Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia pernah dinobatkan sebagai negara bebas polio oleh
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1995. Namun semenjak tahun
2005, virus penyakit menular ini pertama kali muncul kembali di daerah
Sukabumi setelah tak sengaja terbawa dari negara lain. Selanjutnya, polio
terus menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, seperti pulau Jawa dan
Sumatera.
Polio itu sendiri adalah infeksi menular yang disebabkan oleh virus
polio. Penyakit polio menyerang sistem saraf pusat sehingga
menyebabkan kelumpuhan — seringnya melumpuhkan kaki. Pada kasus
yang berat, penyakit ini dapat membuat anak kesulitan bernapas dan
menelan. Sampai saat ini, polio tidak ada obatnya. Oleh karena itu, satu
hal yang bisa dilakukan dan dijamin efektif adalah mencegah penyebaran
virus penyebabnya. Pencegahan virus polio hanya bisa dilakukan lewat
vaksin alias imunisasi. Maka dari itu, WHO mewajibkan setiap negara
untuk melakukan vaksin rutin demi mencegah penyakit polio mewabah.
Inilah yang sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI sejak lama.
Sayangnya, tidak semua anak Indonesia mendapatkan vaksin lengkap,
termasuk imunisasi polio, akibat terbentur oleh berbagai macam
hal sebab. Menurut data Profil Kesehatan Indonesia, pada tahun 2015
cakupan imunisasi dasar lengkap pada balita hanya mencapai 86,54
persen saja. Sementara, angka yang ditargetkan pemerintah saat itu
adalah sebesar 91 persen.Banyak orangtua yang ragu atau bahkan
menolak sama sekali untuk mengimunisasi anaknya karena
mempercayai kesalahpahaman yang beredar di masyarakat.Misalnya,
kabar burung yang bilang bahwa imunisasi menyebabkan
kelumpuhan atau autisme — dua mitos yang salah besar dan sudah
dibantah oleh begitu banyak penelitian medis sahih. Hal inilah yang
mendorong kembalinya penyakit polio mewabah di Indonesia setelah
sekian tahun lamanya. Polio adalah penyakit yang sangat mudah
menyebar pada anak-anak yang tidak diimunisasi, terlebih karena pada
awalnya penyakit ini tidak menunjukkan gejala sama sekali. Begitu sudah
parah menggerogoti tubuh, barulah polio tampak menyeruak di
permukaan. Polio sangat mudah untuk menyerang anak balita yang tidak
diimunisasi polio atau yang tidak lengkap. Itu sebabnya kenapa setiap
anak wajib untuk diimunisasi.Vaksin atau imunisasi adalah satu-satunya
cara yang efektif dan ampuh untuk membuat si kecil kebal dari berbagai
penyakit infeksi yang mengintainya, seperti polio. Imunisasi polio dilakukan
sebanyak 4 kali dan seluruhnya harus komplit didapatkan si kecil jika Anda
tak mau ia terserang polio. Pastikan juga kalau ia mendapatkan imunisasi
dasar lainnya ketika ia berusia balita dan imunisasi lanjutan saat anak
memasuki usia sekolah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis pada penyakit polio?
2. Bagaimana konsep keperawatan pada penyakit polio?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis polio
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan pada penyakit polio
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Poliomielintis merpakan penyakit infeksi akt oleh sekelompompok
virs ltramikroskop yang bersifat nerotrofik yang awalnya menyerang
susunan saraf pusat melalui peredaran darah (chairuddin). Penyakit
ini menyebabkan kelemahan motorik yang asimetris dengan adanya
gangguan bulbar dan pernapasan dalam korteks (partick davey).
2. Etiologi
Poliomilitis dapat disebabkan oleh virus tipe I (Brunchilde), tipe II
(Lansing) dan tipe III (Leon): dapat hidup berbulan-bulan didalam air,
mati dengan pengeringan/oksidan. Virus ini hanya menyerang sel-sel
dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang
terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali
dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah
timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah:
a. Medula spinalis terutama kornu anterior
b. batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial
serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital
c. sereblum terutama inti-inti virmis
d. otak tengah “midrain” terutama masa kelabu substansia nigra
dan kadang-kadang nucleus rubra
e. thalamus dari hipotalamus
f. palidum
g. korteks serebri, hamya daerah motoric
klasifikasi inveksi virus polio
a. Minor illiness (penyakit dengan gejala ringan)
b. Major illiness (termasuk jenis non-paralitik dan paralitik)
Dari segi klinis dibagi atas dua tipe yaitu:

a. tipe bulbar: tipe ini ditemukan pada batang otak


b. Bentuk spinal: kelainan tipe ini memberikan komplikasi ortopedi

cara penularan data melalui inhalasi, makanan dan minuman


nermacam serangan seperti lipas, lalat, dan lain-lain. Penularan
melalui oral berkembang biak verimia virus DC faecese beberapa
minggu

3. Manefestasi klinis
Penyakit ini paling banyak pada anak-anak dibawah 5 tahun dan
juga bisa pada remaja. Kemungkinan gejala dicurigainya poliomyelitis
pada anak disertai dengan sakit kepala, sakit pinggang, kesulitan
menekuk leher dan punggung, kekakuan otot yang di perjelas dengan
tanda heod drop, tanda tripod saat duduk, tanda-tanda spinal, tanda
Brudzinsky atau kering. (Sumarmo)
penyakit ini berkembang melalui beberapa tahapan yaitu;
a. Fase inkubasi: 3-6 hari, dal kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-
21 hari
b. Fase gejala umum: seperti influenza, nyeri kepala, rasa nyeri
tulangbelakang, dan anggota gerak, malaise, dan mungkin
gejala mencret ± 3 hari
c. Fase paralisis mendadak: berlangsung 3 hari -2 bulan
d. Fase penyembuhan
e. Fase menahun atau fase parilisis residusis

Menurut klasifikasinya
a. Minor Illness (penyakit dengan gejala ringan)
1) sangat ringan atau bahkan tanpa gejala
2) nyeri tenggorokan dan perasaan tak enak diperut,
gangguan gastrointestinal, demam ringan, perasaan
lemas, dan nyeri kepala
3) terjadi selama 1-4 hari, kemudian menghilang dan jarang
lebih dari 6 hari. Selama waktu itu virus bereplikasi pada
nasofaring dan saluran cerna bagian bawah.
b. major IIIness (termasuk jenis non-paralitik dan paralitik)
1) terjadi selama 3-35 hari termasuk gejala minor illness
dengan rata-rata 17 hari
2) demam, kelemahan cepat dalam beberapa jam, nyeri
kepala dan muntah
3) dalam 24 jam terlihat kekakuan leher dan punggung
4) terlihat mengntuk, iritabel, dan cemas
5) pada kasus tanpa paralisis sangat sukar dibedakan
dengan meningitis aseptic
6) bila terjadi paralisis biasanya dimulai dalam beberapa
detik sampai 5 hari sesudah keluhan nyeri kepala
7) pada anak stadium pre-paralisis lebih singkat dan
kelemahan otot terjadi pada waktu penurunan suhu
8) pada dewasa, stadium pre-paralitk berlangsung lebih
hebat dan lama, terlihat kasit berat, tremor, agitasi,
kemerahan didaerah muka, otot menjadi sensitive dan
kaku, pada otot ekstensor ditemukan reflex tendon
meninggi dan fasikulasi.

4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Lab
1) Pemeriksaan darah tepi perifer
2) Cairan serebrospinal
3) Pemeriksaan serologic
4) Isolasi virus volio
b. Pemeriksaan Radiology
c. Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan kerusakan didaerah
kolumn anterior
d. Pemeriksaan likour memberikan gambaran sel dan bahan kimia
(kadar gula dan protein)
e. Pemeriksaan histologik corda spinalis dan batang otak untuk
menentukan kerusakan yang terjadi pada sel neuron.
5. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap poliomyelitis..
Antibiotika,y-globulin dan vitamin tidak mempunyai efek.
Penatalaksanaan adalah simptomatis dan suportif.
a. Infeksi tanpa gejala: istirahat total
b. Infeksi abortif: istirahat sampai beberapa hari setelah temeratur
normal, kalau perlu dapat diberikan analgetik, sedative. Jangan
melakukan aktivitas selama 2minggu, 2 bulan kemudian
dilakukan pemeriksaan neuromuskuloskletal untuk mengetahui
adanya kelainan.
c. Non paralitik: sama denga tipe abortif. Pemberian analgetik
sangat efektif bila diberikan bersamaan dengan pembaut
hangat selama 15-30 menit setiap 2-4 jam dan kadang-kadang
mandi air panas juga dapat membantu.sebaiknya diberikan foot
board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar kaki
terletak pada sudut yang sesuia terhadap tungkai. Fisioterpi
dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan
mencegah atrofi otot yang timbul sebagai akibat denervasi sel
kornu anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi.
d. Paralitik: Harus dirawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu
dapat terjadi paralisis pernafasan, dan untuk in harus diberikan
pernafasan mekanis.Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan
fisioterapi pasif dengan menggerakan kaki/ tangan. Jika terjadi
paralisis kandung kemih maka diberikan stimulant
parasimpatetik seperti bethanechol (Urecholine) 5-10 mg oral
atau 2,5-5 mg/ SK.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit
Keluhan utama (poliomielitis) Pertama kali dirasakan/ pernah
sebelumnya Mendadak, terus-menerus, perlahan-lahan,
hilang timbul, sesaat di bagian tubuh mana atau Keluhan
lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar,
Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll.
Riwayat imunisasi (lengkap atau tidak).
b. Riwayat Pekerjaan.
Hobi/kebiasaan
c. Riwayat Alergi.
Apakah ada alergi makanan
Apakah pasien ada alergi obat
d. Riwayat Keluarga
Apakah ada anggota keluarga mengalami keluhan yang
sama
Apakah ada tetangga mengalami keluhan yang sama
e. Riwayat Penyakit
Apakah penyakit dahulu yang mungkin berulang
Penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit
sekarang
f. Pemerikasaan Fisik
Tanda-tanda vital di nilai pada infeksi virus polio. Gejala dapat
bervariasi dari infeksi yang tidak jelas sampai paralisis.
Pemeriksaan neurologis
Kelemahan Otot
1) Otot-otot tubuh terserang paling akhir
2) Sensorik biasanya normal
3) Reflek tendon dalam biasanya mulai terlihat 3-5
minggu setelah paralisis, dan menjadi lengkap dalam
waktu 12-15 minggu serta bersifat permanen.
4) Gangguan fungsi otonom sesaat, biasanya ditandai
denganretensi urin.
5) Tanda-tanda rangsang mingineal
Gangguan saraf kranial (poliomielitis bulbar). Dapat
mengenai saraf kranial IX dan X atau III. Bila mengenai
retikularis di batang otak maka terdapat ganguan bernafas,
menelan, dan sestem kardiovaskuler.
g. Pemriksaan Penunjang (Laboratorium)
1) Pemeriksaan darah biasanya dalam batas normal. Laju
endap darah meningkatkan sedikit, lekopenia/lekositosis
ringan terjadi pada stadium dini.Cairan serebrospinalis
2) Biasanya tekanan serebrospinalis nermal, cairan liquor
jernih; pleositosis antara 15-500 sel/mm3, dengan sel
limposit yang predominan tetapi pada stadium awal sel
PMN lebih dominan. Kadar protein normal pada minggu
ke-1, meningkat pada minggu ke-2 dan ke-3. Kadar
glukosa dan klorida dalam batas normal.
3) Isolasi virus polio
4) Dapat diperoleh dari asupan tenggorak satu minggu
sebelum dan sesudah paralisis
5) Dari tinja pada minggu 2-6 minggu bahkan sampai 12
minggu setelah gejala klinis
6) Pemeriksaan imunoglobulin mempunyai nilai diagnostik,
bila terjadi kenaikan titer antibodi 4x dari imunoglobulin G
(IgG) atau imunoglobulin M (IgM) yang positip.
2. Diagnosa Medis
Menurut buku NANDA Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi
2018-2020.
a. Hambatan imobilitas fisik
1) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik atau suatu atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah
2) Batasan karakteristik
a) Gangguan sikap berjalan
b) Penurunan keterampilan motorik halus
c) Punurunan keterampilan kasar
d) Penurunan rentang gerak
e) Waktu reaksi memanjang
f) Kesulitan membolak balik posisi
g) Ketidaknyamanan
h) Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan
i) Dispnea setelah beraktivitas
j) Tremor akibat bergerak
k) Instabilitas postur
l) Gerakan lambat
m) Gerakan spastic
n) Gerakan tidak terkoordinasi
3) Factor Yang Berhubungan
a) Intoleran Aktivitas
b) Ansietas
c) Indeks Massa Tubuh Di Atas Persentil Ke-75 Sesuai Usia
d) Kepercayaan Budaya Tentang Aktivitas Yang Tepat
e) Penurunan Kekuatan Otot
f) Penurunan Kendali Otot
g) Penurunan Massa Otot
h) Penurunan Ketahanan Tubuh
i) Depresi
j) Disuse
k) Kurang Dukungan Lingkungan
l) Kurang Pengetahuan Tentang Nilai Aktivitas Fisik
m) Kaku Sendi
n) Malnutrisi
o) Nyeri
p) Fisik Tidak Bugar
q) Keengganan Memulai Pergerakan
r) Gaya Hidup Kurang Gerak
4) kondisi terkait
a) Kerusakan integritas struktur tulang
b) Gangguan fungsi kongnitif
c) Gangguan metabolism
d) Kontraktur
e) Keterlambatan perkembangan
f) Gangguan moskuloskeletal
g) Gangguan neuromuscular
h) Agens farmaseutika
i) Program pembatasan gerak
j) Gangguan sensoriperseptual

Menurut Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

b. Gangguan Mobilitas Fisik (SDKI, PPNI 2017)


1) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri.
2) Penyebab
a) Kerusakan integritas struktur tulang
b) Perubahan metabolisme
c) Ketidakbugaran fisik
d) Penurunan kendali otot
e) Penurunan massa otot
f) Penurunan kekuatan otot
g) Keterlambatan perkembangan
h) Kekakuan sendi
i) Kontraktur
j) Malnutrisi
k) Gangguan musculoskeletal
l) Gangguan neuromuscular
m) Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
n) Efek agen farmakologis
o) Program pembatasan gerak
p) Nyeri
q) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
r) Kecemasan
s) Gangguan kognitif
t) Keengganan melakukan pergerakan
u) Gangguan sensoripersepsi
3) Gejala dan Tanda Mayor
a) Objektif
(1) Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
b) Subjektif
(1) Kekuatan otot menurun
(2) Rentang gerak (ROM) menurun
4) Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif
(1) Nyeri saat bergerak
(2) Enggan melakukan pergerakan
(3) Merasa cemas saat bergerak
b) Objektif
(1) Sendi kaku
(2) Gerakan tidak terkoordinasi
(3) Gerakan terbatas
(4) Fisik lemah
3. Intervensi Keperawatan
Dukungan imobilisasi
Tindakan
1) Observasi
a) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
b) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2) Terapeutik
a) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar
tempat tidur)
b) Libatkan dengan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerkan
c) Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
3) Edukasi
a) Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis.
Duduk ditempat tidur, pindah ketempat tidur ke kursi)

Manajemen Energi

Tindakan

1) Observasi
a) Monitor kelolaan fisik dan emosional
b) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
2) Terapeutik
a) Lakukan latihan gerak pasif dan atau aktif
b) Fasilitasi duduk disisi tempat tidur jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
3) Edukasi
a) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan

Manajemen nutrisi

Tindakan

1) Observasi
a) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutria
b) Monitor asupan makanan
2) Terapeutik
a) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
b) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
3) Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk jika mampu
4) Kolaborasi
a) kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda
nyeri, antimetik) jika perlu

Manajemen nyeri

Tindakan

1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
nyeri
2) Terapeutik
a) Berikan teknik non parmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. Tens, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
3) Edukasi
a) Jelaskan strategi meredakan nyeri
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Pencegahan jatuh

Tindakan

1) Observasi
a) Identifikasi factor resiko jatuh (mis. Usia >65 tahun,
penurunan tingkat kesadaran, deficit kongnitif, hipotensi
ortostatik, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan,
neuropati)
b) Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi
roda dan sebaliknya
2) Terapeutik
a) Pasang handrail tempat tidur
b) Gunakan alat bantu berjalan (mis. Kursi roda, walker )
c) Temptkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari nurse station
3) Edukasi
a) Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
4. Implementasi
Implemtasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilaukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
menggambarkan criteria hasil yang diharapkan (Potter Perry,2012).
Menurut Effendi, implementasi adalah pengolahan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (intervensi). Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri
dari tindakan mandiri, saling ketergantungan/kaloborasi, dan tindakan
rujukan/ketergantungan.
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan
oleh perawat dan klien. Hal-hal ini harus diperhatikan ketika
melakukan implemntasi keperawatan adalah intervensi dilakukan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan
keterampilan, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan
dengan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi
dilindungi dan didokumentasikan keperawatannya berupa pencatatan
dan pelaporan. (taqiyyah Burarah dan Mohammad Jauhar, 2013).
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawata. Pada situasi nyara sering implementasi jauh
berbeda dengan rencana. Hal ini terjadi karena perawat belum
terbiasa menggunakan rencana tertulis dengan melaksanakan
tindakan keperawatan. Yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu
apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat
membahayakan klien dengan perawat jika berakibat fatal, dan juga
tidak memenuhi aspek legal. (Taqiyyah Burarah dan Mohammad
Jauhar, 2013).
Sebelum melakukan tindakan yang sudah direncanakan perawat
perlu memperhatikan dengan singkat apakah rencana tindakan masih
sesuai dengan kebutuhan klien sesuai dengan kondisisaat ini.
Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual, teknik sesuai dengan tindakan yang akan
dilakukan.(Nugroho Taufan, 2011)
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan yang membandingkan
antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah
diterapkan untuk melihat keberhasilannya. Bila hasil evaluasi tidak
berhasil sebagian, perlu disusun rencana keperawatan yang baru.
Perlu diperhatikan juga bahwa evaluasi perlu dilakukan beberapa kali
dengan melibatkan keluarga sehingga perlu pula direncanakan waktu
yang sesuai dengan kesedian keluarga (suprjinto,2004)
Menurut Alfalo-LeFerve evaluasi mengacu pada penilaian,
tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan
penyebab megapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau
gagal. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi ini adalah:
a. Perawat menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan
yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran
dari rencana keperawatan yang diterimah.
b. Perencanaan merupakan dasar yang mendukung suatu evaluasi.
c. Menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien
untuk mengganti atau mengahapus diagnosa keperawatan, tujuan
atau intervensi keperawatan.
d. Menentukan target dari suatu hal yang ingin dicapai adalah
keputusan bersama antara perawat dank lien.
e. Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu
sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan
dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan, termasuk
pengetahuan menganai standar asuhan keperawatan, respon
klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan
pengetahuan konsep teladan dari keperawatan . (Padilla, 2013).
Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi
kemampuan pasien kea rah pencapaian hasil, dimana dalam
evaluasi menggunakan istilah SOAP. (Nugroho Taufan, 2011)
S (subjektif): Data subjektif berisi dari pasien melalui anamnesis
(wawancara) yang merupakan ungkapan
langsung.
O (Objektif): Data objektif, data yang dari hasil observasi
melalui pemeriksaan fisik.
A (Assesment): Analisis dan intrepretasi berdasarkan data yang
terkumpul kemudian dibuat kesimpulannya yang
meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau
masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan
tindakan segera.
P (Planning): Perencanaan merupakan tindakan yang akan
diberikan termasuk asuhan mandiri, kaloborasi,
diagnosis atau laboratorium, serta kosleng untuk
tindakan lanjut.

Anda mungkin juga menyukai