Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM

“HEAT TREATMENT”

Disusun oleh:
Nike Mardia Agustina
1631210086
3H Perawatan D3 Teknik Mesin

JURUSAN TEKNIK MESIN


POLITEKNIK NEGERI MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Logam merupakan material yang istimewa. Keistimewaan ini terletak
pada sifat-sifatnya, salah satunya sifat mekanik. Sifat-sifat ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu: komposisi kimia, perlakuan panas, dan struktur-
mikro. Salah satu yang penting dipelajari adalah perlakuan panas.
Perlakuan panas (heat treatment) didefinisikan sebagai suatu kombinasi
dari pengendalian pemanasan dan pendinginan pada temperatur dan waktu
tertentu untuk menghasilkan logam dengan sifat mekanik yang diinginkan.
Perlakuan panas dilakukan untuk mendapatkan mikro struktur logam yang
seragam, meningkatkan kekuatan, kekerasan, keuletan, ketangguhan (untuk
finishing product), serta sifat mampu las, sifat mampu mesin, sifat mampu
bentuk dan dapat mengurangi tegangan sisa (untuk produk setengah jadi),
yang muncul dari hasil pengerjaan logam tersebut sebelumnya.
Beberapa jenis perlakuan panas antara lain normalizing, annealing,
spheroidizing, homogenizing, full annealing dan stress relieving, dapat
meningkatkan keuletan dan ketangguhan logam, sedangkan hardening
dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan logam. Sifat-sifat mekanik
yang dihasilkan ini didukung oleh struktur mikro yang terbentuk setelah
perlakuan panas, struktur mikro tersebut antara lain distribusi fasa ferit,
perlit, martensit dan fasa hasil transformasi lainnya.
Untuk mempelajari perlakuan panas maka terlebih dahulu harus
mempelajari karakteristik baja selama proses transformasi selama
pemanasan maupun pendinginan, karena hal ini dapat dilakukan untuk
memprediksi struktur mikro apa yang terbentuk. Mekanisme transformasi
struktur dalam baja akan dipengaruhi pengaturan temperatur pemanasan,
waktu penahanan (holding time) dan unsur paduan yang terkandung dalam
baja. Tujuan perlakuan panas yaitu untuk menghasilkan logam dengan sifat
mekanik yang diinginkan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum “heat treatment” adalah sebagai
berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang heat treatment
2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang proses – proses dalam
heat treatment.
3. Mahasiswa dapat mengetahui tentang jenis –jenis heat treatment
4. Mahasiswa dapat mengetahui seberapa keras bahan yang
diujikan.
5. Mengetahui seberapa kuat bahan tersebut menahan beban.
6. Mengetahui kekerasan logam ( bahan ) sebagai ukuran ketahanan
logam tersebut terhadap deformasi plastis. Kekerasan ini
dinyatakan dengan angka skala Rockwell.
1.3 Batasan Masalah
Ruang lingkup dari pengujian kekerasan ini yaitu hanya mengetahui
prosedur pegujian serta nilai kekerasan suatu logam. Adapun batasan
masalahnya adalah material uji yaitu baja Amutit, VCL, VCN, S45C.
Kemudian baja yang belum/sudah mengalami proses treatment diuji dengan
uji kekerasan rockwell dengan indentor intan
1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dalam penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan
percobaan, batasan masalah, sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang berisi
mengenai teori singkat dari percobaan yang dilakukan.
BAB III : METODE
Dalam bab ini menjelaskan mengenai metode dalam pegujian.
BAB IV : PEMBAHASAN
Dalam bab menjelaskan mengenai data percobaan pengujian dan
pembahasan.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari percobaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Heat Treatment
Heat Treatment ( perlakuan panas ) adalah salah satu proses untuk
mengubah struktur logam dengan jalan memanaskan specimen pada elektrik
terance ( tungku ) pada temperature rekristalisasi selama periode waktu
tertentu kemudian didinginkan pada media pendingin seperti udara, air, air
faram, oli dan solar yang masing-masing mempunyai kerapatan
pendinginan yang berbeda-beda.
Sifat-sifat logam yang terutama sifat mekanik yang sangat dipengaruhi
oleh struktur mikrologam disamping posisi kimianya, contohnya suatu
logam atau paduan akan mempunyai sifat mekanis yang berbeda-beda
struktur mikronya diubah. Dengan adanya pemanasan atau pendinginan
degnan kecepatan tertentu maka bahan-bahan logam dan paduan
memperlihatkan perubahan strukturnya.
Perlakuan panas adalah proses kombinasi antara proses pemanasan
aatu pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat
untuk mendaratkan sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka
kecepatan pendinginan dan batas temperature sangat menetukan.
2.2 Proses – Proses Heat Treatment
Ada beberapa proses-proses pada perlakuan pada Heat Treatment yaitu
sebagai berikut:
1. Quenching ( pengerasan )
Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses
pemanasan logam sehingga mencapai batas austenit yang homogen.
Untuk mendapatkan kehomogenan ini maka audtenit perlu waktu
pemanasan yang cukup. Selanjutnya secara cepat baja tersebut
dicelupkan ke dalam media pendingin, tergantung pada kecepatan
pendingin yang kita inginkan untuk mencapai kekerasan baja. Ini
mencegah proses suhu rendah, seperti transformasi fase, dari terjadi
hanya menyediakan jendela sempit waktu di mana reaksi ini
menguntungkan kedua termodinamika dan kinetis diakses, dapat
mengurangi kristalinitas dan dengan demikian meningkatkan
ketangguhan dari kedua paduan dan plastik (dihasilkan melalui
polimerisasi).
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak
sempat berubah menjadi ferit atau perlit karena tidak ada
kesempatan bagi atom-atom karbon yang telah larut dalam austenit
untuk mengadakan pergerakan difusi dan bentuk sementitoleh
karena itu terjadi fase lalu yang mertensit, imi berupa fase yang
sangat keras dan bergantung pada keadaan karbon.
2. Anneling
Proses anneling atau melunakkan baja adalah prose
pemanasan baja di atas temperature kritis ( 723 °C )selanjutnya
dibiarkan bebrapa lama sampai temperature merata disusul dengan
pendinginan secara perlahan-lahan sambil dijaga agar temperature
bagian luar dan dalam kira-kira samahingga diperoleh struktur yang
diinginkan dengan menggunakan media pendingin udara.
Tujuan proses anneling :
1. Melunakkan material logam
2. Menghilangkan tegangan dalam / sisa
3. Memperbaiki butir-butir logam.
3. Normalizing
Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga
mencapai fase austenit yang kemudian diinginkan secara perlahan-
lahan dalam media pendingin udara. Hasil pendingin ini berupa
perlit dan ferit namunhasilnya jauh lebih mulus dari anneling.
Prinsip dari proses normalizing adalah untuk melunakkan logam.
Namun pada baja karbon tinggi atau baja paduan tertentu dengan
proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak. Mungkin
berupa pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon.
4. Tempering
Proses tempering adalah pemanasan baja sampai
temperature sedikit di bawah temperature kritis, kemudian
didiamkan dalam tungku dan suhunya dipertahankan sampai merata
selama 15 menit. Selanjutnya didinginkan dalam media pendingin.
Jika kekerasan turun, maka kekuatan tarik turun pula. Dalamhal ini
keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat. Meskipun proses
ini akan menghasilkan baja yang lebih lemah. Proses ini berbeda
dengan anneling karena dengan proses ini belum tentu memperoleh
baja yang lunak, mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung oleh
kadar karbon.
Tempering dibagi dalam:
a. Tempering pada suhu rendah (150-300˚C).
Tujuannya hanya untuk mengurangi tegangan kerut dan
kerapuhan dari baja. Proses ini digunakan untuk alat kerja yang tidak
mengalami beban yang berat, seperti misalnya alat – alat potong.
b. Tempering pada suhu menengah (300-500˚C)
Tujuannya menambah keuletan dan kekerasannya menjadi
sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat kerja yang
mengalami beban berat seperti palu, pahat, pegas (Mustofa Ahmad
Ary,2006)
c. Tempering pada suhu tinggi(500-650˚C)
Tujuannya untuk memberikan daya keuletan yang besar dan
sekaligus kekerasan menjadi agak rendah. Proses ini digunakan pada
roda gigi, poros, batang penggerak dan lain – lain.
2.3 Jenis – Jenis Pengerasan Permukaan
1. Karburasi
Cara ini sudah lama dikenaloleh orang sejak dulu. Dalam
cara ini, besi dipanaskan di atas suhu dalam lingkungan yang
mengandung karbon, baik dalan bentuk padat, cair ataupun gas.
Beberapa bagian dari cara kaburasi yaitu kaburasi padat, kaburasi
cair dan karburasi gas.
2. Karbonitiding
Adalah suatu proses pengerasan permukaan dimana baja
dipanaskan di atas suhu kritis di dalam lingkungan gas dan terjadi
penyerapan karbon dan nitrogen. Keuntungan karbonitiding adalah
kemampuan pengerasan lapisan luar meningkat bila ditambahkan
nitrogen sehingga dapat diamfaatkan baja yang relative murah
ketebalan lapisan yang tahan antara 0,80 sampai 0,75 mm.
3. Cyaniding
Adalah proses dimana terjadi absobsi karbon dan nitrogen
untuk memperoleh specimen yang keras pada baja karbon rendah
yang sulit dikeraskan.proses ini tidak bisa dilakukan sembarangan.
Prosesini tidak sembarang.
4. Nitriding
Adalah proses pengerasan permukaan yang dipanaskan
sampai ± 510°C dalam lingkungan gas ammonia selama beberapa
waktu. Metode pengerasan kasus ini menguntungkan karena fakta
bahwa kasus sulit diperoleh dari pada karburasi. Banyak bagian-
bagian mesin gear dapat dikerjakan dengan cara ini.
Proses ini melibatkan theexposing dari bagian untuk gas
amonia atau bahan nitrogen lainnya selama 20 sampai 100 jam pada
950 ° F. The inwhich kontainer pekerjaan dan gas Amoniak dibawa
dalam kontak harus kedap udara dan mampu mempertahankan suhu
sirkulasi andeven.
2.4 Media Pendingin
2.4.1 Contoh Media Pendingin Yang Digunakan
Adapun media pendingin yang digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Brine (air + 10 % garam dapur)
2. Air
 Sangat umum digunakan sebagai quenching, dan juga mudah
diperoleh sehingga tidak adakesulitan dalam pengambilan
dan penyimpanan.
 Panas jenis dan konduktivitas termal tinggi, sehingga
kemampuan mendinginkannya tinggi.
 Dapat mengakibatkan distorsi
 Digunakan untuk benda−benda kerja yang simetris dan
sederhana
3. Salt bath, merupakan campuran nitrat dan nitrit (NaNO3 dan
NaNO2)
4. Larutan minyak dalam air
5. Udara dimana pendinginan dilakukan dengan menyemprotkan
udara bertekanan ke benda kerja
6. Oli
 Banyak digunakan
 Laju pendinginan lebih lambat dibandingkan air
 Konduktivitas termal, panas laten penguapan rendah
 Viskositas tinggi, laju pendinginan menjadi
rendah(pendinginan lambat)
 Viskositas yang rendah menyebabkan laju pendinginan
tinggi dan menjadi mudah terbakar.
2.4.2 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Laju Pendinginan
1. Densitas
Semakin tinggi densitas suatu media pendingin, maka
semakin cepat proses pendinginan oleh media pendingin tersebut.
2. Viskositas
Semakin tinggi viskositas suatu media pendingin, maka laju
pendinginan semakin lambat, Viskositas adalah sebuah ukuran
penolakan sebuah fluid terhadap perubahan bentuk di
bawah tekanan shear. Biasanya diterima sebagai "kekentalan", atau
penolakan terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan
penolakan dalam fluid kepada aliran dan dapat dipikir sebagai
sebuah cara untuk mengukur gesekan fluid. Air memiliki viskositas
rendah, sedangkan minyak sayur memiliki viskositas tinggi.
2.4.3 Pengaruh Viskositas dan Density Berdasarkan Media
Pendingin
1. Air garam
Air memiliki viskositas yang rendah sehingga nilai
kekentalan cairan kurang, sehingga laju pendinginan cepat dan
massa jenisnya lebih besar dibandingkan dengan media pendingin
lainnya seperti air,solar,oli,udara, sehingga kecepatan media
pndingin besar dan makin cepat laju pendinginannya.
2. Air
Air memiliki massa jenis yang besar tapi lebih kecil dari air
garam, kekentalannya rendah sama dengan air garam. Laju
pendinginannya lebih lambat dari air garam.
3. Solar memiliki viskositas yang tinggi dibandingkan
dengan air dan massa jenisnya lebih rendah dibandingkan air
sehingga laju pendinginannya lebih lambat.
4. Oli
Oli memiliki nilai viskositas atau kekentalan yang tertinggi
dibandingkan dengan media pendingin lainnya dan massa jenis yang
rendah sehingga laju pendinginannya lambat.
5. Udara tidak memilki viskositas tetapi hanya memiliki massa
jeni sehingga laju pendinginannya sangat lambat.

2.5 Hubungan Fe – C dengan Heat Treatment


Dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa pada proses pendinginan
perubahan – perubahan pada struktur kristal dan struktur mikro sangat
bergantung pada komposisi kimia. Pada kandungan karbon mencapai 6.67%
terbentuk struktur mikro dinamakan Sementit Fe3C (dapat dilihat pada garis
vertical paling kanan). Sifat sementit yaitu sangat keras dan sangat getas
Pada sisi kiri diagram dimana pada kandungan karbon yang sangat rendah,
pada suhu kamar yang terbentuk struktur mikro ferit.
Pada baja dengan kadar karbon 0.83%, struktur mikro yang terbentuk
adalah Perlit, kondisi suhu dan kadar karbon ini dinamakan titik Eutectoid.
Pada baja dengan kandungan karbon rendah sampai dengan titik eutectoid,
struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara ferit dan perlit.
Pada baja dengan kandungan titik eutectoid sampai dengan 6.67%, struktur
mikro yang terbentuk adalah campuran antara perlit dan sememntit. adalah
campuran antara perlit dan sementit. Pada saat pendinginan dari suhu leleh
baja dengankadar karbon rendah, akan terbentuk struktur mikro austenite.
Pada baja kadar karbon yang lebih tinggi, suhu leleh turun dengan naiknya
kadar karbon, perlalihan bentuk langsung dari leleh austenite.
2.6 Hubungan Heat Treatment Dengan Pendinginan
1. Heat Treatment dengan pendinginan tak menerus
Heat treatment dengan pendinginan tak menerus adalah jika suatu
baja yang didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemuian ditahan pda
suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan menghasilkan
struktur beda.
Isothermal Tranformation Diagram
Penjelasan Diagram :
Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar
karbon dalam baja. Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0,83%
yang ditahan suhunya dititik tertentu yang letaknya di bagian atas dari kurva
C akan menghasilkan struktur perlit dan ferit. Bila ditahan suhunya pada
titik tertentu bagian bawah kurva C tapi masih disisi sebelah atas garis
horizontal, maka akan mendapatkan struktur mikro Bainit (lebih keras dari
perlit).Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal,
maka akan mendapat struktur Martensit (sangat keras dan getas).
Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut akan
bergeser kekanan.Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu
pemanasan, lamanya pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan
timbul butiran yang lebih
2. Heat treatment dengan pendinginan menerus
Heat treatment dengan pendinginan menerus merupakan proses
pendinginan pada pembuatan material baja dilakukan secara menerus mulai
dari suhu tinggi ke suhu rendahdari suhu yang lebih tinggi sampai dengan
rendah.

Continuos Cooling Transformation Diagram

Penjelasandiagram :
Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan
menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit. Pada proses pendinginan
sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan
bainit. Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan
struktur mikro martensit.
2.7 Kekerasan
2.7.1 Pengertian Kekerasan
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan sebuah benda
(benda kerja) terhadap penetrasi/daya tembus dari bahan lain yang
kebih keras penetrator). Kekerasan merupakan suatu sifat dari bahan
yang sebagian besar dipengaruhi oleh unsur-unsur paduannya dan
kekerasan suatu bahan tersebut dapat berubah bila dikerjakan
dengan cold worked seperti pengerolan, penarikan, pemakanan dan
lain-lain serta kekerasan dapat dicapai sesuai kebutuhan dengan
perlakuan panas.
2.7.2 Faktor – Faktotr Yang Mempengaruhi Kekerasan
Faktor – Faktor yang mempengaruhi kekerasan.
Kekerasan suatu material logam dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya :
1. Kadar Karbon
Semakin tinggi kadar karbon, maka logam akan semakin
keras namun rapuh. Kadar karbon sebesar 0,6 – 1% merupakan
kadar karbon yang sangat berpengaruh pada kekerasan logam.
Setelah lebih dari 1% maka kadar karbon tidak berpengaruh
pada nilai kekerasannya.
2. Unsur paduan
Unsur paduan akan mempengaruhi sifat mekanik baja,
beberapa unsure paduan yang terdapat pada baja beserta
pengaruhnya pada sifat mekanik antara lain:
a. Nikel berfungsi:
1. Meningkatkan kekuatan dan kekerasan baja
2. Meningkatkan ketahanan korosi
3. Meningkatkan keuletan dan tahan gesek
b. Chromium berfungsi :
1. Menambah kekerasan baja
2. Membentuk karbida
3. Menambah keelastisan, sehingga baik buat pegas
c. Mangan berfungsi:
1. Meningkatkan kekerasan
2. Meningkatkan ketahanan terhadap suhu tinggi
3. Membuat baja mengkilap
3. Perlakuan panas
Pengaruh perlakuan akan mempengaruhi kekerasan logam
tergantung dari perlakuan apa yang diberikan. Annealing akan
menurunkan kekerasan baja. Hardening akan meningkatkan
kekerasan baja. Tempering akan menurunkan kekerasan baja
dibawah perlakuan panas Hardening. Normalising akan
meningkatkan kekerasan baja dibandingkan keadaan awal baja
atau baja tanpa perlakuan panas.
4. Bentuk dan dimensi butir
Material dengan ukuran butir kecil akan memiliki kekerasan
yang tinggi sedangkan butir besar akan memiliki kekerasan
yang rendah. Material dengan butir halus akan memiliki
kekerasan tinggi dibandingkan dengan material dengan butir
kasar.
2.7.3 Metode Uji Kekerasan
Kekerasan suatu material dapat adalah ketahanan material
tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih
keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan
(scratching), pantulan ataupun ndentasi dari material keras terhadap
suatu permukaan benda uji. Berdasarkan mekanisme penekanan
tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan:
1. Metode gores
Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia
metalurgi dan material lanjut, tetapi masih sering dipakai
dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh
Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material di dunia
ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala
Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang
paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk,
hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi,
sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan
nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh: Talc,
Orthoclase Gipsum, Quartz, Calcite, Topaz, Fluorite,
Corundum, Apatite, Diamond (intan)
Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores
oleh Orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu digores oleh
Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada
antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa
metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidak
akuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan
mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa
nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10
memiliki rentang yang besar.
2. Metode elastik/pantul (rebound)
Dengan metode ini, kekerasan suatu material
ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi
pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu
yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan
benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan
mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan
tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur,
maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.
3. Metode Indentasi
Tipe pengetesan kekerasan material/logam ini adalah
dengan mengukur tahanan plastis dari permukaan suatu
material komponen konstruksi mesin dengan speciment
standar terhadap “penetrator”. Adapun beberapa bentuk
penetrator atau cara pegetesan ketahanan permukaan yang
dikenal adalah :
a. Ball indentation test [ Brinel]
b. Pyramida indentation [Vickers]
c. Cone indentation test [Rockwell]
d. Uji kekerasan Mikro
Berikut penjelasannya :
a. Metode Brinell
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan
material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian
Brinnel diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan
Brinnel sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka
disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun
Vickers. Angka Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil
bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan
dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan
(injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Identor (Bola baja)
biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan
Karbida Tungsten. Jika diameter Identor 10 mm maka beban yang
digunakan (pada mesin uji) adalah 3000 N sedang jika diameter
Identornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji)
adalah 750 N.
Diameter bola dengan gaya yang di berikan mempunyai
ketentuan, yaitu:
 Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang di berikan
terlalu kecil maka akan mengakibat kan bekas lekukan yang
terjadi akan terlalu kecil dan mengakibat kan sukar diukur
sehingga memberikan informasi yang salah.
 Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang di berikan
terlalu besar makan dapat mengakibat kan diameter bola pada
benda yang di uji besar (amblas nya bola)sehingga mengakibat
kan harga kekerasan nya menjadi salah.
Pengujian kekerasan pada brinneel ini biasa disebut
BHN(brinnel hardness number). Pada pengujian brinnel akan
dipengaruhi oleh beberapa factor berikut:
1. Kehalusan permukaan.
2. Letak benda uji pada identor.
3. Adanya pengotor pada permukaan.
Rumus yang digunakan untuk kekerasan Brinnel :

Dimana :
P = Beban yang diberikan (KP atau Kgf).
D = Diameter indentor yang digunakan.
d = Diameter bekas lekukan.
Kelemahan Metode Brinell
 Tidak dapat digunakan pada benda yang tipis dan
kecil.
 Butuh ketelitian saat mengukur diameter lekukan
hasil indentasi
Kelebihan Metode Brinell
 Sangat dianjurkan untuk material-material atau
bahan-bahan uji yang bersifat heterogen
b. Pengujian Vickers (HV/VHN)
Dikenal juga sebagai Diamond Pyramid Hardness test
(DPH). Uji kekerasan vickers menggunakan indentor piramida
intan, besar sudut antar permukaan piramida intan yang saling
berhadapan adalah 136 derajat . Ada dua rentang kekuatan yang
berbeda yaitu micro (10g samapai 1000g) dan macro (1kg sampai
100kg).Ada dua rentang kekuatan yang berbeda, yaitu micro (10g –
1000g) dan macro (1kg – 100kg
Rumus Pengujian Vickers:

Dimana : HV = Angka kekerasan Vickers


F = Beban (kgf)
d = diagonal (mm)
Kelebihan pengujian Vickers
 Skala kekerasan yang kontinue untuk rentang yang luas, dari
yang sangat lunak dengan nilai 5 maupun yang sangat keras
dengan nilai 1500 karena indentor intan yang sangat keras
 dianjurkan untuk pengujian material yang sudah di proses
case hardening, dan proses pelapisan dengan logam lain
yang lebih keras
 Dapat dilakukan pada benda benda pada ketipisan 0,006
inchi
Kelemahan pengujian Vickers
 Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menentukan
nilai kekerasan sehingga jarang dipakai untuk kebutuhan
rutin.
c. Metode Rockwell
Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan
karena simple dan tidak menghendaki keahlian khusus. Digunakan
kombinasi variasi indenter dan beban untuk bahan metal dan
campuran mulai dari bahan lunak sampai keras.
Indenter :
- bola baja keras berukuran 1/16 , 1/8 , 1/4 , 1/2 inci (1,588;
3,175; 6,350; 12,70 mm)
- intan kerucut
Hardness number (nomor kekerasan) ditentukan oleh
perbedaan kedalaman penetrsi indenter, dengan cara memberi beban
minor diikuti beban major yang lebih besar.
Berdasarkan besar beban minor dan major, uji kekerasan
rockwell dibedakan atas 2 :
 rockwell
 rockwell superficial untuk bahan tipis
Uji kekerasan rockwell :
- beban minor : 10 kg
- beban major : 60, 100, 150 kg
Uji kekerasan rockwell superficial :
- beban minor : 3 kg
- beban major : 15, 30, 45 [kg]

Rumus untuk mencari besarnya kekerasan Rockwell


HR= E-e
dimana:
e = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi
dengan 0.002 mm
E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero
reference line yang untuk tiap jenis indentor
HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness
Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell
adalah :
F0 F1 F
Scale Indentor E
(kgf) (kgf) (kgf) Jenis Material Uji
A Diamond cone 10 50 60 100 Exremely hard materials, tugsen carbides, dll
B 1/16" steel ball 10 90 100 130 Medium hard materials, low dan medium
carbon steels, kuningan, perunggu, dll
C Diamond cone 10 140 150 100 Hardened steels, hardened and tempered
alloys
D Diamond cone 10 90 100 100 Annealed kuningan dan tembaga
E 1/8" steel ball 10 90 100 130 Berrylium copper,phosphor bronze, dll
F 1/16" steel ball 10 50 60 130 Alumunium sheet
G 1/16" steel ball 10 140 150 130 Cast iron, alumunium alloys
H 1/8" steel ball 10 50 60 130 Plastik dan soft metals seperti timah
K 1/8" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
L 1/4" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale
M 1/4" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale
P 1/4" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
R 1/2" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale
S 1/2" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale
V 1/2" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis,
a.HRa(Untuk material yang sangat keras)
b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola
baja dengan diameter 1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf.
c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang).
Identor berupa Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derajat
dan beban uji sebesar 150 kgf.
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan
material terhadap benda uji (speciment) yang berupa bola baja
ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji
tersebut.
Kelebihan Metode Rockwell :
▪ Nilai kekerasan benda uji bisa dibaca langsung pada jam
ukur (dial gage).
▪ Proses pengujian dilakukan dengan cepat
▪ Tidak membutuhkan mikroskop untuk menghitung jejak
(lekukan)
▪ Pengujian yang relatif tidak merusak.
▪ Sangat sesuai untuk menguji produk-produk dalam
jumlah banyak.
Kekurangan Metode Rockwell :
▪ Tingkat kecermatan tidak tidak jarang kali akurat
▪ Lokasi pengujian pada specimen mesti bebas perusakan
(minyak,kerak, zat asing lain)
d. Uji kekerasan mikro
Pada pengujian ini identor nya menggunakan intan
kasar yang di bentuk menjadi piramida. Bentuk lekukan
intan tersebut adalah perbandingan diagonal panjang dan
pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu
material adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk
idento yang khusus berupa knoop meberikan kemungkinan
membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan
lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila
mengukur kekerasan lapisan tipisatau emngukur kekerasan
bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding
dengan volume bahan yang ditegangka
BAB III
METODE
3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
sebagai berikut:
1. Hardness Tester

2. Cincin Indentor

Gambar 3.2 Cincin indentor


3. Anvil

4. Spesimen

5. Indentor
6. Stopwatch

3.2 Prosedur Percobaan


Adapun prosedur percobaan dalam melakukan praktikum uji kekerasan adalah
:

1. Metode Rockwell
a. Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).
b. Memilih indentor yang sesuai dengan spesimen uji.
c. Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.
d. Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih .
e. Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen
hingga spesimen menyentuh indentor).
f. Memberi beban awal (beban minor) yang ditandai dengan angka 3 atau
titik merah pada skalaminor.
g. Mengkalibrasi skala mayor ke angka 0.
h. Menyiapkan stopwatch.
i. Menekan crank handle kedepan minimal 10 detik.
j. Menarik kembali crank handle ke posisi awal.
k. Membaca nilai kekerasan pada skala mayor dan mencatatnya di tabel
hasil.
l. Melakukan percobaan selam 5 kali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil dari peraktikum uji kekerasan yang sudah dilakukan adalah
sebagai berikuk :
1. Metode Rockwell
Pengujian 1 : Amutit
Percobaan Beban (kg) Suhu Identor Nilai kekerasan
1 150 820 1/16 59
2 150 820 1/16 66
3 150 820 1/16 60
4 150 820 1/16 64
5 150 820 1/16 66
Rata – rata 63

Pengujian 2 : VCL
Percobaan Beban (kg) Suhu Identor Nilai kekerasan
1 150 820 1/16
2 150 820 1/16
3 150 820 1/16
4 150 820 1/16
5 150 820 1/16
Rata – rata
Pengujian 3 : VCN
Percobaan Beban (kg) Suhu Identor Nilai kekerasan
1 150 820 1/16 55,2
2 150 820 1/16 53,2
3 150 820 1/16 50,2
4 150 820 1/16 53,2
5 150 820 1/16 45,2
Rata – rata 51,4

Pengujian 3 : S45C

Percobaan Beban (kg) Suhu Identor Nilai kekerasan


1 150 830 1/16 59
2 150 830 1/16 55
3 150 830 1/16 52
4 150 830 1/16 51
5 150 830 1/16 51
Rata – rata 53,6

Dari grafik data hasil pengujian Rockwell bisa dijelaskan bahwa


pengujian kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell
menggunakan indentor bola baja dengan ukuran 1/16 inchi dan pada saat
pengujian di berikan beban sebesar 150 kg. Hasil yang didapat dari
pengujian tersebut berupa pada pengujian di dapat nilai rata – rata sebagai
berikut :

1. Pengujian 1 : 63
2. Pengujian 2 :
3. Pengujian 3 : 51,4
4. Pengujian 4 : 53,6
Nilai kekerasan material yang diuji coba selama 5 kali hasilnya tidak jauh
berbeda. Hasil yang didapat berbeda-beda dikarenakan permukaan dari
spesimen yang kurang rata ataupun ada kesalahan yang terjadi saat
pemasangan spesimen tergantung pada lengkungan, beban, penumbuk dan
kekerasan bahan.
4.2 Pembahasan

Dalam melaksanakan praktikum uji kekerasan ini kita menggunakan 3


metode yaitu metode Rockwell. Praktikum uji kekerasan ini bertujuan untuk
mengetahui kekerasan suatu material. Pengujian dengan metode rockwell
sendiri lebih mudah dilakukan karena hasil dari pengujiannya langsung
tertera pada skala mayor sedangkan untuk mendapatkan nilai kekerasan
material dengan menggunakan metode brinell dan metode Vickers perlu
menghitungnya terlebih dahulu. Metode rockwell adalah metode pengujian
kekerasan material dengan menggunakan indentor 1/16” dengan beban 150
kg. Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam,
beban ditekan dengan waktu 10 detik, sebelum melakukan percobaan ini
sebaiknya specimen dibersihkan dahulu dari kotoran atau debu debu yang
menempel agar tidak terjadi perubahan hasil pengujian. Setelah dilakukan
pemberian tekanan maka hasil dari pengujian kekerasan tersebut akan
muncul pada skala mayor. Pengujian dengan menggunakan metode
rockwell ini dilakukan sebanyak lima kali agar mendapatkan hasil yang
maksimal.
Hal –hal yang mempengaruhi terjadinya fatik (kelelahan pada
material) :
1. Penyelesaian permukaan
Karena retak fatik seringkali berada pada dekat komponen,
kondisi permukaan merupakan hal yang perlu diperhatikan pada
fatik. Bekas permesinan dan ketidak rataan lain harus
dihilangkan dan usaha ini berpengaruh sekali terhadap sifat
fatik. Lapisan permukaan yang diberi tekanan dengan tumbukan
partikel akan meningkatkan umur fatik.
2. Pengaruh temperature
Pengaruh temperatur terhadap fatik mirip dengan pengaruh
temperatur terhadap kekuatan tarik maksimum. Kekuatan fatik
paling tinggi pada temperatur rendah, dan berkurang secara
bertahap dengan naiknya temperatur.
3. Frekuensi siklus tegangan
Pengaruh frekuensi siklus tegangan terhadap umur fatik
untuk berbagai jenis logam umumnya tidak ada, meskipun
penurunan frekuensi biasanya menurunkan umur fatik. Efek ini
bertambah bila temperatur uji fatik kita naikkan bila umur fatik
cenderung bergantung pada waktu uji seluruhnya dan tidak pada
jumlah siklus.
4. Lingkungan .
Fatik yang terjadi didalam lingkungan korosif biasanya
disebut fatik korosi. Telah diketahui bahwa kikisan korosi oleh
media cair dapat menimbulkan lubang – lubang etsa yang
bersifat sebaga tekuk. Akan tetapi bila mana serangan korosi
terjadi secara serentak bersamaan dengan pembebanan fatik
efek perusakan jauh lebih besar dibandingkan dari efek tekuk
semata.
. BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Rata – rata nilai kekerasan rockwell pada berbagai specimen :
a. Amutit:
b. VCL:
c. VCN:
d. S45C:
2. Metode rockwell lebih mudah digunakan dari pada metode brinell
karena pada metode rockwell hasil langsung dapat diketahui.
3. Besarnya beban yang diberikan mempengaruhi nilai kekerasan
material.
4. Besarnya beban yang diberikan mempengaruhi nilai kekerasan suatu
material, semakin besar beban maka diameter cekungan semakin
lebar sehingga nilai kekerasanya akan semakin kecil.
5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan setelah praktikum adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya gunakanlah jas laboratorium sebelum memasuki
ruangan laboratorium.
2. Pahami apa saja yang dijelaskan oleh asisten laboratorium dan
catatlah bila itu penting.
3. Jangan pernah bermain - main dalam melakukan praktikum.
4. Untuk percobaan pengujian kekerasan yang selanjutnya diharapkan
memperhatikan waktu dan cara pengoprerasian alat sebab kesalahan
pengoperasian dapat menyebabkan data yang kita ambil tidak akurat.
5. Specimen yang akan kita ukur diameternya melalui mikroskop
pastikan permukaannya halus sehingga mudah untuk kita
menentukan diameter cekungan dari cekungan yang kita uji.

Anda mungkin juga menyukai