Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelayanan air bersih merupakan komponen pelayanan publik yang

sangat penting. Air merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dilepaskan

dari kehidupan manusia. Penyediaan air bersih menjadi perhatian khusus

setiap negara di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Pertumbuhan penduduk,

perkembangan pembangunan, dan meningkatnya standar kehidupan

menyebabkan kebutuhan akan air bersih terus meningkat. Hal ini

menjadikan kualitas layanan perusahaan penyedia dan pengelola air bersih

sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Kampung Babak Distrik Bamus Bama Kabupaten Tambrauw,

Kampung yang mengalami pemekaran sekitar 20 Tahun yang awalnya

merupakan salah satu dusun yang berada di Distrik Bamus Bama ini masih

mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat

Kampung Babak.

Hal ini disebabkan karena disamping kesadaran masyarakat akan

hidup sehat masih diragukan, sarana untuk berperilaku hidup bersih dan

sehat di masyarakat pun dirasa masih sangat terbatas. Era Otonomi Daerah

saat ini menuntut Pemerintah Daerah memberikan peningkatan pelayanan

kepada masyarakat di semua sektor pembangunan. Salah satu bentuk

pelayanan dasar yang menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah daerah
2

Kabupaten/Kota adalah penyediaan kebutuhan air minum yang sangat

berkaitan erat dengan kondisi kesehatan masyarakat.

Penyediaan air bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang

sangat penting dalam meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat,

yakni mempunyai peranan dalam menurunkan angka penderita penyakit,

khususnya berhubungan dengan air, dan berperan dalam meningkatkan

standar atau taraf/kualitas hidup masyarakat.

Sampai saat ini, penyediaan air bersih masyarakat di Indonesia

masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan

sampai saat ini belum dapat diatasi sepenuhnya. Salah satu masalah yang

masih dihadapi sampai saat ini yakni masih rendahnya tingkat pelayanan air

bersih untuk masyarakat.

Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi geografis Kampung yang

tanahnya berstruktur pegunungan, jarak sumber mata air yang mengairi

cukup jauh, serta sarana prasarana yang tidak memadai. Dalam kondisi ini

dibutuhkan peran pemerintah Desa dalam penyediaan air bersih bagi

masyarakat Kampung Babak.

Selain dipengaruhi oleh kondisi geografis dalam hal ini

pengelolaan dan pengadaan air bersih belum memiliki mekanisme yang

memadai, manajemen pengelolaan dan teknologi, yang masih konvensional.

Kondisi ini menjadikan pengelolaan air yang tidak profesional dan

menguragi kualitas layanan bagi warga sehingga sering friksi-friksi sosial.


3

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan diatas, maka

penulis tertarik mengambil penelitian dengan judul : Implementasi

Program Pembangunan Air Bersih di Kampung Babak Distrik Bamus

Bama Kabupaten Tambrauw.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Implementasi Program Pembangunan Air Bersih di

Kampung Babak Distrik Bamus Bama Kabupaten Tambrauw ?

2. Apa Saja Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam Implementasi

Program Pembangunan Air Bersih di Kampung Babak Distrik Bamus

Bama Kabupaten Tambrauw ?

3. Apa Upaya yang dilakukan dalam Implementasi Program Pembangunan

Air Bersih di Kampung Babak Distrik Bamus Bama Kabupaten

Tambrauw ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui Implementasi Program Pembangunan Air Bersih

di Kampung Babak Distrik Bamus Bama Kabupaten Tambrauw.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam

Implementasi Program Pembangunan Air Bersih di Kampung

Babak Distrik Bamus Bama Kabupaten Tambrauw.


4

c. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam Implementasi

Program Pembangunan Air Bersih di Kampung Babak Distrik

Bamus Bama Kabupaten Tambrauw.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Secara akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan penelitian lebih lanjut mengenai Implementasi

Program Pembangunan Air Bersih di Kampung Babak Distrik

Bamus Bama Kabupaten Tambrauw.

b. Bagi pengembangan ilmu, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi pemikiran dunia ilmu pengetahuan

khususnya dalam bidang Pemikrian konsentrasi Ilmu pemerintahan.

c. Bagi pemerintah, diharapkan dapat dijadikan acuan untuk lebih

memperhatikan Program Pembangunan Air Bersih di Kampung

Babak Distrik Bamus Bama Kabupaten Tambrauw.

1.4. Sistematika Penulisan

Untuk memperincia seluruh hasil tulisan kegiatan penelitian dan tata

atau informasi yang telah diperoleh dalam proposal ini, penulis

menguraikan atas beberapa BAB, SUB BAB dan topik-topik uraian,

sehingga terjadi uraian yang sistematis yang terdapat dalam tulisan ini.

Adapun sistematika penulis penilitian ini, adalah :


5

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan

dan Kegunaan Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan teoritis berisikan teori yang membahas tentang : Pengertian

Implementasi, Kebijakan Dana Desa, Program Pembangunan,

Kampung dan Kesejahteraan Masyarakat dan Kerangka Pikir.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menerangkan metode penelitian yang terdiri dari : Jenis

Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisa Data dan,

Populasi dan Sampel.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Implemetasi

Terdapat berbagai pendapat para ahli dan akademisi yang

mengemukakan tentang pengertian dari Implementasi. Hal ini perlu

dijelaskan agar pemahaman tentang implementasi dapat disinkronisasikan

dari konsep penelitian terhadap suatu kebijakan atau aturan perundang-

undangan yang menjadi fokus utama dalam penelitin ini. Karena

implementasi merupakan kegiatan yang penting dari keseluruhan proses

perencanaan kebijakan. Adapun pengertian implementasi tersebut dapat

dilihat dalam beberapa pendapat di bawah ini.

Menurut Mulyadi (2015 : 12), implementasi mengacu pada

tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu

keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan

tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-

perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya.

Implementasi pada hikitanya juga merupakan upaya pemahaman apa yang

seharusnya terjadi setelah program dilaksanakan.

Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan

keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni :

1. Tahapan pengesahan peraturan perundangan;

2. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;


7

3. Kesediaan kelompok sarana untuk menjalankan keputusan;

4. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki maupun tidak;

5. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;

6. Upaya perbaikan atas kebijakan atau perundang-undangan.

Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa

hal penting yakni :

1. Penyiapan sumber daya, unit dan metode;

2. Penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang diterima dan

dijalankan;

3. Penyediaan layanan, pembayaran dan hal lian secara rutin.

Implementasi menurut teori Jones (Mulyadi, 2015 : 45) : “Those

Activities directed toward putting a program into effect” (proses

mewujudkan program hingga memperlihatkan hasilnya), sedangkan

menurut Horn dan Meter. “Those actions by public and private individual

(or group) that are achievement or objectives set forth in prior policy”

(tindakan yang dilakukan pemerintah). Jadi Implementai adalah tindakan

yang dilakukan setelah suatu kebijakan ditetapkan. Implementasi

merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.

Selanjutnya menurut Lister (Taufik dan Isril, 2013:136), “sebagai

sebuah hasil, maka implementasi menyangkut tindakan seberapa jauh arah

yang telah diprogramkan itu benar-benar memuaskan”


8

Grindle (Mulyadi, 2015:47), “menyatakan implementasi

merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada

tingkat program tertentu”.

Sedangkan Horn (Tahir, 2014:55), “mengartikan implementasi

sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh baik

individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau

swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan yang telah digariskan

dalam kebijakan”.

Ekawati (Taufik dan Isril, 2013:136) menyatakan, “bahwa definisi

implementasi secara eksplisit mencakup tindakan oleh individu/kelompok

privat (swasta) dan publik yang langsung pada pencapaian serangkaian

tujuan terus menerus dalam keputusan kebijakan yang telah ditetapkan

sebelumnya”.

Kemudian Gordon (Mulyadi, 2015:24) menyatakan, “implementasi

berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada realisasi

program”.

Menurut Widodo (Syahida, 2014 : 10), “Implementasi berarti

menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat

menimbulan dampak/akibat terhadap sesuatu”.

Naditya dkk (2013:1088) menyatakan, “dasar dari implementasi

adalah mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah

ditetapkan dalam suatu keputusan”.


9

Sedangkan menurut Wahyu (Mulyadi, 2015:50), studi

implementasi merupakan studi untuk mengetahui proses implementasi,

tujuan utama proses implementasi itu sendiri untuk memberi umpan balik

pada pelaksanaan kebijakan dan juga untuk mengetahui apakah proses

pelaksanaan telah sesuai dengan rencana atau standar yang telah ditetapkan,

selanjutnya untuk mengetahui hambatan dan problem yang muncul dalam

proses implementasi.

Kemudian Gunn dan Hoogwood (Tahir, 2014:55), “mengemukakan

bahwa implementasi merupakan sesuatu yang sangat esensial dari suatu

teknik atau masalah manajerial”.

Menurut Meter and Horn (Taufik dan Isril, 2013:136) menekankan,

“bahwa tahap implementasi tidak dimulai pada saat tujuan dan sasaran

ditetapkan oleh keputusan kebijaksaan sebelumnya; tahap implementasi

baru terjadi setelah proses legislatif dilalui dan pengalokasin sumber daya

dan dan telah disepakati”.

Selanjutnya Pressman dan Wildavsky (Syahida, 2014:8-9)

mengemukakan bahwa : “Implementation as to carry out, acoumplish,

fulfill, produce, complete” maksudnya : membawa, menyelesaikan, mengisi,

menghasilkan, melengkapi. Jadi secara etimologis implementasi itu dapat

dimaksudkan sebagai suatu aktifitas yang bertalian dengan penyelesaian

suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) utuk memperoleh hasil”.

Pada dasarnya implementasi menurut Syaukani dkk (Pratama,

2015:229), “merupakan salah satu tahap dalam proses kebijaksanaan publik


10

dalam sebuah negara. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah

kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas, termasuk tujuan jangka

pendek, menengah dan panjang”.

Sedangkan William (Taufik dan Isril, 2013:136), “dengan lebih

ringkas menyebutkan dalam bentuk lebih umum, penelitian, dalam

implementasi menetapkan apakah organisasi dapat membawa bersama

jumlah orang dan material dalam unit organisasi secara kohesif dan material

dalam unit organisasi secara kohesuf dan mendorong mereka mencari cara

untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.

Menurut Mazmanian dan Sebatier (Waluyo, 2007 : 49),

menyebutkan bahwa implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan

dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula terbentuk

perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau

badan peradilan lainnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah

uang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin

dicapai dengan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses

implementasinya.

Kemudian menurut Webster Dictionary (Syahida, 2014:8)

mengenai pengertian implementasi menyatakan bahwa : “Implementasi

yang merupakan terjemahan dari kata “implementation”, berasal dari kata

kerja “to implement”, kata to implement berasal dari bahasa latin

“implementatum” dari asal kata “impere” dimaksudkan “to fill up”, “to fill

in”, yaitu mengisi penuh, melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to


11

fill”, yaitu megisi, selanjutnya kata “to implement” dimaksudkan sebagai :

“(1) to carry into effect, to fulfill, accoumplish. (2) to provide with the

means for carryng out into effect or fulfill to gift pratical effect to. (3) tp

provide or equip with implement. Pertama, to implement dimaksudkan

“membawa ke suatu hasil (akibat), melengkapi dan menyelesaikan”. Kedua,

to implement dimaksudkan “ menyediakan sarana (alat) untuk

melaksanakan sesuatu, memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap

sesuatu”. Ketiga , to implement dimaksudkan menyediakan atau melengkapi

dengan alat.

Salusu (Tahir, 2014 : 55 – 56) menyatakan “implementasi sebagai

operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai suatu sasaran tertentu

dan menyentuh seluruh jajaran manajemen mulai dari manajemen puncak

sampai pada karyawan terbawah”.

Selanjutnya Kapioru (2014:105) menyebutkan, ada empat faktor

yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu :

1. Kondisi lingkungan (enviromental conditions).

2. Hubungan antar organisasi (inter-organizational relationship).

3. Sumber daya (resources)

4. Karakter institusi implementor (character implementig agencies).

Dan menurut Purwanto (Syahida, 2014:13), beberapa faktor yang

menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses implementasi yaitu :

1. Kualitas kebijakan itu sendiri.

2. Kecukupan input kebijakan (terutama anggaran).


12

3. Ketepatan instrumen yang dipakai untuk mencapai tujuan kebijakan

(pelayanan, subsidi, hibah, dan lainnya).

4. Kapasitas implementor (struktur organisasi, dukungan SDM,

koordinasi, pengawasan, dan sebagainya).

5. Karakteristik dan dukungan kelompok sasaran (apakah kelompok

sasaran adalah individu atau kelompok, laki-laki atau perempuan,

terdirik atau tidak).

6. Kondisi lingkungan geografi, sosial, ekonomi, dan politik dimana

implementasi tersebut dilakukan.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas tersebut dapat diketahui

bahwa pengertian implementasi merupakan suatu proses yang berkaitan

dengan kebijakan dan program-program yang akan diterapkan oleh suatu

organisasi atau institusi, khususnya yang berkaitan dengan intitusi negara

dan menyertakan sarana dan prasarana untuk mendukung prgram-program

yang akan dijalankan tersebut.

2.2. Kebijakan Dana Desa

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2016 tentang desa,

desa diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kewenangannya

sesuai dengan kebutuhan. Hal itu berarti dana desa akan digunakan untuk

mendanai keseluruhan kewenangan desa sesuai dengan kebutuhan dan

prioritas dana desa tersebut. Dana desa merupakan dana yang bersumber

dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi desa

yang di transfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah


13

kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan

pemberdayaan masyarakat. Pemerintah menganggarkan dana desa secara

nasional dalam APBN setiap tahunnya yang bersumber dari belanja

pemerintah dengan mengefektifkan proram yang berbasis desa secara

merata dan berkeadilan.

Dalam peraturan Menteri juga telah diatur bahwa dana desa

diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala

lokal desa bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

Prioritas penggunaan dana desa didasarkan pada prinsip-prinsip : pertama,

keadilan dengan mengutamakan hak atau kepentingan seluruh warga desa

tanpa membeda-bedakan, kedua, kebutuhan prioritas, dengan mendahulukan

kepentingan desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan berhubungan

langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat desa.

Dalam rangka mewujudkan pengelolaan dana desa yang tertib,

transparan akuntabel dan berkualitas, Pemerintah dan kabupaten/kota diberi

kewenangan untuk dapat memberikan sanksi berupa penundaan penyaluran

dana desa dalam hal laporan penggunaan dana desa yang terlambat/tidak

disampaikan. Disamping itu, pemerintah dan kabupaten/kota juga dapat

memberikan sanksi berupa pengurangan dana desa, apabila penggunaan

dana tersebut tidak sesuai dengan prioritas penggunaan dana desa, pedoman

umum, pedoman teknis kegiatan atau terjadi penyimpanan uang dalam

bentuk deposito lebih dari 2 (dua) bulan. Alokasi anggaran untuk dana desa
14

ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Adapun tujuan dari dana desa

berlandasan hukum UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa yaitu :

1. Meningkatkan pelayanan publik di desa;

2. Mengentaskan kemiskinan;

3. Memajukan perekonomian desa;

4. Mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa;

5. Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.

Pengalokasian dari dana desa diataranya :

a. Dana desa setiap kabupaten/kota dialokasi berdasarkan perkalian

antara jumlah desa disetiap kabupaten/kota dan rata-rata dana desa

setiap provinsi;

b. Rata-rata Dana Desasetiap provinsi dialokasikan berdasarkan

jumlah desa dalam provinsi yang bersangkutan serta jumlah

penduduk kabupaten/kota, luas wilayah, angka kemiskinan, dann

tingkat kesulitan geografis kabupaten/kota;

c. Jumlah penduduk, luas wilayah, dan angka kemiskinan dihitung

dengan bobot : 30% untuk jumlah penduduk, 20% untuk luas

wilayah, 50% untuk angka kemiskinan. Tata cara pembagian dan

penetapan besaran Dana Desa setiap desa.

Tata cara pembagian dan penetapan besaran Dana Desa setiap desa

ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota yang disampaikan kepada

menteri dengan tembusan gubernur.


15

Dalam penetapan prioritas pembangunan dana desa perlu

diperhatikan prinsip-prinsip penggunaan dana desa, diantaranya :

1. Keadilan, yaitu : mengutamakan hak dan kepentingan seluruh warga

desa tanpa membeda-bedakan;

2. Kebutuhan prioritas, yaitu : mendahulukan kepentingan desa yang lebih

mendesak,lebih dibutuhkan, dan berhubungan langsung dengan

kepentingan sebagian besar masyarakat desa;

3. Kewenangan desa, yaitu : mengutamakan kewenangan hak asal usul

dan kewenangan lokal berskala desa;

4. Partisipatif, yaitu : mengutamakan prakarsa dan kreativitas masyarakat;

5. Swakelola dan berbasis sumber daya desa, yaitu : pelaksanaan secara

mandiri dengan pendayagunaan sumber daya alam desa, mengutamakan

tenaga, pikiran, dan ketrampilan warga desa dan kearifan lokal;

6. Tipologi desa, yaitu : mempertimbangkan keadaan dan kenyataan

karakteristik, geografis, sosiologis, antropologis ekonomi, dan ekologi

desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan dan kemajuan

desa.

2.3. Program Pembangunan

Pembangunan desa dimaknai sebagai proses untuk meningkatkan

kapabilitas penduduk dalam mengelola dan memanfaatkan potensi yang

terdapat di desa. Paradigma pembangunan yang mengedepankan

pembangunan manusia didasarkan pada ruang dimensi sosial (indeks


16

ketahanan sosial-IKS), dimensi ekonomi (indeks ketahanan ekonomiIKE),

dan dimensi ekologi (Indeks ketahanan Lingkungan-IKL). Indeks.

Ketahanan sosial terdiri dari dimensi : modal sosial, kesehatan,

pendidikan, dan pemukiman. Indeks ketahanan ekonomi terdiri dari dimensi

ekonomi. Sedangkan indeks ketahanan lingkungan terdiri dari dimensi

ekologi. Sedangkan menurut pendapat Sumarja, menyebutkan bahwa

pembangunan masyarakat desa (community development) adalah usaha

pembangunannya hanya diarahkan pada kualitas manusianya, sedangkan

pembangunan desa (rural development) mengusahakan pembangunan

masyarakat yang dibarengi lingkungan hidupnya. 10 Formasi program

pembangunan meliputi tiga unsur utama, yaitu : pertama, arah kebijakan,

kedua, deskripsi dan spesifikasi dari tujuan pembangunan, dan ketiga,

sasaran dan target yang akan dicapai dari pelaksanaan program tersebut.

Perumusan program pembangunan tersebut dilakukan untuk semua

bidang pembangunan yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan

visi dan misi yang telah ditetapkan dalam rencana. Selanjutnya, untuk

mewujudkan perumusan program dan kegiatan secara terukur, maka matrik

program dan kegiatan dilengkapi pula dengan indikator dan target kinerja

yang harus dicapai melalui pelaksanaan program tersebut. Secara rinci

Djiwadono menyebutkan bahwa tujuan pembangunan desa meliputi :

a. Tujuan ekonomi meningkatkan produktivitas di daerah pedesaan dalam

rangka mengurangi kemiskinan di daerah pedesaan;


17

b. Tujuan sosial diarahkan kepada pemerataan kesejahteraan penduduk

desa;

c. Tujuan kultural dalam arti meningkatkan kualitas hidup pada umumnya

dari masyarakat pedesaan;

d. Tujuan kebijakan menumbuhkan dan mengembangkan partisipasi

masyarakat desa secara maksimal dalam menunjang usaha-usaha

pembangunan serta dalam memanfaatkan dan mengembangkan hasil-

hasil pembangunan.

Pembangunan desa dan pembangunan masyarakat desa sebagai

usaha pemerintah dan masyarakat yang meliputi seluruh aspek kehidupan

dan penghidupan. Karena hakikatnya didalam pembangunan desa sudah

tercakup didalamnya pembangunan masyarakat desa. Pada dasarnya

pembangunan pedesaan bertujuan dan dirahkan untuk mewujudkan

masyarakat adil dan makmur baik material dan spritual berdasarkan

pancasila didalam wadah Negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu

dan berdaulan dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram dan

dinamis. Pembangunan masyarakat pedesaan untuk menciptakan kehidupan

yang demokratis, baik dalam kegiatan dan aktivitas ekonomi, sosial dan

budaya politik ternyata haruslah berbasis pada beberapa prinsip dasar latar

belakang sejarah, hukum, dan kemajemukan etnis, sosial, budaya, dan

demokrasi, otonomi, partisipasi dan kontrol bagi warga masyarakat.


18

2.4. Kebijakan Dana Desa

1. Pengertian Desa

Desa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, desa (kata benda)

adalah kesatuan wilayah dihuni oleh sejumlah keluarga yang

mempunyai sistem pemerintah sendiri (dikepalai oleh seorang Kepala

Desa) atau kelompok rumah diluar kota yang merupakan kesatuan. 1

desa atau perdesaan berasal dari bahasa Sansekerta secara denotatif desa

berarti organisasi yang mandiri atau suatu kawasan pemukiman yang

mengatur dirinya sendiri, sedangkan secara konotatif mengandung arti

sebagai wilayah jajahan, dalam arti keberadaan desa tidak terlepas dari

organisasi yang lebih tinggi yakni negara, baik pada bentuk negara

modern maupun kerjaan.

Desa merupakan hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok

manusia dan lingkungannya, perwujudan atau kenampakan geografis

yang ditimbulkan oleh faktor-faktor alamiah maupun sosial seperti

fisiografis, sosial ekonomi, politik dan budaya yang saling berinteraksi

antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah –

daerah lain 3 dalam Permendagri nomor 113 tahun 2014 dijelaskan desa

merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah

yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prakarsa masyarakat, hak

asal usul, dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


19

Desa memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial, keamanan,

dan memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama serta memiliki

kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan

rumah tangga sendiri. Sehingga, dalam UU No. 6 tentang Desa,

pendekatan pembangunan dilakukan melalui dua konsep yaitu desa

membangun dan membangun desa. Fokus pembangunan dalam desa

membangun bertujuan untuk peningkatan kualitas pelayanan

pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan

partisipatif perencanaan pembangunan Kabupaten dan Kota menjadi

acuan dalam desa membangun.

2. Pemerintah Desa

Dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 1999, desa sebagai

suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal-usul

dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan

nasional dan berada di daerah Kabupaten. Pengertian ini mengandung

maka dan konsekuensi logis dalam penataan sistem pemerintahan dan

birokrasi. Dalam batang tubuh Undang-Undang nomor 22 tahun 1999,

desa tidak dinyatakan secara eksplisit memiliki otonomi, tetapi

disebutkan memiliki otonomi aslu berada dalam bagian penjelasan. Hal

ini menyangkut keberadaan pemerintah desa yang memposisikan

pemerintah desa dan Badan Perwakilan Desa sebagai pemegang


20

pemerintahan “birokrasi desa”. Kemungkinan lembaga lain yang telah

lama diakui oleh masyarakat sulit untuk memegang peranan ini.

Pemerintah desa merupakan sub sistem, dalam sistem

pemerintahan nasional. Keberadaan pasal yang mengatur pembentukan

pemerintahan desa dan Perangkat Desa, yang akan menghasilkan Kepala

Desa sebagai pemimpin Pemerintah Desa dan BPD yang akan

membatasi peran pemimpin desa atau lembaga perwakilan lain yang

bersifat asli yang ada didesa yang bersangkutan. Susunan pemerintahan

desa terdiri dari Pemerintahan Desa (Pemdes) dan di Badan Perwakilan

Desa (BPD). Pemdes dipimpin oleh Kepala Desa dan dibantu perankat

desa yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Desa. BPD

adalah badan perwakilan yang terdiri dari atas pemuka masyarakat yang

ada di desa dan berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan

desa (Perdes), menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta

melakukan pengawasan terhadap penyelenggara pemerintahan desa.

2.5. Kesejahteraan Masyarakat

Dalam istilah umum, sejahtera yaitu suatu keadaan yang menunjuk

ke kondisi yang baik, kondisi manusia dimana orang-orangnya dalam

keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. Sedangkan di dalam

kamus bahasa indonesia sejahtera di artikan dengan aman sentosa, makmur,

dan selamat atau terlepas dari segala gangguan. Menurut Undang-Undang

Nomr 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga Sejahtera di sebutkan bahwa, keluarga sejahtera


21

adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu

memenuhi kebutuhan hidup spritual maupun materiil yang layak, bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang baik, sepemikiran,

selaras, dan seimmbang antara anggota keluarga dengan masyarakat dan

lingkungan. Untuk mendefinisikan kesejahteraan rumusan multidimensi

harus digunakan, dan dimensi-dimensi tersebut meliputi standar hidup

material (pendapatan, konsumsi, kekayaan), kesehatan, pendidikan.

Pengertian kesejahteraan sosial merupakan sistem suatu bangsa

tentang manfaat dan jasa untuk membantu masyarakat guna memperoleh

kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan yang penting bagi

kelangsungan masyarakat tersebut. Seseorang yang mempunyai kekurangan

kemampuan mungkin memiliki kesejahteraan yang rendah, kurangnya

kemampuan dapat berarti kurang mampu untuk mencapai fungsi tertentu

sehingga kurang sejahtera. Terdapat beragam pengertian mengenai

kesejahteraan, karena lebih bersifat subjektif dimana setiap orang dengan

pedoman, tujuan dan cara hidupnya yang berbeda-beda akan memberikan

nilai-nilai yang berbeda pula tentang kesejahteraan dan faktor-faktor yang

menentukan tingkat kesejahteraan.

Kesejahteraan masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dalam paradigma pembangunan ekonomi, pembangunan ekonomi dikatakan

berhasil jika tingkat kesejahteraan masyarakat semakin baik. Kesenjangan

dan ketimpangan dalam kehidupan masyarakat di akibatkan oleh

keberhasilan pembangunan ekonomi yang tanpa disertai peningkatan


22

kesejahteraan masyarakat. Menurut Badrudin (2012) Kesejahteraan

masyarakat yaitu suatu kondisi yang menunjukkan tentang keadaan

kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari standar kehidupan

masyarakat.

Kesejahteraan masyarakat yaitu suatu keadaan terpenuhinya

kebutuhan dasar yang terlihat dari rumah yang layak, tercukupinya

kebutuhan akan sandang (pakaian) dan pangan (makanan), pendidikan, dan

kesehatan, atau keadaan dimana seseorang mampu memaksimalkan

utilitasnya pada tingkat batas anggaran tertentu dan kondisi dimana

tercukupinya kebutuhan jasmani dan rohani.

Menurut Undang-Undang no. 11 Tahun 2009, kesejahteraan sosial

yaitu kondisi yang menunjukkan terpenuhinya kebutuhan material, spritual

dan sosial warga negara agar dapat hidup layak serta mampu

menggembangkan diri.

Untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu masyarakat atau

kesejateraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator yang dapat

dijadikan ukuran, yaitu tingkat pendapatan keluarga, komposisi pengeluaran

rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk konsumsi pangan

dan non-pangan, tingkat pendidikan keluarganya, dan tingkat kesehatan

keluarga.
23

2.6. Kerangka Pikir


24

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode penelitian kualitatif lebih suka menggunakan teknik analisis

mendalam (in-depeth analysis), yaitu mengkaji masalah secara kasus per

kasus karena metode penelitian kualitatif yakni bahwa sifat suatu masalah

yang satu akan berbeda dengan sifat masalah yang lain.

Tujuan penelitian bukanlah suatu gereralisasi, melainkan

pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah atau penjelasan inti

permasalahan sehingga secara sistematis dan logis topik masalah ini dapat

dimengerti berdasarkan keterangan yang diberikan oleh peneliti.

3.2. Teknik Pengambilan Data

Umumnya teknik pengumpulan data dalam penelitian ialah suatu cara

yang diimplementasikan dalam suatu tindakan penelitian untuk memperoleh

informasi dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan

penelitian penelitian. Menurut Opiter Mahmud Marzuki (2009 : 19) dalam

bukunya yang berjudul “Metode Penelitian”, dijelaskan bahwa teknik

pengumpulan data dalam penelitian adalah “Cara atau metode yang

digunakan oleh peneliti untuk dapat membandingkan antara harapan yang

tertuang dalam sebuah ketentuan dengan kenyataan yang terjadi”.


25

Berdasarkan uraian dan pendapat teoritis ini, maka teknik pengumpulan data

yang meneliti lakukan dalam penelitian ini menggunakan Kualitatif.

1. Observasi

Menurut Huseini Umar (2009 : 25) dikutip dalam buku yang

berjudul “Metode Penelitian”, menerangkan bahwa observasi adalah

“Pengantaran dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala yang di

teliti”. Dari pendapat ini diketahui bahwa pengumpulan data melalui

observasi merupakan suatu proses pengadaan data untuk keperluan

penelitian dan merupakan langkah penting dalam melakukan penelitian,

yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas hal-hal yang akan diteliti

pada lokasi penelitian.

Adapun fase observasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu

peneliti mendatangi lokasi penelitian kemudian melakukan pengamatan

secara langsung dan seksama terhadap obyek penelitian guna mengetahi

Implementasi Program Pembangunan Air Bersih di Kampung Babak

Distrik Bamus Bama Kabupaten Tambrauw.

2. Wawancara

Menurut Moh. Nasir (2009 : 25) dikutip dalam buku yang

berjudul “Metode Penelitian”, menjelaskan bahwa wawancara adalah

“Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara

tanya jawab sambil bertatap muka antara si responden dengan

menggunakan Interview guide (panduan wawancara)”. Dari pendapat

tersebut diketahui bahwa wawancara merupakan teknik pengumpulan


26

data dimana peneliti melakukan tanya jawab secara langsung pada

responden yang dijadikan sampel dalam penelitian.

Untuk mengumpulkan data secara akuran sehingga Proposal

Skripsi yang diterkodifikasi nantinya dapat dipertanggung jawabkan

kebenarannya secara ilmiah. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan

tanya jawab (interview) atau wawancara pada sejumlah narasumber yang

berkompeten dan mengatahui secara eksplisit tentan Implementasi

Program Pembangunan Air Bersih di Kampung Babak Distrik Bamus

Bama Kabupaten Tambrauw saat ini, dan hal-hal lainnya yang memiliki

hubungan dengan judul Proposal ini.

3. Dokumentasi

Adapun dokumentasi yang peneliti lakukan yaitu Peneliti

mengambil dokumentasi pada saat melakukan penelitian tentang

Implementasi Program Pembangunan Air Bersih di Kampung Babak

Distrik Bamus Bama Kabupaten Tambrauw dan dokumentasi peneliti

ketika melakukan wawancara dengan narasumber penelitian.

3.3. Teknik Analisa Data

Menurut Hadi Sutrisno (2009 : 39) dalam bukunya yang berjudul

“Metodelogi Penelitian Kualitatif”, dijelaskan bahwa teknik analisa data

adalah “Kegiatan untum memaparkan data secara kualitatif ataupun

kuantitatif, sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran atau ketidakbenaran

dari suatu penelitian”. Berdasarkan pendapat teokritik ini, maka dapat


27

dipahami bahwa teknik analisa data yakni suatu tindakan untuk menganalisis

data dan menguraikannya secara tertulis dalam hasil penelitian sehingga dapat

diberikan gambaran yang tepat mengenai hal-hal yang sebenarnya terjadi.

Adapun penelitian ini menggunakan teknik analisa Data dengan

mengelola Data hasil penelitian dan analisis secara kualitatif yaitu

menganalisa data berdasarkan kualitasnya lalu dideskripsikan dengan

menggunakan kata-kata sehingga diperoleh bahasa atau paparan dalam

bentuk kalimat yang sistematis dan dapat dimengerti, kemudian ditarik

kesimpulan.

3.4. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2017:80), definisi populasi adalah sebagai

berikut : “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya”. Dalam penelitian ini menjadi populasi adalah seluruh

masyarakat di Kampung Babak Distrik Bamus Bama Kabupaten

Tambrauw.

2. Sampel

Menurut Husein Umar (2009 : 65) mengatakan untuk menentukan

beberapa minimal sampel yang dibutuhkan jika ukuran populasi

diketahui. Dalam penelitian sampel di ambil secara purposive sampling

lebih ke 2 orang aparatur desa, 1 orang tokoh agama, 1 tokoh pemuda, 1


28

tokoh adat, 1 orang akademisi, dan 5 orang masyarakat. Jadi jumlah

sampel yang akan peneliti wawancara adalah 11 orang guna

mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian.


29

DAFTAR PUSTAKA

A Saibani, Pedoman Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, (Jakarta :


Media Pustaka, 2014), hal. 4

Andrian Puspawijaya, Julia Dwi Naritha S, Pengelolaan Keuangan Desa., hal. 41


Januari 2021.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.wb.id/desa.diakses pada tanggal 30


Januari 2021

Numan, Strategi Pembangunan Daerah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015),


hal. 233-

Sri Muliyani Indrawati, Buku Pintar Dana Desa, (Jakarta : Kemenkeu, 2017), hal.
14

Sri Muliyani Indrawati, Buku Saku Dana Desa, (Jakarta : Kemenkeu, 2017), hal.
17

Sidik Permana, Antropologi Perdesaan Dan Pembangunan Berkelanjutan.


(Yogyakarta : Depublis, 2016), hal. 2

Sjafrizal, Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi, (Jakarta :


Rajawali Pers, 2016), hal. 342

Undang-undang

Undang-undang No 11 Tahun 2009, kesejahteraan sosial

Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014, hal. 2


30

Anda mungkin juga menyukai