Anda di halaman 1dari 25

BAB I

SAJIAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. FRAM
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Jakarta, 8 Desember 2009
Umur : 7 tahun 3 bulan
Pendidikan : Siswa SD
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Gg. Potri No 20, RT 002/001 Kel. Rajawati
Kecamatan Pancoran
No. rekam medis : 849262
Tanggal masuk rumah sakit : 11 Maret 2017 pukul 19.00 WIB
Datang sendiri/ rujukan : Datang sendiri

ANAMNESIS
Dilakukan anamnesis secara autoanamnesis dengan pasien dan alloanamanesis
dengan ibu pasien pada tanggal 12 Maret 2017 pukul 09.25 WIB.

a. Keluhan utama : Demam

b. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien seorang anak laki-laki berusia 7 tahun 3 bulan datang ke
RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan demam sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit.
Sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien menderita batuk.
Batuk berlangsung hanya sesekali saja dan tidak terjadi sepanjang hari.
Batuk bersifat kering dan tidak berdahak. Batuk tidak disertai adanya sesak
nafas, mengi, maupun keringat malam. Batuk ini tidak dilakukan
pengobatan karena batuk tidak mengganggu aktivitas anak dan batuk hanya
terjadi sesekali saja. BAK normal, berwarna kuning jernih. BAB normal,
berwarna kecoklatan dengan konsistensi normal.
Sejak 2 hari sebelum rumah sakit, keluhan batuk tetap dirasakan.
Pasien mengeluh adanya nyeri pada saat menelan makanan. Pasien masih
dapat makan dan minum dengan baik, tidak disertai dengan penurunan nafsu
makan. Keluhan mual dan muntah disangkal pasien. BAK normal, berwarna
kuning jernih. BAB normal, berwarna kecoklatan dengan konsistensi
normal.
Demam dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sekitar
pukul 18.00. Suhu tubuh tidak diketahui pasien. Orangtua pasien sempat
memberikan obat penurun panas syrup 1 x 1, demam sempat menurun dan
meningkat lagi 2 jam setelah pemberian obat penurun panas. Demam
dirasakan timbul mendadak dan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh
perubahan waktu, tidak ada peningkatan suhu pada malam hinga dini hari,
dan tidak disertai mengigil. Demam tidak disertai sesak nafas, mual,
muntah, mencret, tidak disertai adanya perdahan seperti perdarahan hidung
ataupun gusi, dan tidak disertai penurunan kesadaran.
Pagi hari sebelum masuk rumah sakit, orangtua pasien mengatakan
keluhan yang dirasakan menetap dan tubuh pasien terasa semakin panas.
Orangtua sempat mengukur suhu tubuh pasien yaitu 39℃. Keluhan demam
disertai dengan kejang. Kejang terjadi sebanyak 2x dalam waktu 2 jam.

15
Kejang pertama terjadi pukul 08.25 WIB. Sifat kejang yang dialami pasien
berupa kaku pada seluruh tubuh dan tidak kelojotan. Lama serangan kejang
terjadi ± 5 menit. Saat kejang, pasien tidak sadarkan diri. Setelah kejang,
pasien terlihat lemas dan mengantuk. Suhu tubuh menurun dan kembali
meningkat pada siang hari sekitar pukul 12.00 WIB. Pukul 13.00 WIB,
terjadi kejang kedua dengan suhu tubuh 40 ℃ pada saat kejang. Sifat kejang
yang dialami pasien serupa dengan serangan pertama yaitu kaku pada
seluruh tubuh dan tidak ada kelojotan. Lama serangan kejang terjadi ± 5
menit. Saat kejang, pasien tidak sadarkan diri. Setelah kejang pasien terlihat
lemas dan mengantuk. Sehingga orangtua pasien membawa pasien ke IGD
RSPAD Gatot Soebroto.

Riwayat Penyakit Dahulu


Sewaktu lahir pasien tampak normal dan tidak memiliki kelainan yang
tampak secara fisik. Pasien sudah pernah mengalami kejang sebelumnya pada saat
berusia 3 bulan dan usia 1 tahun. Saat usia 3 bulan, kejang terjadi 1 kali dengan
durasi kejang ± 5 menit. Kejang diawali dengan demam, suhu tubuh saat itu adalah
± 39 ℃. Sifat kejang adalah kaku pada seluruh tubuh dan tidak ada klojotan. Setelah
kejang, pasien langsung sadarkan diri. Tidak ada mual dan muntah setelah
terjadinya kejang. Pasien tidak dirawat. Pasien hanya diberikan obat melalui dubur.
Saat berusia 1 tahun, kejang terjadi 1 kali dengan durasi kejang ± 5 menit.
Kejang diawali dengan demam, suhu tubuh saat itu adalah ± 40 ℃. Sifat kejang
adalah kaku pada seluruh tubuh dan tidak ada klojotan. Setelah kejang, pasien
langsung sadarkan diri dan segera makan. Tidak ada keluhan nyeri menelan pada
saat makan. Nafsu makan tidak terganggu. Tidak ada mual dan muntah setelah
terjadinya kejang. Pasien tidak dirawat, hanya diberikan obat melalui dubur.
Pasien tidak memiliki riwayat yang diderita sejak lahir seperti penyakit
jantung bawaan, ataupun kelainan darah. Riwayat alergi obat disangkal. Tidak ada
riwayat kuning pada seluruh tubuh.

Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan Sekitar


Tidak ada anggota keluarga inti yang mengalami kejang baik kejang dengan
demam, maupun kejang tanpa demam. Tidak ada riwayat penyakit kronis maupun
riwayat penyakit keganasan pada anggota keluarga lainnya. Pasien merupakan anak
kedua dari dua bersaudara. Pasien tinggal bersama orangtua. Keadaan tempat
tinggal pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Tempat tinggal memiliki
ventilasi yang baik, pencahayaan yang baik, sirkulasi udara yang baik, sanitasi
tempat tinggal dan lingkungan sekitar rumah dalam keadaan baik.

Riwayat Kehamilan
Status obstetri ibu pasien dengan P1A0. Pasien adalah merupakan anak
kedua dari dua bersaudara. Keadaan kesehatan ibu selama kehamilan baik dan tidak
menderita penyakit pada saat hamil. Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan
selain vitamin kehamilan yang diberikan oleh dokter. Selama masa kehamilan ibu
pasien mengaku tidak memiliki riwayat minum minuman beralkohol, merokok,
penggunaan narkotika, atau konsumsi obat dalam jangka waktu lama. Ibu pasien
tidak memiliki riwayat penyakit sistemik yang berat selama masa kehamilan seperti
kencing manis, tekanan darah tinggi, riwayat penyakit kelamin, ataupun riwayat
pemakaian KB hormonal.

16
Riwayat Antenatal Care (ANC)
Perawatan antenatal care dilakukan oleh Ibu secara rutin setiap bulan ke
bidan. Ibu sudah mendapatkan suntikan tetanus toksoid sebanyak 2 kali selama
kehamilan pada usia kehamilan 5 bulan dan usia kehamilan 8 bulan. Kelainan lain
seperti perdarahan jalan lahir, anemia, hipertensi pada kehamilan, panggul sempit
disangkal ibu pasien.

Riwayat Persalinan
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien lahir pada tanggal 8 Desember 2009,
di Rumah Sakit secara spontan di rumah sakit dengan penolong persalinan adalah
bidan.Cara persalinan pasien adalah lahir spontan dari ibu pasien G2P1A0 dengan
usia kehamilan cukup bulan. Berat badan bayi pada saat lahir adalah 3600 gram,
dan panjang badan 49 cm. Setelah lahir, keadaan bayi langsung menangis, tidak
terdapat kebiruan atau pucat pada seluruh tubuh, bergerak aktif, serta tidak terdapat
adanya kelainan bawaan. Nilai APGAR score tidak diketahui. Kesan bayi lahir
spontan cukup bulan dengan BBL normal sesuai masa kehamilan.

Riwayat Perkembangan Anak


Perkembangan Psikomotor
o Menegakkan kepala : 3 bulan
o Membalik badan : 4 bulan
o Duduk : 6 bulan
o Berdiri : 10 bulan
o Berbicara (papa,mama) : 8 bulan
o Berjalan : 11 bulan
o Bicara : 13 bulan
Motorik Halus dan Kognitif
o Menulis : 3 tahun
o Membaca : 3 tahun
Gangguan perkembangan mental/emosi : Tidak ada
Kesimpulan : Perkembangan anak sesuai umur

Usia
ASI / PASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi tim
( bulan )

0-2 ASI 12 kali sehari -/- - -

2-4 ASI 10 kali sehari -/- - -

4-6 ASI 8 kali sehari -/- - -

Bubur susu 5
ASI 6 kali sehari
pisang/biskuit sendok
6-8 + Susu formula 4 -
diencerkan makan, 2 kali
kali sehari
sehari

17
Bubur susu 5
ASI 4 kali sehari Nasi Tim, 1
pisang/biskuit sendok
8 - 10 + Susu formula 3 centong nasi,
diencerkan makan, 2 kali
kali sehari 1 kali sehari
sehari
Bubur susu 5
ASI 2 kali sehari Nasi Tim 1
pisang/biskuit sendok
10-12 + Susu formula 2 centong, 1
diencerkan makan, 2 kali
kali sehari kali sehari
sehari
Riwayat Nutrisi
Kesan : Kualitas dan kuantitas makan cukup.

Di atas 1 tahun:

Jenis makanan Frekuensi


Nasi 7 hari dalam seminggu @ 3 x sehari @ setengah – satu centong
nasi
Sayuran 3 hari dalam seminggu @ 3 x sehari @ 1sendok sayur / 1 x
makan
Daging 3 hari dalam seminggu @ 1 x sehari @ 1 potong / 1 x makan
Ikan 3 hari dalam seminggu @ 1 x sehari @ 1 potong / 1 x makan
Telur 4 hari dalam seminggu @ 2 x sehari @ 1 butir / 1 x makan
Tahu 2 hari dalam seminggu @ 1 x sehari @ 1 potong / 1 x makan
Tempe 2 hari dalam seminggu @ 1 x sehari @ 1 potong/ 1 x makan
Susu 1 x sehari @ 250 cc @ 4 sendok takar susu Dancow

Kesan : Kualitas dan kuantitas makan cukup

Riwayat Imunisasi:

Jenis Imunisasi I II III IV V VI


BCG 2 bulan

DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan 18 bulan 5 tahun

Polio Saat lahir 2 bulan 4 bulan 6 bulan 18 bulan 5 tahun

Hepatitis B Saat lahir 2 bulan 6 bulan

HiB 2 bulan 4 bulan 6 bulan 15 bulan

Campak 9 bulan

18
Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Penyakit Usia Penyakit Usia
Diare - Morbili -
Otitis - Parotitis -
Radang paru - Demam berdarah -
Tuberkulosis - Demam tifoid -
3 bulan
Kejang dan 1 Cacingan -
tahun
Ginjal - Alergi -
Jantung - Pertusis -
Darah - Varicella -
Difteri - Biduran -
Asma - Kecelakaan -
Penyakit kuning - Operasi -
Batuk berulang - Thalassemia -
Pasien pernah mengalami kejang pada usia 3 bulan dan 1 tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah, ibu dan anggota keluarga lain tidak memiliki penyakit yang sama
dengan yang dialami pasien, tidak terdapat anggota keluarga pernah mengalami
kejang. Riwayat kanker dalam keluarga disangkal.

Riwayat Keluarga (Corak Reproduksi)

No Usia Jenis Kelamin Kondisi saat ini Keterangan

1 10 tahun Perempuan Sehat -

2 7 tahun 3 bulan Laki-laki Dirawat Pasien

Data Orangtua
Ayah Ibu
Usia 35 tahun 32 tahun
Pernikahan ke Pertama Pertama
Usia saat menikah 28 tahun 25 tahun
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Karyawan Swasta Ibu Rumah Tangga
Agama Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa
Riwayat penyakit (bila Tidak ada Tidak ada
ada)
Konsanguinitas Tidak ada Tidak ada

Anggota keluarga lain yang serumah :


Tidak ada anggota keluarga lain yang tinggal serumah.

19
Masalah dalam keluarga :
Tidak ada masalah dalam keluarga baik dalam hal ekonomi dan sosial

Riwayat Sosial Ekonomi

 Status rumah tinggal :


Rumah milik pribadi
 Keadaan rumah :
Ventilasi baik, pencahayaan baik, rumah dibersihkan 2 kali sehari.
 Keadaan lingkungan :
Perumahan warga padat, tidak banjir, sanitasi baik. Jadwal pembuangan
sampah rutin setiap hari, air selokan dibersihkan sebulan sekali. Sumber air
yang digunakan adalah air pam. Air yang keluar jernih, tidak lengket dan
tidak berbau. Air selokan mengalir tidak tersumbat.

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 12 Maret 2017 pukul 10.00 WIB

 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : Compos Mentis
 GCS : E4 V5 M6
 Status mental : Tenang
 Berat badan : 24 kg
 Tinggi badan : 117 cm
 Lingkar kepala : 47 cm
 Tanda-tanda vital
o Nadi : 128 x/menit, isi cukup, teratur, equal di
keempat sisi
o Pernafasan : 25 x/menit , abdominotorakal
o Suhu : 39oC (aksila)
 Antropometri
o Berat badan ideal menurut usia : 23 kg
o Tinggi badan ideal menurut usia : 121 cm
o Status Gizi (menurut grafik CDC):
 BB/U : 24/ 23 x 100% = 104 %
 TB/U : 117/121 x 100% = 97 %
 BB/TB : 24/22 x 100% = 109 %
 Kesan status gizi :gizi normal, pertumbuhan normal.

Status Generalis
Pernapasan
- Pernapasan normal tidak terdapat dispnoe
- Tidak terdapat kelainan pola nafas seperti kussmaul, cheynestokes, atau apneu
periodik
- Tidak terdapat suara napas tambahan seperti stridor maupun mengi
- Tidak ditemukan adanya retraksi
Sirkulasi
- Perabaan kulit : normal, tidak kering dan lembab
- Perabaan nadi : laju nadi 128x/menit, isi cukup, teratur, equal di keempat
tempat.

20
Kejang
Pasien memiliki riwayat kejang pada saat berusia 3 bulan dan saat berusia 1
tahun.
Kelainan Mukosa/Kulit/Subkutan Menyeluruh
- Pucat : Tidak ditemukan adanya pucat pada mukosa tubuh
- Sianosis : Tidak ditemukan adanya sianosis
- Ikterik : Tidak ditemukan adanya ikterik
- Perdarahan : Tidak ditemukan adanya perdarahan
- Edema Generalisata : Tidak ditemukan adanya edeme generalisata
- Perabaan Kulit : Perabaan kulit lembab
- Turgor : Turgor kulit normal, tidak kering
Kelenjar Getah Bening
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
- Submandibula : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
- Supraklavikula : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
- Axilla : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
- Inguinal : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Kepala
Normocephal, rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut, dan tidak
mudah rontok, distribusi rambut merata. Ubun-ubun besar mendatar dan
tidak cekung. Tidak ditemukan adanya lesi maupun infeksi pada kulit
kepala. Sutura pasien terlihat sudah menyatu.
Wajah
Raut wajah normal , simetris, tidak ditemukan nyeri tekan pada sinus.
Mata
- Keadaan palpebra superior dan inferior normal, tidak ditemukan adanya
edema, ptosis maupun cekung pada palpebra.
- Konjungtiva pasien tidak anemis pada kedua mata. Tidak ditemukan
perdarahan subkonjungtiva. Sklera tidak ikterik pada kedua mata. Kornea
dan lensa terlihat jernih. Pupil terlihat isokor, berbentuk bulat dengan
diameter ± 3 - 4 mm. Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+. Tidak ada kelainan pada gerak bolamata seperti strabismus
ataupun nistagmus. Visus pasien dalam keadaan normal.
Telinga
Daun telinga dalam keadaan normotia, simetris kanan dan kiri. Liang telinga
lapang, terlihat sedikit serumen, tidak ditemukan adanya perdarahan.
Keadaan gendang telinga utuh, intak, tidak terlihat adanya hiperemis,
terdapat refleks cahaya di arah jam 7 pada gendang telinga kiri dan refleks
cahaya di arah jam 5 pada gendang telinga kanan. Tidak ada gangguan
maupun penurunan pendengaran.
Hidung
Bentuk dan posisi hidung dalam keadaan normal, tidak ada napas cuping
hidung, tidak ada deviasi septum, mukosa tidak hiperemis, konka tidak
edema dan tidak hiperemis, tidak ada sekret dan tidak ada epistaksis.
Mulut
- Bibir : tidak sianosis, mukosa bibir lembab.
- Lidah : bentuk lidah normal tidak terdapat deviasi, warna lidah normal, tidak
kotor, dan tidak tremor.
- Tenggorokan : Faring hiperemis dan tonsil T2-T2 hiperemis, tidak terdapat
kripta, tidak terdapat detritus.

21
Leher
Leher berbentuk normal, tidak terdapat benjolan. Pergerakan leher bebas
tidak ada keterbatasan gerak. Tiroid tidak teraba membesar. Tidak teraba kelenjar
getah bening. Trakea tidak ditemukan adanya deviasi trakea. JVP 5 + 2 CmH2O.
Toraks
Bentuk toraks normochest, gerakan dada simetris kanan dan kiri.
- Paru :
 Inspeksi : simetris pada keadaan statis dan dinamis pada paru kanan
dan kiri.
 Palpasi : tidak terdapat benjolan, fremitus taktil simetris, tidak
terdapat nyeri tekan pada kanan dan kiri
 Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
 Auskultasi : suara napas vesikuler, terdapat suara ronki, tidak
terdapat wheezing
- Jantung :
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat pada ICS V
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm lateral dari garis
midclavicula kiri.
 Perkusi :
o Batas atas : ICS II linea strenal kiri
o Batas pinggang : ICS III linea parasternal kiri
o Batas kanan : ICS IV linea sternal kanan
o Batas kiri : ICS V, 2 cm lateral linea midclavicula kiri
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, tidak terdapat
murmur dan gallop
Abdomen
- Inspeksi : tampak datar, venektasi (-), scar (-), laserasi (-),
- Auskultasi : bising usus normoperistaltic
- Palpasi :
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
- Lain-lain : tidak terdapat nyeri tekan
- Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut.
Genitalia
Pemeriksaan genitalia tidak dilakukan
Perkembangan Pubertas
Stadium Tanner
- Genitalia : 1
- Pubis : 1
- Axilla : 1
Anus
Tidak dilakukan pemeriksaan pada anus
Ekstremitas
Akral hangat, edema (-) , sianosis (-), CRT < 2 detik
Pemeriksaan Neurologis
a. Kekuatan otot : 5555|5555
5555|5555

22
b. Tonus otot : Normotonus|Normotonus
Normotonus|Normotonus
c. Refleks Fisiologis
o Refleks Biseps : +/+ normal
o Refleks Triseps : +/+ normal
o Refleks Patella : +/+ normal
o Refleks Achilles : +/+ normal

d. Refleks Patologis
o Refleks Hoffmann-Trommer : -/-
o Refleks Babinski : -/-
o Refleks Oppenheim : -/-
o Refleks Chaddock : -/-
o Refleks Schaeffer : -/-
o Refleks Gordon : -/-

e. Tanda Rangsang Meningeal


o Kaku Kuduk :-
o Brudzinski I :-
o Brudzinski II :-
o Brudzinski III :-
o Brudzinski IV :-
o Kernig sign : >135°
o Laseque sign : >70°

PEMERIKSAAN PENUNJANG (12 Maret 2017, pukul 12.03 WIB)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hematologi Lengkap

Hemoglobin 12.9 11.5-13.5 g/dL

Hematokrit 36 35-45 %

Eritrosit 4.5 4.0 – 5.2 juta/ul

Leukosit 8180 5000 -14500 /ul

Trombosit 198000 150.000 – 400.000 /ul

MCV 80 77-95 fL

MCH 29 25-33 pg

MCHC 36 31-37 g/dL

RDW 12.00 11.5-14.5%

23
Hitung Jenis :

Basofil 0 0-1%

Eosinofil 0 1-3%

Neutrofil 88 50-70%

Limfosit 6 20-40%

Monosit 6 2-8%

Kimia Klinik :

Natrium (Na) 132 132-145 mmol/L

Kalium (K) 3.9 3.1-5.1 mmol/L

Clorida (Cl) 101 96-111 mmol/L

RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun 3 bulan datang ke RSPAD Gatot
Soebroto dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS. Batuk sejak 5 hari SMRS.
Batuk terjadi sesekali, batuk kering, nyeri menelan. Nafsu makan tidak menurun,
mual dan muntah (-) . BAK dan BAB normal. Demam terjadi 1 hari SMRS, pukul
18.00, suhu tidak diketahui. Diberikan obat penurun panas sirup 1x1, demam
meningkat kembali setelah 2 jam pemberian obat.
Pagi hari SMRS, demam suhu 39℃. Terjadi kejang pertama pukul 08.25
WIB. Sifat kejang tonik seluruh tubuh, serangan ± 5 menit. Saat kejang, pasien
tidak sadarkan diri. Setelah kejang, pasien terlihat lemas dan mengantuk. Pukul
13.00 WIB, terjadi kejang kedua dengan suhu 40 ℃. Sifat kejang tonik seluruh
tubuh, serangan ± 5 menit. Saat kejang, pasien tidak sadarkan diri. Setelah kejang
pasien terlihat lemas dan mengantuk.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditemukan, keadaan umum tampak
sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 128x/menit, pernapasan 25x/menit
abdominotorakal, suhu 39oC. Berat badan anak 24 kg, tinggi badan 117 cm, lingkar
kepala 47 cm. Tenggorokan faring hiperemis (+) tonsil T2-T2 hiperemis. Status
antropometri gizi normal, pertumbuhan baik.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang ditemukan, hemoglobin 12.9
g/dl, hematokrit 36%, eritrosit 4.500.000/ul, leukosit 8180/ul, trombosit 198.000/ul,
natrium 132 mmol/L, kalium 3.9 mmol/L, klorida 101 mmol/L.
Diagnosis Banding
- Kejang Demam Kompleks
- Kejang Demam Sederhana
- Epilepsi
- Meningitis
- Ensefalitis

Diagnosis Kerja
- Kejang Demam Kompleks
- Tonsilofaringitis Akut
24
Rencana Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan darah rutin harian
- Pemeriksaan foto toraks
- Pemeriksaan urinalisa

Penatalaksanaan
a. Farmakologi

 IVFD D5-1/4 NS 1500 cc / 24 jam


 Stesolid 10 mg sup bila kejang
 Paracetamol drip 4 x 250 g
b. Non-farmakologi
 Edukasi keluarga pasien tentang penyakit kejang demam, dan cara untuk
menangani saat serangan akut maupun untuk mencegah serangan kejang
berulang.
 Jaga asupan cairan dan nutrisi.
Prognosis
a. Ad vitam : ad bonam
b. Ad fungsionam : ad bonam
c. Ad sanationam : ad bonam

25
BAB II
KEJANG DEMAM KOMPLEKS
Definisi
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di
bidang neurologi khususnya anak. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak
berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang
berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf
Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari.1
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata
laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama
kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu
anak berumur berapa . Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik,
tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang
dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah,
lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu
diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.1
Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara
spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan
kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.2
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah
penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan
penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami
kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis
kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.3
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh
kelainan ekstrakranial.3 Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa
kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih. Kejang
demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak,
terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 5 tahun. Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam
kejang demam. Hampir 3% daripada anak berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kriteria diagnostik mencakup kejang pertama yang
dialami oleh anak dengan suhu lebih tinggi dari 38˚C, anak berusia kurang dari 6
tahun,tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf pusat dan anak tidak
menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang demam dapat diklasifikasikan
sebagai kejang demam jinak apabila berlangsung kurang dari 15 menit, tidak
memperlihatkan gambaran fokal yang signifikan, dan tidak berlangsung dalam
suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit. Kejang demam
kompleks memiliki durasi lebih lama,ada tanda fokal dan terjadi dalam rangkaian
yang berkepanjangan.4

Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% terjadi pada anak usia dibawah
5 tahun di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan
26
lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya
kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Sangat jarang
ditemukan adanya kejang demam pada anak berusia diatas 6 tahun. Pada saudara
kandung insidensinya berkisar 9-17%. Angka kejadian pada kembar monozigot
lebih besar daripada kembar dizigot. Adanya epilepsi pada saudara kandung juga
meningkatkan resiko kejang demam begitu pula sebaliknya. Insidensi komplikasi
berupa epilepsi berkisar 9% pada anak yang memiliki faktor resiko berupa riwayat
keluarga epilepsi positif dibandingkan dengan faktor resiko negatif yaitu sekitar
1%. Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki daripada perempuan. Hal
tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih
cepat dibandingkan dengan laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun.1 Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak
usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.4

Etiologi
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui,
akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang. Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-
tiba tinggi dan kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam.
Kejang berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit. Faktor hereditas
juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam
mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya. Kadang
kejang yang berhubungan dengan demam disebabkan oleh penyakit lain, seperti
keracunan, meningitis, atau ensefalitis.3
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama
tonsillitis dan faringitis, otitis media akut (cairan telinga yang tidak segera
dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang
demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih. Selain
itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang
demam.5 Disentri karena Shigella juga sering menyebakan demam tinggi dan
kejang demam pada anak-anak.1

Faktor Resiko

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain
itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,
dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan
mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali
rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18
bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi.6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,
lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam
kompleks.6

Beberapa hal yang merupakan faktor resiko berulangnya kejang demam adalah: 7

 Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama


27
 Riwayat kejang demam dalam keluarga
 Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif
normal
 Riwayat demam yang sering
 Kejang pertama adalah complex febrile seizure (kejang fokal, hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau
berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).

Resiko berulangnya kejang demam adalah 10% tanpa faktor resiko, 25%
dengan 1 faktor resiko, 50% dengan 2 faktor resiko, dan dapat mencapai 100%
dengan ≥ 3 faktor resiko.7

Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan


suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
(K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel.8
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.8
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang.8

28
Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang”
dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsi.8

Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan


dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis,
furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik
– klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik.1

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi
secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan atau hilang kesadaran
yang berlangsung selama 30 detik - 5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak
yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-
tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot
wajah, badan, tangan dan kaki sehingga anak terlihat kaku dan tersentak-sentak.
Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh
apabila dalam keadaan berdiri.4

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya


berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang
kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya
tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih
atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan hingga kesulitan bernapas,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan, hal ini jelas terlihat pada wajah. Mata
berputar-putar sehingga yang terlihat oleh orangtua hanyalah sklera pasien saja.4

Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak


memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak
akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang
berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat
menimbulkan kerusakan permanen dari otak.8

29
Klasifikasi Kejang Demam

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua :4

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure)

- Berlangsung singkat
- Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
- Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
- Tidak berulang dalam waktu 24 jam
- Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang
demam

2. Kejang demam kompleks (Complex Febrile Seizure)

- Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit


- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan
kejang parsial
- Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam, anak sadar kembali
di antara bangkitan kejang.

Diagnosis

1. Anamnesis6
 Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan
kejang
 Sifat kejang (fokal atau umum)
 Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
 Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
 Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap
atau naik turun)
 Suhu sebelum atau pada saat kejang
 Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA,
GE)
 Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak
disertai demam atau epilepsi)
 Riwayat kejang dalam keluarga atau adakah epilepsi dalam keluarga
 Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
 Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
 Trauma kepala
 Kejang demam sederhana dapat ditegakkan berdasarkan usia anak
ketika terjadi kejang antara 6 bulan – 6 tahun

2. Pemeriksaan Fisik6
 Tanda vital terutama suhu
 Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan
adanya kelainan struktur otak.

30
 Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid
mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
 Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala
berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang
dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial
yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural.
Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau
bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan
karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
 Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan
kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex
serebri.
 Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan
cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau
hidrosefalus.
 Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya
demam (ISPA, OMA, GE)
 Pemeriksaan refleks patologis
 Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)

3. Pemeriksaan Penunjang6

Pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang dilakukan pada kasus


kejang demam lebih ditujukan untuk mencari penyebab terjadinya demam,
antara lain:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dpat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali
sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Maka tindakan pungsi lumbal
dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut:

 Bayi kurang dari 12, diharuskan


 Bayi antara 12-18 bulan, dianjurkan
 Bayi > 18 bulan, tidak rutin kecuali bila ada tanda-tanda
meningitis.
Bila yakin bahwa pasien tidak menderita meningitis secara klinis,
maka pemeriksaan pungsi lumbal tidak perlu dilakukan.

31
c. Elektroensefalografi (EEG)
Tidak direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang ataupun memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi terjadi
pada pasien kejang demam, kecuali pada kejang yang tidak khas
(misalnya kejang demam kompleks pada usia > 6 tahun atau kejang
demam fokal).
d. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed tomography scan
(CT-Scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi, seperti:

 Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis)


 Paresis nervus VI
 Papiledema
Diagnosis Banding

Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu kejang yang ditandai
dengan kejang berulang tanpa demam. Lalu, kejang demam juga harus dibedakan
dengan meningitis dimana dari pemeriksaan kaku kuduk dapat menegakkan atau
menyingkirkan diagnosa tersebut. Selain itu, definisi dari kejang demam itu sendiri
menyingkirkan kejang yang disebabkan oleh penyakit saraf seperti meningitis,
ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis
berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai
sistem susunan saraf pusat (Tabel 1).9
1. Epilepsi
Epilepsi adalah salah satu penyakit akibat adanya kelainan pada otak, dimana
pada otak dapat ditemukan beberapa lokasi yang abnormal yang diyakini
sebagai pemicu kejang. Epilepsi memiliki beberapa tipe yaitu grandma,
petitmal. Dll. Kejang pada epilepsy mirip dengan kejang pada demam,
namun ada beberapa hal yang membedakan yaitu onset serangan, kesadaran,
gerakan ekstrimitas, dan tahanan kejang. Pada epilespsi inset serangan
biasanya gradual, kesadaran pasca serangan adalah baik, gerakan ekstrimitas
saat kejang tidak beraturan, dan gerakan kejang bila mendapat tahanan dapat
dihentikan. Pada epilepsy pun jika dilakukan pemeriksaan EEG maka akan
menunjukan adanya gambaran EEG abnormal, yaitu banyak terdapat spike.9
2. Meningitis
Merupakan infeksi pada meningen, yaitu selaput pembungkus otak. Infeksi
ini dapat disebabkan oleh bakteri seperti Stereptococcus pneumonia,
Eschericia coli, dan Haemophilus influenzae maupun virus seperti virus
herpes zoster dan herpes simplex. Ada triad klasik dari meningitis, yaitu
berupa kaku kuduk, demam tinggi dan perubahan status mental. Selain itu
dapat dijumpai adanya fotofobia dan fonofobia. Jika tidak ada gejala klasik
ini, maka sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis pada seseorang. Pada
anak biasanya terlihat irritabel dan kurang sehat. Pada bayi berusia hingga 6
bulan biasanya didapai penonjolan fontanella. Adanya pemeriksaan analisa
cairan serebrospinal dapat digunakan untuk menegakkan adanya meningitis.9

32
3. Ensefalitis
Merupakan merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang umumnya
disebabkan oleh virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri.
Mikroorganisme ini dapat masuk melalui kulit, saluran nafas dan saluran
cerna. Gejala yang dialami biasanya berupa demam tinggi, pusing kepala,
kebingungan dan terkadang kejang. Pada pasien anak umumnya dijumpai
demam, tidak nafsu makan dan irritabilitas. Adanya ensefalitis juga dapat
diikuti dengan adanya meningitis. Analisa cairan otak dapat menunjukkan
peningkatan kadar protein dan sel darah putih, sedangkan kadar glukosa
darah normal. Pada beberapa pasien tidak dijumpai perubahan berarti pada
analisa cairan serebrospinal.9

Tatalaksana
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3
-0,5 mg/kg perlahan–lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu
3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal
adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau
Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis
7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.4

Tabel 1. Diagnosa Banding.9

No Kriteri Banding Kejang Epilepsi Meningitis


Demam Ensefalitis

1. Kejang Pencetusnya Tidak berkaitan Salah satu


demam dengan demam gejalanya demam
2. Kelainan Otak (-) (+) (+)

3. Kejang berulang (+) (+) (+)


4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)

Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat


diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila
dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya (gambar 1).4
33
b. Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah
10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak
kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan.4

c. Pemberian Obat Rumat


1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali
atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari
12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.4
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa
kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan
efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari
dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50%
kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil
kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-
2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.4
Edukasi pada Orang Tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :4
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang :4
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
34
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang sedang berlangsung 5 menit atau
lebih.

Gambar 1. Penghentian Kejang Demam.4

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan
diberikan berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor risikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur
dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia
dan hipotensi.3

Prognosis
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik
dan tidak perlu menyebabkan kematian Kejadian kecacatan sebagai komplikasi
kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara
retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan
kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal.4

a. Kematian.
Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik,
tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian
KDS 0,46 % s/d 0,74 %.
b. Terulangnya Kejang.

35
Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan
pertama dari serangan pertama.
c. Epilepsi.
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang
demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang
anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :
 riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
 kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita
KDS
 kejang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan


mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya
didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.

d. Hemiparesis.
Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung
lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal.
Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula
kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas.
Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama.
e. Retardasi Mental.
Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ,
sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan
perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah.
Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam,
kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.

Pencegahan
Pencegahan terutama dari kejang demam adalah mencegah agar suhu tubuh
anak tidak terlalu tinggi sehingga tidak menjadi faktor pemicu timbulnya kejang.1
Hal yang dapat dilakukan ialah:
 Memberi kompres air dingin pada anak yang demam.
 Tidak mengenakan baju yang tebal dan tertutup pada anak.
 Menggunakan obat penurun suhu tubuh, yaitu Paracetamol.

Kesimpulan

Kejang demam kompleks merupakan bangkitan kejang yang terjadi akibat


peningkatan suhu tubuh terutama suhu rektal diatas 38℃ yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berusia 6 bulan
sampai dengan 5 tahun. Dengan awitan kejang berlangsung selama kurang dari 15
menit hanya saja kejang terjadi berulang sebanyak 2x dalam satu hari, dan diantara
2 bangkitan kejang anak sadarkan diri. Kejang berulang hanya terjadi pada 16%
anak yang mengalami kejang demam.

36
BAB III
ANALISIS KASUS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien seorang anak laki-laki berusia 7 tahun 3 bulan dengan berat badan 24 kg,
didapatkan diagnosis pada pasien ini adalah :
1. Kejang Demam Kompleks
a. Usia pasien 7 tahun 3 bulan dan pasien juga tidak ada riwayat kejang
tanpa demam sebelumnya (kejang demam terjadi pada usia 6 bulan – 5
tahun)
b. Kejang didahului oleh demam dengan suhu 39 - 40°C (kejang demam
terjadi pada suhu ≥ 38 °C suhu rektal).
c. Tidak ada infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut; tidak
didapatkan kaku kuduk pada pemeriksaan fisik, sebelum dan setelah
kejang, pasien aktif serta pada pemeriksaan tidak ada gangguan
neurologis.
d. Kejang demam yang berlangsung ± 5 menit dan terjadi berulang dengan
bangkitan kejang sebanyak 2x dalam 24 jam. Diantara 2 bangkitan
kejang anak sadarkan diri. (Kejang demam kompleks berulang adalah
kejang ≥ 2x dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar).
2. Tonsilofaringitis Akut
a. Demam terjadi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
b. Adanya keluhan batuk kering sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
c. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan faring hiperemis dengan
tonsil T2-T2 hiperemis.
3. Pneumonia
a. Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
b. Adanya keluhan batuk sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
c. Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan suara ronki pada kedua lapang
paru
d. Berdasarkan pemeriksaan penunjang ditemukan adanya infiltrate
disuprahiler kanan dan kiri
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini :
a. Farmakologi
- IVFD D5-1/4 NS 1500 cc / 24 jam
- Stesolid 10 mg sup bila kejang
- Paracetamol drip 4 x 250 g
b. Non-farmakologi
 Edukasi keluarga pasien tentang penyakit kejang demam, dan cara untuk
menangani saat serangan akut maupun untuk mencegah serangan kejang
berulang.
 Jaga asupan cairan dan nutrisi.

Pemberian cairan dan kalori


Pada pasien ini kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan pasien.
Bedasarkan rumus pemberian cairan rumatan pada berat badan 24 kg yaitu 1580
mL/hari ditambah dengan 12% setiap kenaikan 10C diatas 370C sehingga total
cairan yang diberikan adalah 1769,7 mL/hari. Cairan yang diberikan pada pasien

37
ini adalah D5-1/4 NS. Sedangkan pemberian makanan pada pasien ini adalah diet
lunak dengan penghitungan kalori sebagai berikut:
RDA kalori = kalori menurut usia x BB ideal menurut usia
= 80 x 23
= 1840 kcal/BB
Pemberian kalori tersebut terdiri dari 50% karbohidrat, 15% lemak dan 35%
protein.

Pemberian antipiretik bila diperlukan


Dosis paracatemol yang digunakan adalah 10 - 15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Pada pasien ini dengan berat badan 24 kg
diberikan diberikan paracetamol 250 mg 4 x1 tablet per oral jika suhu lebih dari
380C sudah sesuai dengan literatur. Paracetamol termasuk golongan antipiretik-
analgetik yang memiliki efek sebagai penurun panas dan penghilang nyeri. Hal ini
sesuai diberikan pada pasien ini karena terdapat peningkatan suhu tubuh
Pemberian golongan anti konvulsan
Menurut konsensus tatalaksana kejang demam oleh IDAI, dosis pemakaian
diazepam oral 0.3 mg/kg setiap 8 jam atau diazepam rektal 0.5 mg/kg setiap 8 jam
pada suhu >38,50C. Penanganan kejang di rumah sakit apabila sudah diberikan
diazepam 2 kali, berikutnya diberikan phenytoin bolus IV 10 – 20 mg/kgBB. Pada
pasien ini belum diberikan diazepam ketika kejang terjadi, 7 jam sebelum masuk
rumah sakit. Ketika sampai di IGD RSPAD, dalam keadaan demam namun tidak
dalam keadaan kejang. Pada pasien, diberikan diazepam 3x2 mg peroral bila
kejang.
Prognosis quo ad vitam bonam karena penyakit pada pasien saat ini tidak
mengancam nyawa. Pada quo ad functionam bonam karena pada pasien ini, organ-
organ vital masih berfungsi dengan baik. Pada quo ad sanationam dubia ad bonam
karena menurut kepustakaan pasien yang pernah mengalami kejang demam
beresiko untuk mendapatkan kejang demam dikemudian hari.

38
DAFTAR PUSTAKA
1. Haslam R. H. A. Sistem saraf, dalam ilmu kesehatan anak nelson. Edisi 15.
Volume 3. Jakarta: EGC; 2000.h.2059-60.
2. Hendarto S.K. Kejang demam. Sub-bagian saraf anak. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM;
1982.h. 6-8.
3. Behrman. Ilmu kesehatan anak. Edisi 15. Jakarta: EGC; 2000.h.2059-67.
4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus penatalaksanaan
kejang demam. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2006.h.1 – 14.
5. Febrile seizures: causes, symptoms, diagnosis and treatment. Diunduh pada
tanggal 19 Maret 2017. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
6. Staf Pengajar IKA FKUI. Kejang demam. Dalam: Ilmu kesehatan anak 2.
Jakarta: FKUI.
7. Rauf, Syarifuddin. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Makassar:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS; 2009.h. 103-9.
8. World Health Organisation. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.
9. Richard EB, Robert MK, Ann MA. Ilmu kesehatan anak nelson. Volume 3.
Jakarta: EGC; 2004.h.2059-60.
10. Abraham MR, Julien IE, Colin DR. Buku ajar pediatric Rudolph. Volume
3. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2007.h.2160-1.

39

Anda mungkin juga menyukai