“HEAT TREATMENT”
Disusun oleh:
Nike Mardia Agustina
1631210086
3H Perawatan D3 Teknik Mesin
Penjelasandiagram :
Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan
menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit. Pada proses pendinginan
sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan
bainit. Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan
struktur mikro martensit.
2.7 Kekerasan
2.7.1 Pengertian Kekerasan
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan sebuah benda
(benda kerja) terhadap penetrasi/daya tembus dari bahan lain yang
kebih keras penetrator). Kekerasan merupakan suatu sifat dari bahan
yang sebagian besar dipengaruhi oleh unsur-unsur paduannya dan
kekerasan suatu bahan tersebut dapat berubah bila dikerjakan
dengan cold worked seperti pengerolan, penarikan, pemakanan dan
lain-lain serta kekerasan dapat dicapai sesuai kebutuhan dengan
perlakuan panas.
2.7.2 Faktor – Faktotr Yang Mempengaruhi Kekerasan
Faktor – Faktor yang mempengaruhi kekerasan.
Kekerasan suatu material logam dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya :
1. Kadar Karbon
Semakin tinggi kadar karbon, maka logam akan semakin
keras namun rapuh. Kadar karbon sebesar 0,6 – 1% merupakan
kadar karbon yang sangat berpengaruh pada kekerasan logam.
Setelah lebih dari 1% maka kadar karbon tidak berpengaruh
pada nilai kekerasannya.
2. Unsur paduan
Unsur paduan akan mempengaruhi sifat mekanik baja,
beberapa unsure paduan yang terdapat pada baja beserta
pengaruhnya pada sifat mekanik antara lain:
a. Nikel berfungsi:
1. Meningkatkan kekuatan dan kekerasan baja
2. Meningkatkan ketahanan korosi
3. Meningkatkan keuletan dan tahan gesek
b. Chromium berfungsi :
1. Menambah kekerasan baja
2. Membentuk karbida
3. Menambah keelastisan, sehingga baik buat pegas
c. Mangan berfungsi:
1. Meningkatkan kekerasan
2. Meningkatkan ketahanan terhadap suhu tinggi
3. Membuat baja mengkilap
3. Perlakuan panas
Pengaruh perlakuan akan mempengaruhi kekerasan logam
tergantung dari perlakuan apa yang diberikan. Annealing akan
menurunkan kekerasan baja. Hardening akan meningkatkan
kekerasan baja. Tempering akan menurunkan kekerasan baja
dibawah perlakuan panas Hardening. Normalising akan
meningkatkan kekerasan baja dibandingkan keadaan awal baja
atau baja tanpa perlakuan panas.
4. Bentuk dan dimensi butir
Material dengan ukuran butir kecil akan memiliki kekerasan
yang tinggi sedangkan butir besar akan memiliki kekerasan
yang rendah. Material dengan butir halus akan memiliki
kekerasan tinggi dibandingkan dengan material dengan butir
kasar.
2.7.3 Metode Uji Kekerasan
Kekerasan suatu material dapat adalah ketahanan material
tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih
keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan
(scratching), pantulan ataupun ndentasi dari material keras terhadap
suatu permukaan benda uji. Berdasarkan mekanisme penekanan
tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan:
1. Metode gores
Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia
metalurgi dan material lanjut, tetapi masih sering dipakai
dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh
Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material di dunia
ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala
Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang
paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk,
hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi,
sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan
nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh: Talc,
Orthoclase Gipsum, Quartz, Calcite, Topaz, Fluorite,
Corundum, Apatite, Diamond (intan)
Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores
oleh Orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu digores oleh
Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada
antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa
metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidak
akuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan
mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa
nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10
memiliki rentang yang besar.
2. Metode elastik/pantul (rebound)
Dengan metode ini, kekerasan suatu material
ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi
pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu
yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan
benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan
mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan
tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur,
maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.
3. Metode Indentasi
Tipe pengetesan kekerasan material/logam ini adalah
dengan mengukur tahanan plastis dari permukaan suatu
material komponen konstruksi mesin dengan speciment
standar terhadap “penetrator”. Adapun beberapa bentuk
penetrator atau cara pegetesan ketahanan permukaan yang
dikenal adalah :
a. Ball indentation test [ Brinel]
b. Pyramida indentation [Vickers]
c. Cone indentation test [Rockwell]
d. Uji kekerasan Mikro
Berikut penjelasannya :
a. Metode Brinell
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan
material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian
Brinnel diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan
Brinnel sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka
disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun
Vickers. Angka Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil
bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan
dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan
(injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Identor (Bola baja)
biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan
Karbida Tungsten. Jika diameter Identor 10 mm maka beban yang
digunakan (pada mesin uji) adalah 3000 N sedang jika diameter
Identornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji)
adalah 750 N.
Diameter bola dengan gaya yang di berikan mempunyai
ketentuan, yaitu:
Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang di berikan
terlalu kecil maka akan mengakibat kan bekas lekukan yang
terjadi akan terlalu kecil dan mengakibat kan sukar diukur
sehingga memberikan informasi yang salah.
Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang di berikan
terlalu besar makan dapat mengakibat kan diameter bola pada
benda yang di uji besar (amblas nya bola)sehingga mengakibat
kan harga kekerasan nya menjadi salah.
Pengujian kekerasan pada brinneel ini biasa disebut
BHN(brinnel hardness number). Pada pengujian brinnel akan
dipengaruhi oleh beberapa factor berikut:
1. Kehalusan permukaan.
2. Letak benda uji pada identor.
3. Adanya pengotor pada permukaan.
Rumus yang digunakan untuk kekerasan Brinnel :
Dimana :
P = Beban yang diberikan (KP atau Kgf).
D = Diameter indentor yang digunakan.
d = Diameter bekas lekukan.
Kelemahan Metode Brinell
Tidak dapat digunakan pada benda yang tipis dan
kecil.
Butuh ketelitian saat mengukur diameter lekukan
hasil indentasi
Kelebihan Metode Brinell
Sangat dianjurkan untuk material-material atau
bahan-bahan uji yang bersifat heterogen
b. Pengujian Vickers (HV/VHN)
Dikenal juga sebagai Diamond Pyramid Hardness test
(DPH). Uji kekerasan vickers menggunakan indentor piramida
intan, besar sudut antar permukaan piramida intan yang saling
berhadapan adalah 136 derajat . Ada dua rentang kekuatan yang
berbeda yaitu micro (10g samapai 1000g) dan macro (1kg sampai
100kg).Ada dua rentang kekuatan yang berbeda, yaitu micro (10g –
1000g) dan macro (1kg – 100kg
Rumus Pengujian Vickers:
2. Cincin Indentor
4. Spesimen
5. Indentor
6. Stopwatch
1. Metode Rockwell
a. Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).
b. Memilih indentor yang sesuai dengan spesimen uji.
c. Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.
d. Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih .
e. Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen
hingga spesimen menyentuh indentor).
f. Memberi beban awal (beban minor) yang ditandai dengan angka 3 atau
titik merah pada skalaminor.
g. Mengkalibrasi skala mayor ke angka 0.
h. Menyiapkan stopwatch.
i. Menekan crank handle kedepan minimal 10 detik.
j. Menarik kembali crank handle ke posisi awal.
k. Membaca nilai kekerasan pada skala mayor dan mencatatnya di tabel
hasil.
l. Melakukan percobaan selam 5 kali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil dari peraktikum uji kekerasan yang sudah dilakukan adalah
sebagai berikuk :
1. Metode Rockwell
Pengujian 1 : Amutit
Percobaan Beban (kg) Suhu Identor Nilai kekerasan
1 150 820 1/16 59
2 150 820 1/16 66
3 150 820 1/16 60
4 150 820 1/16 64
5 150 820 1/16 66
Rata – rata 63
Pengujian 2 : VCL
Percobaan Beban (kg) Suhu Identor Nilai kekerasan
1 150 820 1/16
2 150 820 1/16
3 150 820 1/16
4 150 820 1/16
5 150 820 1/16
Rata – rata
Pengujian 3 : VCN
Percobaan Beban (kg) Suhu Identor Nilai kekerasan
1 150 820 1/16 55,2
2 150 820 1/16 53,2
3 150 820 1/16 50,2
4 150 820 1/16 53,2
5 150 820 1/16 45,2
Rata – rata 51,4
Pengujian 3 : S45C
1. Pengujian 1 : 63
2. Pengujian 2 :
3. Pengujian 3 : 51,4
4. Pengujian 4 : 53,6
Nilai kekerasan material yang diuji coba selama 5 kali hasilnya tidak jauh
berbeda. Hasil yang didapat berbeda-beda dikarenakan permukaan dari
spesimen yang kurang rata ataupun ada kesalahan yang terjadi saat
pemasangan spesimen tergantung pada lengkungan, beban, penumbuk dan
kekerasan bahan.
4.2 Pembahasan