dalam ada orang yang menemani
- Mengevaluasi cara mengontrol marah bicara
dengan pukul bantal dan pukul kasur - Tiba- tiba berbicara dengan
- Mengevaluasi cara mengontrol marah berteriak
dengan cara verbal
- Mengidentifikasi isi halusinasi A: Resiko Perilaku kekerasan
- Mengidentifikasi waktu halusinasi - Klien sudah mampu
- Mengidentifikasi situasi yang melakukan cara tarik
menimbulkan halusinasi nafas dalam dan pukul
- Mengidentifikasi respon klien terhadap bantal akan tetapi belum
halusinasi mampu melatih cara
- Mengevaluasi cara klien mengontrol verbal untuk mengatasi
halusinasi: menghardik rasa marahnya
- Menganjurkan klien cara mengontrol Gangguan sensori persepsi
marah dan mengontrol halusinasinya (halusinasi pendengaran)
kedalam jadwal kegiatan harian - Klien mampu
melakukan cara
RTL menghardik secara
- Mengevaluasi cara mengontrol marah mandiri (klien belum
dengan cara verbal mampu
- Mengidentifikasi isi, waktu, situasi, mengidentifikasi isi,
frekuensi serta respon klien terhadap waktu, frekuensi, situasi
halusinasi dan respon klien
- Mengevaluasi cara menghardik terhadap halusinasinya)
- Menganjurkan memasukkan kedalam P: latih cara mengontrol marah
jadwal kegiatan harian dengan cara verbal
38
Catatan perkembangan
Implementasi Evaluasi
TGL/ JAM: 22 April 2014 S : klien mengatakan
DATA: - sudah melatih cara tarik
Ds: Klien mengatakan nafas dalam dan pukul
- kesal dan marahnya masih sering muncul bantal
- telah melakukan cara tarik nafas dalam, - sudah melatih cara
pukul bantal dan meminta dengan baik verbal: meminta dengan
serta menolak dengan baik baik dan menolak
Do: klien tampak dengan baik kepada
- mengikuti kegiatan RS (senam pagi) perawat
- berbicara terkadang masih suka berteriak - biasanya menggunakan
- masih sering berbicara sendiri cara berzikir, sholat dan
berwudhu serta mengaji
Diagnosa Keperawatan:
- Resiko perilaku kekerasan O : klien tampak
- Gangguan sensori persepsi - kooperatif
- mendemonstrasikan cara
Tindakan : mengontrol marah (tarik
- mengevaluasi cara mengontrol marah nafas dalam, pukul
dengan cara verbal: meminta dengan baik, bantal, dan verbal:
menolak dengan baik dan meminta dengan baik
mengungkapkan dengan baik dan menolak dengan
- mengevaluasi cara mengontrol marah baik)
dengan cara fisik: cara tarik nafas dalam - mendemonstrasikan cara
serta pukul bantal berzikir
- mengidentifikasi cara konstruktif untuk A:
mengontrol marah dengan cara spiritual - klien mampu melatih
- melatih klien cara mengontrol marah cara mengontrol marah
dengan cara spiritual dengan spiritual:
- menganjurkan klien memasukkan berzikir, berdoa dengan
kedalam jadwal kegiatan harian bantuan perawat
P:
RTL: - Latih cara mengontrol
- mengevaluasi cara konstruktif mengontrol marah dengan spiritual :
marah dengan cara spiritual: berdzikir, berzikir, berdoa,
berdoa, mengaji dan berwudhu mengaji dan berwudhu
- mendiskusikan manfaat obat
- menjelaskan kerugian jika tidak patuh
obat
- menjelaskan 5 benar dalam pemberian
obat
39
Catatan perkembangan
Implementasi Evaluasi
TGL/ JAM: 23 April 2014 S : klien mengatakan
DATA: - Sudah melakukan tarik napas
Ds: Klien mengatakan dalam sesuai jadwal
- sudah melakukan kegiatan yang - Sudah melakukan cara pukul
ada di jadwal yaitu: tarik napas bantal sesuai jadwal begitu pula
dalam pukul bantal verbal dan dengan cara verbal
spiritual untuk mengontrol marah - Meminum obat 5 macam dalam
Do: klien tampak sehari yaitu: HPTHP
- klien dapat mempraktekan cara Depakote 3x/sehari tetapi 2 obat
yang sudah dilatih: tarik napas lagi pasien lupa namanya
dalam cara verbal spiritual (zikir) - Kadang merasa pusing setelah
- klien kooperatif minum obat
- 5 benar dalam pemberian obat;
Diagnosa Keperawatan: benar namaobatdosiswaktu
- Resiko perilaku kekerasan dan rute
- Gangguan sensori persepsi
O : klien tampak
Tindakan : - kooperatif
- Mengevaluasi cara mengontrol - mendemonstrasikan cara
marah dengan cara yang telah mengontrol marah (tarik nafas
dilatih: tarik napas dalam pukul dalam, pukul bantal, dan verbal:
bantal verbal dan spiritual meminta dengan baik dan
- Menjelaskan manfaat menolak dengan baik)
menggunakan obat secara teratur - mendemonstrasikan cara
- Menjelaskan kerugiaan jika tidak berzikir dan mengaji
menggunakan obat - menyebutkan dan menjelaskan
- Menjelaskan 5 benar dalam obat yang diminum
memberikan obat - senang dan memahami obat
- Menganjurkan klien: untuk yang diminum
meminta dan menggunakan obat A :
tepat waktu serta lapor ke - klien mampu menyebutkan 3
perawat/dokter jika mengalami nama obat yang dikonsumsi
efek yang tidak biasa - klien dapat mendemonstrasikan
- Member pujian terhadap latihan cara mengontrol marah
kedisplinan klien mengkonsumsi dengan cara fisik verbal
obat spiritual dan obat
P:
RTL: - anjurkan klien untuk minum
- Mengevalusi cara mengontrol obat secara teratur.
marah yang sudah dilatih
- Evaluasi cara klien minum obat
40
BAB IV
PEMBAHASAN
41
Setelah interaksi selama 8 hari, klien mengatakan di rumah marah-
marah dan merasa kesal dengan anaknya karena anaknya meminta untuk
kuliah dan menjual motor yang baru dibelinya, saat marah pernah
mementokkan kepalanya ke tembok dan kepalanya berdarah, klien klien
tampak mudah tersinggung, sering berteriak, berbicara dengan nada suara
tinggi, pandangan tajam, cenderung mengikuti keinginannya sendiri dan
terkadang memutuskan pembicaraan sebelum waktu kontrak selesai.
Berdasarkan hasil pengkajian klien ditemukan diagnosa keperawatan
resiko perilaku kekerasan dengan tanda dan gejala yaitu marah, kesal,
pandangan tajam, kekerasan, mudah tersinggung. Tanda dan gejala pada Tn.Y
sejalan dengan pendapat yang dikatakan oleh Yosep (2007) bahwa perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Tanda dan gejalanya adalah jengkel, marah (dendam), rasa
terganggu, merasa takut, tidak aman, cemas, muka merah, pandangan
tajam, kekerasan (Stuart & Sundeen, 2007).
Perilaku kekerasan disebabkan oleh kegagalan yang dialami yang
dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat menyebabkan frustasi atau
amuk, perasaan ditolak, dihina, dianiaya yang dapat menyebabkan gangguan
jiwa pada usia dewasa atau remaja, budaya tertutup dan membalas secara
diam (pasif agresif), kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah–olah perilaku kekerasan diterima
(permissive), dan reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Stuart &
Sundeen, 2007). Dalam kasus Tn.Y ini, klien mengatakan sudah pensiun dari
guru SD dan uang hasil pensiunnya diambil semua oleh kedua istrinya
semenjak itu klien merasa kesal dan marah serta melakukan tindak kekerasan.
Selain itu juga klien mengatakan merasa sudah tidak berguna lagi karena
bercerai dengan kedua istrinya dan sudah tidak ada lagi yang mengurusinya,
lalu klien juga mengatakan kesal disaat ada orang yang mengatakan dirinya
gila yang membuat sikap klien semakin marah dan melakukan tindak
42
kekerasan karena merasa telah diejek. Adanya reinforcement yang diterima
oleh klien tidak menyenangkan ini menstimulasi klien untuk selalu
melakukan perilaku kekerasan dalam dirinya.
Dari diagnosa yang sudah dijabarkan diatas, tindakan yang sudah
dilakukan adalah SP 1 resiko perilaku kekerasan. Pada pertemuan pertama
hanya dapat mengidentifikasi kondisi Tn.Y karena pada saat itu kondisi klien
tampak tertidur gelisah, berteriak-teriak dan terfiksasi kedua tangan serta
kedua kakinya. Pada pertemuan kedua klien mampu mengungkapkan
perasaan kesal pada anaknya dibelikan motor lalu dijual dan ingin kuliah,
klien juga mengatakan mendengar suara-suara, tampak sering mondar-mandir
berjalan disekitar ruangan, mengepalkan tanganya dengan handuk namun
setelah itu klien memutuskan pembicaraan sebelum kontrak selesai. Pada
pertemuan ketiga Tn.Y sudah mampu mengungkapkan perasaan marah dan
kesalnya, mampu mengungkapkan tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang
dilakukan, dan klien mampu mempraktikkan cara mengontrol marah dengan
tarik napas dalam. Pada SP 2 Tn.Y mampu mempraktikkan kembali cara
mengontrol marah dengan cara fisik yaitu tarik napas dalam dan pukul bantal.
Pertemuan kedua klien mampu mempraktikkan kembali cara fisik tarik napas
dalam namun belum mampu melatih cara pukul bantal serta cara verbal. Pada
pertemuan ini juga klien mengatakan bahwa mendengar suara-suara namun
saat dilakukan identifikasi tentang suara yang didengarnya klien mengatakan
tidak tahu tetapi klien mampu melakukan cara menghardik. Pada pertemuan
ke delapan klien sudah mampu melatih cara mengontrol marah dengan cara
fisik tarik napas dalam dan pukul bantal, cara verbal, cara spiritual, dan
minum obat namun untuk evaluasi tentang halusinasi yang pernah muncul
pada Tn.Y perawat tidak dapat mengidentifikasi lebih dalam karena klien
mengatakan sudah tidak mendengar suara dan melihat bayangan lagi.
43
DAFTAR PUSTAKA
Stuart. G. W dan Sundeen, SJ. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC
44