Anda di halaman 1dari 94

UNIVERSITAS INDONESIA

TATA LAKSANA NUTRISI PADA


GAGAL JANTUNG KONGESTIF

SERIAL KASUS

WIJI LESTARI
1106026854

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
JUNI 2013

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

TATA LAKSANA NUTRISI PADA


GAGAL JANTUNG KONGESTIF

SERIAL KASUS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Spesialis Gizi Klinik

WIJI LESTARI
1106026854

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
JUNI 2013

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Laporan serial kasus ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : dr. Wiji Lestari, MGizi

NPM : 1106026854

Tandatangan :

Tanggal : 17 Juni 2013

ii Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


iii

HALAMAN PENGESAHAN

Serial Kasus ini diajukan oleh :


Nama : Wiji Lestari
NPM : 1106026854
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
Program Studi Ilmu Gizi Klinik
Judul serial kasus : Tata Laksana Nutrisi pada Gagal Jantung Kongestif

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Spesialis Gizi Klinik pada Program Studi Ilmu Gizi Klinik, Program
Pendidikan Dokter Spesialis-1, Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK (.............................)

Penguji : DR. dr. Johana Titus, MS, SpGK (.............................)

Penguji : dr. Lukman Halim, MS, SpGK (.............................)

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 17 Juni 2013

iii Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatNya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah serial kasus mengenai dukungan nutrisi
terhadap pasien gagal jantung kongestif yang disebabkan penyakit jantung
hipertensi yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kebupaten Tangerang.
Selesainya makalah ini tidak lepas dari tuntunan dan bimbingan dosen
pembimbing, dan staf pengajar Departemen Ilmu Gizi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK sebagai
pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Gizi PPDS-I FKUI yang dengan
kesabaran, ketekunan, ketelitian serta dedikasinya hingga selesainya penyusunan
makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Victor Tambunan, MS,
SpGK sebagai Ketua Departemen Ilmu Gizi Klinik FKUI, dan Dr. dr. Johana
Titus, MS, SpGK sebagai sekretaris Program Studi Ilmu Gizi Klinik PPDS-I
FKUI, atas bimbingan dan dukungan yang telah diberikan sejak awal menjalani
pendidikan hingga saat ini. Ucapan terima kasih juga kepada dr. Elvi Manurung,
MS, SpGK dan dr. Trisno Wijanto, MS, SpGK atas bimbingan, kesempatan dan
kepercayaannya untuk dapat melaksanakan kewajiban sebagai PPDS dan untuk
serial kasus ini.
Terima kasih yang tak terhingga untuk seluruh pasien yang terlibat dalam
penyusunan serial kasus ini, kepada Direktur RSU Tangerang yang memberikan
penulis kesempatan untuk melaksanakan tugas sebagai PPDS-1 PSIGK. Terima
kasih juga penulis ucapkan untuk seluruh perawat, teman sejawat, dietisien, dan
seluruh staf yang terlibat dalam proses pemberian dukungan nutrisi pada pasien
gagal jantung kongestif di RSU Tangerang.
Seluruh sahabat dan rekan PPDS-1 PSIGK terutama angkatan II: dr. Ade
Erni, MGizi; dr. Daunwati, MGizi; dr. Diana FS, MGizi; dr. Ingka N, MGizi; dr.
Nurly HW, MGizi; dr. Rita R, MGizi; dr. Tutik E, MGizi; dr. Verawati, MGizi,
penulis ucapkan terimakasih atas semua bantuan, dukungan dan kebersamaan
dalam suka dan duka selama menjalankan pendidikan.

iv Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


v

Penulis menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada orang


tua yang dengan kasih sayangnya telah memberikan dukungan moral dan material
serta menjadi inspirator penulis untuk tegar dan kuat dalam menjalankan proses
pendidikan. Kepada suami tercinta, dr. Pukovisa Prawiroharjo, SpS dan putra
tercinta Cahyadila Fastabiqutomo atas semua pengertian, pengorbanan, doa,
motivasi, dan segala kasih sayangnya yang membahagiakan.
Akhir kata, penulis hanya berharap Allah Yang Maha Kuasa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan memberi
kesempatan kepada penulis. Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.

Jakarta, 17 Juni 2013

Penulis

v Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini :
Nama : Wiji Lestari
NPM : 1106026854
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Gizi Klinik
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Laporan Serial Kasus
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

TATA LAKSANA NUTRISI PADA GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal: 17 Juni 2013
Yang menyatakan

(Wiji Lestari)

vi Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


vii

ABSTRAK

Nama : dr. Wiji Lestari, MGizi


Program Studi : Ilmu Gizi Klinik, Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
Judul : Tata Laksana Nutrisi Pada Gagal Jantung Kongestif
Pembimbing : dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK
P
Malnutrisi merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi pada pasien
dengan penyakit gagal jantung kronik. Perubahan neurohormonal dan reaksi
inflamasi yang terjadi menyebabkan serangkaian perubahan metabolisme. Kondisi
ini jika tidak diimbangi asupan nutrisi yang adekuat akan terjadi kaheksia
kardiak. Adanya kaheksia kardiak terbukti meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Laporan serial kasus ini memaparkan empat kasus pasien gagal
jantung kongestif dengan etiologi penyakit jantung hipertensi disertai berbagai
kondisi penyerta. Semua pasien telah mengalami kaheksia kardiak sehingga
memerlukan dukungan nutrisi selama perawatan.
Masalah yang turut menyertai dan berkaitan erat dengan nutrisi pada
keempat pasien adalah infeksi, anemia, hipoalbuminemia, gangguan fungsi ginjal,
gangguan fungsi hati, keseimbangan cairan dan elektrolit serta defisiensi
mikronutrien tertentu serta nutrien spesifik. Penentuan kebutuhan energi total
dihitung berdasarkan rumus Harris Benedict disesuaikan dengan faktor stres
tergantung beratnya kasus dan kondisi penyerta. Pemberian protein disesuaikan
dengan fungsi ginjal pada masing-masing pasien. Restriksi cairan dan natrium
disesuaikan dengan keadaan retensi cairan, keadaan hiponatremia dan respon
terhadap diuretik yang diberikan. Pemberian mikronutrien tertentu dan nutrien
spesifik belum sepenuhnya dapat dilaksanakan pada keempat kasus.
Monitoring dan evaluasi yang diberikan meliputi klinis, antropometri
terutama perubahan berat badan akibat retensi cairan, toleransi asupan,
keseimbangan cairan dan kapasitas fungsional. Selama pemantauan didapatkan
peningkatan asupan nutrisi dengan toleransi yang baik disertai dengan perbaikan
klinis, kapasitas fungsional dan kondisi metabolik. Tata laksana penyakit primer
yang adekuat disertai dukungan nutrisi yang optimal menghasilkan outcome yang
baik selama perawatan. Perlu penatalaksanaan nutrisi berkelanjutan untuk
mempertahankan status nutrisi, membantu mengontrol progresifitas penyakit dan
mengendalikan komplikasi.

Kata Kunci : Tata laksana nutrisi, malnutrisi, Gagal Jantung Kongestif,


Penyakit Jantung Hipertensi

vii Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


viii

ABSTRACT

Name : dr. Wiji Lestari, MGizi


Study Programme : Study Programme of Clinical Nutrition Specialist,
Faculty of Medicine, Universitas Indonesia
Title : Nutritional Management in Congestive Heart Failure
Counsellor : dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK

Malnutrition is the one of the most important problem which is frequently


occurred in chronic heart disease patients. Neurohormonal changes and
inflammatory reactions which developed will cascading metabolism shifts. If this
condition is not followed by adequately nutrition intake, patients will have cardiac
cachexia. The present of cardiac cachexia is evidenced in increasing the morbidity
and mortality. This case series described four congestive heart failure patients
which caused by hypertensive heart disease with various morbid conditions. All of
the patients had cardiac cachexia and require nutritional support during the
inward.
Several problems accompany and strongly relate with nutritional aspect in
this cese series were infection, anemia, hypoalbuminemia, renal dysfunction,
hepatic dysfunction, water and electrolyte imbalance, and specific micronutrient
and nutrient deficiency. Total energy needs based on Harris Benedict formula and
stress factors depend on case severity and other morbid conditions. Protein
requirement adjusted to renal function for every patient. Water and sodium
restriction adjusted to water retention, hyponatremia, and given diuretic responses
conditions. Specific micronutrient and nutrient were not fully maintained in those
four cases.
Monitoring and evaluation of this case series including clinical,
antropometry especially weight changes due to water resistance, tolerance of
intake, water balance and functional capacity conditions. During follow up, the
improvement of nutrition intake and tolerance were developed as good as
improving clinical, functional capacity, and metabolic condition. Adequate
treatment for primary disease accompanied by optimal nutritional support resulted
great outcome during inward. Further nutritional support are required to maintain
nutritional status, help controlling disease progression, and control complications.

Keywords: Nutritional management, malnutrition, Congestive Heart Failure,


Hypertensive Heart Disease

viii Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


ix

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. .iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. vi
ABSTRAK.................................................................................................... ........ vii
ABSTRACT................................................................................................ ......... viii
DAFTAR ISI................................................................................................. ......... ix
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... ...... xi
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................................. 2
1.2.1Tujuan Umum ...........................................................................................2
1.2.2Tujuan Khusus ..........................................................................................2
1.3.Manfaat...........................................................................................................3

2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4


2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung ......................................................................4
2.2 Metabolisme Energi di Jantung ......................................................................5
2.3 Perubahan Metabolisme pada Gangguan Jantung ..........................................7
2.4 Gagal Jantung Kongestif ................................................................................9
2.4.1 Definisi Gagal Jantung Kongestif............................................................9
2.4.2 Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif .......................................................9
2.4.3 Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif ..................................................10
2.4.4 Manifestasi Klinis pada Gagal Jantung Kongestif ................................11
2.4.5 Malnutrisi pada Gagal Jantung ..............................................................13
2.4.6 Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif ............................................15
2.5 Tata Laksana Nutrisi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif........................16
2.5.1 Penilaian Status Nutrisi .........................................................................16
2.5.2 Kebutuhan Energi dan Komposisi Makronutrien ..................................17
2.5.3 Kebutuhan Mikronutrien .......................................................................19
2.5.4 Nutrien spesifik......................................................................................21
2.6. Interaksi Obat ..............................................................................................23
2.7 Prognosis Gagal Jantung Kongestif .............................................................23

3. KASUS......................................................................................................... .... 25
3.1 Kasus 1 .........................................................................................................26
3.2 Kasus 2 .........................................................................................................30
3.3 Kasus 3 .........................................................................................................34
3.4 Kasus 4 .........................................................................................................39

ix Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


x

4. PEMBAHASAN .............................................................................................. 43

5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 53


5.1 Kesimpulan...................................................................................................53
5.2 Saran .............................................................................................................53

DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 55

x Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur jantung dan pembuluh darah ....................................... 5

Gambar 2.2. Defek transfer energi yang terjadi pada gagal jantung..............7

Gambar 2.3. Metabolisme energi di mitokondria...........................................8

Gambar 3.1. Analisis asupan energi (A), protein (B), lemak (C),
karbohidrat (D) Tn S sebelum sakit, selama sakit, dan 24
jam terakhir. ............................................................................ 27

Gambar 3.2. Grafik pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan


napas Tn. S selama perawatan ............................................... 29

Gambar 3.3. Grafik perencanaan target dan analisis asupan energi (A),
protein (B), lemak (C), dan karbohidrat (D) yang dicapai
Tn. S selama perawatan . ......................................... ...............30

Gambar 3.4. Analisis asupan energi (A), protein (B), lemak (C),
karbohidrat (D) Tn.T sebelum sakit, selama sakit, dan
24 jam terakhir. ....................................................................... 31

Gambar 3.5. Grafik pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan


napas Tn. T selama perawatan ............................................... 33

Gambar 3.6. Perencanaan target dan analisis asupan kalori (A), protein
(B), lemak (C), dan karbohidrat (D) Tn. T selama
perawatan ......................................................................... .......34

Gambar 3.7. Analisis asupan energi (A), protein (B), lemak (C),
karbohidrat (D) Tn.SH pada sebelum sakit, selama sakit,
dan 24 jam terakhir. ................................................................ 35

Gambar 3.8. Pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan napas Tn.
SH selama perawatan ............................................................. 37

xi Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


xii

Gambar 3.9. Perencanaan target dan analisis asupan energi Tn. SH


selama perawatan. (A) grafik target dan analisis asupan
energi, (B) Grafik target dan analisis asupan protein,
lemak dan karbohidrat ................................................ ............38

Gambar 3.10. Analisis asupan energi, protein, lemak, karbohidrat Tn.M


pada sebelum sakit, selama sakit, dan 24 jam terakhir. .......... 39

Gambar 3.11. Grafik pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan


napas Tn. M selama perawatan ........................................... ...41

xii Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


xiii

DAFTAR SINGKATAN

ACC : American College of Cardiology


ADHF : acute decompesated heart failure
ADH : antidiuretic hormone
AHA : American Heart Association
AKG : angka kecukupan gizi
AKI : acute kidney injury
ALO : acute lung oedema
ANP : atrio natriuretic peptide
ATP : adenosine triphosphate
BIA : bioimpedance analysis
BNP : brain natriuretic peptide
BTA : basil tahan asam
Ca : calcium
CAP : community acquired pneumonia
CoA : coenzyme-A
CCT : creatinine clearance
CFR : case fatality rate
CHF : congestive heart failure
CK : kreatin kinase
CKD : chronic kidney disease
Cl : chlorida
CO2 : karbondioksida
CRP : C-Reaktive Protein
CTR : cardiothoracic ratio
CoQ10 : coenzyme Q10
DASH : Dietary Approach to Stop Hypertension
DHA : doxosaheksaenoic acid
DPJP : dokter penanggung jawab pasien
REE : resting energy expenditure
EDV : end diastolic volume

xiii Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


xiv

EE : energy expenditure
EKG : elektrokardiografi
EPA : eicosapentanoic acid
EPO : erythropoetin
ESPEN : The European Society for Parenteral and Enteral Nutrition
FABPs : fatty acid binding proteins
FAT : fatty acid translocase
GDS : gula darah sewaktu
GLUT : glucose transporter
HF : heart failure
HHD : hypertension heart disease
HT : hipertensi
H+1 : hari ke-1 perawatan di RS
H+2 : hari ke-2 perawatan di RS
H+3 : hari ke-5 perawatan di RS
H+4 : hari ke-4 perawatan di RS
H+5 : hari ke-5 perawatan di RS
H+6 : hari ke-6 perawatan di RS
H+7 : hari ke-7 perawatan di RS
IL-1 : interleukin-1
IL-6 : interleukin-6
IMM : inner mitochondrial membrane
IMT : indeks massa tubuh
ISDN : Isosorbide dinitrate
JVP : jugular venous pressure
K : kalium
KEB : kebutuhan energi basal
KET : kebutuhan energi total
KH : karbohidrat
Kkal : kilokalori
LCT : long chain triglyceride
LLA : lingkar lengan atas

xiv Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


xv

LV : left ventrikel
MAP : mean arterial pressure
MCT : medium chain triglyceride
Mg : magnesium
MNA : Mini Nutritional Assessment
mRNA : messenger ribonucleic acid
MUST : Malnutrition Universal Screening Tools
Na : natrium
NF-B : nuclear factor kappa b
NRS : Nutritional Risk Screening
NT-pro : N terminal protein
NYHA : The New York Heart Association
OMM : outer mitochondrial membrane
PCr : phospocreatine
PDH : piruvat dehydrogenase
PND : paroxysmal nocturnal dyspnea
PUFA : polyunsaturated fatty acids
RAAS : renin angiotensin aldosteron system
RBP : retinol binding protein
RDA : recommended dietary allowance
REE : resting energy expenditure
ROS : reactive oxygen species
RS : rumah sakit
RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
SAFA : saturated fatty acid
SGA : Subjective Global Assessment
SGOT : serum glutamic oxaloacetic transaminase
SGPT : serum glutamic piruvic transaminase
SMRS : sebelum masuk rumah sakit
SNAQ : Short Nutritional Assessment Quotionnaire
TNF-α : tumor necrosis factor α
UCP : uncoupling protein

xv Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1: Formulir Skrining........................................................... ...... 61


2. Lampiran 2: Lembar Monitoring Kasus 1 ................................................ 62
3. Lampiran 3: Lembar Monitoring Kasus 2 ................................................ 66
4. Lampiran 4: Lembar Monitoring Kasus 3................................................. 70
5. Lampiran 5: Lembar Monitoring Kasus 4…………..……….................. .74

xvi Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler termasuk didalammya
gagal jantung kongestif masih menduduki peringkat yang tinggi. American Heart
Association (AHA) melaporkan di Amerika Serikat setidaknya 5 juta orang
menderita gagal jantung dan sekitar 550.000 kasus baru setiap tahunnya.1 Di
Indonesia, di ruang rawat jalan dan inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) Jakarta pada 2006 lalu didapati 3,23 % kasus gagal jantung. 2 Risiko
kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5–10% pertahun pada gagal jantung
ringan dan meningkat menjadi 30–40% pada gagal jantung berat. Dari hasil
pencatatan dan pelaporan rumah sakit didapatkan case fatality rate (CFR)
tertinggi terjadi pada gagal jantung yaitu sebesar 13,42%.3
Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang
mendahului dan menyertai gagal jantung. Hipertensi merupakan salah satu
penyebab gagal jantung kronik yang tersering. Berdasarkan studi Framingham,
hipertensi menyumbang sekitar seperempat dari kasus gagal jantung. Pada
populasi usia lanjut, sebanyak 68% kasus gagal jantung dikaitkan dengan
hipertensi. Secara umum hipertensi dapat berkontribusi bagi perkembangan gagal
jantung sebanyak 50–60% dari pasien. Pada pasien dengan hipertensi, risiko gagal
jantung meningkat sebesar 2 kali lipat pada laki-laki dan 3 kali lipat pada wanita.4
Prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5–10% sedangkan proporsi
gagal jantung kronik yang disebabkan penyakit jantung hipertensi yaitu sekitar
39%.3
Malnutrisi merupakan salah satu masalah dalam perjalanan penyakit gagal
jantung. Yamauti dkk. mendeteksi terdapat sebanyak 51,9% pasien penyakit
jantung kongestif yang dirawat di RS mengalami malnutrisi.5 Terjadi peningkatan
kebutuhan energi akibat berbagai mekanisme, namun di sisi lain pasien dengan
gagal jantung mengalami penurunan asupan makan yang kemudian akan
menyebabkan penurunan berat badan khususnya masa bebas lemak. Pada penyakit
jantung kronik, penurunan berat badan lebih dari 6% dalam 6 bulan dikategorikan

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


2

telah mengalami kaheksia kardiak. Adanya kaheksia kardiak merupakan faktor


yang memperburuk prognosis pasien gagal jantung. Angka mortalitas berkisar
antara 20–30% pertahun pada pasien gagal jantung dengan kaheksia.6,7
Dari beberapa studi telah dibuktikan bahwa pasien gagal jantung kongestif
dengan kaheksia memiliki status inflamasi sistemik yang tinggi. Pemberian
dukungan nutrisi terutama yang berperan sebagai antiinflamasi dan aktifitas fisik
yang sesuai ternyata dapat menurunkan progresivitas wasting.8 Untuk
mempelajari efektifitas tata laksana nutrisi pada pasien gagal jantung dengan
kaheksia kardiak, maka dibuat laporan serial kasus mengenai tata laksana nutrisi
pasien gagal jantung kongestif et causa penyakit jantung hipertensi dengan
berbagai kondisi penyerta.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk mencapai kompetensi
dalam tata laksana nutrisi pada gagal jantung kongestif et causa penyakit
jantung hipertensi dengan berbagai kondisi penyerta, dan dalam rangka
menurunkan morbiditas dan mortalitas.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui pengaruh gagal jantung kongestif terhadap status nutrisi.
2. Mengetahui pengaruh gagal jantung kongestif terhadap metabolisme
nutrien.
3. Mengetahui kebutuhan makro dan mikronutrien serta nutrien spesifik
pada pasien gagal jantung kongestif.
4. Mengetahui pengaruh dukungan nutrisi pada pasien gagal jantung
kongestif terhadap perbaikan klinis, kapasitas fungsional, dan status
gizi.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
3

1.3. Manfaat
1. Manfaat untuk subyek serial kasus.
Mendapatkan dukungan nutrisi yang sesuai dengan penyakitnya
yaitu gagal jantung kongestif et causa penyakit jantung hipertensi
dan menurunkan risiko terjadinya malnutrisi yang lebih berat.
2. Manfaat untuk institusi.
Sebagai sumber data untuk penyusunan pedoman tata laksana
nutrisi pada pasien dengan gagal jantung kongestif et causa
penyakit jantung hipertensi dengan berbagai kondisi penyerta.
3. Manfaat untuk penulis.
Karya ilmiah ini sebagai salah satu sarana pembelajaran ilmu gizi
khususnya mengenai tata laksana nutrisi pada gagal jantung
kongestif dengan menerapkan evidence based medicine untuk
kemudian mengaplikasikannya dalam praktek sehari-hari.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung


Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung dan pembuluh darah yang terdiri dari
arteri yang mengalirkan darah dari jantung, dan vena yang mengalirkan darah
menuju jantung. Jantung manusia berbentuk seperti kerucut dan berukuran sebesar
kepalan tangan, terletak di rongga dada sebelah kiri dan memiliki dua atrium dan
dua ventrikel. Jantung terbungkus oleh suatu selaput yang disebut perikardium.
Jantung berfungsi untuk mempertahankan aliran darah dengan bantuan sejumlah
katup. Untuk menjamin kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi secara
periodik. Otot jantung berkontraksi terus menerus tanpa mengalami kelelahan.
Kontraksi jantung manusia merupakan kontraksi miogenik, yaitu kontraksi yang
diawali kekuatan rangsang dari otot jantung itu sendiri.9,10
Jantung merupakan organ tunggal, namun ke dua sisi jantung berfungsi
sebagai dua pompa terpisah. Darah memasuki jantung dan mengalir dari atrium
kanan menuju ventrikel kanan kemudian masuk ke dalam sirkulasi pulmoner.
Setelah membawa oksigen dari paru, darah mengalir ke atrium kiri melalui vena
pulmonal dan kemudian ke ventrikel kiri. Ventrikel kiri kemudian memompa
aliran darah yang kaya akan oksigen ke seluruh tubuh melalui aorta. Bagian kiri
jantung mengalirkan darah ke seluruh tubuh dengan resistensi yang lebih besar
sehingga tekanan pompa bagian kiri harus lebih tinggi. Hal ini menyebabkan otot
jantung kiri mempunyai struktur otot yang lebih tebal untuk menghasilkan
tekanan yang lebih besar.9

14

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


5

Gambar 2.1. Struktur jantung dan pembuluh darah.


Sumber: Referensi no. 10

2. 2 Metabolisme Energi di Jantung


Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200–425 gram dan sedikit lebih besar dari
kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa
periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter
darah.10 Untuk bekerja terus menerus, jantung mendapat energi dari proses
fosforilasi oksidasi setidaknya 6 kg ATP perhari agar jantung tetap dapat bekerja
optimal. Otot jantung tidak mampu menyerap oksigen atau nutrien langsung dari
darah yang mengalir melewati rongga-rongganya. Oksigen dan nutrisi untuk
jantung disuplai oleh sirkulasi koronaria. Pada keadaan normal, jantung
mengambil 65% O2 dari arteri koronaria termasuk pada kondisi istirahat, dengan
demikian oksigen yang tersisa di arteri koronaria hanya sedikit untuk digunakan
bila terjadi peningkatan kebutuhan.11,12
Sekitar 95% energi yang diperlukan jantung didapat dari reaksi fosforilasi
oksidasi. Sekitar 60–70 % fosforilasi oksidasi yang terjadi di jantung berasal dari
oksidasi asam lemak, sisanya berasal dari reaksi glikolisis (glukosa dan laktat),
serta benda keton. Sekitar 60–70% dari adenosin trifosfat (ATP) yang dihasilkan
akan digunakan sebagai energi untuk kontraksi otot jantung dan sekitar 30–40%

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
6

sisanya digunakan untuk pompa Ca-ATP ase di retikulum sarkoplasma dan pompa
lainnya.12,13
Metabolisme karbohidrat sangat berperan penting pada sel-sel jantung,
dimana proses glikolisis memberikan kontribusi 10–40% energi yang diperlukan
bagi jantung untuk menjalankan fungsinya secara normal. Persentase tersebut
akan meningkat bila terjadi gangguan jantung. Metabolisme karbohidrat dibagi
menjadi dua jalur, yakni proses glikolisis yang terjadi di sitosol dan proses
oksidasi glukosa yang terjadi di mitokondria. Glukosa masuk ke dalam sel-sel
jantung melalui difusi yang difasilitasi glukosa transporter-4 (GLUT-4).
Cadangan glikogen pada jantung sangat sedikit dibandingkan yang terdapat pada
otot rangka, meski demikian konsentrasi glikogen pada jantung relatif stabil
meskipun turnover juga sangat cepat.14
Asam lemak mempunyai peran penting pada fungsi dan struktur sel-sel
miosit jantung. Asam lemak mempengaruhi fluiditas dan kestabilan struktur
membran seperti transport ion-ion dan substrat, serta fungsi instrinsik
elektrofisiologi jantung dan eksitabilitas jantung. Asam lemak juga mengatur
regulasi molekul-molekul yang berperan dalam sinyal sel, second messenger pada
transduksi, sebagai efektor dalam apoptosis serta respon terhadap kerusakan dan
iskemik. Asam lemak masuk ke dalam sel miokardial melalui fatty acid binding
proteins (FABPs) dan transporter membran fatty acid translocase (FAT).
Oksidasi asam lemak terjadi di dalam mitokondria, sehingga fatty acyl CoA harus
ditransportasi masuk ke dalam mitokondria. Long-chain fatty acyl CoA tidak
dapat masuk secara langsung ke dalam mitokondria dan membutuhkan karnitin
ester, sementara short chain fatty acyl CoA dan medium chain fatty acyl CoA
dapat dengan mudah masuk ke dalam mitokondria tanpa karnitin.11,15
Proses oksidasi asam lemak di jantung membutuhkan konsumsi oksigen
12% lebih besar dibandingkan karbohidrat. Oksidasi lemak menghasilkan 2,8
ATP yang dari setiap molekul oksigen yang digunakan dibandingkan 3,17 ATP
yang dihasilkan oleh setiap molekul oksigen pada oksidasi karbohidrat/glukosa.
Ambilan oksigen tingkat sel untuk melakukan oksidasi harus sebanding dengan
kemampuan konsumsi oksigen sehingga suplai oksigen menjadi hal penting untuk
regenerasi energi di mitokondria.16

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
7

2.3 Perubahan Metabolisme pada Gangguan Jantung


Metabolisme yang terjadi pada miokardium merupakan faktor penting dalam
patogenesis dan progresifitas gangguan fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi
penurunan aktivitas kreatin kinase (CK) dan penurunan fluks dari phospocreatine
(PCr). Terjadinya hiperfosforilasi retikulum sarkoplasma akan menyebabkan
depresi pompa natrium dan terjadi penurunan pelepasan natrium dari retikulum
sarkoplasma. Hal ini menyebabkan penurunan kontraktilitas yang diperberat oleh
kurangnya suplai energi.12

2+
Depresi Ambilan Ca berkurang
+
pompa Na

ATP lokal 
+
Na menumpuk Kontraksi berkurang

Fluks CK 

Gambar 2.2. Defek transfer energi yang terjadi pada gagal jantung
Sumber: Referensi no. 12
Pada sel-sel otot jantung terdapat banyak mitokondria, yaitu ±40%
volume sel otot jantung terisi oleh mitokondria.11,12 Penurunan produksi energi
pada gagal jantung juga disebabkan oleh kerusakan membran mitokondria.
Integritas membran mitokondria berperan sentral terhadap efisiensi regenerasi
energi. Kerusakan membran mitokondria menyebabkan gagalnya coupling proton
pada proses rantai pernapasan sehingga tidak terbentuk ATP. Beberapa penelitian
membuktikan tingginya uncoupling protein (UCP) yang menandakan terjadinya
banyak kerusakan mitokondria. Hal ini disebabkan salah satunya karena reactive
oxygen species (ROS).67

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
8

Gambar 2.3. Metabolisme energi di mitokondria. Transfer proton harus


melewati inner mitochondrial membrane (IMM) dan outer mitochondrial
membrane (OMM) menuju matriks mitokondria untuk menghasilkan ADP/ATP.
Hal ini tidak terjadi bila terdapat uncoupling protein (UCP)
Sumber: Referensi no. 67
Terjadi beberapa perubahan metabolisme pada saat disfungsi kontraksi
jantung dan aktivasi sistem saraf jantung. Saat jantung dalam keadaan disfungsi
dibutuhkan ≈70 kali lipat ATP untuk menghasilkan kerja yang maksimal. Pada
kondisi normal, oksidasi asam lemak memberikan kontribusi energi yang terbesar
pada jantung, namun pada keadaan gangguan jantung, kontribusi substrat
penghasil ATP yang utama adalah glukosa. Metabolisme glukosa yang dominan
pada jantung yang hipertrofi adalah peningkatan proses glikolisis. Beberapa
penelitian memperlihatkan adanya peningkatan aktivitas laktat dehidrogenase,
yaitu enzim yang berperan terhadap perubahan piruvat menjadi laktat. Kondisi ini
disertai adanya peningkatan efflux laktat dari miokardium.28
Oksidasi asam lemak secara keseluruhan mengalami penurunan. Asam
lemak yang menjadi sumber energi terbesar saat kondisi normal membutuhkan
konsumsi oksigen yang lebih besar. Konsumsi oksigen menjadi sangat efisien
pada kondisi gagal jantung dan membutuhkan efisiensi penggunaan oksigen untuk
energi yang besar. Hal ini menyebabkan perubahan metabolisme pada gagal
jantung yaitu meningkatnya proses glikolisis yang berasal dari glukosa dan
menurunnya proses oksidasi asam lemak.29

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
9

2.4 Gagal Jantung Kongestif


2.4.1 Definisi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung adalah satu gejala klinis pada pasien mengalami kelainan struktur
atau fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu untuk memompakan darah
dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolit tubuh
(forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan
pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau kedua-duanya. 17,18
Gagal jantung adalah sindroma klinis yang ditandai oleh sesak nafas dan
kelelahan saat istirahat maupun saat beraktivitas yang disebabkan oleh kelainan
struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart
Failure (CHF) adalah suatu kondisi ketidakmampuan jantung untuk
mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Penurunan stroke volume mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang
dan disebabkan oleh (1) kegagalan kontraksi ventrikel, (2) kegagalan pengisian
ventrikel, (3) peningkatan afterload. 19,20 Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi
yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau
mekanisme kompensasi melalui perubahan-perubahan neurohumoral, dilatasi
ventrikel dan aktivasi sistem simpatis.

2.4.2 Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung kongestif pada umumnya diklasifikasikan menjadi gagal jantung
sistolik dan diastolik. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi
jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan
kelemahan, cepat lelah, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala
hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan
gangguan pengisian ventrikel. Pada gagal jantung diastolik, fraksi ejeksi lebih dari
50%.24
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru. Jika terjadi gagal jantung kiri, cairan akan terkumpul pada
paru-paru dan terjadi edema pulmonal. Adanya kongesti paru akan menyebabkan
proses pernafasan yang terganggu ketika proses inspirasi. Gejala klinis yang dapat
timbul berupa dyspneu d’effort, ortopnea, paroxismal nocturnal dyspneu, mudah
lelah, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, suara jantung

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
10

tambahan S3 dan S4, pernafasan cheyne stokes, takikardi, pulsus alternans, ronki
dan kongesti vena pulmonalis.22 Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya
melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer atau
sekunder, terjadi tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena
sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena
jugularis. 21,23
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung
kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi
fungsional dalam 4 kelas, yaitu: 23
1. Kelas I, bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
2. Kelas II, bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
3. Kelas III, bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
4. Kelas IV, bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan
harus tirah baring.

2.4.3 Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung kongestif dapat dilihat sebagai suatu kelainan yang progresif, dapat
terjadi dari kumpulan suatu kejadian dengan hasil akhir kerusakan fungsi miosit
jantung atau gangguan kemampuan kontraksi miokard. Beberapa mekanisme
kompensatorik diaktifkan untuk mengatasi turunnya fungsi jantung sebagai
pompa, di antaranya adalah sistem adrenergik, renin angiotensin dan sitokin.
Dalam waktu pendek beberapa mekanisme ini dapat mengembalikan fungsi
kardiovaskuler dalam batas normal, sehingga pasien menjadi asimptomatik.
Meskipun demikian, jika tidak terdeteksi dan semakin berlanjut akan
menyebabkan kerusakan ventrikel dan terjadi remodeling yang pada akhirnya
menimbulkan gagal jantung yang simptomatik.21, 25
Penurunan stroke volume akan meningkatkan end sistolic volume
sehingga volume dalam ventrikel kiri meningkat. Peningkatan volume ini akan
meregang dinding ventrikel kiri sehingga otot jantung akan berkontraksi dengan
lebih kuat untuk meningkatkan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh. Mekanisme kompensasi ini mempunyai batasnya. Pada kasus
gagal jantung dengan penurunan kontraktilitas yang berat, ventrikel tidak mampu

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
11

memompa semua darah sehingga end diastolic volume meningkat dan tekanan
ventrikel kiri juga meningkat. Tekanan ini akan ditransmisikan ke atrium kiri,
vena pulmonal dan kapiler pulmonal. Hal ini akan menyebabkan edema paru.25, 26,
27

Penurunan curah jantung akan memicu sistem simpatis sehingga


meningkatkan kontraksi jantung sehingga stroke volume meningkat dan curah
jantung meningkat. Penurunan curah jantung juga memicu sistem renin
angiotensin dan memicu vasokonstriksi vena, menyebabkan venous return
meningkat dan akhirnya stroke volume juga meningkat sehingga curah jantung
tercapai. Penurunan curah jantung juga akan memicu peningkatan ADH dan
hormon aldosteron untuk memicu retensi natrium dan air untuk mencapai curah
jantung yang adekuat. Stimulasi neurohormonal ini akan berjalan kronik dan dapat
menyebabkan efek yang tidak diinginkan seperti edema.26
Peningkatan beban jantung juga akan menyebabkan dilatasi ventrikel kiri
dan peningkatan tekanan sistolik untuk mengatasi afterload yang meningkat. Otot
ventrikel kemudian akan menebal sebagai kompensasi dalam rangka menurunkan
stres dilatasi pada dinding ventrikel. Terjadi peningkatan kekakuan dinding yang
hipertrofi sehingga menyebabkan tekanan diastolik ventrikular meninggi dan
tekanan ini akan ditransmisi ke atrium kiri dan pembuluh pulmonal. Volume
overload yang kronik seperti pada mitral regurgitasi atau aorta regurgitasi akan
memicu miosit memanjang. Pressure overload yang kronik seperti hipertensi atau
stenosis aorta akan memicu miosit menebal yang dinamakan hipertrofi konsentrik.
Hipertrofi dan remodeling membantu untuk menurunkan stres pada dinding
jantung, namun dalam jangka waktu yang lama fungsi ventrikel akan menurun
dan dilatasi ventrikel akan terjadi. Pada keadaan ini, turunnya fungsi jantung tidak
dapat mengkompensasi beban hemodinamik pada otot jantung sehingga gejala
gagal jantung yang progresif akan timbul. 21,25,26

2.4.4 Manifestasi Klinis pada Gagal Jantung Kongestif


Gejala-gejala gagal jantung kongestif bervariasi antar individu sesuai derajat
penyakit dan sistem organ yang telah terganggu.17,18 Gejala awal dari gagal
jantung kongestif adalah kelelahan sebagai akibat dari kurangnya suplai energi.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
12

Pada tahap awal keluhan mungkin tidak dirasakan namun pasien tanpa sadar telah
membatasi aktivitas fisik untuk memenuhi kebutuhan oksigen.19,20,21
Dispnea adalah manifestasi gagal jantung yang paling sering ditemui.
Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernapasan sebagai akibat terjadinya
kongesti vaskular paru yang menurunkan kelenturan paru. Kongesti yang terjadi
mulai dari kongesti vena sampai edema interstisial paru dan akhirnya menjadi
edema alveolar. Secara klinis ditandai dengan dispnea yang progresif. Ortopnea
(dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari
bagian tubuh bawah ke sirkulasi sentral. Reabsorpsi cairan interstisial dari
ekstremitas bawah juga akan memperberat kongesti vaskular paru-paru lebih
lanjut. Paroxysmal nocturnal dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru
intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri
dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea. 21, 22
Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada
posisi berbaring. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru
adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah
paru-paru karena pengaruh gravitasi. Hemoptisis dapat disebabkan oleh
perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena.22
Gagal jantung kanan ditandai dengan gejala dan tanda kongesti vena
sistemik. Terdapat peningkatan tekanan vena jugularis dan vena-vena di leher
mengalami bendungan. Tekanan vena sentral dapat meningkat secara paradoks
selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap
peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.19,20
Dapat terjadi hepatomegali dan nyeri tekan hati dapat terjadi akibat
peregangan kapsula hati. Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa
penuh, atau mual dapat disebabkan kongesti hati dan usus. Edema perifer terjadi
akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Dapat terjadi nokturia dalam
rangka mengurangi retensi cairan. Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan
dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal
pada waktu istirahat. Kongesti yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau
edema anasarka. Manifestasi dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan
oleh retensi cairan daripada kegagalan jantung dekompensata.21, 22, 23

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
13

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat


mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Seringkali
terjadi aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan
sistem saraf simpatis yang seringkali menyebabkan kematian mendadak pada
gagal jantung. 22

2.4.5 Malnutrisi pada Gagal Jantung


Kehilangan berat badan dan malnutrisi berkontribusi terhadap terjadinya atrofi
otot rangka, penurunan kapasitas fungsional, penurunan fungsi imun dan
panjangnya perawatan di rumah sakit.8 Peningkatan kerja kardiopulmonal
menstimulasi sistem saraf simpatis dan hal ini berkontribusi terhadap peningkatan
basal metabolic rate dan total energy expenditure. Penurunan asupan pada pasien
gagal jantung dapat disebabkan adanya kelelahan dan kerja pernafasan yang
meningkat, anoreksia, proses dan respon inflamasi yang sedang berjalan,
penurunan kapasitas lambung akibat adanya hepatomegali dan gagal jantung
kongestif serta efek samping terapi yang sedang dijalankan.30
Gagal jantung kongestif terjadi situasi katabolik yang kompleks dengan
beberapa mekanisme yang mendasari proses terjadinya wasting. Proses ini justru
sering ditemukan pada fase awal dari gagal jantung kongestif. Mediator yang
terlibat pada mekanisme ini termasuk mediator proinflamasi seperti sitokin,
katekolamin, kortisol, peptida natriuretik, dan protein heat shock. Aktivasi renin
angiotensin aldosteron system (RAAS) akan terjadi setelah aktivasi proinflamasi
oleh sitokin, hal ini ditujukan untuk mempertahankan perfusi ginjal dan organ.
Respom ini awalnya bertujuan untuk melindungi jantung dan pembuluh darah dari
kerusakan serta untuk mengompensasi fungsi miokard yang terganggu.31,34
Levine dkk. pada tahun 1990 pertama kali menemukan hubungan antara
peningkatan kadar plasma tumor necrosis factor-α (TNF-α) dengan kaheksia
kardiak. Sitokin proinflamasi lainnya termasuk interleukin (IL)-1 dan IL-6 juga
teraktivasi. Aktivasi TNF-α menjadi kaskade akhir pada semua bentuk kaheksia.
TNF-α menginduksi apoptosis melalui reseptor spesifik pada sel dan mengaktivasi
pemecahan proteasome-dependent protein pada otot skelet dan jaringan lain pada
proses wasting.32 Pada gagal jantung kongestif, kadar TNF-α plasma memiliki
hubungan dengan prognosis buruk, baik jangka panjang maupun pendek. TNF-α

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
14

bertanggungjawab pada penurunan suplai darah di otot rangka dan hal ini
memperburuk disfungsi endotel yang telah ada. Hal ini, sebaliknya, akan
menurunkan ketahanan (endurance) pada aktivitas fisik dan menurunkan suplai
nutrisi ke jaringan. Sitokin proinflamasi IL-6 sangat potensial menginduksi respon
fase akut, namun memerlukan asam amino esensial untuk mempertahankan
kadarnya. Karena otot merupakan organ dengan porsi protein terbesar dari massa
protein tubuh, maka otot menjadi organ target pemecahan protein untuk
mendapatkan asam amino yang dibutuhkan.33,34
TNF-α dan IL-6 juga secara bersama-sama mengakibatkan down-
regulation dari sintesis albumin pada hepar. TNF-α dan IL-1 juga terlibat dalam
menghambat asupan makanan. Mekanisme di balik proses ini memang masih
perlu ditelaah lebih lanjut, namun diduga sebagian TNF-α dan IL-1 akan
mempengaruhi otak. Di sisi lain, permeabilitas dari sawar darah otak mengalami
peningkatan akibat aktivitas sitokin ini sehingga tambah mencetuskan uptake
sitokin di otak. TNF-α juga diduga meningkatkan ekspresi hormon katabolik
leptin, yang bersama IL-1 selanjutnya akan menurunkan kadar mRNA pada
hipotalamus yang diperantarai neurotransmiter neuropeptida Y, yang juga akan
berpengaruh ada asupan makanan.34
Malnutrisi pada pasien gagal jantung juga dipengaruhi oleh insufisiensi
perfusi di saluran cerna. Kelainan fungsi jantung yang ditandai dengan penurunan
kadar curah jantung akan mempengaruhi perfusi pada splangnik. Hipoperfusi
splangnik akan berakibat iskemik mukosa, peningkatan permeabilitas usus yang
memungkinkan endotoksemia. Hipoperfusi splangnik juga akan menyebabkan
perubahan pH di lambung, menurunkan sekresi lambung dan menurunkan
produksi enzim pencernaan.35 Adanya iskemik mukosa usus menyebabkan
terjadinya disrupsi mukosa menimbulkan respon inflamasi, peningkatan
rekuitmen netrofil yang diikuti pelepasan mediator inflamasi dan produksi radical
oxygen species (ROS). Penelitian menunjukkan bahwa insufisiensi jantung akan
meningkatkan atrio natriuretic peptide (ANP)/brain natriuretic peptide (BNP)
yang berhubungan dengan meningkatnya waktu pengosongan lambung dan
memungkinkan akan terjadinya malabsorpsi dengan mekanisme yang belum
jelas.36

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
15

2.4.6 Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif


Penatalaksanaan gagal jantung terdiri dari farmakologik dan non-farmakologik.
Pada umumnya obat-obatan yang efektif mengatasi gagal jantung menunjukkan
manfaat untuk mengatasi disfungsi sistolik. Gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri
hampir selalu disertai adanya aktivitas sistem neuro-endokrin, karena itu salah
satu obat pilihan utama adalah angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi).
ACEi dapat mengatasi gangguan neurohumoral pada gagal jantung dan dapat juga
memperbaiki toleransi kerja fisik yang tampak jelas sesudah 3-6 bulan
pengobatan. Dari golongan ACEi, Captopril merupakan obat pilihan karena tidak
menyebabkan hipotensi berkepanjangan dan tidak terlalu banyak mengganggu
faal ginjal pada kasus gagal jantung. Kontraindikasinya adalah disfungsi ginjal
berat dan bila ada stenosis bilateral arteri renalis. 25, 26
Diuretika bertujuan mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban
volume sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Yang paling banyak dipakai
untuk terapi gagal jantung kongestif dari golongan ini adalah furosemid. Pada usia
lanjut seringkali sudah ada penurunan faal ginjal dimana furosemid kurang efektif
dan pada keadaan ini dapat ditambahkan metolazone. Pada pemberian diuretik
harus diawasi kadar kalium darah karena diuresis akibat furosemid selalu disertai
keluarnya kalium. Pada keadaan hipokalsemia mudah terjadi gangguan irama
jantung. Spironolakton, dipakai sebagai terapi gagal jantung kongestif dengan
fraksi ejeksi yang rendah, atau bila tidak menunjukkan perbaikan walaupun sudah
diterapi dengan diuretik ACEi dan digoksin.26
Obat-obatan inotropik seperti digoksin diberikan pada kasus gagal jantung
untuk memperbaiki kontraksi ventrikel. Dosis digoksin juga harus disesuaikan
dengan besarnya creatinin clearance pasien. Obat-obat inotropik positif lainnya
adalah dopamin yang digunakan bila tekanan darah kurang dari 90 mmHg. Bila
tekanan darah sudah diatas 90 mmHg dapat ditambahkan dobutamin.27
Pada usia lanjut lebih sering terdapat gagal jantung dengan disfungsi
diastolik. Pengendalian tekanan darah pada hipertensi untuk mencegah hipertrofi
miokard ventrikel kiri dalam jangka panjang. Pengobatan agresif terhadap
penyakit komorbid terutama yang memperberat beban sirkulasi darah, seperti
anemia, gangguan faal ginjal dan beberapa penyakit metabolik seperti diabetes

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
16

melitus. Perbaikan gangguan irama jantung bertujuan untuk memelihara fungsi


sistolik atrium dalam rangka pengisian diastolik ventrikel. 26, 27
Tata laksana non farmakologis pada pasien gagal jantung kongestif
meliputi: latihan fisik yang bertahap, yaitu 3-5 kali per minggu, terapi kognitif
terstruktur dan manajemen stres, serta intervensi diet yang ditekankan terutama
dalam merestriksi natrium dan cairan serta penurunan berat badan pada obesitas.
Dalam penelitian oleh Kostis dkk. ketiga program non farmakologis tersebut
terbukti meningkatkan kapasitas fungsional, mempertahankan status nutrisi dan
status mood pada pasien gagal jantung kongestif. Meskipun secara umum terapi
diet pada gagal jantung kongestif menitikberatkan pada cairan dan natrium,
namun sebenarnya secara komprehensif penilaian status gizi, dan penentuan
kebutuhan setiap makro dan nikronutrien harus diperhatikan sesuai kondisi
individual.69
Guideline penatalaksanaan gagal jantung kronik pada orang dewasa oleh
American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA)
pada tahun 2009 menyebutkan bahwa target terapi (termasuk diet) pada gagal
jantung tergantung pada stadium penyakit.68

2. 5 Tata Laksana Nutrisi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif


2.5.1 Penilaian Status Nutrisi
Beberapa metode skrining telah banyak diteliti penggunaannya pada pasien
dengan penyakit kardiovaskular. Subjective Global Assessment (SGA) spesifik
namun penggunaannya cukup sulit karena penilai harus terlatih dan subyektifitas
interpretasi hasilnya. Keadaan retensi cairan juga menyulitkan dalam
menginterpretasikan riwayat penurunan berat badan dan data antropometik
lainnya.37
Bonilla–Palomas dkk. dalam studinya mengenai pengaruh malnutrisi
terhadap mortalitas pasien gagal jantung dekompensata menggunakan formulir
Mini Nutritional Assessment (MNA) mendapatkan hasil yang signifikan.38
Venrooij dkk. menguji akurasi dua metode skrining yang cepat dan mudah yaitu
Malnutrition Universal Screening Tools (MUST) dan Short Nutritional
Assessment Quotionnaire (SNAQ), didapatkan hasil bahwa MUST memiliki
sensitifitas yang lebih tinggi pada pasien dengan indeks massa bebas lemak yang

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
17

rendah. Metode skrining lain seperti Nutritional Risk Screening (NRS) 2002
belum pernah diuji penggunaannya pada pasien dengan penyakit jantung
kongestif.39 Pengukuran lingkar lengan atas dapat digunakan untuk mendeteksi
malnutrisi apabila terdapat edema pada tungkai bawah termasuk bila terdapat
asites dan edema tidak terdapat pada lengan atas.40
Penilaian status gizi menggunakan indeks massa tubuh menggunakan
pengukuran berat badan adalah cara termudah menilai status gizi pasien, namun
pada keadaan edema cara ini menjadi kurang relevan. Dapat digunakan
pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menilai massa bebas lemak seperti
pemeriksaan tebal lipatan kulit, lingkar lengan atas, ekskresi kreatinin urin 25 jam,
ataupun analisis bioimpedans.41
Beberapa marker protein plasma juga dapat digunakan untuk menilai
status nutrisi seperti albumin, prealbumin, transferrin, thyroxin-binding globulin
(TBG), retinol binding protein (RBP) dan lain-lain. Protein-protein yang
mempunyai half life pendek seperti RBP dan prealbumin dengan half life masing-
masing 0,5 dan 2 hari mempunyai korelasi yang lebih baik dengan perubahan akut
status nutrisi dan metabolisme dibanding albumin yang mempunyai half life 20
hari. Kadar protein-protein ini tidak hanya ditentukan oleh status nutrisi tetapi
juga keadaan inflamasi. Selain itu pasien dengan penyakit jantung kongestif
seringkali mengalami gangguan fungsi hepar yang dapat mempengaruhi produksi
protein ini sehingga kurang efektif untuk menilai status nutrisi penderita.30,41

2.5.2 Kebutuhan Energi dan Komposisi Makronutrien


Metode terbaik untuk menentukan kebutuhan energi pada pasien gagal jantung
adalah menggunakan kalorimetri indirek. Apabila kalorimetri indirek tidak
tersedia maka dapat digunakan rumus perhitungan kebutuhan energi basal yang
kemudian disesuaikan dengan faktor stres sesuai status hipermetabolisme.42 Toth
dkk. dalam penelitiannya mendapatkan bahwa terdapat peningkatan resting
energy expenditure (REE) pada pasien gagal jantung kronik rata-rata sekitar 200
kkal/hari bila dibandingkan dengan kontrol, namun tidak bermakna secara
statistik.43 Pasien dengan gagal jantung berat membutuhkan energi total 30%-50%
lebih tinggi dari kebutuhan energi basal atau 31-35 kkal/kgBB untuk memenuhi
kebutuhan energi akibat aktivitas kardiopulmonal yang meningkat. Pasien gagal

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
18

jantung kronik yang mengalami kaheksia kardiak faktor stres bahkan dapat
ditingkatkan hingga 1,6-1,8 pada fase replesi.44
Penelitian membuktikan bahwa keseimbangan nitrogen negatif terjadi
pada pasien gagal jantung sehingga membutuhkan protein lebih banyak daripada
subyek kontrol yang sehat. Pada pasien dengan gagal jantung dengan
hemodinamik stabil, asupan protein direkomendasikan minimal 1,37 g/kgBB pada
pasien dengan malnutrisi atau minimal 1,12 g/kgBB pada pasien dengan status
nutrisi yang baik dengan tujuan mempertahankan komposisi tubuh dan
meminimalkan efek hiperkatabolik.42 Aquilani dkk. menyatakan bahwa tingginya
laktat dan piruvat pada pasien gagal jantung menunjukkan hipoksia yang sistemik
dan pemberian protein yang tinggi ternyata tidak berpengaruh terhadap
anabolisme. Kecukupan asam amino esensial dan non esensial mungkin lebih
berpengaruh terhadap perbaikan metabolism protein pada pasien gagal jantung.7
Asam amino merupakan nutrien yang penting pada metabolisme jantung.
Salah satu asam amino yang penting adalah taurin. Taurin tidak terlibat dalam
sintesis protein, namun merupakan seperempat dari total asam amino yang
tersimpan di jaringan jantung dan berfungsi sebagai antioksidan dan turut dalam
regulasi homeostasis kalsium. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
suplementasi taurin pada pasien gagal jantung meningkatkan kapasitas fisik,
menurunkan tekanan darah diastolkc dan memperbaiki fungsi sistolik.30
Kebutuhan lemak pada pasien dengan penyakit kardiovaskular berkisar
antara 25–35% dari total kalori dan kolesterol <200 mg/hari. Komposisi lipid
yang disarankan adalah saturated fatty acid (SAFA) <7%, polyunsaturated fatty
acid (PUFA) sampai dengan sekitar 10% dan monounsaturated fatty acid
(MUFA) mencapai 20% kalori total.44 Pada pasien dengan gejala malabsorbsi
pemberian lipid berbentuk MCT lebih mudah dihidrolisis dan efektif diabsorpsi ke
dalam sirkulasi portal. Namun energi yang dihasilkan oleh MCT 14% lebih
rendah dibanding LCT, dan tidak memenuhi asam lemak esensial yang juga
dibutuhkan oleh tubuh.45 Karbohidrat dapat diberikan 50-60% kalori total per hari
dengan jenis karbohidrat kompleks dalam bentuk biji-bijian, sayur dan buah.
Karbohidrat sederhana harus dibatasi penggunaannya.42

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
19

2.5.3. Kebutuhan Mikronutrien


Mikronutrien berperan mengoptimalkan metabolisme dan memperbaiki
kegagalan jantung. Pada pasien gagal jantung sering kali pasien diberi terapi
diuretik. Diuretik menyebabkan hilangnya kalsium melalui ginjal, menurunkan
kadar kalium serum, magnesium, natrium. Tiazid dapat menurunkan kadar seng.
Kekurangan seng dapat mengakibatkan gangguan fungsi imun. Kemungkinan
defisiensi beberapa mikronutrien menyebabkan pasien gagal membutuhkan
asupan mikronutrien yang lebih besar.46

 Vitamin B
Defisiensi tiamin merupakan yang paling sering terjadi pada gagal jantung
disebabkan penggunaan loop diuretic yang meningkatkan ekskresi tiamin dan
vitamin B larut air. Defisiensi tiamin banyak ditemukan pada pasien gagal jantung
dengan prevalensi bervariasi antara 13 hingga 33%. Penelitian-penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan spironolakton membantu peningkatan ekskresi
tiamin dan memperbaiki kadar tiamin di serum.47
Tiamin (B1) merupakan kofaktor penting dalam metabolisme karbohidrat.
Tiamin tidak disintesis dalam tubuh dan tidak terdapat simpanan endogen, hal itu
yang menyebabkan diperlukannya asupan tiamin secara kontinu untuk mencegah
defisiensi. Defisiensi tiamin berat dapat menyebabkan vasodilatasi dan gagal
jantung berat yang dikenal sebagai beri-beri basah. Pemberian suplementasi
tiamin direkomendasikan untuk pasien gagal jantung yang mendapat terapi loop
diuretic dosis tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang bervariasi
terhadap suplementasi tiamin pada pasien gagal jantung. Suplementasi tiamin
sebesar 200mg/hari dapat meningkatkan kadarnya dalam plasma dan terbukti
memperbaiki fungsi ventrikel.30,47,53
Defisiensi riboflavin dan piridoksin sering ditemukan pada pasien gagal
jantung kronik. Suatu penelitian pada pasien gagal jantung menunjukkan terdapat
defisiensi piridoksin sebesar 38%. Riboflavin dan piridoksin merupakan vitamin
B larut air yang berperan penting dalam oksidasi beta lipid, metabolisme
karbohidrat dan produksi sel darah merah. Seperti tiamin, penggunaan loop
diuretic juga meningkatkan ekskresi vitamin ini di ginjal.47 Direkomendasikan

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
20

konsumsi vitamin–vitamin B ini sebesar 100% AKG untuk mencegah defisiensi


pada pasien gagal jantung.42
Asupan folat yang direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung
sebesar 100% AKG yang berasal dari bahan makanan sumber atau suplementasi
yang dikombinasi dengan vitamin B6 dan B12. Suplementasi vitamin B12 sebesar
200-500 mikrogram/hari yang diberikan bersama dengan vitamin atau mineral lain
terbukti memiliki efek menguntungkan untuk pasien gagal jantung.42

 Vitamin A
Berdasarkan penelitian hewan coba, menunjukkan bahwa vitamin A bermanfaat
untuk mencegah aktivasi NF-қB, mengurangi pelepasan sitokrom C, menurunkan
aktivitas caspase, menurunkan sekresi sitokin inflamasi dari kardiomiosit, dan
meningkatkan fungsi kontraktil miokardium.48 Pada penelitian hewan coba
lainnya menunjukkan, asam 9-cis-retinoic, memicu transkripsi dari glucosa
transporter promoter (GLUT)-4 yang ekspresinya penting untuk kelangsungan
hidup miosit jantung dalam situasi stres.49

 Natrium
Penurunan curah jantung akan meningkatkan ADH dan memicu retensi natrium
dan air untuk memenuhi stroke volume dan curah jantung. Hormon aldosteron
juga meningkat untuk meningkatkan retensi natrium dan cairan dengan tujuan
meningkatkan venous return tubuh. Kadar total natrium di tubuh umumnya
meningkat walaupun kadar natrium di serum menunjukkan penurunan, hal ini
sering ditemukan pada kondisi gagal jantung lanjut. Oleh karena itu restriksi
natrium dan retensi cairan harus dilakukan pada pasien gagal jantung.50
Rekomendasi pemberian natrium bervariasi yaitu rekomendasi tersering adalah
restriksi natrium mencapai <2000 mg (2 g), namun rekomendasi dapat berkisar
antara 2000–2400 mg/hari. Restriksi tergantung beratnya retensi cairan dan respon
terhadap diuretik.42,51

 Kalium, Kalsium, dan Magnesium


Ketiga mikronutrien ini berkaitan erat dengan takanan darah. Banyak penelitian
mendapatkan hubungan positif asupan kalium, kalsium dan magnesium terhadap
penurunan tekanan darah. Dampak restriksi natrium terhadap tekanan darah dapat

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
21

dipengaruhi oleh konsumsi kalium atau kalsium. Dua meta-analisis dari uji coba
klinis terkontrol telah menunjukkan bahwa suplementasi kalsium (1000-2000
mg/hari) menghasilkan penurunan signifikan tekanan darah sistolik namun tidak
bermakna pada penurunan diastolik. Hasil dari dua meta-analisis dari uji klinis
mendukung kesimpulan bahwa suplemen kalium oral (60 sampai 120 mEq / d)
dapat memperbaiki tekanan darah.70
Obat-obatan, seperti loop dan thiazide diuretik berkontribusi pada
kehilangan magnesium melalui urin. Defisiensi magnesium dikaitkan dengan
retensi natrium dan peningkatan ventrikelektopi yang terkait dengan penurunan
kontraktilitas jantung dan peningkatan resistensi pembuluh darah periferuplemen
magnesium (20 mmol /hari) secara signifikan menurunkan tekanan darah diastolik
tetapi tidak darah sistolik.56,70

 Seng dan Selenium


Defisiensi seng berhubungan dengan apoptosis myocardiocyte. Beberapa obat
yang umumnya digunakan pada pasien gagal jantung seperti ACE Inhibitor,
antagonis angiotensin II dan diuretik thiazide meningkatkan keluaran seng melalui
urin.54 Selenium berperan sebagai kofaktor untuk enzim antioksidan, glutathione
peroksidase. Defisiensi glutation peroksidase berkontribusi faktor disfungsi
endotel pada gagal jantung. Suplemen selenium dapat mengurangi progresifitas
penyakit jantung tetapi tidak dapat membalikkan kerusakan jantung yang ada.55

2.5.4 Nutrien spesifik


 Coenzym Q10
Coenzym Q10 (CoQ10) atau ubiquinone, fat-soluble quinine, merupakan komponen
penting rantai transpor elektron di mitokondria dan penting dalam pembentukan
ATP. Pada pasien gagal jantung kadar CoQ10 di serum dan jaringan mengalami
penurunan. Defisiensi CoQ10 berkorelasi positif dengan perburukan fungsi
ventrikel kiri dan mortalitas.
Penelitian-penelitian yang memberikan suplementasi CoQ10 pada pasien
gagal jantung menunjukkan perbaikan fraksi ejeksi, isi sekuncup, curah jantung,
tekanan arteri pulmonal dan kualitas hidup yang bermakna. Tetapi terdapat pula
hasil beberapa penelitian yang memberikan hasil yang tidak bermakna. Meskipun

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
22

meta-analisis terkini menunjukkan manfaat bermakna pemberian suplementasi Co


Q10 pada pasien gagal jantung, namun penggunaannya secara rutin tidak
direkomendasikan. Dosis CoQ10 yang diberikan sekitar 150-300 mg/hari. 1,30

 Karnitin
L-carnitin berperan dalam modulasi glikolisis (modulasi rasio acyl Coenzyme
A/Coenzyme A), siklus Krebs, dan terlibat dalam metabolisme asam lemak.
Propionyl-L-carnitin, derivate L-carnitin, juga berperan dalam siklus Kreb, efek
peningkatan oksidasi glukosa dan perbaikan fungsi kontraksi. L-carnitin
merupakan derivat asam amino non essensial dan berperan dalam transpor asam
lemak dari sitosol ke mitokondria. L-carnitine disintesis dari asam amino esensial
metionin dan lisin, dengan kofaktor vitamin C (ascorbic acid), Fe, niasin dan
piridoksin. Penurunan kadar karnitin pada gangguan jantung dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya proses inflamasi yang mengakibatkan aktivasi dari
TNFα menyebabkan kerusakan pada sel-sel otot, yang berakibat pada penurunan
kadar karnitin otot. Pada gagal jantung umumnya mengakibatkan kerusakan pada
ginjal dan berakhir dengan penurunan kadar karnitin. Namun demikian belum ada
rekomendasi pasti mengenai pemberian karnitin pada gagal jantung.1,30,56

 Asam Lemak Omega 3


Asam lemak omega 3 memberikan efek perlindungan kardiovaskular terutama
melalui efek peningkatan docosahexaenoic acid (DHA) dan eicosapentaenoic
acid (EPA) di membran fosfolipid. Inkorporasi omega-3 ke membran sel target
dan jaringan menurunkan eksitabilitas elektrik sehingga berpotensi menurunkan
aritmia. Efek manfaat fisiologis yang lain diantaranya inhibisi produksi
tromboksan, peningkatan produksi prostasiklin, peningkatan aktifitas fibrinolitik
di plasma, modifikasi leukotrien dan produksi sitokin untuk menurunkan
inflamasi, reduksi respon vasospastik terhadap katekolamin, reduksi viskositas
darah, penurunan faktor yang mengaktifasi platelet dan faktor pertumbuhan
platelet serta pembentukan oksigen radikal bebas. Efek kumulatif tersebut akan
meningkatkan ambang aritmia, reduksi tekanan darah arteri, perbaikan fungsi
arteri dan endotel, reduksi agregasi trombosit dan perbaikan tonus otonom. Dosis
yang telah diteliti memberikan efek perbaikan fungsi jantung dan meningkatkan
survival adalah 1-1,5 g/hari.30

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
23

2.5.5 Kebutuhan Cairan


Restriksi cairan dilakukan seiring dengan restriksi natrium pada keadaan retensi
cairan. Pada pasien dengan restriksi ketat hati-hati apabila ditemukan peningkatan
ureum dan kreatinin mungkin akibat dari terjadinya hipovolemia. Berbagai
macam rekomendasi jumlah cairan yang boleh dikonsumsi pada pasien gagal
jantung yaitu berkisar antara 1000mL-1900 mL.42,51

2.6. Interaksi Obat


Penggunaan kaptopril yang juga sering digunakan pada pasien gagal jantung dapat
mengakibatkan nausea, batuk yang akan berakibat penurunan asupan. Kaptopril
dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien gagal jantung.57 Diuretik dapat
menyebabkan hipokalemia, hiperlipidemia, hipertrigliseridemia, intoleransi
glukosa, anoreksia, mulut kering, konstipasi. Suplementasi kalium diperlukan
pada terapi jangka panjang dan dosis tinggi diuretik. Penggunaan ACE Inhibitors
dapat menyebabkan hiperkalemia, hipotensi, disgeusia, dan hipotensi terutama
pada orang tua. Aldosteron Antagonist (spironolakton) merupakan efek diuresis
tapi hemat kalium. Pada penggunaan spironolakton dapat terjadi peningkatan
kadar kalium dan sebaiknya juga menghindari penggunaan natrium yang
berlebihan.42,57

2.7 Prognosis Gagal Jantung Kongestif


Secara umum, mortality rate untuk pasien gagal jantung yang dirawat inap adalah
5-20% sementara penderita yang di luar rumah sakit adalah 20% pada akhir tahun
pertama setelah diagnosa ditegakkan dan setinggi 50% pada 5 tahun pertama
pasca diagnosis. Walaupun terdapat perbaikan pengobatan. Setiap pasien yang
rehospitalization mempunyai peningkatan mortality rate sebanyak 20-30%.
Cardiopulmonal stress testing merupakan cara yang efektif untuk menilai survival
rate pasien untuk tahun ke depan dan indikasi transplantasi jantung. Pasien dengan
NYHA IV, ACC/AHA stage D mempunyai mortalitas yang melebihi 50% pada
tahun pertama onset. Gagal jantung yang disebabkan oleh infark miokard akut
mempunyai mortalitas 20-40%; mortality rate mendekati 80% pada pasien yang
menderita hipotensi ( eg.cardiogenic shock). 22,26

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
BAB 3
KASUS

Laporan serial kasus ini akan memaparkan hasil tata laksana nutrisi pada empat
pasien yang dirawat di RS jejaring PPDS Ilmu Gizi Klinik FKUI dengan penyakit
gagal jantung kongestif et causa penyakit jantung hipertensi. Kasus diambil
dengan kriteria usia pasien 18-65 tahun, diagnosis CHF NYHA I-IV et causa
penyakit jantung hipertensi dengan berbagai kondisi penyerta. Pada awal
perawatan dilakukan skrining risiko malnutrisi yang dinilai dengan menggunakan
formulir skrining modifikasi (terlampir). Dukungan nutrisi segera dilakukan pada
setiap pasien sesuai dengan kondisi masing-masing dan dilakukan pemantauan
hingga selesai perawatan. Selama intervensi nutrisi dilakukan penilaian beberapa
parameter diantaranya: keluhan subyektif, hemodinamik, tanda-tanda klinis,
kapasitas fungsional, laboratorium, analisis asupan, toleransi asupan dan imbang
cairan.

Tabel 3.1 Karakteristik Pasien Serial Kasus


No. Variabel Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4
1. Gender Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
2. Usia 56 tahun 60 tahun 50 tahun 62 tahun
3. BB/TB 51/160 45/158 55/167 48/165
(kg/cm)
4. IMT 19,9 18 19,7 17,6
(kg/m2)
5. Diagnosis CHF FC III-IV CHF FC III-IV CHF FC II-III CHF FC III-IV
ec HHD, HT ec HHD, HT ec HHD, HT ec HHD,HT

6. Kondisi AKI, anemia CAP,ISK, anemia, AKI CAP, CKD,


Penyerta ggn fungsi hati anemia hiponatremia
hiponatremia ggn fungsi hati hipoalbuminemia
hipoalbuminemia Anemia
hiponatremia ggn fungsi hati
_________________________________________________________________
* AKI: acute kidney injury, CAP: community acquired pneumonia, CHF: congestive
heart failure, CKD: chronic kidney disease, NYHA: New York Heart Association, FC:
functional class, HHD: hypertension heart disease, HT: hipertensi, gr: grade, ISK:
infeksi saluran kemih

1
25

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


26

3.1 Kasus 1
Pasien Tn. S, 56 tahun, dirawat di RS dengan keluhan utama masuk RS adalah
sesak yang semakin memberat sejak 2 hari SMRS. Riwayat perjalanan penyakit
pasien diawali dari keluhan sesak yang mulai dirasakan pasien sejak 4 bulan
sebelum masuk RS. Sesak semakin memberat terutama setelah beraktivitas seperti
naik tangga dan berjalan jauh. Sesak dirasakan sangat berat 2 hari terakhir. Sesak
memberat dengan aktivitas ringan seperti ke kamar mandi dan seringkali
terbangun malam hari karena sesak. Terdapat keluhan dada berdebar-debar saat
sesak, tidak ada nyeri dada. Terdapat batuk yang tidak berdahak, tidak ada
demam. Kaki dirasakan mulai membengkak sejak 1 minggu SMRS. Pasien pernah
berobat di poliklinik jantung RS namun hanya sekali dan tidak pernah kontrol.
Pasien baru mengetahui menderita hipertensi selama 1 tahun namun tidak kontrol
dan tidak minum obat teratur. Riwayat penyakit lain sebelumnya disangkal. Pada
riwayat penyakit keluarga diketahui bapak pasien meninggal setelah kelumpuhan
mendadak pada usia 40 tahun.
Dari riwayat kebiasaan makan pasien didapatkan mengonsumsi mie instan
yang sering yaitu 1-2 bungkus hampir setiap hari. Pasien tidak pernah
mengonsumsi makanan kaleng, namun sering mengonsumsi cemilan berupa
keripik. Pasien jarang makan buah dan memiliki kebiasaan merokok 1
bungkus/hari, kopi 1 gelas setiap hari. Selama sakit (4 bulan terakhir) terdapat
penurunan asupan makan karena tidak selera makan, cepat merasa kenyang dan
sesak. Buang air kecil seperti biasa dengan frekuensi 4-5x jumlah banyak, buang
air besar 2 hari sekali kadang-kadang keras. Penurunan BB tidak diketahui jelas,
namun pasien merasa baju semakin terasa longgar dalam 4 bulan terakhir.
Analisis asupan sebelum sakit, selama sakit (4 bulan terakhir) dan 24 jam SMRS
dapat dilihat pada gambar 3.1.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
27

A B

C D

Gambar 3.1. Analisis asupan energi (A), protein (B), lemak (C), karbohidrat (D)
Tn. S sebelum sakit, selama sakit 4 bulan terakhir dan 24 jam terakhir
Pada awal perawatan di intensive care unit RSU Tangerang, pasien
tampak sakit berat, lemah, compos mentis, tekanan darah 241/146 mmHg (MAP
177), frekuensi nadi 121 kali/menit, frekuensi napas 40 kali/menit, saturasi O2
96%, suhu 37,2oC. Dari pemeriksaan fisik didapatkan:konjungtiva pucat, JVP
meningkat (5+2 cmH2O), rhonki basah halus pada 1/3 basal kedua paru, bunyi
jantung dalam batas normal, tampak abdomen supel, bising usus normal, edema
pada kedua tungkai bawah, sedangkan lain lain dalam batas normal. Kapasitas
fungsional pasien bedridden, kekuatan genggam tangan lebih lemah dari
pemeriksa, terdapat hambatan dalam melakukan kegiatan makan dan bicara
karena dapat mengakibatkan pasien semakin sesak. Dari antropometri diperoleh
PB 160 cm, LLA 22,3 cm, BB perkiraan berdasarkan LLA 51 kg, dengan IMT
19,9 kg/m2.
Pada pemeriksaan laboratorium menggambarkan anemia (9,4 g/dl),
leukositosis (16.800/uL), GDS normal (83 mg/dL), gangguan fungsi ginjal (ureum
75 mg/dL, kreatinin 1,7 mg/dL), peningkatan enzim transaminase (SGOT 50 U/L,
SGPT 75 U/L), hiponatremia (Na 130 mmol/L), lain-lain dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan EKG didapatkan sinus takikardia, right atrial enlargement,
high voltage (right ventricular). Pada rontgen thorax didapatkan CTR >70%,

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
28

aorta dilatasi, pinggang jantung masih ada, apeks lateral downward, tampak
kongesti. Terapi dari dokter penanggungjawab pasien ini adalah: tirah baring
dengan posisi semifowler, O2 6 L/menit (non rebreathing mask), ISDN 5 mg
sublingual, furosemid drip 5 mg/jam, spironolakton 1x 12,5 mg, Lisinopril 1x10
mg, morfin ekstra 2 mg i.v. Keseimbangan cairan 24 jam terakhir pada pasien ini
–200 mL dengan diuresis 0,7 ml/kgBB/jam. Pasien didiagnosis sebagai impending
acute lung oedema (ALO), acute decompensated heart failure (ADHF) pada
gagal jantung kongestif functional class III-IV et causa penyakit jantung
hipertensi, hipertensi urgensi, acute kindey injury dd/ chronic kidney disease,
anemia, disertai peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, status gizi
normoweight berisiko malnutrisi dengan kaheksia kardiak .
Pada pasien ini ditentukan kebutuhan energi basal (KEB) berdasarkan
rumus Harris Benedict adalah 1184 kkal ∞ 1200 kkal, dan kebutuhan energi total
(KET) diperoleh dengan faktor stres 1,3 adalah 1500 kkal/hari. Pada awal
pemberian nutrisi diberikan sebesar 80% KEB yaitu 1000 kkal dengan komposisi
protein 40 g (0,8 g/kgBB), lemak 28 g (25% dari kalori total), karbohidrat 147 g
(59% dari kalori total), rendah garam (natrium 1200 mg, garam 3 g), cairan
direstriksi sampai dengan 1200 ml/hari. Nutrisi diberikan melalui jalur oral dalam
bentuk makanan lunak RS terbagi menjadi empat kali makan porsi kecil. Saran
pemberian suplementasi vitamin B kompleks 3x1 tablet, asam folat 1x0,5 mg,
kapsul omega-3 1000 mg, dan koenzim Q10 3x50 mg.
Pemantauan pada pasien ini dilakukan selama 5 hari perawatan. Selama
pemantauan didapatkan perbaikan klinis. Pada hari ke-3 perawatan pasien telah
dipindahkan ke ruang rawat biasa. Sesak berangsur berkurang, selera makan
membaik, kapasitas fungsional meningkat. Pasien telah dapat melakukan kegiatan
ringan seperti makan dan ke kamar mandi secara mandiri. Tanda vital selama
perawatan cukup stabil sejak hari ke-2. Tekanan darah berespon positif terhadap
terapi yang diberikan sehingga berangsur turun sesuai target. Demikian juga
frekuensi nadi berangsur normal. Grafik perkembangan tekanan darah dan
frekuensi nadi dapat dilihat pada gambar 3.2.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
29

Frekuensi nadi (x/mnt) frekuensi napas (x/mnt


140

120 121

100 95

80 88 80
80
60

40 40
20 20
35
20 20

0
241/146 mmHg 160/100 mmHg 140/95 mmHg 130/90 mmHg 130/85 mmHg
H+1 (ICU) H+2 (ICU) H+3 H+4 H+5

Gambar 3.2. Pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi


napas Tn. S selama perawatan
Edema pretibial dan dorsum pedis berkurang dan tidak terlihat pada hari
terakhir perawatan. Selama perawatan diuresis dalam batas normal dengan
imbang cairan dipertahankan negatif. Hasil laboratorium profil lipid menunjukkan
hasil dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium ulang menunjukan
perbaikan fungsi ginjal dan fungsi hati, peningkatan kadar natrium dan
normalisasi kadar leukosit. Kadar hemoglobin meningkat meskipun belum
mencapai normal. Pada akhir perawatan dimana edema telah perbaikan dilakukan
penimbangan berat badan dan pengukuran ulang LLA. Berat badan aktual yang
didapatkan adalah 48 kg, sehingga IMT 18,75 kg/m2 masih dalam kategori
normoweight, sedangkan pengukuran LLA ulang didapatkan ukuran LLA tetap.
Peningkatan pemberian nutrisi dilakukan bertahap seiring perbaikan klinis
dan didapatkan toleransi baik. Berdasarkan hasil laboratorium yang menunjukkan
perbaikan fungsi ginjal, maka dilakukan perencanaan ulang target pemberian
protein ditingkatkan sampai mencapai 1,4 g/kgBB (70 g/hari). Pasien telah dapat
mengonsumsi makanan sesuai kebutuhan total energi, dengan kebutuhan protein
tercapai 87% dari target total. Pasien mendapat suplementasi vitamin B kompleks,
asam folat dan omega-3, namun pasien tidak mendapatkan suplementasi koenzim
Q10 karena ketidaktersediaan di instalasi farmasi tempat rawat. Perencanaan
target pemberian nutrisi dan analisis asupan dapat dilihat pada gambar 3.3.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
30

A B

C D

Gambar 3.3. Perencanaan target dan analisis asupan energi (A), protein (B), lemak
(C) dan karbohidrat (D) yang dicapai Tn. S selama perawatan.

3.2. Kasus 2
Pasien Tn. T, 60 tahun, dirawat di RS dengan keluhan utama masuk RS adalah
sesak yang semakin memberat sejak satu minggu SMRS. Riwayat perjalanan
penyakit pasien diawali dari keluhan sesak yang mulai dirasakan pasien sejak 6
bulan sebelum masuk RS. Sesak semakin memberat meskipun dengan aktivitas
ringan seperti ke kamar mandi. Sesak dirasakan sangat berat 2 hari terakhir dan
dirasakan juga pada saat beristirahat. Terdapat keluhan dada berdebar-debar saat
sesak, tidak ada nyeri dada. Terdapat batuk berdahak dan demam. Kaki dirasakan
mulai membengkak sejak 1 minggu SMRS. Buang air kecil seperti biasa dengan
frekuensi 4-5x jumlah banyak, buang air besar lancar setiap hari. Pasien pernah
mengalami penyakit serupa dan dirawat dua kali di RS di daerahnya. Pasien juga
menderita hipertensi selama 15 tahun dan sering memeriksakan diri ke dokter
spesialis penyakit dalam namun tidak teratur dan tidak minum obat rutin. Riwayat
penyakit keluarga disangkal.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
31

Dari riwayat kebiasaan makan pasien didapatkan pasien mengonsumsi


ikan asin dan sambal terasi hampir setiap hari. Pasien jarang makan-makanan
instan atau kalengan. Cemilan yang dikonsumsi paling sering berupa keripik atau
opak. Pasien pernah memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi namun sudah
berhenti sejak pertama kali dirawat. Selama sakit (6 bulan terakhir) terdapat
penurunan asupan makan karena tidak selera makan, cepat merasa kenyang dan
sesak. Penurunan BB 10 kg dalam 6 bulan terakhir. Analisis asupan sebelum
sakit, selama sakit (4 bulan terakhir) dan 24 jam SMRS dapat dilihat pada gambar
3.4.

A B

C D

Gambar 3.4. Analisis asupan energi (A), protein (B), lemak (C),
karbohidrat (D) Tn. T sebelum sakit, selama sakit 6 bulan terakhir
dan 24 jam terakhir
Pada awal perawatan di RSU Tangerang, pasien tampak sakit berat, lemah,
compos mentis, tekanan darah 170/124 mmHg (MAP 140), frekuensi nadi 115
kali/menit, frekuensi napas 44 kali/menit, saturasi O2 98%, suhu 38,5oC. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan:konjungtiva pucat, JVP meningkat (5+3 cmH2O),
rhonki kasar pada kedua lapang paru, bunyi jantung dalam batas normal, tampak
abdomen supel, bising usus normal, edema pretibial dan dorsum pedis, lain lain

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
32

dalam batas normal. Kapasitas fungsional pasien bedridden, kekuatan genggam


tangan lebih lemah dari pemeriksa. Dari antropometri diperoleh PB 158 cm, LLA
21,7 cm, BB perkiraan berdasarkan LLA 48 kg, dengan IMT 18 kg/m2.
Pada pemeriksaan laboratorium menggambarkan anemia (10,2 g/dl),
leukositosis (17.500/uL), hipoalbuminemia (2,9 mg/dL), peningkatan enzim
transaminase (SGOT 70 U/L, SGPT 88 U/L), hiponatremia (129 meq/L), lain-lain
dalam batas normal. Hasil pemeriksaan EKG didapatkan sinus rythm, left and
right ventricular enlargement, low voltage (left ventricular). Pada rontgen thorax
didapatkan CTR >70%, aorta elongasi dan kalsifikasi, pinggang jantung
mendatar, apeks downward, tampak infiltrat dan kongesti. Terapi dari dokter
penanggungjawab pasien ini: tirah baring dengan posisi semifowler, O2 4 L/menit
(nasal canule), Lasix 3 x 2 mg, Aldactone 1x 12,5 mg, Captopril 2 x 12,5 mg,
bisoprolol, ceftriakson 2x 1 g i.v. Keseimbangan cairan 24 jam terakhir pada
pasien ini –500 mL dengan diuresis 0,95 ml/kgBB/jam. Pasien didiagnosis
sebagai gagal jantung kongestif functional class III-IV et causa penyakit jantung
hipertensi, hipertensi grade 2 tidak terkontrol, suspek community acquired
pneumonia (CAP), disertai anemia, peningkatan enzim transaminase,
hipoalbuminemia, dan hiponatremia, status gizi malnutrisi ringan.
Pada pasien ini ditentukan kebutuhan energi basal (KEB) berdasarkan
rumus Harris Benedict adalah 1000 kkal, dan kebutuhan energi total (KET)
diperoleh dengan faktor stres 1,4 adalah 1400 kkal/hari, protein 67 g
(1,4 g/kgBB), lemak 40 g (25% dari kalori total), karbohidrat 197 g. Pada awal
pemberian nutrisi diberikan sebesar kebutuhan basal yaitu 1000 kkal dengan
komposisi protein 50 g (1 g/kgBB) , lemak 28 g, karbohidrat 147 g, rendah garam
(5 g), cairan direstriksi sampai dengan 1200 ml/hari. Nutrisi diberikan melalui
jalur oral dalam bentuk makanan lunak RS terbagi menjadi 4 kali makan porsi
kecil. Saran pemberian suplementasi vitamin B kompleks 3x1 tablet, asam folat
1x0,5 mg, kapsul omega-3 1000 mg, dan koenzim Q10 3x50 mg.
Pemantauan pada pasien ini dilakukan selama 7 hari perawatan. Selama
pemantauan didapatkan perbaikan klinis. Sesak berangsur berkurang, demam
turun, batuk berkurang, selera makan membaik, kapasitas fungsional meningkat.
Tanda vital selama perawatan relatif stabil. Tekanan darah berangsur turun dan

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
33

frekuensi nadi berangsur normal. Grafik perkembangan tekanan darah, frekuensi


nadi dan frekuensi napas dapat dilihat pada gambar 3.5.

Frekuensi nadi (x/mnt) frekuensi napas (x/mnt

115
108 90
80
88
90
80
44
30 20
22 20 20
20

170/124 160/90 140/90 130/85 130/90 130/80 130/80


mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg
H+1 H+2 H+3 H+4 H+5 H+6 H+7

Gambar 3.5. Pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi


napas Tn. T selama perawatan
Selama perawatan diuresis dalam batas normal dengan imbang cairan
dipertahankan negatif. Edema pretibial dan dorsum pedis berkurang dan tidak
terlihat pada hari terakhir perawatan. Pada akhir perawatan dimana edema telah
ada perbaikan dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran ulang LLA.
Berat badan aktual yang didapatkan adalah 43 kg, sehingga IMT 17,2 kg/m2 yaitu
kategori malnutrisi ringan sedangkan pengukuran LLA ulang didapatkan ukuran
LLA tetap.
Pada hari ke-3 perawatan didapatkan hasil pemeriksaan sputum terdapat
infeksi bakteri gram positif, BTA negatif, urinalisa ditemukan bakteri positif
sehingga pasien juga didiagnosis mengalami infeksi saluran kemih. Hasil
pemeriksaan laboratorium ulang menunjukan perbaikan kadar natrium,
hemoglobin, dan leukosit pada hari ke-5 perawatan. Pemeriksaan profil lipid yang
disarankan serta pemeriksaan ulang fungsi hati tidak dilakukan karena alasan
biaya.
Peningkatan pemberian nutrisi dilakukan bertahap seiring perbaikan klinis
dan didapatkan toleransi baik. Pasien telah dapat mengonsumsi makanan sesuai
kebutuhan total sejak hari ke-5 dengan suplementasi vitamin B kompleks dan
omega-3, namun pasien tidak mendapatkan suplementasi koenzim Q10 dan

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
34

karena ketidaktersediaan di instalasi farmasi tempat rawat. Perencanaan target


pemberian nutrisi dan analisis asupan dapat dilihat pada gambar 3.6.

A B
[

C D

Gambar 3.6. Perencanaan target dan analisis asupan kalori (A), protein (B), lemak
(C), dan karbohidrat (D) Tn. T selama perawatan

3.3. Kasus 3
Pasien Tn. SH, 50 tahun, dirawat di RSU Tangerang dengan keluhan utama
masuk RS adalah sesak yang semakin memberat sejak dua hari SMRS. Riwayat
perjalanan penyakit pasien diawali dari keluhan sesak yang mulai dirasakan
pasien sejak 2 bulan sebelum masuk RS. Sesak semakin memberat terutama
setelah beraktivitas seperti naik tangga dan berjalan jauh dan seringkali terbangun
malam hari karena sesak. Terdapat keluhan dada berdebar-debar saat sesak, tidak
ada nyeri dada. Tidak ada batuk dan tidak ada demam. Kaki dirasakan mulai
membengkak sejak dua hari SMRS. Pasien menderita hipertensi selama 5 tahun
dengan kontrol dan minum obat teratur, dan pernah dikatakan memiliki sakit

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
35

ginjal. Riwayat penyakit lain sebelumnya disangkal. Penyakit keluarga diketahui


ibu kandung mengalami darah tinggi.
Dari riwayat kebiasaan makan pasien jarang makan buah dan sayur,
memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus/hari, kopi jarang. Kadang-kadang pasien
mengonsumsi mie instan, makanan kaleng (sarden, kornet), dan ikan asin. Selama
sakit (2 bulan terakhir) terdapat penurunan asupan makan namun tidak terlalu
dirasakan. Buang air besar lancer tidak ada keluhan. Dua hari terakhir buang air
kecil sedikit. Penurunan BB tidak diketahui jelas, namun menurut keluarga pasien
terlihat semakin kurus dari sebelumnya. Analisis asupan sebelum sakit, selama
sakit (2 bulan terakhir) dan 24 jam SMRS dapat dilihat pada gambar 3.7.

A B

C D

Gambar 3.7. Analisis asupan energi (A), protein (B), lemak (C), karbohidrat (D)
Tn. SH sebelum sakit, selama sakit 2 bulan terakhir dan 24 jam terakhir
Pada awal perawatan di intensive care unit RSU Tangerang, pasien
tampak sakit berat, lemah, compos mentis, tekanan darah 230/138 mmHg (MAP
169), frekuensi nadi 105 kali/menit, frekuensi napas 40 kali/menit, saturasi O2
97%, suhu 37oC. Dari pemeriksaan fisik didapatkan: konjungtiva pucat, JVP
meningkat (5+2 cmH2O), rhonki basah halus pada 1/3 basal kedua paru, bunyi
jantung dalam batas normal, tampak abdomen supel, bising usus normal, edema

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
36

pada kedua tungkai bawah, sedangkan lain lain dalam batas normal. Kapasitas
fungsional pasien bedridden, kekuatan genggam tangan lebih lemah dari
pemeriksa, pasien masih dapat makan dan minum sendiri dengan sedikit bantuan.
Dari antropometri diperoleh PB 167 cm, LLA 21,6 cm, BB perkiraan berdasarkan
LLA 55 kg, dengan IMT 19,7 kg/m2.
Pada pemeriksaan laboratorium menggambarkan anemia (11 g/dl),
gangguan fungsi ginjal (ureum 126 mg/dL, kreatinin 2,1 mg/dL, CCT 33),
asidosis metabolik, elektrolit dan lain-lain dalam batas normal. Hasil pemeriksaan
EKG didapatkan sinus rythm, right atrial enlargement, left ventricular
hypertrophy. Pada rontgen thorax didapatkan CTR >60%, aorta dilatasi, pinggang
jantung masih ada, apeks lateral downward, tampak kongesti. Terapi dari dokter
penanggungjawab pasien ini: tirah baring dengan posisi semifowler, O2 4 L/menit
(nasal canule), ISDN 5 mg sublingual, Lasix drip 5 mg/jam, Aldactone 1x 12,5
mg, Lisinopril 1x10 mg, Morfin ekstra 2 mg intravena, CaCO3 3 x 1 tab, Bicnat
3x 1 tablet. Keseimbangan cairan 24 jam terakhir pada pasien ini +300 mL
dengan diuresis 0,4 ml/kgBB/jam. Pasien didiagnosis sebagai acute
decompensated heart failure (ADHF) pada gagal jantung kongestif functional
class II-III et causa penyakit jantung hipertensi, hipertensi urgensi, acute on CKD
stadium IV, anemia, asidosis metabolik, status gizi normoweight berisiko
malnutrisi dengan kaheksia kardiak.
Pada pasien ini ditentukan kebutuhan energi basal (KEB) berdasarkan
rumus Harris Benedict adalah 1300 kkal, dan kebutuhan energi total (KET)
diperoleh dengan faktor stres 1,3 adalah 1700 kkal/hari. Pada awal pemberian
nutrisi diberikan sebesar 20 kkal/kgBB ~1100 kkal (80% KEB), dengan
komposisi protein 45 g (0,8 g/kgBB), lemak 30 g (25% dari kalori total),
karbohidrat 162 g (59% kalori total), rendah garam (3 g), cairan direstriksi sampai
dengan 1500 ml/hari. Nutrisi diberikan melalui jalur oral dalam bentuk makanan
lunak RS terbagi menjadi empat kali makan porsi kecil. Saran pemberian
suplementasi vitamin B kompleks 3x1 tablet, asam folat 1x0,5 mg, kapsul omega-
3 1000 mg, dan koenzim Q10 3x50 mg.
Pemantauan pada pasien ini dilakukan selama 5 hari perawatan. Selama
pemantauan didapatkan perbaikan klinis. Pada hari ke-2 tekanan darah telah

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
37

mencapai target dan diuresis telah mencapai normal sehingga pasien dipindahkan
ke ruang rawat biasa pada hari ke-3. Sesak berangsur berkurang, selera makan
membaik, kapasitas fungsional meningkat. Pasien telah dapat melakukan kegiatan
ringan secara mandiri. Tanda vital selama perawatan cukup stabil sejak hari ke-3.
Tekanan darah berespon positif terhadap terapi yang diberikan sehingga berangsur
turun sesuai target. Demikian juga frekuensi nadi berangsur normal. Grafik
perkembangan tekanan darah, frekuensi nadi dan napas dapat dilihat pada gambar
3.8. Ronkhi basal menghilang sejak hari ke-3 perawatan. Edema pretibial dan
dorsum pedis berkurang namun masih terlihat minimal pada hari terakhir
perawatan.

120

100
Frekuensi nadi
(x/mnt), 80
80

60

40 frekuensi napas
(x/mnt, 20
20

0
230/138 mmHg 190/100 mmHg 140/85 mmHg 130/90 mmHg 130/80 mmHg
H+1 (ICU) H+2 (ICU) H+3 H+4 H+5

Gambar 3.8. Pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi napas
Tn. SH selama perawatan

Hasil pemeriksaan laboratorium ulang menunjukan perbaikan fungsi ginjal


namun masih menunjukan gangguan (ureum 97 mg/dl, kreatinin 2 mg/dl, CCT
35), asidosis teratasi dengan analisa gas darah dalam batas normal. Pemeriksaan
fungsi hati, albumin dan GDS dalam batas normal, lain-lain tidak diperiksa. Pada
akhir perawatan dimana edema telah perbaikan dilakukan penimbangan berat
badan dan pengukuran ulang LLA. Berat badan aktual yang didapatkan adalah 58
kg, sehingga IMT 20,8 kg/m2 masih dalam kategori normoweight, sedangkan
pengukuran LLA ulang didapatkan ukuran LLA tetap.
Peningkatan pemberian nutrisi dilakukan bertahap seiring perbaikan klinis
dan didapatkan toleransi baik. Pasien telah dapat mengonsumsi makanan sesuai

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
38

kebutuhan total dengan suplementasi vitamin B kompleks, asam folat, CaCO3


dan omega-3, namun pasien tidak mendapatkan suplementasi koenzim Q10.
Perencanaan target pemberian nutrisi dan analisis asupan dapat dilihat pada
gambar 3.9.

Energi (kkal) A

1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
H+1 (ICU) H+2 (ICU) H+3 H+4 H+5
planning E asupan E

250 B
200

150

100

50

0
H+1 (ICU) H+2 (ICU) H+3 H+4 H+5

planning P asupan P planning L asupan L planning KH asupan KH

Gambar 3.9. Perencanaan target dan analisis asupan energi Tn. SH selama
perawatan. (A) grafik target dan analisis asupan energi, (B) Grafik target dan
analisis asupan protein, lemak dan karbohidrat

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
39

3.4. Kasus 4
Pasien Tn. M, 62 tahun, datang dengan keluhan utama masuk RS adalah sesak
yang semakin memberat sejak satu minggu SMRS. Sesak semakin memberat
meskipun dengan aktivitas ringan dan dirasakan juga pada saat beristirahat. Sering
terbangun karena sesak di malam hari, hanya bias berbaring dengan bantal tinggi.
Dada berdebar-debar saat sesak ada, tidak ada nyeri dada. Kaki dirasakan mulai
membengkak sejak dua minggu SMRS. Buang air kecil sedikit. Terdapat batuk
berdahak dan demam. Pasien pernah mengalami penyakit serupa dengan terakhir
rawat di RSUT satu bulan sebelumnya. Pasien juga menderita hipertensi tidak
jelas berapa lama, kadang-kadang memeriksakan diri ke RS namun tidak teratur
dan tidak minum obat rutin. Riwayat penyakit keluarga disangkal.
Dari riwayat kebiasaan makan pasien didapatkan pasien hobi
mengonsumsi ikan asin termasuk saat sakit. Makan mie instan atau makanan
kalengan disangkal. Cemilan yang dikonsumsi berupa singkong atau pisang rebus.
Pasien memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi namun sudah berhenti sejak
beberapa tahun yang lalu. Selama sakit yaitu sekitar 6 bulan terakhir terdapat
penurunan asupan makan karena tidak selera makan, cepat merasa kenyang dan
sesak. Penurunan BB yang diketahui 7 kg dalam 6 bulan terakhir. Analisis asupan
sebelum sakit, selama sakit (6 bulan terakhir) dan 24 jam SMRS dapat dilihat
pada gambar 3.10.

1500
1600 Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) KH (g)
1400 1200
1200
1000
800 600
600
400 217 190
124
200 42 53 35 40 23 18
0
sebelum sakit selama sakit (6 bulan 24 jam terakhir
terakhir)

Gambar 3.10. Analisis asupan energi, protein, lemak, karbohidrat Tn. M


sebelum sakit, selama sakit 6 bulan terakhir dan 24 jam terakhir

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
40

Pada awal perawatan di RSU Tangerang, pasien tampak sakit berat, lemah,
compos mentis, tekanan darah 170/110 mmHg, frekuensi nadi 100 kali/menit,
frekuensi napas 42 kali/menit, suhu 38,7oC. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan:konjungtiva pucat, JVP meningkat (5+2 cmH2O), rhonki kasar pada
kedua lapang paru, bunyi jantung dalam batas normal, tampak abdomen supel,
bising usus normal, edema pretibial dan dorsum pedis, lain lain dalam batas
normal. Kapasitas fungsional pasien bedridden, kekuatan genggam tangan lebih
lemah dari pemeriksa. Dari antropometri diperoleh PB 165 cm, LLA 19 cm, BB
perkiraan berdasarkan LLA 48 kg, dengan IMT 17,6 kg/m2.
Pada pemeriksaan laboratorium menggambarkan anemia (9,6 g/dl),
leukositosis (20.500/uL), hipoalbuminemia (3,1 mg/dL), peningkatan enzim
transaminase (SGOT 65 U/L, SGPT 80 U/L), hiponatremia (125 meq/L),
gangguan fungsi ginjal (ureum 116 mg/dl, kreatinin 1,8 mg/dl), lain-lain dalam
batas normal. Hasil pemeriksaan EKG didapatkan sinus rythm, left ventricular
enlargement, low voltage, slight ST elevasi. Pada rontgen thorax didapatkan CTR
>70%, aorta elongasi dan kalsifikasi, pinggang jantung mendatar, apeks
downward, tampak infiltrat dan kongesti. Terapi dari sejawat SpJP pada pasien
ini: tirah baring dengan posisi semifowler, O2 6 L/menit (nasal canule),
furosemid 3 x 2 mg, spironolakton 1x 12,5 mg, captopril 2 x 12,5 mg, ceftriakson
2x 1 g intravena. Keseimbangan cairan 24 jam terakhir pada pasien ini –500 mL
dengan diuresis 0,7 ml/kgBB/jam. Pasien didiagnosis sebagai gagal jantung
kongestif functional class III-IV et causa penyakit jantung hipertensi, hipertensi
grade 2 tidak terkontrol, suspek community acquired pneumonia (CAP) dd/ TB
paru, acute kidney injury dd/ acute on chronic kidney disease, anemia,
peningkatan enzim transaminase, hipoalbuminemia, dan hiponatremia, status gizi
malnutrisi ringan.
Pada pasien ini ditentukan kebutuhan energi basal (KEB) berdasarkan
rumus Harris Benedict adalah 1100 kkal, dan kebutuhan energi total (KET)
diperoleh dengan faktor stres 1,4 adalah 1500 kkal/hari, protein 38 g (0,8
g/kgBB), lemak 42 g (25% kalori total), karbohidrat 242 g. Pada awal pemberian
nutrisi diberikan sebesar 80% kebutuhan basal yaitu 900 kkal dengan komposisi
protein 38 g (0,8 g/kgBB), lemak 25 g, karbohidrat 131 g (58% kalori total),

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
41

rendah garam (5 g), cairan direstriksi sampai dengan 1200 ml/hari. Nutrisi
diberikan melalui jalur oral dalam bentuk makanan lunak RS terbagi menjadi 4-5
kali makan porsi kecil. Saran pemberian suplementasi vitamin B kompleks 3x1
tablet, asam folat 0,5 mg, kapsul omega-3 1000 mg, dan koenzim Q10 3x50 mg.
Pasien dirawat selama 5 hari perawatan. Selama pemantauan didapatkan
perbaikan klinis. Sesak berangsur berkurang, demam turun, batuk berkurang,
selera makan membaik, kapasitas fungsional meningkat. Tanda vital selama
perawatan relatif stabil. Tekanan darah berangsur turun dan frekuensi nadi
berangsur normal. Grafik perkembangan tekanan darah, frekuensi nadi dan
frekuensi napas dapat dilihat pada gambar 3.11.

120

100
Frekuensi nadi
(x/mnt), 90
80

60

40
frekuensi napas
20 (x/mnt, 28

0
170/110 160/95 mmHg 140/90 mmHg 130/80 mmHg 130/80 mmHg
mmHg
H+1 H+2 H+3 H+4 H+5

Gambar 3.11. Pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi napas
Tn. M selama perawatan

Selama perawatan diuresis dalam batas normal dengan imbang cairan


dipertahankan negatif. Edema pretibial dan dorsum pedis berkurang namun masih
tampak minimal pada akhir perawatan. Pada akhir perawatan dimana edema telah
perbaikan dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran ulang LLA. Berat
badan aktual yang didapatkan adalah 45 kg, sehingga IMT 16,5 kg/m2 yaitu
kategori malnutrisi sedang, sedangkan pengukuran LLA ulang didapatkan ukuran
LLA tetap.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
42

Pada hari ke-4 perawatan didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium


ulang menunjukan perbaikan kadar natrium, hemoglobin, dan leukosit. Fungsi
ginjal membaik namun masih menunjukkan insufisiensi. Pemeriksaan lain-lain
tidak dilakukan karena alasan biaya. Peningkatan pemberian nutrisi dilakukan
bertahap seiring perbaikan klinis. Toleransi cukup baik namun pasien belum dapat
mengonsumsi makanan sesuai kebutuhan total sampai hari terakhir perawatan
disebabkan gejala sesak dan begah terus dirasakan meskipun pasien sedang
beristirahat. Pasien mendapat suplementasi vitamin B kompleks dan omega-3.
Perencanaan target pemberian nutrisi dan analisis asupan dapat dilihat pada
gambar 3.12.

Energi (kkal) A Protein (g) B

1500 [ 40

30
1000
20
500
10
0 0
H+1 H+2 H+3 H+4 H+5 H+1 H+2 H+3 H+4 H+5
planning E asupan E planning P asupan P

Lemak (g) KH (g)


C D
50
250
40 200
30 150
20 100
10 50
0 0
H+1 H+2 H+3 H+4 H+5 H+1 H+2 H+3 H+4 H+5
planning L asupan L
planning KH asupan KH

Gambar 3.12. Perencanaan target dan analisis asupan energi (A), protein (B),
lemak (C), dan karbohidrat (D) Tn. M selama perawatan

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
BAB 4
PEMBAHASAN

Telah dilakukan dukungan nutrisi pada empat kasus pasien dengan gagal jantung
kongestif et causa penyakit jantung hipertensi dengan status gizi normoweight
hingga malnutrisi ringan dengan berbagai kondisi penyerta. Dari hasil skrining,
semua pasien ini memenuhi kriteria untuk dukungan nutrisi oleh tim terapi gizi
karena asupan yang tidak adekuat dalam 3-5 hari terakhir dan terdapat kondisi
stres metabolism yang berat. Formulir skrining yang digunakan adalah modifikasi
dari beberapa metode skrining. Pada pasien gagal jantung kongestif skrining
menggunakan MUST memberikan sensitifitas yang tinggi karena terdapat
penilaian status gizi menggunakan lingkar lengan. Pada formulir skrining yang
digunakan dalam serial kasus ini tidak ada penilaian menggunakan LLA sehingga
kurang relevan dalam mendeteksi perubahan berat badan karena kondisi edema.
Namun metode skrining modifikasi ini cukup sensitif karena terdapat pertanyaan
mengenai penurunan asupan makan dan status metabolisme, dimana kedua
indikator inilah yang ditemukan positif pada semua pasien dalam serial kasus ini.
Keempat kasus datang ke RS dengan gejala dan tanda dekompensasi pada
penyakit jantung kronik yang telah diderita sebelumnya. Semua pasien datang
dengan keluhan utama dispnea atau sesak nafas yang merupakan gejala yang
umum menyertai penyakit kardiorespirasi. Sesak terjadi karena terdapat kongesti
pada paru-paru maupun karena penurunan curah jantung yang menyebabkan
hipoksia secara sistemik. 21, 22 Pada pasien dengan gagal jantung kiri kongesti pada
interstitial paru yang berlangsung lama menyebabkan mudahnya terjadi infeksi
oportunistik. Hal inilah yang terjadi pada pasien kasus ke-2 dan ke-4 yang
mengalami community acquired pneumonia (CAP). Infeksi paru akan terjadi
berulang-ulang selama kongesti tidak dapat dikontrol terutama apabila disertai
penurunan status imun yang seringkali terjadi pada pasien dengan malnutrisi.22
Penyebab gagal jantung kronik pada semua pasien serial kasus ini adalah
penyakit jantung hipertensi akibat hipertensi kronik. Gagal jantung merupakan
komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien dengan hipertensi
dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat
asimtomatis. Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan

143

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


44

terkadang disertai hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan
tekanan afterload, penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis.
Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri gagal mengkompensasi
peningkatan tekanan darah sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk
mempertahankan curah jantung. Fungsi sistolik ventrikel kiri akan terus menurun
dan mengaktifkan sistem neurohormonal dan renin-angiotensin, sehingga
meretensi natrium dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya
malah memperburuk keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.58
Dari anamnesis didapatkan beberapa faktor risiko yang terdapat pada
keempat pasien yaitu faktor genetik dan asupan natrium yang tinggi. Pasien-
pasien pada serial kasus ini memiliki kebiasaan mengonsumsi mie instan,
makanan kaleng, kerupuk, kecap, ikan asin, dan terasi yang merupakan bahan
makanan tinggi natrium. Pada keempat pasien juga didapatkan kontrol yang tidak
adekuat terhadap penyakitnya yaitu tidak patuh dalam terapi medikamentosa dan
tidak menerapkan aturan diet yang sesuai. Pada pasien dengan penyakit jantung
hipertensi disarankan untuk menerapkan pola makan berdasarkan Dietary
Approach to Stop Hypertension (DASH) diet.60,61 Dari anamnesis riwayat nutrisi
sebelum dan selama sakit pada keempat pasien tidak didapatkan penerapan pola
makan yang benar dan sesuai untuk kondisinya.
Penentuan status gizi pada kasus gagal jantung kongestif yang disertai
edema merupakan tantangan tersendiri karena BB timbang tidak akurat
menggambarkan BB sebenarnya. Dari anamnesis bisa didapatkan besarnya
riwayat penurunan BB sehingga dapat diperkirakan apakah telah terdapat
kaheksia kardiak. Namun perubahan berat badan juga tidak selalu akurat apabila
pasien telah mengalami edema berulang. Pengukuran lingkar lengan atas dapat
digunakan untuk mendeteksi malnutrisi apabila terdapat edema pada tungkai
bawah termasuk bila terdapat asites dan edema tidak terdapat pada lengan atas.40
Pada keempat pasien dilakukan pemantauan LLA didapatkan tidak ada perubahan
dalam ukuran LLA selama 5-7 hari meskipun edema telah menghilang atau
berkurang. Hal ini menunjukkan kemungkinan edema tidak mempengaruhi
ukuran LLA pada keempat pasien karena edema terutama terjadi pada tungkai
bawah dan intraabdomen, sehingga LLA dapat menjadi parameter antropometrik

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
45

yang sederhana dalam memantau status nutrisi pasien gagal jantung kongestif.
Hasil ini akan lebih baik jika dikonfirmasi dengan pemeriksaan analisis komposisi
tubuh menggunakan tebal lipatan kulit atau bioimpedance analysis (BIA).41
Dalam pemantauan status gizi, hati-hati dengan peningkatan berat badan
karena dapat merupakan parameter adanya retensi cairan sehingga harus dinilai
bersama dengan status cairan dan gejala klinis. Dalam suatu penelitian,
peningkatan BB dalam masa akut pada perawatan di RS lebih sugestif ke arah
retensi cairan.62 Pada empat pasien dengan kasus ini berat badan didapatkan
menurun pada tiga pasien dan meningkat pada seorang pasien, namun hal ini tidak
dapat diinterpretasikan karena metode pengukuran yang berbeda. Pada awal
pemeriksaan BB yang didapatkan merupakan BB perkiraan berdasarkan LLA
sedangkan pada akhir pemantauan BB merupakan BB aktual yang diukur dengan
penimbangan.
Keempat pasien juga menunjukkan keadaan yang erat kaitannya dengan
status nutrisi yaitu anemia dan dua pasien mengalami hipoalbuminemia. Anemia
seringkali terjadi pada pasien gagal jantung dengan prevalensi 10–50% dari total
kasus. Penyebab anemia pada gagal jantung multifaktorial, diantaranya adalah
insufisiensi renal, hemodilusi, inflamasi, efek samping dari terapi ACEi dan ARB.
Anemia juga dapat terjadi akibat asupan yang tidak adekuat dalam jangka waktu
yang lama. Berdasarkan data yang didapat pada ketiga kasus tersebut diprediksi
anemia yang terjadi adalah akibat hemodilusi akibat peningkatan volume,
kemungkinan asupan yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang lama,
inflamasi, dan insufisiensi renal yang menstimulasi aktivasi sistem renin
angiotensin. Pemberian erithropoetin (EPO) dapat dipertimbangkan bila terdapat
insufisiensi ginjal kronik dan atau penggunaan ACEi jangka panjang. Pemberian
suplementasi Fe pada kasus yang terbukti terdapat defisiensi Fe harus dilakukan
dengan hati-hati dan memperhatikan ada atau tidaknya infeksi yang menyertai.
Perlu pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi adanya defisiensi Fe
sebelum pemberian suplementasi dan EPO. Pemberian EPO pada keadaan
insufisiensi ginjal kronik dapat berespon tidak adekuat bila disertai defisiensi Fe.63
Pada keempat pasien hemoglobin darah meningkat selama perawatan namun
diduga lebih karena perbaikan status hidrasi dan status inflamasi.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
46

Hipoalbuminemia didapatkan pada dua pasien dengan malnutrisi ringan.


Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh empat hal yakni penurunan sintesis
albumin, peningkatan kehilangan albumin, redistribusi albumin keluar dari
intravaskuler, dan dilusi albumin pada intravaskuler. Penurunan sintesis albumin
dipengaruhi adanya gangguan pada hati, inflamasi atau malnutrisi. Pada keempat
pasien didapatkan peningkatan enzim transaminase. Hal tersebut dapat terjadi
pada gagal jantung kongestif akibat terjadinya nekrosis sel-sel hati sekunder
akibat penurunan curah jantung akut dan aliran darah ke hati.30,41 Gangguan
fungsi hepar terlihat pada tiga dari empat pasien. Pada kondisi inflamasi
penurunan sintesis albumin mencapai 0,5 g/dL dalam 24 jam. Malnutrisi akan
berakibat hipoalbumin, karena penurunan sintesis albumin sampai dengan 50%.
Namun demikian setelah refeeding yang adekuat, hepatosit akan kembali
mensintesis albumin dengan cepat. Hipoalbumin merupakan salah satu faktor
penentu prognosis gagal jantung.64
Ketidakseimbangan elektrolit juga merupakan masalah yang sering terjadi
ada gagal jantung kongestif. Dari empat kasus, dua kasus mengalami
hiponatremia. Kondisi hiponatremia merupakan hal yang umumnya terjadi pada
gagal jantung. Peningkatan volume cairan total, meningkatkan aktivasi saraf
simpatik memberikan kontribusi untuk menghindari terjadinya retensi natrium dan
air. Keluarnya vasopresin menyebabkan peningkatan aquaporin water channel
pada collecting duct yang menyebabkan retensi air dan berkontribusi untuk
menyebabkan terjadinya hipervolemia hiponatremia.65,66
Penanganan pada kasus hiponatremia hipervolemik adalah dengan
mengelola restriksi cairan dengan mempertahankan imbang negatif, peningkatan
osmolalitas plasma, dan meningkatkan kadar natrium di dalam plasma.
Penanganan pemberian loop diuretic membutuhkan monitor keseimbangan
elektrolit yang lebih ketat. Kondisi hipernatremia juga dapat terjadi akibat
peningkatan natrium atau penurunan jumlah cairan dalam tubuh. Penurunan
jumlah cairan dalam tubuh dapat diakibatkan asupan cairan yang menurun akibat
restriksi pemberian cairan atau kehilangan cairan berlebih. Pada kasus-kasus
seperti ini perlu monitoring ketat dengan pemeriksaan laboratorium, analisis
imbang cairan dan klinis pasien.66

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
47

Meskipun metode terbaik untuk menentukan kebutuhan energi pada pasien


gagal jantung adalah menggunakan kalorimetri indirek namun metode ini tidak
tersedia untuk pasien-pasien pada serial kasus ini, sehingga perhitungan
kebutuhan energi total berdasarkan perhitungan energi basal menggunakan rumus
Harris benedict yang dikalikan dengan faktor stres. Pada suatu rekomendasi
pasien gagal jantung kronik yang mengalami kaheksia kardiak faktor stres bahkan
dapat ditingkatkan hingga 1,6-1,8 pada fase replesi.44 Namun perlu diperhatikan
juga adalah menurunnya aktifitas fisik pada pasien gagal jantung dengan kaheksia
sehingga secara umum kebutuhan energi lebih rendah 20-30% daripada pasien
dengan gagal jantung tanpa kaheksia. Pada suatu penelitian juga disebutkan
bahwa kondisi anemia menyebabkan turunnya energy expenditure (EE) sebagai
hasil dari turunnya oksigenasi ke jaringan, namun kondisi ini reversible yaitu EE
akan kembali meningkat setelah perbaikan anemia. Berdasar hal tersebut maka
perhitungan faktor stres untuk menentukan kebutuhan energi total pada pasien
serial kasus ini didasari oleh beratnya gangguan jantung dan kapasitas fungsional
serta kondisi anemia dengan rata-rata faktor stres berkisar 1,3–1,5. Pada keempat
kasus, kalori diberikan bertahap hingga mencapai kebutuhan total.
Pemberian kalori awal pada fase acute decompensated heart failure
mengacu pada pedoman pemberian nutrisi pada kondisi kritis yaitu dimulai dari
50% kebutuhan kalori basal atau 20-25 kkal/kgBB. Pada fase ini dukungan nutrisi
terutama adalah dengan tidak memberikan kalori terlalu besar melampaui
kapasitas metabolik oleh karena terbatasnya produksi ATP dan buruknya perfusi
jaringan. Pemberian kalori dapat ditingkatkan bertahap terutama bila telah terjadi
perbaikan klinis dan kapasitas fungsional. Pada serial kasus ini, kondisi gagal
jantung akut teratasi dalam 3-4 hari dengan penanganan yang adekuat dan
kebutuhan energi total dapat diberikan secepatnya meskipun pada kenyataannya
kemampuan dan toleransi asupan makan pada satu pasien hanya mencapai 80%
kebutuhan total pada akhir perawatan.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
48

Gambar 4.1. Grafik pencapaian asupan energi pada keempat kasus dibandingkan
dengan target kebutuhan energi total
Pada pasien serial kasus ini pemberian protein target mencapai 1,4 g/kgBB
mendekati rekomendasi minimal 1,37 g/kgBB pada pasien gagal jantung stabil
dengan malnutrisi. Pemberian protein dimulai bertahap namun tidak kurang dari
0,8 g/kgBB mempertahankan komposisi tubuh dan meminimalkan efek
hiperkatabolik.42 Pasien dengan gangguan fungsi ginjal pemberian protein
disesuaikan insufisiensi ginjal yaitu maksimal 0,8 g/kgBB. Asam amino rantai
cabang dapat diberikan pada pasien dengan kaheksia untuk menmpertahankan
massa otot, namun rekomendasi pemberiannya pada kaheksia kardiak dengan
etiologi gagal jantung kongestif belum ada. Pemberian asam amino yang banyak
tersimpan di jaringan jantung dan berfungsi sebagai antioksidan serta turut dalam
regulasi homeostasis kalsium yaitu taurin juga baru sebatas studi dan belum
direkomendasikan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa suplementasi taurin
pada pasien gagal jantung meningkatkan kapasitas fisik, menurunkan tekanan
darah diastolik dan memperbaiki fungsi sistolik.30 Pada pasein-pasien serial kasus
ini tidak diberikan suplementasi asam amino secara spesifik terutama pada mereka

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
49

dengan gangguan fungsi ginjal. Pemberian asam amino spesifik tersebut masih
dapat diberikan dalam bentuk bahan makanan sumber. Bahan makanan sumber
asam amino rantai cabang yang dapat diberikan kepada pasien gagal jantung dan
tersedia di instalasi gizi RSUT adalah berupa telur, susu, ayam, kacang-kacangan.
Pada serial kasus ini pemberian lemak berkisar antara 25–30% dari total
kalori dan kolesterol <200 mg/hari sesuai rekomendasi. Pemberian suplementasi
kapsul minyak ikan juga bertujuan unutk meningkatkan asupan PUFA.44 Tidak
terdapat pasien yang menunjukkan gejala malabsorbsi sehingga tidak dilakukan
pemberian lipid berbentuk MCT. Pemberian MCT dapat dipertimbangkan
meskipun tidak terdapat tanda malabsorbsi oleh karena MCT lebih mudah
dihidrolisis dan efektif diabsorpsi ke dalam sirkulasi portal. Selain itu MCT tidak
membutuhkan karnitin untuk masuk ke ruang intermembran karena dapat
langsung dioksidasi.45 Kisaran pemberian karbohidrat pada pasien dalam serial
kasus ini adalah sebesar 50-60% kalori total per hari berupa karbohidrat kompleks
dan membatasi karbohidrat sederhana.42
Penggunaan loop diuretic yang meningkatkan ekskresi vitamin larut air
pada pasien ini meningkatkan risiko terjadi defisiensi sehingga perlu pemberian
suplementasi vitamin B kompleks. Penggunaan spironolakton pada pasien-pasien
ini sebagai kombinasi terapi diuretik membantu menurunkan ekskresi tiamin dan
memperbaiki kadar tiamin di serum sehingga dosisi suplementasi yang
dibutuhkan tidak terlalu besar.47 Pada semua pasien juga diberikan asam folat
sebagai 400 µg dikombinasikan dengan vitamin B kompleks.
Pada semua pasien didapatkan retensi cairan yang seringkali ditemui pada
gagal jantung yang tidak terkontrol. Adanya hiponatremia sering ditemukan pada
kondisi gagal jantung lanjut yang menunjukan turunnya kadar natrium di serum
akibat dilusi karena kondisi hipervolemia meskipun sebenarnya kadar total
natrium di tubuh umumnya meningkat. Restriksi natrium dan retensi cairan harus
dilakukan untuk mengatasi hal ini.50 Pada pasien-pasien serial kasus ini semua
mendapatkan restriksi natrium sesuai rekomendasi. Restriksi tergantung beratnya
retensi cairan dan respon terhadap diuretik.42,51 Pada dua pasien natrium dalam
diet diberikan lebih rendah yaitu 1200 mg (3g garam NaCl) dengan pertimbangan
pasien juga mendapat cairan parenteral mengandung natrium. Pasien pada serial

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
50

kasus ini selain diberikan loop diuretic juga diberikan diuretik hemat kalium.
Sehingga kehilangan kalium tidak terlalu besar dan tidak menyebabkan
hipokalemia.46 Suplementasi kalium diperlukan jika pasien mendapat terapi
jangka panjang dan dosis tinggi loop diuretic.
Restriksi cairan dilakukan pada pasien-pasien serial kasus ini seiring
dengan restriksi natrium pada keadaan retensi cairan. Hati-hati interpretasi kadar
ureum dan kreatinin yang meningkat karena dapat terjadi akibat hipovolemia pada
restriksi cairan yang ketat.42,51Restriksi cairan pada pasien-pasien serial kasus ini
berkisar antara 1000-1500 mL atau 80% dari total kebutuhan cairan. Selama
pemantauan imbang cairan dipertahankan negatif pada semua pasien (Gambar
4.2).

0 0
H+1 H+2 H+3 H+4 H+5 H+1 H+2 H+3 H+4 H+5 H+6 H+7
-100 -100
-200
-200
-300 -200

-400 -300 -300


-300
-500 -400

-600 -500 -500


-500 -500 -500
-700 -600
-800 -600
-700
-900 -800 -800 -700 -700
-800
Kasus 1 Kasus 2

400 300 0
-100 H+1 H+2 H+3 H+4 H+5
200
-200
0
-300
H+1 H+2 H+3 H+4 H+5
-200 -400
-400
-500
-400 -300 -500
-600 -550
-600 -500 -700
-700
-800 -800
-750 -800
-800 -900
-1000
Kasus 4
kasus 3

Gambar 4.2. Grafik imbang cairan pada keempat kasus selama perawatan
( dalam ml/24 jam)

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
51

Pasien-pasien ini juga disarankan pemberian coenzym Q10 (CoQ10) yang


merupakan komponen penting rantai transpor elektron di mitokondria dan penting
dalam pembentukan ATP.30 Anjuran pemberian CoQ10 yang diberikan mulai dari
150mg/hari tidak dapat dilaksanakan pada semua pasien karena tidak tersedia di
instalasi farmasi. Nutrien spesifik yang didapatkan pada pasien serial kasus ini
yaitu omega-3 dalam bentuk kapsul minyak ikan dengan dosis 1000 mg/hari.
Makanan yang diberikan pada pasien-pasien ini berupa makanan lunak
dan cincang agar lebih mudah dimakan dan tidak memerlukan usaha yang berat
untuk mengunyah. Makanan cair mungkin lebih mudah ditoleransi karena tidak
memerlukan usaha lebih untuk makan, namun tidak menjadi pilihan utama karena
restriksi cairan. Makanan cair dapat diberikan sebagai suplementasi nutrisi oral
pada pasien yang asupannya tidak dapat meningkat hanya dengan makanan solid
saja. Pada pasien dengan pemberian nutrisi melalui jalur enteral, pemberian
formula enteral terutama jenis komersial dapat dikentalkan dengan densitas 1.2-2
kkal/mL namun hati-hati pada pasien dengan gejala malabsorbsi. Pada pasien
dengan gagal jantung dimana suplai oksigen terbatas perlu dihindari pemberian
porsi besar karena dapat menyebabkan hipoksia post prandial. Perlu pemberian
nutrisi dengan frekuensi sering porsi kecil yaitu 4-6 x makan dengan masing-
masing 250-300 kkal.
Pada semua pasien serial kasus ini didapatkan perbaikan klinis dan
laboratorium seiring dengan meningkatnya asupan dan toleransi. Tiga pasien
mencapai asupan sesuai kebutuhan pada akhir perawatan, sedangkan satu pasien
mencapai 80% kebutuhan total. Selama perawatan sesak berkurang, diuresis
dalam batas normal dengan imbang cairan dipertahankan negatif. Edema pretibial
dan dorsum pedis menghilang atau berkurang. Beberapa hasil pemeriksaan
laboratorium ulang menunjukan perbaikan, sedangkan beberapa pemantauan jenis
jemeriksaan lain-lain tidak dilakukan karena alasan biaya. Terdapat peningkatan
kapasitas fungsional selama perawatan.
Perbaikan klinis dan kapasitas fungsional pada pasien dalam serial kasus
ini tidak terlepas dari peran tata laksana penyakit primer yang adekuat dan tata
laksana nutrisi yang sesuai dan bertahap. Berdasarkan guideline diagnosis dan
penatalaksanaan gagal jantung kronik pada orang dewasa, pasien dalam serial

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
52

kasus ini minimal masuk dalam stadium C dan dua lainnya kemungkinan telah
masuk stadium D yaitu end stage dengan target tata laksana termasuk nutrisi
adalah paliatif pada end of life. Perlu pemantauan nutrisi berkesinambungan
setelah pasien pulang dan menjalani perawatan di rumah terutama untuk
mengontrol status hidrasi dan menjaga asupan agar tidak memburuk kembali.67

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
25
53

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Malnutrisi merupakan salah satu masalah dalam perjalanan penyakit gagal jantung
kongestif. Peningkatan kebutuhan energi akibat berbagai mekanisme namun di
sisi lain pasien dengan gagal jantung mengalami penurunan asupan makan
menyebabkan penurunan berat badan khususnya masa bebas lemak. Pada penyakit
jantung kronik, penurunan berat badn >6% dalam 6 bulan dikategorikan telah
mengalami kaheksia kardiak. Adanya kaheksia kardiak merupakan faktor yang
memperburuk prognosis pasien gagal jantung.
Pada serial kasus ini, gagal jantung kongestif et causa penyakit jantung
hipertensi disertai beberapa kondisi penyerta yang berkaitan dengan nutrisi.
Semua pasien serial kasus ini telah mengalami kaheksia kardiak. Masalah lain
yang terdapat pada pasien gagal jantung kongestif pada serial kasus ini
diantaranya adalah retensi cairan, keseimbangan elektrolit, anemia,
hipoalbuminemia, gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati serta infeksi yang
menyertai. Pada awalnya terdapat asupan nutrisi yang tidak adekuat berhubungan
dengan gejala klinis pada dekompensasi gagal jantung kronik. Setelah dilakukan
tata tata laksana nutrisi, semua pasien dapat mentoleransi 80-100% kebutuhan
total dan beberapa suplementasi mikronutrien serta nutrien spesifik. Terdapat
perbaikan klinis, kapasitas fungsional dan hasil laboratorium setelah 5-7 hari
perawatan.

5.2 Saran
Dari serial kasus ini maka diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Gagal jantung kongestif membutuhkan dukungan nutrisi karena pada
umumnya telah terjadi malnutrisi akibat kaheksia kardiak.
2. Skrining malnutrisi dengan metode MUST lebih sensitif dalam menyaring
pasien berisiko malnutrisi pada pasien gagal jantung.
3. Penilaian status gizi dinilai berdasarkan klinis, antropometri, dan
laboratorium. Edema merupakan faktor penyulit dalam menentukan status

53
Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
54

gizi pasien gagal jantung kongestif, sehingga perlu dilakukan pengukuran


antropometrik lain seperti lingkar lengan atas (LLA) dan penimbangan
ulang saat telah terjadi perbaikan edema.
4. Dukungan nutrisi yang optimal meliputi perhitungan kebutuhan energi
basal pasien gagal jantung kongestif berdasarkan rumus Harris Benedict
dengan faktor stres 1,3-1,5.
5. Protein diberikan 1,12-1,37 g/kgBB pada pasien gagal jantung kongestif
yang stabil
6. Pemberian nutrisi berupa kombinasi makanan lunak atau cincang dengan
frekuensi sering dan porsi kecil.
7. Restriksi natrium yang direkomendasikan sebesar <2000 mg/hari dan
restriksi cairan berkisar antara 1000-1900 mL bergantung pada beratnya
edema, hiponatremia dan respon terhadap diuretik.
8. Rekomendasi pemberian suplementasi vitamin B kompleks terutama
tiamin dan asam folat terutama pada pasien dengan loop diuretic jangka
panjang.
9. Monitoring dan evaluasi yang diberikan meliputi klinis, imbang cairan,
toleransi asupan, dan analisis asupan.
10. Suplementasi nutrien spesifik yang disarankan adalah omega-3 dengan
dosis 1-1,5 g/hari. Nutrien spesifik lain mungkin bermanfaat pada gagal
jantung namun belum jelas rekomendasinya.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
DAFTAR REFERENSI

1. Hunt, Sharon A. ACC/AHA 2005 Guideline update for diagnosis and


management of chronic heart failure in the adult. American College of
Cardiology and American Heart Association 2005; p.154-235.

2. Yusuf M. Profil ekokardiografi pada pasien gagal jantung di RSCM.


Tesis. Jakarta 2000.

3. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. Balitbang Depkes RI.


2007.

4. Kannel WB, Cobb J. Left ventricular hypertrophy and mortality--results


from the Framingham Study. Cardiology 1992;81(4-5):291-8.

5. Yamauti AK, Ochiai ME, Bifulco PS, Araújo MA, Alonso RR, Ribeiro
RH et al. Subjective global assessment of nutritional status in cardiac
patients. Arq Bras Cardiol 2006;87:772–7.

6. Kreymann KG, Berger MM, Deutz, Hiesmayr M, Jolliet P dkk. ESPEN


guidelines on enteral nutrition: Intensive care. Clinical Nutrition
2006;25:210-23.

7. Aquilani R, Opasich C, Verri M, et al. Is nutritional intake adequate in


chronic heart failure patients? J Am Coll Cardiol 2003;42:1218–23.

8. Azhar G, Wei JY. Nutrition and cardiac cachexia. Lippincott-Wilkins.


2006.

9. Sherwood L. Sistem kardiovaskuler. Dalam: Yesdelita N, Pendit,


penyunting. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Human Physiology :
from the cell to sistems. Edisi ke -6. Jakarta: EGC 2005; hal 327–68.

10. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrison’s Principle of Internal


Medicine. Edisi XVI. New York: McGraw Hill 2005.

11. Abozguia K, Shivu GN, Ahmed I, Phan T.T and Frenneaux MP. The
Heart Metabolism : Pathophysiological Aspect in Ischemic and Heart
Failure. Current Pharmaceutical Design 2009: 15: 827-835.

12. Ardehali H, Sabbah HN, Burke MA, Sarma S, Liu PP, Cleland JG, etc.
Targeting myocardial substrate metabolism in heart failure: potential for
new therapies. Eur J Heart Fail 2012 Feb;14(2):120–9.

155

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013


56

13. Nagoshi T, Yoshimura M, Rosano GMC, Lopaschuk GD, Mochizuki S.


Optimization of cardiac metabolism in heart failure. Curr Pharm Des.
2011; 17(35):3846–53.

14. Depre C, Vanoverschelde J, Taegtmeyer H. Glucose in heart. Circulation


1999;99:578-88.

15. Garcia JM, Goldenthal. Fatty acid metabolism in cardiac failure:


biochemical, genetic and cellular analysis. Cardiovascular Research
2000;54:516–27.

16. Ashrafian H, Frenneaux P, Opie LH. Metabolic mechanism in heart


failure. Circulation 2007;116:434–48.

17. Huon H., Keith D., John M., Iain A. Gagal Jantung. Lecture Notes of
Cardiology 2003;6:80-97.

18. Ali Ghanie. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Aru W. Sudoyo dkk (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi I. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006. hal 1511-4.

19. Dumitru, Baker. Heart Failure. Available from URL:


http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview. Diunduh pada
25 Mei 2013.

20. Panggabean, Marulam M. Gagal Jantung. Dalam: Aru W. Sudoyo dkk


(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi I. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006. h. 1503-4.

21. Lilly, L.S. Pathophysiology of heart disease : a collaborative project of


medical students and faculty. Edisi Keempat. Baltimore-Philadelpia.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 225.

22. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2008 ; 2392-3.

23. Lilly, L.S. Pathophysiology of heart disease : a collaborative project of


medical students and faculty. Edisi Keempat. Baltimore-Philadelpia.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 234-5.

24. Marulam M.P. Gagal Jantung. Dalam: Aru W. Sudoyo dkk (editor). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi I. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006. h.1504.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
57

25. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2008 ; 2392-3.

26. Douglas L M. Disorder Of Heart. Dalam : George W.T, ed. Harrrison’s


Principles of Internal Medicine, edisi XVI. New York: McGraw Hills
2008; 1448-53.

27. Hauser K, Longo B, Jameson F. Dalam : George W.T, ed. Harrrison’s


Principles of Internal Medicine, edisi XVI. New York: McGraw Hills
2005.

28. Stephen C, Kolwicz, Tian R. Glucoce metabolism and cardiac


hypertrophy. Cardiovascular research 2011;90:194–201.

29. Shrafian H, Frenneaux P, Opie LH. Metabolic mechanism in heart failure.


Circulation 2007;116:434–448.

30. Lee JH, Jarreau T, Prasad A, Lavie C, O’Keefe J dan Ventura H.


Nutritional assessment in heart failure patients. Congest Heart Fail
2011;17:199-203.

31. Anker SD, Sharma R. The syndrome of cardiac cachexia. Int J Cardiol
2002;85:51–66.

32. Levine B, Kalman J, Mayer L, Fillit HM, Packer M. Elevated circulating


levels of tumor necrosis faktor in severe chronic heart failure. N Engl J
Med 1990;323:236–41.

33. von Haehling S, Genth-Zotz S, Anker SD, Volk HD. Cachexia: a


therapeutic approach beyond cytokine antagonism. Int J Cardiol
2002;85:173–83.

34. Stephan von Haehling a, Wolfram Doehner, Stefan D Anker. Nutrition,


metabolism, and the complex pathophysiology of cachexia in chronic
heart failure. Cardiovascular Research 2007, 73: 298–309

35. Krack, Sharma R, Figgulla HR, Anker SD. The importance of


gastrointestinal system in the pathogenesis of heart failure. European
Heart Journal 2005, 26;2368–74.

36. Addisu A. Gower WR, Dietz JR, Landon CS. B-Type Natriurietic peptide
decreases gastric emptying and absorpsion. Experimental Biology and
Medicine 2008,233:475-82.

37. Lomivorotov V, Efremov S, Boboshko V, Nicolaev D, Vedernikov P,


Deryagin M. Prognostic value of nutritional screening tools for patients
scheduled for cardiac surgery. Interact CardioVasc Thorac Surg 2013: p
1-7.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
58

38. Bonilla-Palomas JL, Gámez-López AL, Anguita-Sánchez MP, Castillo-


Domınguez JC, Garcıa-Fuertes D, Crespin-Crespinet M et al. Impact of
malnutrition on long-term mortality in hospitalized patients with heart
failure. Rev Esp Cardiol 2011;64:752–58.

39. van Venrooij LM, van Leeuwen PA, Hopmans W, Borgmeijer-Hoelen


MM, de Vos R, De Mol BA. Accuracy of quick and easy undernutrition
screening tools–Short Nutritional Assessment Questionnaire,
Malnutrition Universal Screening Tool, and modified Malnutrition
Universal Screening Tool–in patients undergoing cardiac surgery. J Am
Diet Assoc 2011;111:1924–30.

40. Elia M. Nutritional screening of adults: a multidisciplinary responsibility.


The “MUST” Report. Executive Summary. Advance Clinical Nutrition.
2002.

41. Mustafa I, Laverve X. Metabolic and nutritional disorders in cardiac


cachexia. Nutrition 17: 756-760, 2001.

42. American Dietetic Association (ADA). ADA heart failure: evidence-


based nutrition practice guideline. Chicago (IL): 2008.

43. Toth MJ, Matthews DE. Whole body protein metabolism in chronic heart
failure relationship to anabolic and catabolic. J Parenter Enteral Nutr
2006;30:194.

44. Mahan LK and Escott-Stump S. Krause’s Food & Nutrition Therapy. Edisi
ke-12. Missouri: Saunders 2008.

45. Bender U, Menn DI, et al. Nutritional problems in patients who have
chronic disease. Nutr Reviews 2005;24(1):12–6.

46. Broqvist M, Arnqvist H. Dahlstrom U, Larsson J, Nylander E etc.


Nutritional assessment and muscle energy in severe chronic heart failure:
effects of dietary supplements for long erm dietary supplementation. Eur
Heart J 1994:15:1641–50.

47. Zenuk C, Healey J, Donnelly J, Vaillancourt R, Almalki Y, Smith S.


Thiamine deficiency in congestive heart failure patients receiving long-
term furosemide therapy. Can J Clin Pharmacol 2003;10:184–8.

48. Carlson D, Maass DL, White DJ, Tan J, Horton JW. Antioxidant vitamin
therapy alters sepsis-related apoptotic myocardial activity and
inflammatory responses. Am J Physiol Heart Circ Physiol 2006;291(6):
hal 2779–89.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
59

49. Montessuit C, Apageorgiou I, Campos L, Lerch R. Retinoic acids increase


expression of GLUT4 in dedifferentiated and hypertrophied cardiac
myocytes. Basic Res Cardiol 2006 ;101(1):27–35.

50. Arcand J, Ivanov J, Sasson A, Floras V, Al-Hesayen A, Azevedo ER, Mak


S, Allard JP dan Newton GE. A high-sodium diet is associated with acute
decompensated heart failure in ambulatory heart failure patients: a
prospective follow-up study. Am J Clin Nutr 2011;93:332-7.

51. Colin R, Castillo M, Orea T, Rebollar G, Narvaez D, Asensio L. Effect of


a nutritional intervention on body composition, clinical status, and quality
of life in patients with heart failure. Nutrition 2004; 20:890-895.

52. Witte KK, Clark AL, Cleland JG. Chronic heart failure and micronutrients.
J Am Coll cardiol 2001; 37:1765–1774.

53. Zenuk C, healey J, Donnelly J, Vaillancourt R, Almalki Y, Smith S.


Thiamine deficiency in congestive heart failure patients receiving long-
term furosemide therapy. Can J Clin Pharmacol. 2003;10: 184-188.

54. Koren-Michowitz M, Dishy V, Zaidenstein R, Yona O, Berman S,


Weissgarten J, Golik A. The effect of losartan and
losartan/hydrochlorothiazide fixed-combination on magnesium, zinc, and
nitric oxide metabolism in hypertensive patients: a prospective open-label
study. Am J Hypertensi 2005;18:358–63.

55. Reeves WC, Marchuard SP, Willis SE, et al. Reversible cardiomyopathy
due to selenium deficiency. J Parent Enter Nutr 1989;13:663–5.

56. Flanagan JL, Simmons PA, Vehige J, Willcox and Garret Q. Role of
Carnitine in disease. Nutrition & Metabolism 2010;7: 30

57. rossman, Verdecchia P, Shamiss, Angeli F, Reboldi G. Diuretic in


Hypertension. Diabetes Care. Vol. 34, Supl 2, May 2011.313 – 40.

58. Chen MS, Xu FP, Wang YZ, et al: Statins initiated after hypertrophy
inhibit oxidative stres and prevent heart failure in rats with aortic stenosis.
J Mol Cell Cardiol 2004; 37: 889−896.

59. Hyman DJ et al. Characteristic Of Patients With Uncontrolled


Hypertension In The United States. NEJM 2001;345:479-486

60. Sacks FM et al. Effects On Blood Pressure Of Reduced Dietary Sodium


And The Dietary Approaches To Stop Hypertension (Dash) Diet. DASH
Collaborative Research Group. NEJM 2001;344:3-10

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
60

61. K/DOQI Clinical Practice Guidelines On Hypertension And


Antihypertensive Agents In Chronic Kidney Disease. Am J Kidney Dis
2004:43(5 Suppl1):S1-290.

62. Dunn S, Vorke JK. Hypertension and heart failure: new insight.
Circulation 2005,33:356-9.

63. Iyengar S, Abraham WT, Anemia in chronic heart failure : Can EPO
reduce deaths? Cleveland Clinic Journal of Medicine 2005:72(11); 1027–
13.

64. Doweiko JP, Nompleggi DJ: Role of albumin in human physiology and
pathophysiology. J Parenter Enteral Nutr 1990.15(2):207–11.

65. De Luca, Klein L, Udelson JE, Orlando C, Sardella G, etc. Hyponatremia


in patients with heart failure.The American Joournal of Cardiology.
Volume 96, Issue 12. Supplement 1. 2003.19 – 23.

66. Nelms M. Fluid and Electrolyte Balance. Dalam: Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Edisi ke-2. Nelms M, Sucher K, Lacey K, Roth S
(editor) Ohio, Wadsworth. 2011. 119–37.

67. Laskowski KR, Russell RR. Uncoupling Proteins in Heart Failure. Curr
Heart Fail Rep 2008; 5(2): 75–79.

68. Krauss RM. Eckel RH, Howard B. AHA Dietary Guidelines. Revision
2000: A Statement for Healthcare Professionals From the Nutrition
Committee of the American Heart Association. Circulation 2000;102:
2284-99

69. Kostis JB, Rosen RC, Cosgrove NM, Shindler DM, Wilson AC.
Nonpharmacologic therapy improves functional and emotional status in
congestive heart failure. Chest 1994;106(4):996-1001.

70. KotchenTA, McCarron DA. Dietary Electrolytes and Blood Pressure. A


Statement for Healthcare Professionals From the American Heart
Association Nutrition Committee. Circulation 1998; 98: 613-17.

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
6161
Lampiran 1: Skrining

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
62

Lampiran 2: Lembar Monitoring Kasus 1


H1 (ICU) H2 (ICU) H3
S Sesak, berdebar-debar, lemas, mual (-), muntah (-), Sesak berkurang, lemas, mual (-), muntah (-), Sesak berkurang, makan habis, demam (-),
tidak selera makan, BAK (+), BAB (-) makan tidak habis karena sesak, BAK (+), BAB (-) BAK (+), BAB (+)
Lemah, tampak sakit berat, CM Lemah, tampak sakit berat, CM Lemah, tampak sakit sedang, CM
TD 241/146 mmHg N 121 x/mnt P 40x/mnt S 37,2º C TD 160/100 mmHg N 90 x/mnt P 35x/mnt S 37º C TD 140/95 mmHg N 88 x/mnt P 20x/mnt S afebris
sat O2 96% sat O2 99% Mata: Konjungtiva anemis
Mata: Konjungtiva anemis Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP  5+2 cmH2O
Leher: JVP  5+2 cmH2O Leher: JVP  5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki basah halus 1/3
cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki basah halus 1/3 cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki basah halus 1/3 basal kedua paru berkurang
basal kedua paru basal kedua paru berkurang abd: BU (+) N
abd: BU (+) N abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral
ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. berurang.
Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan
tangan <lemah, melakukan keg sehari2 dg dibantu genggam tangan <lemah, melakukan keg sehari2 genggam tangan meningkat, dapat makan sendiri,
Antropometri LLA 22,3 cm BBp = 51 kg TB 160 cm, dg dibantu kekamar mandi di bantu
IMT 19,9 kg/m2
Laboratorium : Laboratorium :
Laboratorium : Profil lipid: Kolesterol total 195 mg/dL, LDL 105 Hb 10,5 mg/dL, Ht 32, leukosit 8.900,
O Hb 9,4 mg/dL, Ht = 29, Leukosit = 16.800, thromb = HDL 45 TG 110 Ur 35/Cr 1,1 SGOT 20/SGPT 34,
188000, GDS 83, Ur/Cr = 75/1,7, SGOT/SGPT 50/75, Na 134 mmol/L K 3,6 mmol/L Cl 101 mmol/L
albumin 3,6 mg/dL, Na = 130 mmol/L, K 3,5 mmol/L, Terapi DPJP: Terapi DPJP: stqa
Cl 99 mmol/L -stop morfin
Terapi DPJP : - Furosemide 1 x 40 po Analisis Asupan :
Furosemide 5 mg/jam - laxadin 1 x I C Vol E P L KH
Spironolakton 1 x 12,5 mg p.o Lain-lain stqa, rencana pindah ruang biasa Makan 1000 1100 36 37 156
Lisinopril 1x10 mg p.o. lunak
ISDN 5 mg SL Analisis Asupan : diet
Morfin 2 mg iv Vol E P L KH jantung +
IVFD max 500 ml/jam (Cairan max 1500 mL/24 jam) Makan 800 900 30 37 112 minum
Analisis Asupan : lunak Total 1000 1100 36 37 156
diet Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak
Vol E P L KH jantung + ikan (omega3 1000 mg)
Makan minum
700 20 18 115
biasa Total 800 900 30 28 112

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
63

(Lanjutan)
Imbang Cairan : Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak
ikan (omega3 1000 mg) koenzim Q10  tidak Imbang Cairan :
Input 1150mL tersedia Input 1500mL
Output 1350 mL Imbang Cairan : Output 2300 mL
BC (-) 200 mL Input 1300mL BC (-) 800 mL
diuresis 0,7ml/kgBB/jam Output 2100 mL diuresis 1,5 ml/kgBB/jam
BC (-) 800 mL
diuresis 1,3ml/kgBB/jam
A Impending ALO, ADHF pada CHF NYHA FC III-IV ec Impending ALO perbaikan, ADHF pada CHF NYHA CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol,
HHD, HT urgensi, AKI dd/CKD, anemia, peningkatan FC III-IV ec HHD, HT urgensi, riwayat AKI, anemia, riwayat AKI, anemia, normoweight dg kaheksia
enzim transaminase, hiponatremia, normoweight dg peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, kardiak
kaheksia kardiak normoweight dg kaheksia kardiak
P KEB = 1200 kkal 1300 kkal P 50 g, L 36 g, KH 154 g berupa makan KEB 1200  KET 1500 kkal, P 1,4 g/kgBB ~ 70 g
KET = 1500 kkal lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi 1300 kkal P 53g, L 30 g, KH 167 g berupa makan
Diberikan mulai 80% KEB ~ 1000 kkal (20 terbagi 4x makan. lunak lauk cincang DJ RG (~3 g garam) ekstra putih
kkal/kgBB), P 0,8 g/kgBB ~40 g, L 25%~28 g, KH 147 Vol E P L KH telur 2 butir porsi terbagi 4x makan.
g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~3 g Makan 1300 50 36 154 Vol E P L KH
garam) porsi terbagi 4x makan. lunak Makan lunak 1300 53 36 154
Vol E P L KH diet diet jantung,
Makan 1100 40 30 167 jantung ektra putih
lunak minum 1000 telur 2 butir
diet Total 1000 1300 40 36 154 minum 1500
jantung Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Total 1500 1300 53 36 190
Total 1000 40 30 167 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3
Cairan total = 1500mL/24 jam (per oral 1000 Monitoring :
mL+IVFD 500 mL) Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, Antropometri, Monitoring :
Saran suplementasi: analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan Tanda vital, klinis, Elektrolit, Antropometri, analisis+
Vitamin B komplek 3 x 1, asam folat 1 x 0,5 mg, perhari toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari
koenzim Q10 150 mg, omega3 1000 mg

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
64

(Lanjutan)
H4 H5
S Sesak berkurang, makan habis, BAB (+) Sesak masih, makan habis, demam (-), BAK lancar BAB (+)
O tampak sakit sedang, CM tampak sakit sedang, CM
TD 130/90 mmHg N 80 x/mnt P 20x/mnt S afebris TD 130/85 mmHg N 80 x/mnt P 20x/mnt S afebris
Mata: Konjungtiva anemis Mata: Konjungtiva anemis
Leher: JVP  5+2 cmH2O Leher: JVP  5+2 cmH2O
cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki (-) cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki (-)
abd: BU (+) N abd: BU (+) N
ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral ekstremitas: edema (-)
minimal Kapasitas fungsional: kekuatan genggam tangan meningkat,
Kapasitas fungsional: kekuatan genggam tangan dapat makan sendiri, ke kamar mandi tanpa bantuan
meningkat, dapat makan sendiri, dapat bangun dari Antrop: BB timbang 48 kg, LLA tetap 22,3 cm
tempat tidur sendiri, duduk di sisi tempat tidur  IMT 18,75

Laboratorium : - Laboratorium : -
Terapi DPJP: stqa Terapi DPJP: acc pulang, rawat jalan
Analisis Asupan :
Analisis Asupan : Vol E P L KH
Vol E P L KH Makan lunak 1300 53 36 154
Makan lunak 1300 53 43 175 diet jantung,
diet jantung, ektra putih
ektra putih telur 1 butir
telur 2 butir MC 200 200 8 8 60
minum 1200 minum 1000
Total 1200 1300 53 43 175 Total 1200 1500 61 42 214
Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan
(omega3 1000 mg) (omega3 1000 mg)
Imbang Cairan :
Imbang Cairan : Input 1200mL
Input 1200mL Output 1500 mL
Output 1700 mL BC (-)300 mL
BC (-) 500 mL diuresis 0,83 ml/kgBB/jam
diuresis 1 ml/kgBB/jam

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
65
(Lanjutan)

A CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol, riwayat CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol, riwayat
AKI, anemia, normoweight dengan kaheksia kardiak AKI, anemia, normoweight dengan kaheksia kardiak

P 1500 kkal P 60 g, L 42 g, KH 214 g berupa makan lunak 1500 kkal P 65 g, L 42g, KH 214 g berupa makan lunak lauk
lauk cincang DJ RG (~3 g garam) porsi terbagi 5x cincang DJ RG (~3 g garam) porsi terbagi 5x makan.
makan. Vol E P L KH
Vol E P L KH Makan lunak 1300 53 36 154
Makan lunak 1300 53 36 154 diet jantung,
diet jantung, ektra putih
ektra putih telur 2 butir
telur 1 butir MC 200 200 8 8 60
MC 200 200 8 8 60 minum 1300
minum 1300 Total 1500 1500 65 42 214
Total 1500 1500 61 42 214 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3

Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring :


Tanda vital, klinis, Elektrolit, Antropometri, analisis+
Monitoring : toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari
Tanda vital, klinis, Elektrolit, Antropometri, analisis+
toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
66

Lampiran 3: Lembar Monitoring Kasus 2

H1 H2 H3
S Sesak, lemas, mual (-), muntah (-), batuk berdahak, Sesak, lemas, mual (-), muntah (-), batuk berdahak, Sesak berkurang, lemas masih , mual (-), muntah
demam, tidak selera makan, BAK (+), BAB (-) demam (-), makan habis, BAB (+) (-), batuk berdahak, demam (-), makan habis, selera
makan baik
O
Lemah, tampak sakit berat, CM Lemah, tampak sakit berat, CM Lemah, tampak sakit sedang , CM
TD170/124 mmHg N 115 x/mnt P 44x/mnt S 38,5º C TD160/90 mmHg N 108 x/mnt P 44x/mnt S 37º C TD140/90 mmHg N 90 x/mnt P 20x/mnt S afebris
Mata: Konjungtiva anemis Mata: Konjungtiva anemis Mata: Konjungtiva anemis
Leher: JVP  5+3 cmH2O Leher: JVP  5+3 cmH2O Leher: JVP  5+3 cmH2O
cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang
paru paru paru berkurang
abd: BU (+) N abd: BU (+) N abd: BU (+) N
ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis
Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan berkurang
tangan <lemah genggam tangan lebih lemah Kapasitas fungsional: bedridden, dapat makan
Antropometri LLA 21,7 cm BBp = 48 kg TB 158 cm, sendiri tanpa bantuan
IMT 18 kg/m2 Laboratorium :-
Laboratorium :
Laboratorium : Terapi DPJP : stqa Sputum BTA (-), bakteri gram (+)
Hb 10,2 mg/dL, Ht = 30, Leukosit = 17.500, thromb = Analisis Asupan : Urinalisa: bakteri (+), leukosit (+), nitrit esterase (+)
167.000, GDS 95, Ur/Cr = 75/1,7, SGOT/SGPT Vol E P L KH Terapi DPJP : stqa
77/88, albumin 2,9 mg/dL, Na = 129 mmol/L, K 3,52 Makan 1000 1100 36 37 156 Analisis Asupan :
mmol/L, Cl 102 mmol/L lunak Vol E P L KH
Terapi DPJP : diet Makan lunak 1300 53 43 175
Posisi semifowler jantung + diet jantung,
Furosemide 3x2 mg minum ektra putih
Spironolakton 1 x 12,5 mg p.o Total 1000 1100 36 37 156 telur 2 butir
Captopril 1x12,5 mg p.o. Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak minum 1200
ISDN 5 mg SL ikan (omega3 1000 mg) Total 1200 1300 53 43 175
Bisoprolol Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak
Ceftriaxone ikan (omega3 1000 mg)

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
67
(Lanjutan)

Analisis Asupan : Imbang Cairan : Imbang Cairan :


Input 1200mL
Vol E P L KH Input 1000mL Output 1700 mL
Makan 800 25 15 141 Output 1700 mL BC (-) 500 mL
biasa BC (-) 700 mL diuresis 1 ml/kgBB/jam
diuresis 1.06ml/kgBB/jam
Imbang Cairan :

Input 1150mL
Output 1350 mL
BC (-) 500 mL
diuresis 0,95ml/kgBB/jam
CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak
A terkontrol, CAP dd/TB, anemia, peningkatan enzim terkontrol, CAP dd/TB, anemia, peningkatan enzim terkontrol, CAP, ISK, anemia, peningkatan enzim
transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan
KEB = 1000 kkal 1300 kkal P 50 g, L 36 g, KH 154 g berupa makan 1300 kkal P 50 g, L 36 g, KH 154 g berupa makan
KET = 1400 kkal lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi
P 1,4 g/kgBB~ 67 g, L 25% ~40 g terbagi 4x makan. terbagi 4x makan.
Diberikan mulai 100% KEB ~ 1000 kkal P 1 g/kgBB Vol E P L KH Vol E P L KH
~50 g, L 25%~28 g, KH 147 g berupa makan lunak Makan lunak 1300 53 43 175 Makan lunak 1300 53 43 175
lauk cincang DJ RG (natrium 2000 mg ~5 g garam) diet jantung, diet jantung,
porsi terbagi 4x makan. ektra putih ektra putih
Vol E P L KH telur 2 butir telur 2 butir
Makan lunak 1000 50 28 137 minum 1200 minum 1200
P diet jantung Total 1200 1300 53 43 175 Total 1200 1300 53 43 175
minum 1200 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3
Total 1200 1000 50 28 137
Saran suplementasi: Monitoring : Monitoring :
Vitamin B komplek 3 x 1, asam folat 1 x 0,5 mg, Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, analisis+ Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, analisis+
koenzim Q10 150 mg, omega3 1000 mg toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

Monitoring :
Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, analisis+
toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
68

(Lanjutan)
H4 H5 H6
S Sesak berkurang, batuk berkurang, demam (-), Sesak berkurang, batuk berkurang, makan habis, Sesak berkurang, batuk jarang, makan habis, selera
makan habis, selera makan baik, BAB (+) selera makan baik, BAB (+) makan baik, BAB (+)
O tampak sakit sedang , CM tampak sakit sedang , CM tampak sakit sedang , CM
TD130/85 mmHg N 90 x/mnt P 20x/mnt S afebris TD 130/90 mmHg N 80 x/mnt P 20x/mnt S afebris TD 130/80 mmHg N 80 x/mnt P 20x/mnt S afebris
Mata: Konjungtiva anemis Mata: Konjungtiva anemis Mata: Konjungtiva anemis
Leher: JVP  5+3 cmH2O Leher: JVP  5+2 cmH2O Leher: JVP  5+2 cmH2O
cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang
paru berkurang paru berkurang paru minimal
abd: BU (+) N abd: BU (+) N abd: BU (+) N
ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis minimal ekstremitas: edema (-)
berkurang Kapasitas fungsional:dapat bangun dan berjalan- Kapasitas fungsional: dapat bangun dan berjalan-
Kapasitas fungsional: bedridden, dapat makan jalan di sekitar tempat tidur jalan di sekitar tempat tidur
sendiri tanpa bantuan Antropometri : BB timbang 43 kg  17,2 kg/m2
Laboratorium : Hb 11 mg/dl, Ht 34 leukosit 8.200 LLA tetap 21,7 cm
Laboratorium :- Na 132 mmol/L K 3, 67 mmol/L Cl 99 mmol/L
Analisis Asupan :
Analisis Asupan : Analisis Asupan : Vol E P L KH
Vol E P L KH Vol E P L KH Makan lunak 1300 60 48 213
Makan lunak 1300 53 43 175 Makan lunak 1300 60 48 213 diet jantung,
diet jantung, diet jantung, ektra putih
ektra putih ektra putih telur 2 butir
telur 2 butir telur 2 butir minum 1000
minum 1200 minum 1000 Total 1000 1300 53 43 175
Total 1200 1300 53 43 175 Total 1000 1300 53 43 175 Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak
Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg)
ikan (omega3 1000 mg) ikan (omega3 1000 mg)
Imbang Cairan :
Imbang Cairan : Imbang Cairan : Input 1000mL
Input 1200mL Input 1000mL Output 1700 mL
Output 1500 mL Output 1600 mL
BC (-) 700 mL
BC (-) 300 mL BC (-) 600 mL
diuresis 0,86ml/kgBB/jam diuresis 0,95ml/kgBB/jam diuresis 1,04 ml/kgBB/jam

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
69

(Lanjutan)

CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol,


CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol, CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol,
CAP perbaikan, ISK, anemia, peningkatan enzim
A CAP, ISK, anemia, peningkatan enzim CAP perbaikan, ISK, anemia, peningkatan enzim
transaminase, hiponatremia perbaikan , malnutrisi
transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan transaminase, hiponatremia perbaikan , malnutrisi
ringan
ringan
1500 kkal P 60 g, L 42 g, KH 214 g berupa makan 1500 kkal P 60 g, L 42 g, KH 214 g berupa makan 1500 kkal P 60 g, L 42 g, KH 214 g berupa makan
lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi
terbagi 5x makan. terbagi 5x makan. terbagi 5x makan.
Vol E P L KH Vol E P L KH Vol E P L KH
Makan lunak 1500 60 42 214 Makan lunak 1500 60 42 214 Makan lunak 1500 60 42 214
diet jantung, diet jantung, diet jantung,
ektra putih ektra putih ektra putih
telur 2 butir telur 2 butir telur 2 butir
P
minum 1200 minum 1200 minum 1200
Total 1200 1500 60 42 214 Total 1200 1500 60 42 214 Total 1200 1500 60 42 214

Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3

Monitoring : Monitoring : Monitoring :


Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, analisis+ Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, analisis+ Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, analisis+
toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
70

Lampiran 4: Lembar Monitoring Kasus 3


H1 (ICU) H2 (ICU) H3
S Sesak, lemas, mual (+), tidak selera makan, BAK Sesak berkurang, mual (-),makan tidak habis BAK Sesak berkurang, makan habis, demam (-), BAK
sedikit, BAB (-) (+), BAB (-) (+), BAB (+)
O Lemah, tampak sakit berat, CM Lemah, tampak sakit berat, CM tampak sakit sedang, CM
TD 230/138 mmHg N 105 x/mnt P 40x/mnt S 37º C sat TD 190/100 mmHg N 98 x/mnt P 35x/mnt S 37,2º C TD 140/85 mmHg N 88 x/mnt P 20x/mnt S afebris
O2 97% sat O2 99% Mata: Konjungtiva anemis
Mata: Konjungtiva anemis Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP  5+2 cmH2O
Leher: JVP  5+2 cmH2O Leher: JVP  5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki (-)
cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki basah halus 1/3 basal cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki basah halus 1/3 abd: BU (+) N
kedua paru basal kedua paru berkurang ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral
abd: BU (+) N abd: BU (+) N berkurang.
ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan
Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam tangan meningkat, dapat makan sendiri,
tangan <lemah, melakukan keg sehari2 dg dibantu genggam tangan <lemah, melakukan keg sehari2 kekamar mandi di bantu
Antropometri LLA 21,6 cm BBp = 55 kg TB 167 cm, dg dibantu
IMT 19,7 kg/m2 Laboratorium : Na 136 mmol/L K 3,6 mmol/L Cl 100
Laboratorium : mmol/L AGD dalam batas normal
Laboratorium : TG 107 Ur 97/Cr 2 Terapi DPJP: stqa
Hb 11 mg/dL, Ht = 32, Leukosit = 8.800, thromb =
201000, GDS 104, Ur/Cr = 126/2,1  CCT 33, Analisis Asupan :
SGOT/SGPT 30/23, Na = 140 mmol/L, K 3,75 mmol/L, Analisis Asupan : Vol E P L KH
Cl 108 mmol/L , AGD kesan: asidosis metabolik Vol E P L KH Makan 1000 1100 36 37 156
Makan 500 900 30 37 112 lunak
Terapi DPJP : lunak diet
Posisi semifowler, diet jantung +
O2 4-6 L/mnt jantung + minum
ISDN 5 mg, minum Total 1000 1100 36 37 156
Furosemide 5 mg/jam Total 600 900 30 28 112 Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak
Spironolakton 1 x 12,5 mg p.o Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg)
Lisinopril 1x10 mg p.o. ikan (omega3 1000 mg) koenzim Q10 tidak tersedia
Morfin 2 mg iv
CaCO3 3x1 tab
BicNat 3x1 tab
IVFD max 500 ml/jam (Cairan max 1100 mL/24 jam)

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
71

(Lanjutan)

Analisis Asupan : Imbang Cairan : Imbang Cairan :


Vol E P L KH Input 1100mL Input 1000mL
Makan 850 25 20 142 Output 1850 mL Output 1800 mL
biasa BC (-) 750 mL BC (-) 800 mL
Imbang Cairan : diuresis 1 ml/kgBB/jam diuresis 1,3 ml/kgBB/jam
Input 1400mL
Output 1100 mL
BC (+) 300 mL
diuresis 0,4ml/kgBB/jam
ADHF pada CHF NYHA II-III ec HHD, HT urgensi, CKD ADHF pada CHF NYHA II-III ec HHD, HT urgensi,
CHF NYHA II-III ec HHD, HT gr 2 terkontrol, CKD st
A st IV, anemia, asidosis metabolic, normoweight dg CKD st IV, anemia, asidosis metabolik,
IV, anemia, normoweight dg kaheksia kardiak
kaheksia kardiak normoweight dg kaheksia kardiak
P KEB = 1300 kkal
KET = 1700 kkal 1100 kkal P 45 g L 25% ~30 g, KH 162 g berupa 1300 kkal P 45g, L 36 g, KH 167 g berupa makan
P 0,8 g/kgBB ~ 45 g , L 47 g KH 274 g makan lunak lauk cincang DJ RG (natrium 1200 mg lunak lauk cincang DJ RG (~3 g garam)porsi terbagi
Diberikan mulai 80% KEB ~ 1100 kkal (20 kkal/kgBB), P ~3 g garam) porsi terbagi 4x makan. 4x makan.
0,8 g/kgBB ~45 g (N;NPC 1:128) L 25% ~30 g, Vol E P L KH Vol E P L KH
KH 162 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG Makan 1100 45 30 167 Makan lunak 1300 45 36 200
(natrium 1200 mg ~3 g garam) porsi terbagi 4x makan. lunak diet jantung,
Vol E P L KH diet minum 1500
Makan 1100 45 30 167 jantung Total 1500 1300 45 36 200
lunak Minum 1000 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3
diet Total 1000 1100 45 30 167
jantung Cairan total = 1500mL/24 jam (per oral 1000 Monitoring :
Minum 600 mL+IVFD 500 mL) Tanda vital, klinis, Elektrolit, Antropometri, analisis+
Total 600 1100 45 30 167 Vitamin B komplek 3 x 1, asam folat 1 x 0,5 mg, toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari
Cairan total = 1100mL/24 jam (per oral 600 mL+IVFD koenzim Q10 150 mg, omega3 1000 mg
500 mL)
Saran suplementasi: Monitoring :
Vitamin B komplek 3 x 1, asam folat 1 x 0,5 mg, Tanda vital, klinis, Elektrolit, analisis+ toleransi
koenzim Q10 150 mg, omega3 1000 mg asupan per hari, Imbang cairan perhari

Monitoring :
Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx ginjal, AGD, analisis+
toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
72

(Lanjutan)
H4 H5
S Sesak berkurang, makan habis, BAB (+) Sesak masih, makan habis, demam (-), BAK lancar
BAB (+)
O tampak sakit sedang, CM tampak sakit sedang, CM
TD 130/90 mmHg N 80 x/mnt P 20x/mnt S afebris TD 130/80 mmHg N 80 x/mnt P 20x/mnt S afebris
Mata: Konjungtiva anemis Mata: Konjungtiva anemis
Leher: JVP  5+2 cmH2O Leher: JVP  5+2 cmH2O
cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki (-) cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki (-)
abd: BU (+) N abd: BU (+) N
ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral ekstremitas: edema edema pretibial+dorsum pedis
minimal bilateral minimal
Kapasitas fungsional: kekuatan genggam tangan Kapasitas fungsional: kekuatan genggam tangan
meningkat, dapat makan sendiri, dapat bangun dari meningkat, dapat makan sendiri, ke kamar mandi
tempat tidur sendiri, duduk di sisi tempat tidur tanpa bantuan
Antrop: BB timbang 58 kg, LLA tetap
Laboratorium : -  IMT 20,8
Terapi DPJP: stqa
Analisis Asupan :
Analisis Asupan : Vol E P L KH
Vol E P L KH Makan lunak 1500 45 42 235
Makan lunak 1300 45 43 183 diet jantung,
diet jantung, Cemilan (dr 200 2 5
minum 1200 luar)
Total 1200 1300 45 43 183 minum 1500
Total 1500 1700 47 47 272
Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak
ikan (omega3 1000 mg) ikan (omega3 1000 mg)

Imbang Cairan : Imbang Cairan :


Input 1200mL Input 1200mL
Output 1700 mL Output 1500 mL
BC (-) 500 mL BC (-)300 mL
diuresis 1 ml/kgBB/jam diuresis 0,83 ml/kgBB/jam

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
73

(Lanjutan)

A CHF NYHA II-III ec HHD, HT gr 2 terkontrol, CKD st CHF NYHA III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol,
IV, anemia, normoweight dg kaheksia kardiak riwayat AKI, anemia, normoweight dg kaheksia
kardiak
P 1500 kkal P 45g, L 42 g, KH 167 g berupa makan 1700 kkal P 45 g, L 57g, KH 252 g berupa makan
lunak lauk cincang DJ RG (~3 g garam porsi terbagi lunak lauk cincang DJ RG (~3 g garam) porsi
4x makan. terbagi 5x makan.
Vol E P L KH Vol E P L KH
Makan lunak 1500 45 42 235 Makan lunak 1700 45 57 252
diet jantung, diet jantung,
minum 1500 minum 1500
Total 1500 1500 45 42 235 Total 1500 1700 45 57 252
Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3

Monitoring : Monitoring :
Tanda vital, klinis, Elektrolit, Antropometri, analisis+ Tanda vital, klinis, Elektrolit, Antropometri, analisis+
toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
74

Lampiran 5: Lembar Monitoring Kasus 4


H1 H2 H3
S Sesak, lemas, batuk berdahak, demam, tidak selera Sesak masih, lemas, batuk berdahak, demam, Sesak berkurang, batuk, demam (-), selera makan
makan, BAK (+), BAB (-) makan tidak habis, BAK (+), BAB (-) membaik, makan habis, BAB (+)
O Lemah, tampak sakit berat, CM Lemah, tampak sakit berat, CM tampak sakit berat, CM
TD170/110 mmHg N 100 x/mnt P 42x/mnt S 38,7º C TD160/95 mmHg N 90 x/mnt P 45x/mnt S 37,5º C TD140/90 mmHg N 90 x/mnt P 30 x/mnt S 37º C
Mata: Konjungtiva anemis Mata: Konjungtiva anemis Mata: Konjungtiva anemis
Leher: JVP  5+2 cmH2O Leher: JVP  5+2 cmH2O Leher: JVP  5+2 cmH2O
cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang
paru paru paru berkurang
abd: BU (+) N, shifting dullness (+) abd: BU (+) N, shifting dullness (+) abd: BU (+) N
ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral
Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan berkurang
tangan <lemah genggam tangan <lemah Kapasitas fungsional: bedridden, ps dapat makan
Antropometri LLA 19 cm BBp = 48 kg TB 165 cm, sendiri
IMT 17,6 kg/m2 Laboratorium :
Profil lipid dalam batas normal Laboratorium :-
Laboratorium :
Hb 9,6 mg/dL, Ht = 27, Leukosit = 20.500, Terapi DPJP : Terapi DPJP : stqa
thromb = 167.000, GDS 95, Ur/Cr = 116/1,8, Posisi semifowler Analisis Asupan :
SGOT/SGPT 65/80, albumin 3,1 mg/dL, Furosemide 3x2 mg Vol E P L KH
Na = 125 mmol/L, K 4,2 mmol/L, Cl 98 mmol/L Spironolakton 1 x 12,5 mg p.o Makan 1100 38 30 170
Terapi DPJP : Captopril 1x12,5 mg p.o. lunak
Posisi semifowler Ceftriaxone diet
Furosemide 3x2 mg jantung
Spironolakton 1 x 12,5 mg p.o Analisis Asupan : minum 1200
Captopril 1x12,5 mg p.o. Vol E P L KH Total 1200 1100 38 25 170
ISDN 5 mg SL Makan 800 30 28 109 Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak
Bisoprolol lunak ikan (omega3 1000 mg)
Ceftriaxone diet
Analisis Asupan : jantung Imbang Cairan :
minum 1000 Input 1200mL
Vol E P L KH Total 1000 800 30 28 109 Output 1900 mL
Makan 600 23 18 124 Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak BC (-) 700 mL
biasa ikan (omega3 1000 mg) diuresis 1.2 ml/kgBB/jam

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
75

(Lanjutan)

Imbang Cairan : Imbang Cairan :


put 800mL Input 1000mL
Output 1300 mL Output 1800 mL
BC (-) 500 mL BC (-) 800 mL
diuresis 0,7ml/kgBB/jam diuresis 1,1 ml/kgBB/jam

A CHF NYHA III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak terkontrol, CHF NYHA III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak terkontrol, CHF NYHA III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak terkontrol,
CAP dd/TB, AKI dd/CKD,anemia, peningkatan enzim CAP dd/TB, AKI dd/CKD,anemia, peningkatan CAP dd/TB, AKI dd/CKD, anemia, peningkatan
transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan enzim transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan enzim transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan
P
KEB = 1100 kkal 1100 kkal P 0,8 g/kgBB ~38 g, L 25%~25 g, KH 131 1300 kkal P 38 g, L 36 g, KH 119 g berupa makan
KET = 1500 kkal g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (natrium lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi
Diberikan mulai 100% KEB ~ 900 kkal P 0,8 g/kgBB 2000 mg ~5 g garam) porsi terbagi 4x makan. terbagi 4-5x makan.
~38 g, L 25%~25 g, KH 131 g berupa makan lunak Vol E P L KH Vol E P L KH
lauk cincang DJ RG (natrium 2000 mg ~5 g garam) Makan 1100 38 30 170 Makan lunak 1300 38 36 119
porsi terbagi 4x makan. lunak diet jantung,
Vol E P L KH diet minum 1200
Makan 900 38 25 131 jantung Total 1200 1300 38 36 119
lunak minum 1200 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3
diet Total 1200 1100 38 25 170
jantung Saran suplementasi: Monitoring :
minum 1200 Vitamin B komplek 3 x 1, asam folat 1 x 0,5 mg, Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, fungsi ginjal,
Total 1200 900 38 25 131 koenzim Q10 150 mg, omega3 1000 mg analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan
Saran suplementasi: perhari
Vitamin B komplek 3 x 1, asam folat 1 x 0,5 mg, Monitoring :
koenzim Q10 150 mg, omega3 1000 mg Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, fungsi ginjal,
analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan
Monitoring : perhari
Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, fungsi ginjal,
analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan
perhari

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
76

(Lanjutan)

H3 H3
S Sesak berkurang, batuk berkurang, demam (-), Sesak berkurang, batuk berkurang, demam (-),
selera makan membaik, makan habis, BAB (+) selera makan baik, makan habis
O tampak sakit sedang, CM tampak sakit sedang, CM
TD130/80 mmHg N 90 x/mnt P 20 x/mnt S afebris TD130/80 mmHg N 90 x/mnt P 30 x/mnt S afebris
Mata: Konjungtiva anemis Mata: Konjungtiva anemis
Leher: JVP  5+2 cmH2O Leher: JVP  5+2 cmH2O
cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang
paru berkurang paru berkurang
abd: BU (+) N abd: BU (+) N
ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral
minimal minimal
Kapasitas fungsional: ambulatory, dpt ke km mandi Kapasitas fungsional: bedridden, ps dapat makan
sendiri, ps dapat makan sendiri sendiri
Antrop: BB timbang 45 kg, LLA tetap  IMT 16,5
Laboratorium : kg/m2
Hb 10 mg/dL, Ht = 32, Leukosit = 8.800,
Ur/Cr = 89/1,6, Na = 130 mmol/L, K 3,7 mmol/L, Cl Laboratorium :-
99 mmol/L
Analisis Asupan :
Terapi DPJP : stqa Vol E P L KH
Analisis Asupan : Makan lunak 1300 38 36 119
Vol E P L KH diet jantung,
Makan 1100 38 30 170 minum 1200
lunak diet Total 1200 1300 38 36 119
jantung Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak
minum 1200 ikan (omega3 1000 mg)
Total 1200 1100 38 25 170
Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak Imbang Cairan :
ikan (omega3 1000 mg)
Input 1200mL
Output 1600 mL
BC (-) 400 mL
diuresis 1 ml/kgBB/jam

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
77

(Lanjutan)

Imbang Cairan :

Input 1200mL
Output 1750 mL
BC (-) 550 mL
diuresis 1.1 ml/kgBB/jam
A CHF NYHA III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol, CAP CHF NYHA III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak terkontrol,
perbaikan, AKI dd/CKD, anemia, peningkatan enzim CAP perbaikan, AKI dd/CKD, anemia, peningkatan
transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan enzim transaminase, hiponatremia, malnutrisi
sedang
P 1300 kkal P 38 g, L 36 g, KH 119 g berupa makan 1300 kkal P 38 g, L 36 g, KH 119 g berupa makan
lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi
terbagi 4-5x makan. terbagi 4-5x makan.
Vol E P L KH Vol E P L KH
Makan lunak 1300 38 36 119 Makan lunak 1500 38 50 224
diet jantung diet jantung
minum 1200 minum 1200
Total 1200 1300 38 36 119 Total 1200 1500 38 50 224
Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3

Monitoring : Monitoring :
Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, fungsi ginjal, Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, fungsi ginjal,
analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan
perhari perhari

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013
78

1
AHA
2
2
(RM.Expose, 2006).
3
(Riskesdas, 2007).

4
(Sani, 2007 dalam Ihdaniyati , 2008).

Universitas Indonesia
Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai