Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 58 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa evaluasi
merupakan kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap proses serta hasil kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkesinambungan, berkala, menyeluruh,
transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Penilaian menjadi bagian yang sangat penting dan tak terpisahkan dari kegiatan belajar
mengajar. Jika pembelajaran mempunyai peran penting dalam mendukung pengembangan
keagamaan peserta didik, maka evaluasi mempunyai fungsi sebagai penyedia informasi untuk
mengetahui tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang berjalan. Tanpa kehadiran
kegiatan evaluasi, tidak mungkin dapat ditemukan informasi mengenai kekurangan dan
kelebihan dari aktifitas belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Hasan Langgulung menyarankan untuk lebih memperhatikan evaluasi dalam pendidikan
Islam karena tujuan pendidikan memiliki keistimewaan untuk menyembah dan berbakti kepada
Allah sepanjang hayat. Maka kriteria penilaian juga harus berlainan dengan pendidikan dari
falsafah-falsafah lain. Bukan sekedar lulus ujian saja, walaupun ini juga diharuskan, tetapi harus
dimasukkan juga kebijakan dan budi mulia sebagai kriteria penilaian dalam pendidikan muslim.
Tidak semestinya bersifat materialistik, artinya ganjaran materi jangan terlalu diutamakan
kalaupun dipergunakan harus ditunjukkan bahwa hanyalah sebagai alat bukan tujuan.
Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses pembelajaran saling berkaitan satu sama lain
sebab hasil merupakan akibat dari proses. Selama ini pelaksanaan evaluasi pendidikan agama
Islam belum ideal. Karena dalam penilaian sering terjadi banyaknya pengajar cara melaksanakan
penilaian terhadap hasil belajar peserta didik tidak secara teratur dan menyambung dari waktu ke
waktu serta aspek yang dinilai untuk hasil belajar kebanyakan diambilkan dari aspek kognitif
saja, sehingga tujuan dalam pembelajaran yang telah direncanakan tidak tercapai dengan baik,
atau seorang pendidik tidak memiliki catatan atau perhatian khusus sehingga peserta didik
belajarnya tidak sungguh-sungguh karena merasa tidak diawasi dan tidak dimonitor
perkembangan kemampuannya, yang pada akhirnya masalah yang paling rumit dalam sistem
pendidikan, yaitu kurangnya evaluasi yang efektif.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyusunan Instrumen Penilaian Kognitif


Penilaian aspek kognitif lebih ditekankan pada mata ajar pemahaman yaitu berupa teori-
teori dalam mata pelajaran tersebut.Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir
yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada
kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan
menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk
memecahkan masalah tersebut.
Aspek kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda.
Keenam tingkatan tersebut yaitu:
1. Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat
(recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya.
2. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan
dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan informasi yang telah diketahui dengan
kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan
kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
3. Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan
atau menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi yang baru, serta
memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
4. Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan
dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi,
hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau
tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini diantara berbagai gagasan dengan cara
membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
5. Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan
dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola
baru yang lebih menyeluruh.
6. Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta
didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan metode produk,
atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.

Bentuk tes kognitif diantaranya:


1. Tes atau pertanyaan lisan dikelas
2. Pilihan ganda
3. Uraian obyektif
4. Uraian non obyektif atau uraian bebas
5. Jawaban atau isian singkat
6. Partofolio, dan
7. Performance
Fungsi utama test prestasi dikelas adalah mengukur prestasi belajar siswa, kata Ebel yang
dikutip oleh Saifudin Azwar adalah suatu kesalahfahaman bila menganggap bahwa apa yang
dapat dilakukan oleh test prestasi semata-mata memberikan angka untuk dimaksudkan dalam
laporan kemajuan siswa belajar atau rapor. Sesungguhnya prosedur test guna mengukur prestasi
membantu para guru dalam memberikan nilai penting. Seringkali test membantu para guru dalam
memberikan nilai yang lebih valid (cermat akurat) dan lebih realibel (terpercaya).
Dalam evaluasi hasil belajar dikenal beberapa macam test antara lain test formatif dan
test sumatif. Penilaian formatif adalah kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan
balik (feedback) yang selanjutnya hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki
proses belajar mengajar yang sedang atau sudah dilaksanakan. Penilaian formatif tidak hanya
berbentuk tes tertulis dan hanya dilaksanakan pada setiap akhir pelajaran tetapi dapat pula
berbentuk tes tertulis dan hanya dilaksanakan pada setiap akhir pelajaran tetapi dapat pula
berbentuk pertanyaan-pertanyaan lisan atau tugas-tugas yang diberikan selama pelajaran
berlangsung ataupun sesudah pelajaran selesai.
Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi
sampai dimana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang telah
dipelajarinya selama jangka waktu tertentu..
Salah satu pedoman guna menentukan tingkat kompetensi item tes adalah taksonomi
tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh Banjamin S. Blomm dkk (1956).Taksonomi ini secara
luas mencakup sistem klasifikasi tujuan pendidikan dalam tiga kawasan perilaku yaitu kawasan
afektif, kognitif dan psikomotor. Dalam hal test prestasi, maka kawasan kognitif yang akan
menjadi pokok perhatian. Telah dijelaskan didepan bahwa urutan kompetensi pada ranah kognitif
adalah knowlegde, comprehension, application, anaylis, sinthesis dan evaluation.
Taraf kompetensi yang lain tinggi, yang biasanya diikuti pula oleh meningaktkan taraf
kesukaran item, menuntut kemampuan subyek yang lebih kompleks daripada taraf kemampuan
dibawahnya.
Masing-masing tingkat kompetensi dalam ranah kognitif biasanya dioperasionalkan
dalam bentuk kata kerja khusus agar lebih memungkinkan para penulis soal membentuk item
yang sesuai dengan tujuan ukuran test.
Test sebagai alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila
ditinjau dari segi bentuk soalnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : tes hasil belajar
bentuk uraian (selanjutnya ditingkat tes uraian) dan tes hasil belajar bentuk obyektif (selanjutnya
disingkat dengan tes obyektif).
Bentuk dari kedua test tersebut di kemudian di susun dan di rencanakan secara sistematis
sehingga dapat diperoleh tes yang lebih efektif.
Para ahli penyusun tes maupun pengajar umumnya telah menyepakati langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Menentukan / merumuskan tujuan tes
2. Mengidentifikasi hasil-hasil belajar yang akan diukur dengan tes
3. Menentukan / menandai hasil-hasil belajar yang spesifik yang merupakan tingkah laku yang
dapat diamati dan disesuaikan dengan TIK.
4. Merinci mata pelajaran / bahan pelajaran yang diukur dengan tes.
5. Menyiapkan tabel spesifikasi (blue print)
6. Menggunakan tabel spesifikasi tersebut sebagai dasar penyusunan tes.
Setelah langkah-langkauh diatas dilakukan, maka penulisan item-item soal test dapat
dimulai. Penulisan item dilakukan dengan mempertimbangkan kesukaran dari masing-masing
item, sesuai engan tujuan evaluasi test, keadaan subyek yang akan menjalani tes dan sebagainya.
B. Penyusunan Instrumen Penilaian Psikomotor
Gagne mengatakan, bahwa kondisi-kondisi yang dapat mengoptimalkan hasil belajar
psikomotor atau ketrampilan ada 2 macam yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Untuk
faktor internal dapat dilakukan dengan cara : (1) meningkatkan kembali sub-sub ketrampilan
yang sudah dipelajari, dan (2) mengingatkan kembali prosedur-prosedur atau langkah-langkah
gerakan yang telah dikuasainya. Sedangkan untuk faktor eskternal dapat dilakukan dengan cara:
(1) instruksi verbal, (2) menggambar, (3) demonstrasi, (4) praktek dan (5) umpan balik.
Dalam pembelajaran aspek psikomotor atau ketrampilan ini ada beberapa langkah yang
harus dilakukan agar proses pembelajaran ini mampu membuahkan hasil yang maksimal.
Langkah-langkah ini dijelaskan oleh Mills (1977) diantraanya: (1) menentukan tujuan dalam
bentuk perbuatan, (2) analisis ketrampilan secara detail dan catatan operasi serta urutannya, (3)
mendemonstrasikan ketrampilan tersebut disertai dengan penjelasan singkat dengan memberikan
perhatian pada butir-butir kunci termasuk kompetensi kunci yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan itu serta bagian-bagian yang sukar, (4) memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mencoba praktek di bawah pengawsan dan bimbingan seorang guru, (5)
memberikan penilaian terhadap usaha siswa. sependapat dengan Mills, Edwardes (1981),
mengatakan bahwa proses pembelajaran praktek mencakup tiga tahapan yaitu: (1) penyajian dari
guru, (2) kegiatan praktek peserta didik, dan (3) penilaian hasil kerja siswa.
Penilaian hasil belajar aspek pskimotor atau ketrampilan harus mencakup persiapan,
proses dan produk. Penilaian itu sendiri dapat dilakukan pada saat proses berlangsung dengan
cara mengetes peserta didik atau sesudah proses berlangsung yaitu dilakukan sesudah peserta
didik selesai bekerja.
Dalam melakukan penilaian hasil belaajr aspek psikomotor ada dua hal yang harus
dilakukan oleh seorang guru yaitu:
1. Membuat soal
2. Membuat instrument untuk mengamati jawaban siswa.
Soal untuk menilai hasil belajar peserta didik khususnya aspek psikomotor dapat berupa
soal, lembar kerja, lembar tugas, perintah kerja dan lembar eksperimen.Sedangkan instrumen
untuk mengamati jawaban peserta didik dapat berupa lembar observasi, lembar penilaian dan
portofolio.
Lembar penilaian adalah lembar yang digunakan untuk menilai kinerja peserta didik atau
untuk menilai kualitas pelaksanaan aspek-aspek psikomotor atau ketrampilan yang diamati.
Lembar observasi adalah lembar yang digunakan untuk mengobservasi keberadaan suatu
benda atau melihat gejala-gejala munculnya aspek-aspek psikomotor yang sedang diamati.
Namun kadang-kadang lembar observasi ini berbentuk check list karena hanya berupa daftar
pernyataan atau pernyataan yang jawabannya tinggal memberi check list (v) pada jawaban yang
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Pada umumnya baik lembar observasi maupun lembar penilaian terdiri atas tiga bagian
yaitu persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian.
1. Menyusun Rancangan Penilaian
Sebelum melakukan penilaian seorang guru terlebih dahulu harus merancang secara
tertulis secara rapi sistem penilaian yang akan dilakukan selama satu semester. Rancangan
penilaian ini sifatnya terbuka sehingga peserta didik, guru yang lain dan kepala sekolah bisa
menganalisisnya. Adapun langkah-langkah penulisan rancangan yang berbasis kompetensi
adalah sebagai berikut:
a. Mencermati silabus dan sistem penilaian yang sudah ada.
b. Menyusun sistem penilaian yang berbasis kompetensi berdasarkan silabus dan sistem
penilaian yang telah disusun.
c. Menentukan bobot masing-masing jenis tagihan yang diserahkan kepada sekolah.
d. Menyusun rancangan penilaian yang berbasis kompetensi.
Selanjutnya rancangan penilaian ini diinformasikan kepada peserta didik pada awal
pertemuan (awal semester).Sehingga sistem penilaian yang dilakukan oleh seorang guru semakin
sempurna atau semakin memenuhi prinsip-prinsip penilaian.
2. Penyusunan Kisi-kisi
Kisi-kisi merupakan matrik yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisi-kisi
ini merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga siapapun yang menulis soal yang isi dan tingkat
kesulitannya relatif sama.
3. Menyusun Instrumen Psikomotor
Instrumen psikomotor terdiri dari 2 macam yaitu soal dan lembar yang digunakan untuk
mengamati dan menilai jawaban peserta didik terhadap soal tersebut.
a. Penyusunan soal, langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam menyusun
soal psikomotor adalah mencermati kisi-kisi instrumen psikomotor yang telah dibuat. Soal
yang harus di jabarkan dari indikator dengan memperhatikan materi pokok dan pengalaman
belajar. Namun adakalanya soal psikomotor untuk ujian blok yang biasanya sudah mencapai
tingkat psikomotor manipulasi mencakup beberapa indikator.
b. Penyusunan lembar observasi dan lembar penilaian, hal ini harus mengacu pada soal. Soal
atau lembar tugas atau perintah kerja inilah yang selanjutnya dijabarkan menjadi aspek-aspek
keterampilan. Untuk soal-soal dari contoh kisi-kisi di atas, cara menuliskan lembar penilaian
atau lembar observasinya adalah sebagai berikut:
1. Mencermati soal
2. Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan kunci
3. Mengidentifikasi aspek keterampilan pada tiap-tiap aspek keterampilan kunci
4. Menentukan jenis lembar untuk mengamati kemampuan peserta didik (lembar
observasi atau lembar penilaian)
5. Menuliskan aspek-aspek keterampilan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan ke
dalam tabel
6. Membaca berulang-ulang lembar penilaian atau lembar observasi untuk meyakinkan
bahwa instrumen yang ditulisnya sudah tepat (agar instrumen tersebut memiliki
validitas isi yang tinggi)
7. Meminta orang lain untuk membaca atau menelaah instrumen yang telah ditulis untuk
meyakinkan bahwa instrumen itu mudah dipahami oleh orang lain (agar instrumen
tersebut memiliki reabilitas yang tinggi)

C. Penyusunan Instrumen Penilaian Afektif


Menurut Andersen ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur aspek afektif,
yaitu metode observasi dan metode lapiran diri.Penggunaan metode observasi berdasarkan pada
asumsi bahwa karakteristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan,
reaksi psikologis atau keduanya.Sedangkan metode laporan diri berasumsi bahwa yang
mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri.Namun hal ini menuntut kejujuran
dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.
Lain halnya dengan Lwein (dalam Andersen, 1981) mengatakan bahwa perilaku
seseorang merupakan fungsi dari watak (kognitif, afektif dan psikomotor) dan karakteristik
lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan.Dengan demikian perbuatan atau tindakan
seseorang ditentukan oleh watak dirinya dan kondisi lingkungan.
Langkah-langkah dalam mengembangkan aspek afektif antara lain:
1. Menentukan spesifikasi instrumen, spesifikasi instrumen terdiri dari atas tujuan dan kisi-kisi
instrument. Ditinjau dari tujuan ada lima macam instrumen penilaian aspek afektif yaitu
instrument sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
a. Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik
terhadap mata ajar yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik
terhadap mata ajar.
b. Instrument sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu obyek,
misalnya mata ajar. Sikap peserta didik terhadap mata ajar bisa positif negatif. Hasil
pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi atau metode pembelajaran yang
tepat untuk peserta didik.
c. Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
Peserta didik melakukan evaluasi secara obyektif terhadap potensi yang ada dalam
dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang
karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan
program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Informasi ini diperoleh dari hasil
pengukuran.
d. Instrumen nilai dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan
individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang
negatif.
e. Instrument moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang
diperoleh melalui pengamatan akan perbuatan yang ditampilkan serta melalui laporan diri
dengan cara mengisi kuesioner. Informasi hasil pengamatan bersama dengan hasil
laporan diri menjadi informasi penting tentang moral seseorang.
Setelah tujuan penilaian aspek afektif di tetapkan, maka kegiatan berikutnya adalah
menyusun kisi-kisi (blueprint) instrument. Kisi-kisi intrument merupakan tabel matriks yang
bersisi spesifikasi instrument yang akan ditulis.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menentukan kisi-kisi adalah
menentukan definisi-definisi konseptual yang berasal dari teori-toeri yang diambil dari buku
referensi.Untuk selanjutnya mengembangkan definisi operasional berdasarkan kompetensi
dasar yaitu yang bisa diukur.Setiap definisi operasional ini dijabarkan menjadi beberapa
indikator.Setiap indikator ini menjadi pedoman dalam menulis instrument.Setiap indikator
dapat dijabarkan menjadi dua atau lebih instrument.
2. Menulis instrumen: Aspek efektif yang biasa dinilai adalah aspek sikap, minat, konsep diri,
nilai dan moral. Penilaian aspek afektif dapat dilakukan dengan menggunakan instrument
afektif.
3. Skala instrument, skala instrumen yang sering digunakan dalam proses penilaian adalah skala
likert, skala benda semantic dan skala thurstone.
Skala likert, langkah-langkahnya:
 Menentukan obyek sikap yang akan dikembangkan;
 Menyusun kisi-kisi intrumen;
 Adanya keseimbangan antara pernyataan positif dan pernyataan negatif;
 Menulis butir-butir pernyataan dengan prinsip-prinsip;
 Rumusan pernyataan singkat
 Menggunakan kalimat yang sederhana dan tidak banyak interpretasi
 Hindari pernyataan kata-kata semua, selalu, tidak pernah dan sejenisnya.
 Sistem penskoran yang digunakan untuk skor tertinggi diberi nilai 5 dan skor terendah di
beri nilai 1.
4. Sistem penskoran, dalam sistem penskoran ditentukan terlebih dahulu skala instrumen yang
digunakan. Untuk selanjutnya dilakukan analisis terhadap peserta didik dan tingkat
rombongan belajar dengan cara menentukan kumulatif dan sampingan baku skor. Setelah
dianalisis, ditafsirkan untuk mengetahui minat peserta didik dan minat rombongan belajar
terhadap suatu mata ajar. Hasil analisis dan penafsiran ditindak lanjuti oleh guru dengan cara
mengadakan perbaikan seperti perbaikan metode pembelajaran, media belajar, alat peraga
dan lain sebagainya.
5. Telaah instrumen, telaah instrumen dilakukan oleh teman sejawat. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui keterbacaan, substansi yang ditanyakan serta bahasa yang digunakan jangan
sampai bisa.
6. Merakit instrumen, setelah instrument ditelaah kemudian diperbaiki, untuk selanjutnya
instrumen dirakit dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) menentukan tata letak
instrumen, instrument disusun semenarik mungkin sehingga responden tertarik untuk
membaca dan mengisinya, (b) mengurutkan pertanyaan atau pernyataan instrument sesuai
dengan tingkah kemudahan dalam menjawabnya, (c) pedoman pengisian instrumen.
7. Uji coba instrumen, setelah dirakit, instrumen diujicobakan kepada responden sesuai dengan
tujuan penilaian itu sendiri. Responden yang dimaksud bisa peserta didik guru dan orang tua
wali peserta didik. Pada saat uji coba instrumen di lapangan perlu dicatat saran-saran dari
responden.
8. Analisis hasil uji coba, hasil uji coba dianalisis yang meliputi variasi jawaban dari setiap
butir pertanyaan atau pernyataan. Analisis uji coba diharapkan memberi informasi yang
berupa variasi jawaban, indeks beda dan indeks keandalan instrument (reliabilitas).
9. Perbaikan instrumen, perbaikan ini dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan atau pernyataan
yang tidak baik, berdasarkan analisis hasil uji coba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik,
namun hasil uji coba empirik tidak baik. Oleh karena itu instrumen harus di perbaiki.
10. Kegiatan pengukuran, kegiatan ini harus dilakukan dengan situasi dan kondisi yang
mendukung responden, sehingga instrumen kuesioner dapat diisi dengan baik dan benar
sesuai dengan pedoman pengisian instrumen.
11. Penafsiran hasil pengukuran, hal ini dilakukan dengan menggunakan distribusi normal
dengan menggunakan dua kategori, diantaranya sikap positif dan sikap negatif Untuk lebih
jelasnya lihat tabel berikut ini:
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penyusunan instrument penilaian kognitif. Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan
dengan tes tertulis. Bentuk tes kognitif diantaranya adalah tes atau pertanyaan lisan di kelas,
pilihan ganda, uraian obyektif, uraian non obyektif atau uraian bebas, jawaban atau isian
singkat, menjodohkan, portopolio dan performans,
2. Penyusunan instrument penilaian afektif. Hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (a)
pengamatan langsung (observasi) dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses
pembelajaran praktik berlangsung, (b) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan
memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap,
(c) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Penilaian ini dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik
melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik,
3. Penyusunan instrument penilaian psikomotorik. Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang
perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis
penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang
biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru
terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, Undang-UndangRI Nomor 20 Tahun 2003, Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi,
2003
Langgulung, Hasan. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: PT Alma’arif,
2002
Haryanti, Nik. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Bandung: Alfabeta, 2014
Buchori, M. Teknik-teknik Evaluasi dalam Pendidikan, Semarang: Jemars, 1983
Mulyasa, E. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013
Hariyati, Mimin. Model dan Teknik Peningkatan pada Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta:
Gaung Persada Press, 2007
Azwar, Saifudin. Test Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Pretasi Belajar,
Yogyaakrta: Liberty, 1987
Purwanto, Ngalim. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajran, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000

Anda mungkin juga menyukai