Anda di halaman 1dari 25

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : An. A/ perempuan / 11 bulan
b. Pekerjaan/Pendidikan : -
c. Alamat : RT 03, Tanjung Raden

1.2 Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan : Belum menikah
b. Jumlah saudara :-
c. Status ekonomi keluarga : Menengah
d. Kondisi Rumah Pasien :
Pasien tinggal bersama orang tuanya di rumah panggung dengan
lantai dan dinding papan, atap seng. Rumah terdiri dari ruang tamu, 1 kamar tidur,
dapur, kamar mandi. Rumah memiliki ventilasi yang kurang terutama pada kamar,
hanya terdapat satu jendela kecil dan jarang dibuka. Rumah menggunakan wc
jongkok. Sumber air berasal dari PDAM, dan sumber listrik dari PLN
e. Kondisi Lingkungan di Sekitar Rumah
Rumah pasien berjarak cukup dekat dengan rumah lainnya. Tidak ada
pekarangan rumah

1.3 Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga


Pasien merupakan anak pertama. Keharmonisan dalam keluarga pasien
baik.

1.4 Keluhan Utama :


Kejang sejak 1 hari sebelum berobat ke Puskesmas

1.5 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Puskesmas Olak Kemang dengan keluhan kejang sejak
1 hari yang lalu. Kejang terjadi sebanyak 1 kali. Lamanya kejang kira-kira 5
menit. Saat kejang kedua tangan pasien mengepal dan kedua lengan dan kedua
tungkai bergetar seperti orang menggigil, mata tidak mendelik ke atas, tidak
keluar busa dari mulut pasien, dan lidah tidak tergigit. Saat kejang pasien tidak
sadar namun setelah kejang pasien sadar.

1
Ibu pasien mengaku sebelum kejang pasien mengalami demam. Demam
terjadi sejak 1 hari sebelum berobat ke puskesmas. Demam muncul tiba-tiba dan
dirasakan terus menerus tetapi tidak terlalu tinggi. Ibu pasien mengatakan sudah
memberikan obat penurun panas kepada pasien, demam turun sebentar, tetapi
tidak lama demam muncul lagi. Kemudian panas badan pasien menjadi sangat
tinggi, pasien pun kejang. Pasien juga mengalami batuk sejak 2 hari yang lalu,
batuk berdahak, dahak warna putih, pilek (+), sakit telinga (-), buang air besar dan
buang air kecil normal tidak ada keluhan.

1.6 Riwayat Penyakit Dahulu :


a. Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama
b. Riwayat epilepsi (-)
c. Riwayat trauma kepala (-)

1.7 Riwayat Penyakit Keluarga :


a. Riwayat kejang demam (-)
b. Riwayat epilepsi (-)

1.8. Riwayat Makan, Alergi dan Perilaku Kesehatan


Pasien tidak memiliki riwayat alergi, baik dengan ASI maupun obat-
obatan

1.9. Riwayat Kelahiran


Cara lahir : Spontan
Tempat lahir : Puskesmas
Ditolong oleh : Bidan
Masa gestasi : Cukup bulan
Berat lahir : 3400 gram
Panjang lahir : Lupa

1.10. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Gigi pertama : 6 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 8 bulan
Kesan : Perkembangan baik

1.11. Riwayat Imunisasi


0 bulan : Hepatitis B, BCG

2
1 bulan : Hepatitis B
2 bulan : Polio, DPT
4 bulan : Polio, DPT
6 bulan : Polio, DPT, Hepatitis B
9 bulan : campak
Kesan : Status imunisasi lengkap

1.12. Riwayat Makan


- ASI sejak lahir sampai sekarang frekuensi 4-6 kali sehari
- Susu formula sejak usia 6 bulan sampai sekarang frekuensi 2 kali
sehari
- Makan nasi tim saat umur 6 bulan

1.13. Pemeriksaan Fisik :


Status Generalisata
1. Keadaan Umum : tampak sakit ringan
2. Kesadaran : compos mentis
3. Nadi : 120x/menit (reguler, kuat angkat)
4. Pernafasan : 26 x/menit
5. Suhu : 37,5°C
Status Gizi
1. Berat Badan : 10 kg
2. Panjang Badan : 50 cm
3. BB/TB : -2 SD sampai +2 SD
4. BB/U : -2 SD sampai +2 SD
Kesan : Gizi Sesuai
Pemeriksaan Organ
1. Kepala : normocephal, simetris
2. Mata
Exopthalmus/enophtal: (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : bulat, isokor, reflex cahaya +/+
3. Telinga : Sekret (-), serumen (-/-)
4. Hidung : Rhinorhea (-), deviasi septum (-)
5. Mulut : Bibir kering (-), tonsil T1-T1, hiperemis (-)
6. Leher : pembesaran KGB (-)
7. Thoraks

3
Jantung : BJ I/II regular, normal, bising jantung (-)
Paru : Vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
8. Abdomen
Inspeksi Datar, sikatriks (-), dilatasi vena (-)
Palpasi Supel, nyeri tekan (-). hati dan lien tidak teraba
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal
9. Ekstremitas Atas : akral hangat, edema (-), CRT< 2 detik,
Ekstremitas bawah : akral hangat, edema (-), CRT< 2 detik,

Pemeriksaan Neurologis
1. Refleks Fisiologis
Refleks Biceps : tidak dilakukan
Refleks Triceps : tidak dilakukan
Refleks Patella : tidak dilakukan
Refleks Achilles : tidak dilakukan
2. Refleks Patologis
Babinski : (-/-)
Chadok : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Gordon : (-/-)
Hoffmann : (-/-)
Trommer : (-/-)
3. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Kernig : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)

1.8 Pemeriksaan Laboratorium


Tidak dilakukan

1.9 Anjuran Pemeriksaan


- Pemeriksaan elektrolit
- Pemeriksaan EEG

4
1.10 Diagnosis Kerja
Diagnosa utama : Kejang Demam Sederhana (ICD X R.56.0)
Diagnosa tambahan : ISPA (ICD X JO6.9)

1.11 Diagnosis Banding :


-

1.12 Manajemen
1. Promotif :
- Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa kejang dapat timbul
apabila suhu tubuh naik (demam)
- Menjelaskan kepada orang tua pasien pentingnya mempunyai alat
pengukur suhu (termometer) di rumah agar cepat mengetahui apakah
anak demam atau tidak
- Menjelaskan kepada orang tua pasien untuk selalu menyediakan obat
penurun panas dan obat kejang dirumah
2. Preventif :
- Jangan terlambat mencari pengobatan untuk demam pada anak
karena dapat menyebabkan timbulnya kejang
3. Kuratif :
Non Farmakologi
a. Kompres apabila anak demam
b. Kendorkan pakaian yang ketat, terutama sekitar leher
c. Bila pasien kejang miringkan kepala kesamping agar bila muntah
tidak tersedak
d. Tidak memasukkan benda apapun kedalam mulut anak pada saat
kejang
Farmakologi
- Paracetamol syrup 120 mg/5ml 3x1 cth
- Stesolid supp 5 mg
- GG tablet 100 mg 3x ¼ tablet
- CTM 4 mg 3x ¼ tablet

Tradisional
Untuk antipiretik:
Bahan : Temulawak 10 g, madu 2 sdm

5
Cara membuat: Cuci bersih temulawak, parut dan tambahkan ½ gelas air
panas, aduk rata. Setelah dingin, peras dan ambil sarinya. Tambahkan dengan 2
sdm madu dan diaduk rata.
Cara pakai : Minum 3 kali/sehari

4. Rehabilitatif
Jika terjadi kejang yang berlangsung lama dan tidak berhenti setelah
diberikan obat kejang, segera bawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.

6
RESEP
Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Olak Kemang
dr. Devi Arnes SIP: 216104
Jalan Platuk Raya No. 75 (082175759520)

Tanggal: Juli 2018

R/

Pro:....................... Umur:............................
Alamat:........................................................
Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan dokter

Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Olak Kemang
dr. Devi Arnes SIP: 216104
Jalan Platuk Raya No. 75 (082175759520)

Tanggal: Juli 2018

R/

Pro:....................... Umur:............................
Alamat:........................................................
Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan dokter

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam ini terjadi pada 2%-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.1
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu.2,3
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam
pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP,
atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.1
Kejang demam diklasifikasikan menjadi: 1
1. Kejang Demam Sederhana
 Berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti
sendiri.
 Kejang bersifat umum, tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal.
 Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Frekuensi kejang kurang dari 4
kali/tahun, dan biasanya kejang timbul dalam 16 jam setelah kenaikan suhu.
2. Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
 Berlangsung lebih dari 15 menit atau berulang lebih dari 2 kali dan diantara
bangkitan kejang anak tidak sadar.
 Kejang bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial.
 Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial

8
satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang
adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak
sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% diantara anak yang mengalami kejang
demam.1

Tabel 2.1 Perbedaan Kejang demam dengan Kejang Disertai demam


Kejang Demam Kejang Disertai Demam

Faktor Predisposisi Genetik Besar Kecil/tidak bermakna

Lama Kejang 1-3 menit, jarang >10 menit


kejang lama

Manifestasi Klinis pada saat Pada saat demam, Infeksi SSP


kejang sebagian besar (ensefalitis/meningitis)
karena ISPA

Kelainan Patologi yang Tidak ada Perubahan vaskular dan


mendasari edema

Status Neurologi Post-Iktal Jarang Sering


(Paralisis Todds)

2.2 Epidemiologi
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dbandingklan laki-laki.4
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari
jumlah penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Di Asia
dilaporkan lebih tinggi. Sekitar 20% diantara jumlah penderita merupakan kejang
demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Umumnya kejang
demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan).4
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa di Laboratorium/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data peningkatan

9
insiden kejang demam. Pada tahun 1999, ditemukan pasien kejang demam
sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0%). Pada tahun 2000,
ditemukan pasien kejang demam sebanyak 132 orang dan tidak didapatkan angka
kematian (0%). Dari data diatas menunjukkan adanya peningkatan insiden
kejadian sebesar 37%.4

2.3 Etiologi
Hingga kini belum diketahui secara pasti. Faktor risiko kejang demam
yang penting adalah demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran
kemih. Namun kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat
menyebabkan kejang.2,3

2.4 Faktor Risiko


Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat
riwayat kejang demam pada saudara kandung dan orang tua, perkembangan
terlambat, masalah pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar
natrium rendah.5
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu
kali rekurensi (kekambuhan), dan kira 9% anak akan mengalami tiga kali
rekurensi atau lebih, risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang,
riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.2,3,5
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama
sebelum berumur 4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang
mengalami kejang demam pertama sebelum umur 5-6 bulan atau setelah berumur
5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi
walaupun beberapa pasien masih dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6
tahun. Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana.2

2.5 Patofisiologi

10
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari proses metabolisme sel. Bahan baku
untuk metabolism otak yang terpenting yaitu glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui system kardiovaskular.3
Sel-sel otak dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K +) dan sangat sulit
dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial
yang disebut ‘Potensial Membran Sel Neuron’. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran sel diperlukan energi dan enzim Na-K-ATP ase yang terdapat
pada permukaan sel.3
Keseimbangan potensial membran sel dipengaruhi oleh: 3
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak baik rangsangan mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran karena penyakit atau faktor keturunan.
Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial
membran sel yang didahului dengan stimulus membrane sel neuron. Saat
depolarisasi, channel ion Na+ terbuka dan channel ion K+ tertutup. Hal ini
menyebabkan influx dari ion Na+, sehingga menyebabkan potensial membran sel
lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi. Dan sebaliknya, untuk
membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka dan
channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K+ sehingga
mengembalikan potensial membran lebih negatif atau ke potensial membran
istirahat.3
Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel
neuron, terdapat celah yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron

11
pre-sinaps dan dendrite neuron post sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik
pada sinaps ini, dibutuhkan peran dari suatu neurotransmitter.3
Ada dua tipe neurotransmitter, yaitu :
1. Eksitatorik, neurotransmiter yang membuat potensial membrane lebih positif
dan mengeksitasi neuron post sinaps
2. Inhibitorik, neuritransmiter yang membuat potensial membrane lebih negative
sehingga menghambat transmisi sebuah impuls. Sebagai contoh : GABA
(Gamma Aminobutyric Acid). Dalam medis sering digunakan untuk pengobatan
epilepsi dan hipertensi.

Gambar 2.1 Patofisiologi Kejang


Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung kepada lokasi lepas
muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebri
kemungkinan besar bersifat epileptogenik sedangkan lesi di serebelum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang.3

12
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi
pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui
membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadilah kejang.3
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi
dari tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah kenaikan suhu sampai 38oC sudah terjadi kejang, Namun pada anak
dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu diatas 40oC atau
lebih. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang
kejang rendah.3

Gambar 2.2 Patofisiologi Kejang Demam


Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15
menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skeletal yang mengakibatkan hipoksemia,
hiperkapneu, dan asidosis laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung

13
dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat
meningkatnya metabolisme otak.
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan
neuron otak pada kejang yang lama. Faktor yang terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya
permeabilitas vaskular dan udem otak serta kerusakan sel neuron. Kerusakan
anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus
temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga
kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.

2.6 Manifestasi Klinis


Kejang demam berlangsung singkat berupa serangan klonik atau tonik
klonik bilateral dan sering berhenti sendiri. Setelah kejang, anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.2
Kejang demam kompleks memiliki manifestasi klinik yang berbeda dari
kejang demam sederhana, yaitu:6
1. Dapat memiliki durasi yang lebih lama (hingga > 15 menit)
2. Dapat muncul dengan beberapa kali kejang dalam 24 jam
3. Dapat terjadi kejang lagi pada 24 jam berikutnya
4. Kejang bersifat fokal, dengan kemungkinan tampilan:
- Klonik dan atau tonik klonik
- Kehilangan tonus otot sesaat
- Dimulai pada salah satu sisi tubuh, dengan atau tanpa generalisasi sekunder
- Gerakan kepala atau mata ke salah satu sisi
- Kejang diikuti paralisis unilateral transien (dalam beberapa menit atau jam,
kadang-kadang beberapa hari)

2.7 Diagnosis1,7,8,9
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, diantaranya infeksi
susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan
elektrolit dan adanya lesi struktural pada sistem saraf. Diperlukan anamnesis,

14
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang yang
menyeluruh.
1. Anamnesis
 Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
 Sifat kejang (fokal atau umum)
 Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
 Kesadaran sebelum dan setelah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
 Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap
atau naik-turun)
 Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
 Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi)
 Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosa epilepsi)
 Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
 Trauma kepala
2. Pemeriksaan Fisik
 Tanda vital terutama suhu
 Manifestasi kejang yang terjadi, misal: pada kejang multifocal yang
berpindah-pindah atau kejjang tonik, biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak
 Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti napas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan
terjadinya perdarahan intraventrikuler
 Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan
yang disebabkan oleh trauma. Ubun-ubun besar yang tegang dan
membonjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intracranial yang
dapat disebabkan oleh perdarahan subarachnoid atau subdural. Pada bayi
baru lahir dengan kesadaran menurun perlu dicari luka atau bekas tusukan
janin di kepala atau fontanela anterior yang disebabkan kesalahan
penyuntikan obat anestesi pada ibu.
 Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan
sundural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus
 Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
(ISPA, OMA, GE)

15
 Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
 Pemeriksaan refleks patologis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai indikasi
untuk mencari penyebab kejang demam atau mengevaluasi sumber infeksi.
Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit serum
(kalsium, fosfor, magnesium), ureum, kreatinin, urinalisis, biakan darah, urin,
atau feses.
4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)
Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil,
klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.
2. Bayi antara 12 – 18 bulan : dianjurkan.
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
 Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG)
Tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas
(misalnya kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang
demam fokal). Pemeriksaan ini biasanya dipertimbangkan pada keadaan
kejang demam kompleks, kejang fokal, dan kesadaran menurun.
 Radiologi
X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan
atas indikasi. Pemeriksaan pencitraan dapat diindikasikan pada keadaan:
- Adanya riwayat atau tanda klinis trauma kepala
- Kemungkinan adanya lesi structural di otak (mikrosefal, spastisitas)
- Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun,
muntah berulang, fontanel anterior menonjol, paresis saraf otak, atau
edema papil)

16
2.8 Terapi
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg.1
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.1
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.1
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena
dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan
fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti
dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya.1

17
Gambar 2.3 Bagan Penatalaksanaan Kejang Demam

Pemberian Obat Pada Saat Demam: 1


a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-
15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang
dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula

18
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin
pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Pemberian Obat Rumat: 1


a. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu) :
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
• Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit
merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya
keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan
rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.
b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa
kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek
samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan
dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan
gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50 % kasus. Obat pilihan saat
ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur

19
kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
Dosis asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4
mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.

Edukasi Pada Orang Tua:


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal.1
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya: 1
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang: 1
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Vaksinasi: 1
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap
anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi
sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000
anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000
anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam,

20
terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.

2.9 Prognosis
Kejang demam dapat berulang di kemudian hari atau dapat berkembang
menjadi epilepsi di kemudian hari.1
1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada
kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.1
2. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.1
3. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.1
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah: 1
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.1

21
BAB III
ANALISIS KASUS
3.1. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar:

Pada pasien ini terjadi infeksi saluran pernapasan atas seperti adanya
gejala batuk, pilek sebelum terjadinya kejang demam. Gejala tersebut dapat
dicetuskan dengan keadaan rumah pasien yang jendela kamarnya jarang dibuka,
sehingga cahaya tidak dapat masuk dan kamar menjadi lembab dan menyebabkan
sirkulasi udara didalam ruangan tidak bagus. Jadi pada kasus ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara diagnosis dengan keadaan rumah
dan lingkungan sekitar
3.2. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam
keluarga:
Di dalam hubungan diagnosis dan aspek psikologis di keluarga tidak ada
hubungannya dengan penyakit pasien, karena didalam keluarga pasien terjalin
hubungan yang harmonis. Sehingga tidak ada hubungan diagnosis dengan aspek
psikologis dalam keluarga.
3.3. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar:
Perilaku kesehatan dalam keluarga pasien cukup baik, sehingga tidak ada
hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan
sekitar.
3.4. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada
pasien ini:
Dari anamnesis pasien, didapatkan bahwa usia pasien adalah 11 bulan,
hal ini sesuai dengan konsesus dimana kejang demam terjadi pada anak berumur 6
bulan– 5 tahun, sehingga masih dapat dikategorikan kejang demam. Penyebab
kejang demam hingga kini belum diketahui secara pasti. Faktor risiko kejang
demam yang penting adalah demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran
kemih. Pada pasien ini sebelumnya pasien mengalami demam, batuk dan pilek
yang kemungkinan terjadi karena adanya infeksi saluran pernafasan atas. Pada

22
kasus ini kejangnya bersifat umum yang berlangsung singkat . Dimana pada kasus
ini kejangnya kira-kira 5 menit. Pada pemeriksaan fisik pada pasien ini tidak
ditemukan kelainan defisit neurologis, dimana pada pasien ini normal.
Pertumbuhan dan perkembangannya pada anak ini juga normal.
3.5. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan
- Menjelaskan kepada ibu pasien bahwa faktor resiko kejang ini dapat
disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas seperti batuk dan pilek,
oleh karena itu jika batuk dan pilek segera pergi berobat
- Menyediakan termometer di rumah agar dapat segera mengukur suhu jika
curiga demam
- Menyediakan obat penurun panas dan obat kejang dirumah
- Kompres apabila anak demam dan segera bawa ke dokter jika demam
tidak turun

3.6. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga :

1. Memberikan informasi kepada orang tua pasien bahwa penyakit ini dapat
berulang bila pasien mengalami kenaikan suhu yang tinggi
2. Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien apa saja yang harus
dilakukan jika anak kembali kejang
- Tetap tenang dan tidak panik.
- Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
- Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring
- Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
- Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke
dalam mulut.
- Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
- Tetap bersama pasien selama kejang.
- Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
- Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit
atau lebih.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI. Konsesus Penatalaksanaan


Kejang Demam. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2006.
2. Soetomenggolo TS. Kejang demam. Dalam: Neurologi Anak, Penyunting;
Soetomenggolo TS, Ismael S. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 1999.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Jilid 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985.
4. Behrman, Kliegman RM. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta: EGC,
2000.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardan WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius, 2000.
6. Mary R, Malcolm L. Pediatric and Child Health. Edisi kedua. Blackwell
Publishing, 2006.

24
LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai