Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis,
masyarakat) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan
pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (Menurut Brundtland Report dari PBB, 1987.
Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development.
Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah
bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan
pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Pembangunan berkelanjutan tidak saja
berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan
mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan
perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit
2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi
pembangunan berkelanjutan.
Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy
(Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme
(UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN),
dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Pada 1982, UNEP menyelenggarakan
sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi,
Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang
istimewa tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan
Pembangunan (World Commission on Environment and Development – WCED) PBB
memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur
Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED. Konsep Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development) dipopulerkan melalui laporan WCED berjudul
“Our Common Future” (Hari Depan Kita Bersama) yang diterbitkan pada 1987. Laporan itu
mendefinisikan Pembangunan Berkelanjutan sebagai pembangunan yangmemenuhi
kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Di dalam konsep tersebut terkandung dua gagasan
penting. Pertama, gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial, kaum miskin sedunia
yang harus diberi prioritas utama. Kedua, gagasan keterbatasan, yang bersumber pada kondisi
teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi

1
kebututuhan kini dan hari depan. Jadi, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus
dituangkan dalam gagasan keberlanjutan di semua negara, baik negara maju maupun negara
berkembang.
Ada empat syarat yang harus dipenuhi bagi suatu proses pembangunan berkelanjutan :
1. Menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi yang secara
ekologis, benar;
2. Pemanfaatan sumberdaya terbarukan (renewable resources) tidak boleh melebihi
potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumberdaya tak-terbarukan
(non-renewable resources);.
3. Pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi kapasitas
asimilasi pencemaran. Dan
4. Perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung lingkungan
(carrying capacity)
Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya
alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan
merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas
lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di
lapangan, oleh sebab itu dalam makalah ini dicoba diungkap secara umum sebagai gambaran
potret lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan
hidup di era otonomi daerah.
Konferensi PBB tentang Pembangunan dan Lingkungan (UN conference on environment
and development) yang diadakan di Rio de Janeiro pada tahun 1992 merupakan kritik
terhadap konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan (ecodevelopment) yang
dianggap gagal karena tidak membawa perubahan signifikan. Perkembangan ilmu dan
teknologi baru misalnya, dianggap tidak membawa keadilan bagi negara berkembang, sebab
sekitar 70% penduduk dunia yang berada di negara berkembang hanya memperoleh 30% dari
pendapat dunia yang akan menimbulkan ketidakadilan yang berkelanjutan. Berkat dari
pekerjaan yang serius dari Komisi Dunia Pembangunan dan Lingkungan atau dikenal sebagai
The World Commission on Environment and Development, dikenal pula sebagai The
Brundtland Commission dalam laporannya yang berjudul Our Common Future
mengembangkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Produk dari
era konferensi Rio tercermin, antara lain, dalam konvensi keanekaragaman hayati
(biodiversity convention), Konvensi perubahan Iklim (Climate Change Convention), dan

2
suatu Deklarasi Pembangunan berkelanjutan Pengelolaan Hutan, serta agenda 21. Pengaruh
dari perkembangan baru ini dengan segera pula mempengaruhi kebijakan dan hukum
lingkungan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup
tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta
Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai 6 kewenangan
terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat penanganan pengelolaan
lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No
045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79
Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan
lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal
pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih
penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran
lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak
diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada
lingkungan perkotaan. Berdasarkan latar belakang diatas dapat diambil suatu simpulan bahwa
peranan pembangunan berkelanjutan sangat berpengaruh dalam bidang lingkungan sehingga
penulis teratrik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pembangunan
Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Pembangunan Berkelanjutan dalam pengelolaan
lingkungan?
b. Bagaimana penerapan Tentang analisis mengenai dampak lingkungan terhadap
lingkungan?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)


Sebagai sebuah konsep, pembangunan yang berkelanjutan yang mengandung pengertian
sebagai pembangunan yang “memperhatikan” dan “mempertimbangkan” dimensi lingkungan
hidup dalam pelaksanaannya sudah menjadi topik pembicaraan dalam konferensi Stockholm
(UN Conference on the Human Environment) tahun 1972 yang menganjurkan agar
pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor lingkungan (Soerjani, 1977:
66Menurut Sundari Rangkuti, Konferensi Stocholm membahas masalah lingkungan serta
jalan keluarnya, agar pembangunan dapat terlaksana dengan memperhitungkan daya dukung
lingkungan (eco-development) (Rangkuti,2000:27)
Konferensi tersebut sejalan dengan keinginan PBB untuk menanggulangi masalah
kerusakan lingkungan yang terjadi. Bertepatan dengan di umumkannya “Strategi
Pembangunan Internasional” bagi “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke–2 “(The Second UN
Development Decade) yang dimulai pada tanggal 1 Juni 1970, Sidang Umum PBB
menyerukan untuk meningkatkan usaha dan tindakan nasional serta Internasional guna
menanggulangi “proses pemerosotan kualitas lingkungan hidup” agar dapat diselamatkan
keseimbangan dan keserasian ekologis, demi kelangsungan hidup manusia, secara khusus
resolusi Sidang Umum PBB No. 2657 (XXV) Tahun 1970 menugaskan kepada Panitia
Persiapan untuk mencurahkan perhatian kepada usaha “melindungi dan mengembangkan
kepentingan-kepentingan negara yang sedang berkembang” dengan menyesuaikan dan
memperpadukan secara serasi kebijakan nasional di bidang lingkungan hidup dengan rencana
Pembangunan Nasional, berikut skala prioritasnya (Hardjasoemantri, 200:7).
Amanat inilah yang kemudian dikembangkan dan menjadi hasil dari Konferensi
Stocholm yang dapat dianggap sebagai dasar-dasar atau cikal bakal konsep “Pembangunan
Berkelanjutan” Konferensi Stocholm memberikan pengaruh besar terhadap gerakan
kesadaran lingkungan dunia. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan dan peningkatan
perhatian terhadap masalah lingkungan dan terbentuknya perundang-undangan nasional di
bidang lingkungan hidup, termasuk di Indonesia.
Semua keputusan Konferensi tersebut diatas, disyahkan oleh resolusi SU PBB No. 2997
(XXVII) tertanggal 15 Desember 1972. Pentingnya Deklarasi PBB tentang Lingkungan
Hidup Manusia bagi negara-negara yang terlibat dalam konferensi ini dapat dilihat dari
penilaian negara peserta yang mengatakan bahwa deklarasi dianggap sebagai “a first step in

4
developing international environment law” (Silalahi,1992:20). Konsep Sustainable
Development memberikan wacana baru mengenai pentingnya melestarikan lingkungan alam
di masa depan, generasi yang akan datang “pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”.
Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana
memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan
keadilan sosial.
Menurut Laporan dari KTT Dunia (2005), menjabarkan bahwa pembangunan berkelanjutan terdiri
dari tiga tiang utama yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling bergantung dan
memperkuat. Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena ketiganya
menimbulkan hubungan sebab - akibat. Hubungan ekonomi dan sosial diharapkan dapat
menciptakan hubungan yang adil (equitable). Hubungan antara ekonomi dan lingkungan
diharapkan dapat terus berjalan (viable). Sedangkan hubungan antara sosial dan lingkungan
bertujuan agar dapat terus bertahan (bearable). Ketiga aspek yaitu aspek ekonomi, sosial , dan
lingkungan akan menciptakan kondisi berkelanjutan ( sustainable).
Sustainable development atau pembangunan berkelanjutan merupakan istilah yang sering
digunakan di Negara-negara barat. Istilah ini secara resmi digunakan dalam Tap MPR No. IV
/MPR/1999 tentang GBHN, sedangkan istilah Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
Lingkungan Hidup” digunakan dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Selain itu juga dikenal ada lingkungan dan pembangunan, 1988:12)
sedang sebelumnya lebih popular digunakan sebagai istilah “Pembangunan yang berwawasan
Lingkungan” sebagai terjemah dari “Eco-development”.
Menurut Sonny Keraf, sejak tahun 1980-an agenda politik lingkungan hidup mulai
dipusatkan pada paradigma pembangunan berkelanjutan. Mulai pertama istilah ini muncul
dalam World Conservation Strategy dari the International Union for the conservation of
nature (1980), lalu dipakai oleh Lester R. Brown dalam bukunya Building a Suistainable
Society (1981). Istilah tersebut kemudian menjadi sangat popular melalui laporan Bruntland,
Our Common Future(1987). Tahun 1992 merupakan puncak dari proses politik, yang
akhirnya pada konferensi tingkat tinggi (KTT) Bumi di Rio de Jainero, Brazil, paradigm
aPembangunan Berkelanjutan di terima sebagai sebuah agenda politik Pembangunan untuk
semua Negara di dunia (Keraf, 2001:1,2002:166).
Perkembangan kebijakan lingkungan hidup, menurut Koesnadi Hardjosoemantri,
didorong oleh hasil kerja World Commission on Environment and Development, disingkat
WECD. WECD dibentuk PBB memenuhi keputusan Sidang Umum PBB Desember 1983 No.

5
38/161 dan dipimpin oleh Nyonya Gro Harlem Bruntland (Norwegia) dan dr. Mansour
Khalid (Sudan). Seorang anggota dari Indonesia, Prof. Dr. Emil Salim. Salah satu tugas
WECD adalah mengajukan strategi jangka panjang pengembangan lingkungan menuju
pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2000 dan sesudahnya. WECD telah memberikan
laporannya pada tahun 2000 yang diberi judul “Our Common Future” yang memuat banyak
rekomendasi khusus untuk perubahan institusional dan perubahan hukum (Hardjasoematri,
2000:12-15). Sedangkan Soerjani menambahkan bahwa panitia ini menghasilkan laporan
yang berjudul “Our Common Future” pada tahun 1987 (WECD 1987). Buku ini
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan judul “Hari Depan Kita Bersama” 1988.
salah satu tonggak penting yang di pancangkan oleh panitia ini adalah agar pemahaman
tentang perlunya wawasan lingkungan dalam Pembangunan di praktekkan di semua sektor
dan terkenal dengan istilah “Sustainable Development” (Soerjani, 1997:61).
Dalam laporan WECD “Our Common Future” ditemui sebuah rumusan tentang
“Suistainable Development” sebagai berikut:
`“Suistainable Development is defined as development that meet the needs of the present
without comprosing the ability of future generations to meet their own needs” (Tjokrowinoto,
1991:7, Hardjosoemantri,2000:15).
Pembangunan berkelanjutan (Emil Salim,1990) bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan
yang berkelanjutan pada hekekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan antar
generasi pada masa kini maupun masa mendatang. Menurut KLH (1990) pembangunan (yang
pada dasarnya lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga
kriteria yaitu : (1) Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of
natural resources; (2) Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3) Kegiatannya
harus dapat meningkatkan useable resources ataupun replaceable resource.
Berbicara mengenai lingkungan hidup tidak bisa lepas dari UU nomor 32 tahun 2009
tetang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau sering disingkat dengan
UUPLH. Dimana dalam Undang-undang ini diatur kewenangan antara pusat dan daerah
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam regulasi ini dijelaskan bahwa
Pemerintah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah yang meliputi:
1. Aspek perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan
wilayah ekorigen dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolalaan
Lingkungan Hidup.
2. Aspek Pemanfaatan SDA yang dilakukan berdasarkan RPPLH.

6
3. Aspek Pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang
meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan Pemeliharaan lingkungan hidup
yang dilakukan melalui upaya konservasi Sumber Daya Alam.
4. Aspek Pengawasan dan Penegakkan hukum.
Secara substansial daerah mempunyai peranan penting dalam menjaga kelestarian
lingkungan hidup. Namun, dalam kenyataanya hak dan kewajiban daerah yang tertuang
dalam pasal 21 ayat 6 UU nomor 32 tahun 2004 yang berbunyi “daerah mempunyai hak
mendapatkan bagi hasil dari penegelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang
berada di daerah”. Kemdian dalam rangka untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli
Daerah). Hal yang perlu dicermati mengenai persoalan pengelolaan lingkungan dalam
konteks otonomi daerah adalah Sumber Daya Alam (SDA). Hal ini penting karena SDA
merupakan tumpuan daerah dalam memperoleh dana (Pendapatan Asli Daerah) untuk
menyelengarakan pemerintahan. Disisi lain, penggunaan SDA yang semena-mena berpotensi
menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Tanpa pengaturan yang jelas, maka
kesejahteraan rakyat tidak akan terjamin karena rentan terjadi kerusakan lingkunga di daerah.
Penggunaan SDA yang tidak dapat habis seperti sinar matahari, angin, dan gelombang)
tidak mengurangi kemampuanya untuk mendukug kesejahteraan manusia. Lain halnya
dengan sumber daya yang tidak dapat diperbarui seperti gas alam, minyak bumi, batubara,
tembaga, aluminium, dan sumber daya lain yang tidak dapat diperbarui dalam jangka waktu
cepat, tentu akan secara langsung mengurangi daya tahan dan mutu lingkungan. Daerah-
daerah yang mengandalkan sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi seringkali tidak
memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan. Sehingga kerusakan lingkungan menjadi isu
strategis daerah kaitanya dalam pertumbuhan ekonomi.

7
BAB III
PEMBAHASAN

1. Pembangunan Berkelanjutan dalam pengelolaan lingkungan


Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang
berguna untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan saat ini tanpa perlu merusak atau
menurunkan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada dasarnya konsep ini merupakan strategi pembangunan yang memberikan batasan pada
laju pemanfaatan ekosistem alamiah dan sumberdaya yang ada didalamnya. Ambang batas ini
tidak absolut (mutlak) tetapi merupakan batas yang luwes (flexible) yang bergantung pada
teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan
biosfer dalam menerima akibat yang ditimbulkan dari kegiatan manusia.
Dengan kata lain, Pembangunan berkelanjutan adalah semacam strategi dalam
pemanfaatan ekosistem alamiah dengan cara tertentu sehingga kapasitas fungsionalnya tidak
rusak untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Hal ini bukan saja untuk
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat
generasi mendatang. Dengan demikian diharapkan bahwa kita tidak saja mampu
melaksanakan pengelolaan pembangunan yang ditugaskan (to do the thing right), tetapi juga
dituntut untuk mampu mengelolanya dengan suatu lingkup yang lebih menyeluruh (to do the
right thing). Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup perlu memanfaatkan sumber
daya yang dimiliki secara cermat dan bijaksana.
a. Sumber daya alam yang mencakup air, tanah, udara, hutan, kandungan mineral,
dan keanekaragaman hayati.
b. Sumber daya manusia yang mencakup jumlah penduduk, pendidikan, kesehatan,
keterampilan, dan kebudayaan.
c. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mencakup transportasi, informasi,
komunikasi, dan hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) lainnya.
Sumber-sumber daya tersebut sifatnya terbatas, sehingga dalam penggunaannya harus
cermat dan bijaksana. Ketidakcermatan dan kekurangbijaksanaan dalam penggunaan sumber
daya dapat menimbulkan beragam masalah, seperti polusi lingkungan, kerusakan sumber
daya alam, dan timbulnya masalah permukiman. Pembangunan berwawasan lingkungan yang
dikenal dengan pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan manusia melalui pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana,

8
efisiensi, dan memerhatikan pemanfaatannya, baik untuk masa kini maupun yang akan
datang.
Pembangunan berwawasan lingkungan yang memerhatikan keberlanjutan lingkungan
hidup memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menjamin Pemerataan dan Keadilan. Strategi pembangunan yang berwawasan
lingkungan dilandasi oleh pemerataan distribusi lahan dan faktor produksi,
pemerataan kesempatan bagi perempuan, dan pemerataan ekonomi untuk
peningkatan kesejahteraan.
b. Menghargai Keanekaragaman Hayati Keanekaragalan hayati merupakan dasar bagi
tatanan lingkungan. Pemeliharaan keanekaragaman hayati memiliki kepastian
bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berlanjut untuk masa kini dan masa
yang akan datang.
c. Menggunakan Pendekatan Integratif Dengan menggunakan pendekatan integratif,
maka keterkaitan yang kompleks antara manusia dengan lingkungan dapat
dimungkinkan untuk masa kini dan masa yang akan datang.
d. Menggunakan Pandangan Jangka Panjang Pandangan jangka panjang dilakukan
untuk merencanakan pengelolaan pemanfaatan sumber daya yang mendukung
pembangunan agar secara berlanjut dapat digunakan dan dimanfaatkan.
Adapun ciri-ciri pembangunan berwawasan lingkungan antara lain :
1. Menjamin pemerataan dan keadilan.
2. Menghargai keanekaragaman hayati.
3. Menggunakan pendekatan integratif.
4. Menggunakan pandangan jangka panjang.
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya
yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Unsur Hayati (Biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup,
seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika kalian berada di
kebun sekolah, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika
berada di dalam kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman
atau sesama manusia.
2. Unsur Sosial Budaya

9
Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang
merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk
sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai
dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.
3. Unsur Fisik (Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda
tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik
sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi.
Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep
pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa "...keragaman budaya penting bagi
manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian
"pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai
alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual". dalam pandangan
ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan
berkelanjutan.
Permasalahan pembangunan berkelanjutan sekarang telah merupakan komitmen setiap
orang, sadar atau tidak sadar, yang bergelut di bidang pembangunan. Permasalahan
pembangunan berkelanjutan juga tak dapat diabaikan dalam perkembangan berbagai ilmu
pengetahuan dan tekonologi, Konsep pembangunan berkelanjutan diperkenalkan sebagai
hasil debat antara pendukung pembangunan dan pendukung lingkungan. Konsep
pembangunan yang berkelanjutan ini terus berkembang. Pada tahun 1987, Edward B. Barbier
mengusulkan bahwa pembangunan berkelanjutan harus dilihat sebagai interaksi antara tiga
system : sistem biologis dan sumber daya, sistem ekonomi dan sistem sosial. Selain itu,
dalam menjelaskan konsep pembangunan berkelanjutan ini, Budimanta membandingkan
perkembangan kota Jakarta dengan kota-kota lain di Asia, yaitu Bangkok, Singapura, Tokyo
yang memiliki kualitas pembangunan yang berkelanjutan yaitu cara berpikir yang integrative,
perspektif jangka panjang mempertimbangkan keanekaragaman dan distribusi keadilan social
ekonomi. (Arif Budimanta Dalam Bunga Rampai, 2005: 375-377)
Kemiskinan serta kerusakan lingkungan hidup merupakan ancaman utama bagi proses
pembangunan berkelanjutan dengan melihat tujuan dari pembangunan berkelanjutan yaitu
mencapai masyarakat sejahtera (masyarakat berkelanjutan) dalam lingkungan hidup yang
berkelanjutan. (Madrim Djody Gondokusumo dalam Bunga Rampai, 2005: 405)

10
Berikut dibahas mengenai tiga masalah yang merupakan hambatan dalam mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan yaitu masalah kemiskinan, masalah kualitas lingkungan
hidup dan masalah keamanan dan ketertiban.
Kemiskinan merupakan salah satu contoh ketidakadilan yang dialami suatu kelompok
(masyarakat pra sejahtera), dan terdapat di mana-mana, baik di Negara maju maupun di
Negara-negara yang sedang berkembang. Ketidakadilan itu terlihat dari tidak terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan mereka untuk bertahan hidup dalam kesehatan yang baik, sulitnya
mendapat akses ke pelayanan publik (sanitasi sehat, air bersih, pengelolaan sampah ) rumah
sehat, RTH, pelayanan pendidikan dan sebagainya. Ketidakadilan juga terlihat dari tidak
adanya akses kepemilikan hak atas tanah yang mereka huni. Sebagai akibat itu semua, sulit
bagi mereka untuk mendapat akses ke pekerjaan yang baik dan stabil. Ketidakadilan itu
menyebabkan masyarakat miskin tetap miskin dan mengancam proses pembangunan yang
berkelanjutan. Kerusakan lingkungan, kondisi permukiman buruk atau kumuh dalam suatu
kawasan memperlihatkan bahwa kawasan tersebut sedang dalam proses tidak berkelanjutan.
(Madrim Djody Gondokusumo dalam Bunga Rampai, 2005: 410).
Krisis ekonomi yang menyebabkan naiknya harga kebutuhan bahan pokok telah
menimbulkan berbagai kerusuhan. Kerusuhan ini bahkan telah menembus sampai kawasan
pedesaan atau kawasan pinggiran kota. Hal ini disebabkan desa telah kehilangan daya tahan
menghadapi krisis. Kultur agraris yang menjadi basis pertahanan ekonomi desa telah hilang
maupun ditinggalkan, diganti dengan pola modern yang tergantung pada industri.
Sementara industry yang diharapkan mampu menopang sektor pertanian, kondisinya
sangat rentang dan keropos, karena ketergantungannya pada bahan baku impor. Kebijakan
tegas untuk meninggalkan kultur agraris, karena ada pandangan bahwa pola pertanian yang
ada selama ini tidak memberikan nilai tambah, sangatlah naif. Nilai tambah yang dimaksud
dalam konteks tersebut adalah yang bisa memberikan konstribusi devisa, bukan dalam
pengertian mampu memberikan daya hidup pada komunitas desa. Bahkan kecenderungannya
adalah mengubah kawasan pedesaan yang mampu mandiri berbasis pertanian
keanekaragaman hayati, sebagai ajang konversi, menjadi kawasan industri dan kawasan
permukiman perkotaan.
Ketahanan kita akan kebutuhan bahan pokok sangatlah kurang, karena investasi yang ada
selama ini bukan untuk pembangunan industri yang berbasis sumber daya alam hayati
(agroindustry). Penelitian yang ada selama ini bukan membumi, tetapi menuju ke langit.
Untuk itu, dalam rangka peningkatan ketahanan akan kebutuhan bahan pokok, diperlukan
upaya pembangunan daerah yang berbasis keanekaragaman hayati setempat.(Sugandi, 2007:

11
46-50). Penelitian – penelitian terbaru menunjukkan bahwa kemiskinan tidaklah statis. Orang
miskin bukanlah orang yang pasif. Ia adalah manajer seperangkat asset yang ada di seputar
diri dan lingkungannya. Keadaan ini terjadi pada orang yang miskin yang hidup di Negara
yang tidak menerapkan sistem Negara kesejahteraan (welfare state). Sistem yang dapat
melindungi warganya menghadapi kondisi-kondisi yang memburuk yang mampu ditangani
oleh dirinya sendiri. Kelangsungan hidup individu dalam situasi seringkali tergantung pada
keluarga yang secara bersama-sama dengan jaringan sosial membantu para anggotanya
dengan pemberian bantuan keuangan, tempat tinggal dan bantuan-bantuan mendesak lainnya.
Pendekatan kemiskinan yang berkembang selama ini perlu dilengkapi dengan konsep
keberfungsian sosial yang lebih bermatra demorasi-sosial ketimbang neo-liberalisme.
Rebounding atau pelurusan kembali makna keberfungsian sosial ini akan lebih memperjelas
analisis mengenai bagaimana orang miskin mengatasi kemiskinannya, serta bagaimana
struktur rumah tangga, keluarga kekerabatan, dan jaringan sosial mempengaruhi kehidupan
orang miskin. Paradigma baru lebih menekankan pada “apa yang dimiliki si miskin ”
ketimbang ” apa yang tidak dimiliki si miskin ”. (Suharto, 2005 : 148)
Pada akhirnya kebijakan pengurangan kemiskinan yang selama ini yaitu pendekatan top-
down dalam perencanaan kebijakan yang sekarang dilakukan, yaitu pemerintah dan para
pakar menganggap dirinya yang paling mengetehaui tentang proses-proses yang terjadi
dimasyarakat, perlu diganti dengan pendeketan bottom-up, yaitu melibatkan partisipasi
masyarakat melalui dialog-dialog yang demokratis, menghargai perbedaan-perbedaan,
keadilan dan kesetaraan gender. Ilmu pengetahuan modern antroposentris sebagai dasar
perencanaan kebijakan publik untuk mengelola kehidupan masyarakat dan lingkungan perlu
diganti dengan ilmu pengetahuan yang bersifat non-antroposentris, menghargai etika dan
nilai-nilai yang ada di masyarakat dan di lingkungan alam. (Madrim Djody Gondokusumo
Dalam Bunga Rampai, 2005 : 418).
Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan lingkungan, yaitu mengurangi resiko
lingkungan atau dan memperbesar manfaat lingkungan. Sejak berabad tahun yang lalu nenek
moyang kita telah merubah hutan menjadi daerah pemukiman dan pertanian. Perubahan hutan
menjadi sawah merupakan usaha untuk memanfaatkan lahan untuk produksi bahan makanan
dibawah kondisi curah hujan yang tinggi dan juga untuk mengurangi resiko erosi di daerah
pegunungan. Hingga sekarang pencetakan sawah masih berjalan terus. Dengan perubahan
hutan atau tata guna lahan lain menjadi sawah berubahlah pula keseimbangan lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan pada hakekatnya tidak bisa
dilepaskan dari pembangunan manusia itu sendiri. Manusia merupakan subjek sekaligus

12
objek pembangunan. Manusia berada pada posisi sentral sahingga pelaksanaan pembangunan
dan hasil-hasilya tidak boleh mengabaikan dimensi manusianya. Untuk dapat melakukan hal
tersebut, diperlukan pendekatan pembangunan yang menitikberatkan pada segi manusia.
Pembangunan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup manusia. Di lain
pihak, pembangunan yang makin meningkat akan memberikan dampak negatif, berupa resiko
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, yang mengakibatkan rusaknya struktur dan
fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan. Kerusakan ini pada akhirnya
akan menjadi beban yang malah menurunkan mutu hidup manusia, sehingga apa yang
menjadi tujuan pembangunan akan sia-sia. Terpeliharanya keberlanjutan fungsi lingkungan
hidup merupakan kepentingan manusia, sehingga menuntut tanggung jawab dan perannya
untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Keberlanjutan pembangunan harus memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya
alam, sumber daya manusia, serta pengembangan sumber daya buatan, dan menjadi sarana
untuk mencapai keberlanjutan pembangunan, serta menjadi jaminan bagi kesejahteraan serta
mutu hidup generasi masa kini dan generasi mendatang.

2. Penerapan Tentang analisis mengenai dampak lingkungan?


2.1. Pengertian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang sering disingkat AMDAL, merupakan
reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat.
Reaksi ini mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan sikap yang menentang
pembangunan dan penggunaan teknologi tinggi.Dengan ini timbullah citra bahwa gerakan
lingkungan adalah anti pembangunan dan anti teknologi tinggi serta menempatkan aktivis
lingkungan sebagai lawan pelaksana dan perencana pembangunan.Karena itu banyak pula
yang mencurigai AMDAL sebagai suatu alat untuk menentang dan menghambat
pembangunan. Dengan adanya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat,
yaituNational Environmental Policy Act (NEPA) pada tahun 1969. NEPA mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 1970.Dalam NEPA pasal 102 (2) (C) menyatakan, “Semua usulan legilasi
dan aktivitas pemerintah federal yang besar yang akan diperkirakan akan mempunyai dampak
penting terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan Environmental Impact
Assessment (Analisis Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut”.
AMDAL mulai berlaku di Indonesia tahun 1986 dengan diterbitkannya Peraturan
Pemerintah No. 29 Tahun 1086. Karena pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 mengalami
beberapa hambatan yang bersifat birokratis maupun metodologis, maka sejak tanggal 23

13
Oktober 1993 pemerintah mencabut PP No. 29 Tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP
No. 51 Tahun 1993 tentang AMDAL dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
AMDAL. Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka PP No. 51
Tahun 1993 perlu disesuaikan.Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1999, pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999.Melalui PP No. 27 Tahun 1999 ini
diharapkan pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih optimal. Pembangunan yang tidak
mengorbankan lingkungan dan/atau merusak lingkungan hidup adalah pembangunan yang
memperhatikan dampak yang dapat diakibatkan oleh beroperasinya pembangunan tersebut.
Untuk menjamin bahwa suatu pembangunan dapat beroperasi atau layak dari segi
lingkungan, perlu dilakukan analisis atau studi kelayakan pembangunan tentang dampak dan
akibat yang akan muncul bila suatu rencana kegiatan/usaha akan dilakukan. AMDAL adalah
singkatan dari analisis mengenai dampak lingkungan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27
Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan disebutkan bahwa AMDAL
merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap
lingkungan hidup antara lain:
1. jumlah manusia yang terkena dampak
2. luas wilayah persebaran dampak
3. intensitas dan lamanya dampak berlangsung
4. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
5. sifat kumulatif dampak
6. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak

2.2.Peranan AMDAL

Persoalan kerusakan lingkungan akibat industri dan rumah tangga, khususnya di Negara
berkembang seperti Indonesia sudah sangat kompleks dan sudah menghawatirkan. Karena itu
perlu kesadaran semua pihak untuk turut menangai pencemaran lingkungan. Pemerintah
melalui kebijakan dan aturan harus mampu mengatur industi dalam pengolahan limbah baik
cair, kayu dan udara. Pihak industripun harus menyadari peranan pencemarannya yang sangat
besar sehingga harus mau membangun pengolahan limbah. Masyarakat pun harus
mempunyai peranan yang sangat besar dalam pengolahan limbah rumah tangga dan
lingkungan sekitar sehingga kelestarian lingkungan baik, udara, tanah maupun air dapat

14
terjaga dengan baik. Amdal dilakukan untuk menjamin tujuan proyek-proyek pembangunan
yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat tanpa merusak kualitas lingkungan hidup.
Amdal bukanlah suatu proses yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari proses
Amdal yang lebih besar dan lebih penting sehingga Amdal merupakan bagian dari beberapa
hak berikut :
1. Pengelolaan lingkungan
2. Pemantauan proyek
3. Pengelolaan proyek
4. Pengambilan keputusan
5. Dokumen yang penting
AMDAL bukan suatu proses yang berdiri sendiri melainkan bagian dari proses AMDAL
yang lebih besar dan penting, menyeluruh dan utuh dari perusahaan dan lingkungannya,
sehingga AMDAL dapat dipakai untuk mengelola dan memantau proyek dan lingkuangannya
dengan menggunakan dokumen yang benar. Selanjutnya, beberapa peran AMDAL dijelaskan
sebagai berikut : Peran AMDAL dalam pengelolaan lingkuangan.Aktivitas pengelola
lingkungan baru dapat dilakukan apabila rencana pengelolaan lingkungan telah disusun
berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan timbul akibat dari proyek yang akan
dibangun.Dalam kenyataan nanti,apabila dampak lingkungan yang telah diperkirakan jauh
berbeda dengan kenyataan, ini dapat saja terjadi karena kesalahan-kesalahan dalam
menyusun AMDAL atau pemilik proyek tidak menjalankan proyeknya sesuai AMDAL.
Agar dapat dihindari kegagalan ini maka pemantauan haruslah dilakukan sedini
mungkin,sejak awal pembangunan,secara terus menerus dan teratur. AMDAL sebagai
dokumen penting. Laporan AMDAL merupakan dokumen penting sumber informasi yang
detail mengenai keadaan lingkungan pada waktu penelitian proyek dan gambaran keadaan
lingkungan di masa setelah proyek dibangun.Dokumen ini juga penting untuk evaluasi,untuk
membangun proyek yang lokasinya berdekatan dan dapat digunakan sebagai alat legalitas.
AMDAL dimaksudkan sebagai alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap
kerusakanlingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktivitas pembangunanyang
sedang direncanakan. Dampak, adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu
aktivitas, yang dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik maupun biologi. Dalam konteks
AMDAL, penelitian dampak dilakukan karena adanya rencana aktivitas manusia dalam
pembangunan.
AMDAL ini sangat penting bagi negara berkembang khususnya Indonesia, karena
Indonesia sedang giat melakasanakan pembangunan, dan untuk melaksanakan pembangunan

15
maka lingkungan hidup banyak berubah, dengan adanya AMDAL maka perubahan tersebut
dapat diperkirakan. Dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup dapat berupa dampak positif
maupun dampak negatif, hampir tidak mungkin bahwa dalam suatu kegiatan / pembangunan
tidak ada dampak negatifnya. Dampak negatif yang kemungkinan timbul harus sudah
diketahui sebelumnya (dengan MDAL), di samping itu AMDAL juga membahas cara-cara
untuk menanggulangi / mengurangi dampak negatif. Agar supaya jumlah masyarakat yang
dapat ikut merasakan hasil pembangunan meningkat, maka dampak positif perlu
dikembangkan di dalam AMDAL.
Nurkin, (2002) mengemukakan bahwa penerapan AMDAL di negara-negara
berkembang ditujukan untuk :

a. Untuk mengidentifikasi kerusakan lingkungan yang mungkin dapat terjadi akibat


kegiatan pembangunan
b. Mengidentifikasi kerugian dan keuntungan terhadap lingkungan alam dan ekonomi
yang dapat dialami oleh masyarakat akibat kegiatan pembangunan
c. Mengidentifikasi masalah lingkungan yang kritis yang memerlukan kajian lebih
dalam dan pemantauannya.
d. Mengkaji dan mencari pilihan alternatif yang baik dari berbagai pilihan
pembangunan.
e. Mewujudkan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan.
f. Memabantu pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pembangunan dan pihak
pengelola lingkungan untuk memahami tanggung jawab, dan keterkaitannya satu
sama lain.

2.3.Tujuan AMDAL

1. Mengidentifikasikan rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan terutamayang


berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
2. Mengidentifikasikan komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkenadampak
besar dan penting.
3. Memprakirakan dan mengevaluasi rencana usahan dan atau kegiatan yangmenimbulkan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
4. Merumuskan RKL dan RPL.

16
2.4. Manfaat AMDAL

1. Bagi Pemerintahan

a. Menghindari perusakan lingkungan hidup seperti timbulnya pencemaran


air,pencemaran udara, kebisingan, dan lain sebagainya. Sehingga
tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan masyarakat.
b. Menghindari pertentangan yang mungkin timbul, khususnya dengan
masyarakat dan proyek - proyek lain.
c. Mencegah agar potensi sumber daya yang dikelola tidak rusak.
d. Mencegah rusaknya sumber daya alam lain yang berada diluar lokasi proyek, baik
yang diolah proyek lain, masyarakat, ataupun yang belum diolah.
2. Bagi pemilik modal.
a. Menentukan prioritas peminjaman sesuai dengn misinya.
b. Melakukan pengaturan modal dan promosi dari berbagai sumber modal.
c. Menghindari duplikasi dari proyek lain yang tidak perlu.
d. Untuk dapat menjamin bahwa modal yang dipinjamkan dapat dibayar
kembali oleh proyek sesuai pada waktunya, sehingga modal tidak hilang.
3. Bagi pemilik proyek.
a. Melihat masalah-masalah lingkungan yang akan dihadapi dimasa yang
akan datang.
b. Melindungi proyek yang melanggar undang –undang atau peraturan yang berlaku.
c. Mempersiapkan cara-cara pemecahan masalah yang akan dihadapi dimasa
yangakan datang.
d. Melindungi proyek dari tuduhan pelanggaran atau suatu dampak negatif yang
sebenarnya tidak dilakukan.
4. Bagi masyarakat.
a. Mengetahui rencana pembangunan didaerahnya.
b. Turut serta dalam pembangunan di daerah sejak awal.
c. Mengetahui kewajibannya dalam hubungan dengan proyek tersebut.
d. Memahami hal ihwan mengenai proyek secara jelas akan ikut menghindarkan
timbulnya kesalahpahaman.
5. Bagi peneliti dan ilmuan.
a. Kegunaan didalam penelitian.
b. Kegunaan didalam analisis kemajuan dan ilmu pengetahuan.
c. Kegunaan didalam meningkatkan keterampilan didalam penelitian dan
meningkatkan pengetahuan.

2.5 Kriteria Wajib AMDAL

Kriteria ini hanya diperlukan bagi proyek-proyek yang menimbulkan dampak


penting terhadap lingkungan yang pada umumnya terdapat pada rencana-rencana
kegiatan berskala besar, kompleks serta berlokasi di daerah yang memiliki lingkungan
sensitif.
Jenis-jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
AMDAL dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 17

17
tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan
AMDAL.
Jenis Usaha dan Atau Kegiatan Wajib AMDAL:
1. Pertahanan dan Keamanan
2. Pertanian
3. Perikanan
4. Kehutanan
5. Kesehatan
6. Perhubungan
7. Teknologi Satelit
8. Perindustrian
9. Prasarana Wilayah
10. Energi dan Sumber Daya Mineral
11. Pariwisata
12. Pengelolaan limbah B3, dan Rekayasa Genetika

AMDAL pada hakekatnya merupakan penyempurnaan suatu proses perencanaan proyek


pembangunan dimana tidak saja diperhatikan aspek sosial proyek itu, melainkan juga aspek
pengaruh proyek itu terhadap sosial budaya, fisika, kimia dan lain-lain, Hadi dalam Daniah
(2007: 49). Tujuan dan sasaran utama AMDAL adalah untuk menjamin agar suatu usaha atau
kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak dan
mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain usaha tau kegiatan tersebut layak dari segi
aspek liongkungan. Sedangkan kegunaan AMDAL adalah sebagai bahan untuk mengambil
kebijaksanaan (misalnya perizinan) maupun sebagai pedoman dalam membuat berbagai
perlakuan penanggulangan dampak negatif. Dalam usaha menjaga kualitas lingkungan,
secara khusus AMDAL berguna dalam hal:
1. Mencegah agar potensi sumber daya alam yang dikelola tidak rusak, terutama sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
2. Menghindari efek samping dari pengolahan sumber daya terhadap sumber daya alam
lainnya, proyek-proyek lain dan masyarakat agar tidak timbul pertentangan-
pertentangan.
3. Mencegah terjadinya perusakan lingkungan akibat pencemaran sehingga tidak
mengganggu kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan masyarakat.
4. Agar diketahui manfaatnya yang berdaya guna dan berhasil guna bagi bangsa, negara
dan masyarakat.
Melalui pengkajian AMDAL, kelayakan lingkungan sebuah rencana usaha atau kegiatan
pembangunan diharapkan mampu optimal meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan
yang negatif serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efesien.

18
Munn (1979) sebagaimana dikutip oleh Helneliza, mengemukakan bahwa AMDAL
merupakan salah satu dari bagian perencanaan dalam rangka menghasilkan tindakan
pembangunan yang selaras dengan lingkungan. Hasil AMDAL dapat diketahui apakah
proyek pembangunan berpotensi menimbulkan dampak atau tidak. Bila berdampak besar
terutama yang negatif, tentu saja proyek tersebut tidak boleh dibangun atau boleh dibangun
dengan persyaratan tertentu agar dampak negatif tersebut dapat dikurangi sampai tidak
membahayakan lingkungan. Bila berdasarkan AMDAL tidak akan menimbulkan dampak
yang berarti, maka proyek pembangunan dapat dilaksanakan sesuai usulan dengan tetap
berpedoman agar tetap memperhatikan dampak-dampak negatif yang mungkin timbul diluar
perkiraan semula. Dalam hal ini, sebelum proyek dilaksanakan harus ditentukan dulu
pedoman pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagai usaha menjaga kelestariannya.
Perlu kiranya ditekankan AMDAL sebagai alat dalam perencanaan harus mempunyai peranan
dalam pengambilan keputusan tentang proyek yang sedang direncanakan. Artinya AMDAL
tidak banyak artinya apabila dilakukan setelah diambil keputusan untuk melaksanakan proyek
tersebut.

19
BAB IV
KESIMPULAN

1. Simpulan
a. Permasalahan pembangunan berkelanjutan sekarang telah merupakan komitmen
setiap orang, sadar atau tidak sadar, yang bergelut di bidang pembangunan.
Permasalahan pembangunan berkelanjutan juga tak dapat diabaikan dalam
perkembangan berbagai ilmu pengetahuan dan tekonologi. Pembangunan pada
hakikatnya adalah perubahan lingkungan, yaitu mengurangi resiko lingkungan atau
dan memperbesar manfaat lingkungan. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan pada hakekatnya tidak bisa dilepaskan dari pembangunan manusia itu
sendiri. Manusia merupakan subjek sekaligus objek pembangunan. Manusia berada
pada posisi sentral sahingga pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilya tidak boleh
mengabaikan dimensi manusianya. Untuk dapat melakukan hal tersebut, diperlukan
pendekatan pembangunan yang menitikberatkan pada segi manusia. Pembangunan
dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup manusia. Di lain pihak,
pembangunan yang makin meningkat akan memberikan dampak negatif, berupa
resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, yang mengakibatkan rusaknya
struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan.
b. AMDAL bukan suatu proses yang berdiri sendiri melainkan bagian dari proses
AMDAL yang lebih besar dan penting, menyeluruh dan utuh dari perusahaan dan
lingkungannya, sehingga AMDAL dapat dipakai untuk mengelola dan memantau
proyek dan lingkuangannya dengan menggunakan dokumen yang benar. Selanjutnya,
beberapa peran AMDAL dijelaskan sebagai berikut : Peran AMDAL dalam
pengelolaan lingkuangan.Aktivitas pengelola lingkungan baru dapat dilakukan apabila
rencana pengelolaan lingkungan telah disusun berdasarkan perkiraan dampak
lingkungan yang akan timbul akibat dari proyek yang akan dibangun. Tujuan dan
sasaran utama AMDAL adalah untuk menjamin agar suatu usaha atau kegiatan
pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak dan
mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain usaha tau kegiatan tersebut layak
dari segi aspek lingkungan. Sedangkan kegunaan AMDAL adalah sebagai bahan
untuk mengambil kebijaksanaan (misalnya perizinan) maupun sebagai pedoman
dalam membuat berbagai perlakuan penanggulangan dampak negatif.

20
2. Saran
1. Pemerintah agar lebih memperhatikan efek negatif pembangunan karena yang
merasakan dampak negatif langsung dari pemerintah adalah masyarakat, terutama
masyarakat miskin. Pembangunan mau tidak mau pasti berefek pada lingkungan
hidup. Maka dalam hal ini pemeerintah harus secara tegas mengatur tentang hal-
hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pembangunan juga sarana
pengolahan limbah yang tepat guna, sehingga limbah yang dihasilkan tidak lagi
mengotori lingkungan.
2. Perlunya peran masyarakat agar lebih berpartisipasi dalam pengawasan dampak
pembangunan karena tanpa adanya pengawasan yang ketat, maka pemerintah akan
mengabaikan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang merupakan
syarat utama mengurangi dampak negatif pembangunan.sehingga pemerintah
lebih cepat mengetahui bila terjadi pencemaran lingkungan atau pelanggaran
amdal.

21
Daftar Pustaka

Buku :
Djamin, Djanius.2007.Pengawasan & Pelaksanaan Undang-Undang Lingkungan Hidup.
Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
Fandeli, Chapid, 2007. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Liberty Offset. Yogyakarta
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Horas, Nommy.2004.Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan.Jakarta:Erlangga.
Soemarno, Otto.2007. Analisis Mengenai Daaampak Lingkungan.Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press.
Soemarwoto, Otto. 1983. Ekologi Lingkungan hidup dan Pembangunan. Djambatan : Jakarta
Sugandhy, Aca Dkk. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan
Berwawasan Lingkungan. Bumi Aksara.

Undang-Undang :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman
Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup
dan Izin Lingkungan.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012
Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Literatur :
Seminar Pembangunan Hukum Nasional Viii Tema Penegakan Hukum Dalam Era
Pembangunan Berkelanjutan Prof. Dr. Daud silalahi. Pembangunan berkelanjutan dalam rangka
pengelolaan (termasuk perlindungan) sumber daya alam yang berbasis pembangunan sosial dan
ekonomi. 2003
Prinsip-Prinsip Dan Implementasi Pembangunan Berkelanjutan// © 2006 Sekolah Pasca
Sarjana IPB Posted 24 Aug. 06 Makalah Kelompok 2, Materi Diskusi Kelas Pengantar
Falsafah Sains (PPS702).

22

Anda mungkin juga menyukai