Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

PSIKOPATOLOGI HALUSINASI

Disusun oleh:
VERRA APRIAWANTI, S.KED
I4061172023

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RUMAH SAKIT TK II DUSTIRA
CIMAHI
2018
PSIKOPATOLOGI HALUSINASI
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Pasien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh pasien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara Perubahan sensori halusinasi adalah
keadaan dimana seorang individu mengalami perubahan terhadap stimulus yang
datang yang menimbulkan kesan menurunkan, melebih-lebihkan bahkan
mengartikan sesuatu hal yang tidak sesuai dengan realitas keadaan yang
sebenarnya. Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan atau
stimulus Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan di
mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik. Halusinasi merupakan
bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. 1 Bentuk halusinasi ini bisa
berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa
kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya
kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan
pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara
halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau
bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya
bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap
tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan
misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.1
Halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa
seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan
penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada
pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi.
Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian
Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.
Halusinasi dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah:1
1. Halusinasi pendengaran Karakteristik ditandai dengan mendengarkan suara,
terutama suara-suara orang. Biasanya klien mendengarkan suara yang sedang
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi pengelihatanKarakteristik dengan adanya stimulus pengelihatan
dalam bentuk panca cahaya. Gambaran geometric, gambaran kartun dan atau
panorama yang luas dan kompleks. Pengelihatan bias menyenangkan dan
menakutkan.
3. Halusinasi penciuman. Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis
atau bau yang menjijikkan seperti darah,urine atau feses. Kadang-kadang
terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan
dementie.
4. Halusinasi perabaKarakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan semsasi listrik yang
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecapanKarakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis, dan menjijikkan. Merasa, mengecap rasa seperti darah, urine,
atau feses.
6. Halusinasi kenestik Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
7. Halusinasi kinestetikMerasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak
Tahapan halusinasi terdiri dari 4 fase yaitu :2
a. Fase I (Comforting). Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada
tahapan ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini
klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, perasaan rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat di selesaikan. pada fase ini klien
berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asik dengan hausinasinya dan suka menyendiri..
b. Fase II (Conndeming)Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan
termasuk dalam psikotik ringan. karakteristik klien pada fase ini menjadi
pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun dan berfikir sendiri menjadi dominan, mulai merasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tau dan klien ingin
mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini biasanya meningkatkan tanda
tanda system syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan
darah, klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan
realita.
c. Fase III (Controling)Controlling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara,
bayangan, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien.
Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi
perintah
d. Fase IV (Conquering)Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur
dengan halusinasinya termasuk dalam psikorik berat. Karakteristik yang
muncul pada klien meliputi halusinasi berubah menjadi mengancam,
memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang
control dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dan
lingkungan.
Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang
menderita halusinasi akan menganggap sumber dari hasilnya berasal dari
lingkungan atau stimulus eksternal. Pada fase awal masalah itu menimbulkan
peningkatan kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang kurang akan
menghambat atau membuat persepsi untuk membedakan antara apa yang
dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun. Meningkatnya pada fase
Comforting, klien mengalami emosi yang berlanjut seperti cemas, kesepian,
perasaan berdosa dan sensorinya dapat dikontrol bila kecemasan dapat diatur.
Pada fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan halusinasinya. Pada fase
conderming klien mulai menarik diri. Pada fase controlling klien dapat merasakan
kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase conquering klien lama kelamaan
sensorinya terganggu, klien merasa terancam dengan halusinasinya terutama bila
tidak menuruti perintahnya.3
Berdasarkan hasil penelitian terjadinya halusinasi tidaklah tiba –tiba tetapi
terjadi melalui tahapan mulai dari adanya situasi atau kondisi yang mencetuskan
hingga munculnya halusinasi, tidak satupun yang mengungkapkan tahapan
halusinasi. Ada yang menyatakan bahwa halusinasi yang dialaminya tidak pernah
menyuruh – nyuruh dia melakukan sesuatu, hanya suara orang lagi berbicara. Ada
juga yang hanya mendengar suara angin. Sebaliknya, ada juga yang secara
lansung mendengar suara – suara yang menyuruh melakukan sesuatu tanpa
melalui tahap conforting, condemning dan controlling. Implikasinya terhadap
keperawatan jiwa adalah bahwa dalam merawat penderita yang mengalami
halusinasi, tidaklah begitu penting untuk melakukan pemutusan halusinasi dengan
mengatakan ‘stop saya tidak mau dengar’ seperti yang selama ini diajarkan oleh
tenaga medis di hampir semua rumah sakit jiwa di Indonesia. Yang terpenting
adalah bagaimana mencegah agar penderita tidak mengalami halusinasi yaitu
dengan cara melatih penderita untuk mengenali situasi dan kondisi yang
mencetuskan halusinasinya dan mengajarkan penderita cara untuk mengatasi
situasi atau kondisi yang mencetuskan halusinasinya tersebut. Tentu saja situasi
dan kondisi yang mencetuskan halusinasi tiap – tiap penderita berbeda – beda.
Karena itu perlu pengkajian yang tepat dan akurat.3
Proses dari adanya pencetus sampai munculnya halusinasi terjadi dalam
waktu yang relatif singkat. Temuan ini mungkin merupakan temuan yang terbaru
dari proses terjadinya halusinasi karena dari banyak literatur yang saya baca tidak
ada yang mengungkap tentang waktu proses munculnya halusinasi. Hasil
penelitian ini mengungkap bahwa proses munculnya halusinasi dari adanya
pencetus sampai timbulnya halusinasi tidak lama. Dengan kata lain halusinasi
muncul begitu ada situasi atau kondisi yang men trigger muncunya halusinasi
tersebut. Karena itu penting untuk mengenali dan mengendalikan situasi kondisi
tersebut. Kalau pasien sudah mengenali dan memahami bahwa yang mencetuskan
halusinasinya adalah keadaan dimana dia sedang sendirian, maka untuk mencegah
terjadinya halusinasinya, pasien haruslah menghindari kesendirian.3
Halusinasi dapat dicegah dengan pendekatan spiritual, penggunaan koping
yang konstruktif dan menghingari kesendirian. Menghindari kesendirian ini
sangat penting karena banyak diantara penderita skizofrenia yang mengalami
halusinasi ketika dia sendirian dan tidak ada kegiatan. Kesendirian membuat
penderita melamun dan melamun bisa meransang munculnya halusinasi. Karena
itu dalam merawat penderita yang mengalami halusinasi sangatlah penting untuk
melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan sehingga tidak ada waktu bagi
penderita untuk sendiri dan melamun. Mengendalikan pikiran dapat dijelaskan
dengan teori cognitive behavioristic yang di pelopori oleh Aaron T Beck.
Seseorang berperilaku tertentu sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Karena itu
penting untuk melatih penderita untuk berpikiran positif dan melupakan kejadian
– kejadian yang menyakitkan dalam hidupnya.3
DAFTAR PUSTAKA

1. Hayashi, N., Igarashi, Y., Suda, K., & Nakagawa, S. 2007. Auditory
hallucination coping techniques and their relationship to psychotic
symptomatology. Psychiatry and Clinical Neurosciences, 61, 640 – 645.
2. Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
3. Hayashi, N., Igarashi, Y., Suda, K., & Nakagawa, S. (2007). Auditory
hallucination coping techniques and their relationship to psychotic
symptomatology. Psychiatry and Clinical Neurosciences, 61, 640 – 645.

Anda mungkin juga menyukai