Anda di halaman 1dari 41

Halaman judul

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK (OHB)


PADA PASIEN TN. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS HERNIA NUKLEUS
PULPOSUS (HNP) DI LAKESLA TERAPI KE 6
Drs. Med. R. RIJADI S., Phys SURABAYA
TANGGAL 24-28 APRIL 2017

Disusun Oleh:
Kelompok 9-A

1. Kumala Sari Makatita 131623143060


2. Nur Heppy Fauzia 131623143061
3. Sunardi 131623143074

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan terapi oksigen hiperbarik pada pasien TN. S


dengan diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi
S., Phys Surabaya yang telah dilaksanakan mulai tanggal 24 sampai dengan 28
April 2017 dalam rangka pelaksanaan Profesi Keperawatan Medikal Bedah di
Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut (LAKESLA).
Telah disetujui untuk dilaksanakan Seminar Kasus di Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI Angkatan Laut (LAKESLA) pada hari Kamis, 27 April 2017.

Disahkan tanggal, 27 April 2017

Menyetujui

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep. Taukhid, S.Pd.


NIP. 198711022015042003 Serka Rum NRP.69686

Mengetahui
Kepala Ruangan

Maedi, S.Kep.
Mayor Laut (K) NRP.14608/P
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan “Asuhan Keperawatan
Terapi Oksigen hiperbarik pada Pasien Tn. S dengan Diagnosa Medis (00263)
Hernia Nukleus Pulposus di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi S., Phys Surabaya” dengan
baik. Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs, (Hons), selaku dekan yang senantiasa memacu,
dan memotivasi mahasiswa untuk berprestasi semaksimal mungkin;
2. Kolonel Laut (K) dr. Arie Zakaria, Sp. OT, selaku Kalakesla yang telah
memberikan kesempatan sehingga kami dapat melaksanakan tugas belajar
profesi ners;
3. Letkol Laut (K) drg. Agung Wijayadi, Sp. Ort, selaku Kabag Diklitbang yang
telah memberikan kesempatan sehingga kami dapat melaksanakan tugas belajar
profesi ners;
4. Mayor Laut (K), Maedi, S.Kep., selaku kepala ruangan dan pembimbing yang
senantiasa memacu, membimbing dan memotivasi mahasiswa dalam
penyelesaian makalah ini;
5. Taukhid, S.Pd. selaku pembimbing ruangan atau klinik yang selalu memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyelesaian makalah ini;
6. Chandra Panji Asmoro, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing akademik yang
memberikan bimbingan dan masukan sehingga makalah ini dapat dijadikan
acuan baru dalam penulisan makalah selanjutnya khusunya dalam terapi
oksigen hiperbarik; serta
7. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam penyelesaian tugas ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun berharap kritik dan saran yang dapat
membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya akan menjadi lebih baik
lagi.
Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
secara pribadi dan bagi yang membutuhkannya.

Surabaya, 25 April 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman judul ........................................................................................................ i


Lembar Pengesahan .............................................................................................. ii
Kata Pengantar .................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 5


1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 5
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 6
1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 6
1.4. Manfaat Penulisan .................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 8


2.1 Konsep Dasar HNP .................................................................................. 8
2.1.1 Definisi .............................................................................................. 8
2.1.2 Etiologi .............................................................................................. 8
2.1.3 Tanda dan Gejala............................................................................. 10
2.1.4 Klasifikasi ....................................................................................... 10
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 11
2.1.6 Penatalaksanaan .............................................................................. 13
2.2 Konsep Dasar Terapi Oksigen Hiperbarik ............................................. 14
2.3 Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik Terhadap Penyakit HNP ............. 21
2.4 WOC HNP (terlampir) ........................................................................... 22
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Hiperbarik Oksigen ................................ 22

BAB 3 TINJAUAN KASUS................................................................................ 27


3.1 Pengkajian ........................................................................................... 27
3.2 Analisis Data ....................................................................................... 30
3.3 Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 31
3.1 Intervensi Keperawatan ...................................................................... 31
3.2 Implementasi Keperawatan................................................................. 34
3.3 Evaluasi Keperawatan......................................................................... 35

BAB 4 PENUTUP................................................................................................ 38
Daftar Pustaka
Lampiran WOC
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nyeri pungung bawah merupakan suatu keluhan yang dapat mengganggu aktivitas sehari-
hari bagi penderitanya. Salah satu penyebab terjadinya nyeri pinggang bagian bawah adalah hernia
nucleus pulsosus (HNP), yang sebagian besar kasusnya terjadi pada segmen lumbal. Nyeri
punggung bawah merupakan salah satu penyakit yang sering di jumpai masyarakat.
Nyeri penggung bawah dapat mengenai siapa saja, tanpa mengenal jenis umur dan jenis
kelamin. 60-80 % dari seluruh penduduk dunia pernah mengalami paling tidak satu episode nyeri
punggung bawah selama hidupnya. Kelompok studi nyeri (pokdi nyeri) PORDOSSI (Persatuan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia) melakukan penelitian pada bulan mei 2002 di 14 rumah sakit
pendidikan, dengan hasil menunjukan bahwa kejadian nyeri punggung bawah meliputi 18,37 % di
seluruh kasus nyeri ditangani.
Aktifitas yang bisa memicu timbulnya keluhan pada punggung bawah misalnya saat
mengangkat benda yang berat dengan posisi yang salah atau membungkuk. Jika berlangsung pada
waktu yang lama dan berulang akan menimbulkan keluhan nyeri yang dapat bersifat local maupun
radikuker atau keduanya. Hal ini dapat disebabkan oleh struktur anatomi dari lumbal, dimana
korpus dari vertebra yang besar, diskus vertebra yang besar. Pada vertebra lumbalis, Facet pada
bidang sagital, sehingga gerakan yang terjadi pada lumbal adalah fleksi dan ekstensi sehingga
beban pada facet berat.
Semua struktur yang terdapat dibagian belakang bawah tubuh merupakan struktur yang peka
terhadap rangsangan nyeri ,sehingga gangguan gerak atau pun iritasi pada struktur ini dapat
menimbulkan gejala nyeri pinggung bawah salah satu diantaranya karna mekanisme gerak hernia
nucleus pulposus (HNP). Pria dan wanita memiliki risiko yang sama dalam mengalami HNP,
dengan umur paling sering antara usia 30 dan 50 tahun. HNP merupakan penyebab paling umum
kecacatan akibat kerja pada mereka yang berusia di bawah 45 tahun.
HNP sering terjadi pada daerah Lumbal4-Lumbal 5 dan Lumbal 5- Sacrum 1 dimana
kelainan ini lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan
mengangkat beban.Insiden Hernia Lumbo Sakral lebih dari 90% dan Hernia cervical 5-10%.
Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi dimana penderita berada dalam suatu ruangan udara
bertekanan tinggi (RUBT) dan bernafas dengan oksigen murni (100%) melalui masker pada
tekanan udara lebih besar daripada 1 ATA (Atmosfer Absolut) setara dengan 760 mmHg (Lakesla,
2009).
Penggunaan oksigen dengan tekanan udara tinggi diharapkan dapat meningkatkan hantaran
oksigen ke jaringan saraf yang iskemik (kurang oksigen) dan mempercepat penyembuhan jaringan
saraf yang terluka. Setelah melakukan praktik lapangan secara langsung, penderita HNP yang
melakukan terapi oksigen hiperbarik ini telah banyak mendapatkan hasil yang cukup signifikan
yaitu keluhan nyeri berkurang. Hal ini yang menjadi alasan banyaknya kunjungan pasien HNP di
LAKESLA Surabaya.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan hiperbarik oksigen pada pasien Tn. S dengan diagnosa
medis Hernia Nukleus Pulposus di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi Sastropanoelar, Phys Surabaya?

1.3. Tujuan Penulisan

a. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus yang menjalani terapi oksigen
hiperbarik di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi., Phys Surabaya.
b. Tujuan khusus
1) Mahasiswa mampu memahami konsep dasar Hernia Nukleus Pulposus
2) Mahasiswa mampu memahami konsep dasar terapi hiperbarik
3) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan hiperbarik pada
pasien dengan diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus di Lakesla Drs. Med.
R. Rijadi., Phys Surabaya
4) Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan hiperbarik pada pasien
dengan diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus di Lakesla Drs. Med. R.
Rijadi., Phys Surabaya.
5) Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan hiperbarik pada pasien
dengan diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus di Lakesla Drs. Med. R.
Rijadi., Phys Surabaya.
6) Mahasiswa mampu menyusun implementasi keperawatan hiperbarik pada
pasien dengan diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus di Lakesla Drs. Med.
R. Rijadi., Phys Surabaya.
7) Mahasiswa mampu menyusun evaluasi keperawatan hiperbarik pada pasien
dengan diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus di Lakesla Drs. Med. R.
Rijadi., Phys Surabaya.

1.4. Manfaat Penulisan

a. Manfaat teoritis
Asuhan keperawatan hiperbarik pada pasien dengan diagnosa medis Hernia
Nukleus Pulposus ini, dapat menjadi referensi bagi penulis selanjutnya maupun
pembaca yang akan membuat karya ilmiah.
b. Manfaat praktis
1) Hasil penulisan makalah seminar ini dapat menjadi masukan bagi pelayanan
kesehatan khususnya pada pelayanan kesehatan yang dilengkapi dengan terapi
oksigen hiperbarik, agar dapat menerapkan asuhan keperawatan hiperbarik pada
pasien dengan Hernia Nukleus Pulposus secara tepat.
2) Hasil penulisan makalah seminar ini dapat dijadikan sebagai bekal untuk
mempelajari keperawatan medikal bedah khususnya pada sistem neurologi yang
berhubungan dengan terapi oksigen hiperbarik (OHB) sehingga dapat
memperdalam wawasan perawat sebagai tenaga medis yang selalu berpikir kritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar HNP
2.1.1 Definisi
Hernia nukleus pulposus adalah suatu kondisi dimana menonjolnya sebagian
atau seluruh bagian dari sentral nukleus pulposus kedalam kanalis vertebralis akibat
degenerasi dari anulus fibrosus korpus intervertebralis, yang menyebabkan sakit
punggung dan kaki akibat iritasi akar saraf tersebut. Nama lainnya yaitu: Lumbar
radiculopathy, radiculopathy cervical, herniated intervertebral disk, intervertebral
prolapsed disk, slipped disk, kerusakan saraf (Kamel 2012).

gambar 2.1 Ligamen yang terdapat pada vertebrae

2.1.2 Etiologi
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :

a. Degenerasi diskus intervertebralis


b. Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
c. Trauma berat atau terjatuh
d. Mengangkat atau menarik benda berat
HNP terjadi akibat aliran darah ke diskus berkurang, beban berat, dan
ligamentum longitudinalis posterior menyempit. Jika beban pada diskus bertambah,
annulus fibrosus tidak lagi kuat untuk menahan nukleus pulposus dari keluar ke
kanalis vertebralis yang akhirnya menekan radiks sehingga timbul rasa nyeri. Ada
dua factor yang dapat menyebabkan terjadinya HNP yaitu faktor resiko yang dapat
dirubah (modifiable) dan tidak dapat dirubah (unmodifiable).

a. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah

1) Umur: makin bertambah umur resiko makin tinggi. Pertambahan usia


menyebabkan terjadi perubahan degeneratif yang berpengaruh pada
penurunan kemampuan menahan air yang dimiliki nukleus pulposus,
proteoglikan rusak, komponen mekanik memburuk yang akhirnya
melampaui tekanan maksimal dalam diskus sehingga mengakibatkan
penonjolan annulus.
2) Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
3) Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya.

b. Factor resiko yang dapat berubah

1) Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau


menarik barang-barang berat, sering membungkuk atau gerakan memutar
pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan
seperti supir.
2) Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,
latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
3) Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu diskus untuk
menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
4) Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
5) Batuk lama dan berulang
2.1.3 Tanda dan Gejala
a. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun).
b. Sifat nyeri berubah dari posisi berbaring ke duduk,nyeri mulai dari punggung
dan terus menjalar ke bagian belakang lalu kemudian ke tungkai bawah.
c. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang saat
batuk atau mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan
nyeri berkurang saat beristirehat atau berbaring.
d. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan kekuatan
otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
e. Nyeri bertambah bila daerah L5-S1 (garis antara dua krista iliaka) ditekan.
f. Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan anggota
badan bawah/tungkai
g. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi,
miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang
memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi
permanen.
h. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada
sisi yang sehat.

2.1.4 Klasifikasi
Menurut gradasinya, herniasi dari nukleus pulposus yang terjadi terbagi atas:

a. Pro truded intervertebral disc, dimana nukleus terlihat menonjol ke suatu


arah tanpa kerusakan anulus fibrosus.
b. Pro lap sed intervertebral disc, dimana nukleus berpindah tetapi masih tetap
dalam lingkaran anulus fibrosus.
c. Ekstruded intervertebral disc, dima na nukleus keluar dari annulus fibrosus dan
berada di bawah ligamen longitudinalis posterior.
d. Sequestrated intervertebral disc , dimana nukleus telah menembus ligamen
longitudinalis posterior.
Gambar 2.2. Gradasi HNP

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Radiologis
1) Foto polos vertebrae

Sebaiknya dilakukan dari 3 sudut pandang yaitu AP, lateral dan oblique.
Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan ini adalah:

a) Adanya penyempitan ruang intervertebralis dapat mengindikasikan


adanya HNP.
b) Pada HNP dapat juga dilihat skoliosis vertebra kesisi yang sehat
dan berkurangnya lordosis lumbalis
c) Dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis lainnya
seperti proses metastasis, fraktur kompresi.

2) Mielografi
Mielografi adalah suatu pemeriksaan radiologis dengan tujuan
melihat struktur kanalis spinalis dengan memakai kontras. Bahan kontras
dibagi atas kontras negatif yaitu udara dimana sekarang sudah tidak
dipakai lagi dan kontras positif yang larut dalam air (misal: Dimer-X,
Amipaque, Conray 280

3) Magnetic Resonance Imaging

Pada MRI, dapat terlihat gambaran bulging diskus (annulus intak),


herniasi diskus (annulus robek) dan dapat mendeteksi dengan baik adanya
kompresi akar-akar saraf atau medula spinalis oleh fragmen diskus.

Gambar 2.3 Hasil MRI Lumbar Spine

4) Diskography
Discography adalah pemeriksaan radiografi dari diskus
intervertebralis dengan bantuan sinar-x dan bahan media kontras positif
yang diinjeksikan ke dalam nukleus pulposus untuk menentukan
adanya suatu annulus fibrosus yang rusak, dimana kontras hanya bisa
penetrasi/menembus bila ada suatu lesi dengan cara memasukkan
jarum ganda untuk menegakkan diagnosa. Dengan adanya MRI maka
pemeriksaan ini sudah tidak begitu populer lagi karena invasive.

Gambar 2.3 Hasil Discography

2.1.6 Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Tirah baring : penderita harus tetap berbaring ditempat tidur selama
beberapa hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah
duduk dimana tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutu tertentu.
Tempat tidur tidak boleh memakain pegas/per dengan demikian tempat tidur
harus dari papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah baring
bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring
tergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita.
Pada HNP memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah berbaring
dianggap cukup maka dilakukan latihan/dipasang korset untuk mencegah
terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.
b. Medikamentosa
Symtomatik :Analgesik (salisilat, parasetamol), kortikosteroid (prednison,
prednisolon), anti-inflamasi non-steroid (AINS) seperti piroksikan,
antidepresan trisiklik (amitriptilin), obat penenang minor (diasepam,
klordiasepolsid).
Kausal : Kolagenese.
c. Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermy (pemanasan dengan jangkauan permukaan
yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.
d. Terapi operatif
Terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif tidak
memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang atau terjadi defisit neurologik.
e. Rehabilitasi
1) Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula.
2) Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan
kegiatan sehari-hari.
3) Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran
kencing dan sebagainya.

2.2 Konsep Dasar Terapi Oksigen Hiperbarik


2.2.1. Definisi terapi oksigen hiperbarik (OHB)
Kesehatan hiperbarik adalah ilmu yang mempelajari tentang masalah kesehatan yang
timbul akibat pemberian tekanan lebih dari 1 atmosfer absolut (ATA) terhadap tubuh
sebagai bentuk pengobatan (Hariyanto et al, 2009).
Terapi oksigen hiperbarik merupakan sebuah terapi yang menggunakan oksigen
100% di dalam suatu chamber dengan tekanan lebih besar daripada tekanan laut (satu
atmosfer absolut / ATA). Peningkatan tekanan ini bersifat sistemik dan dapat diaplikasikan
di dalam monoplace chamber maupun multiple chamber (Ali et al, 2004; Grill & Bell et
al, 2004; Biomedical engineering, 2014).
Kondisi ruang terapi OHB harus memiliki tekanan udara yang lebih besar
dibandingkan dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami
seseorang pada waktu menyelam atau dalam ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT)
yang dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan klinis. Setiap penurunan
kedalaman 33 kaki (10 meter), tekanan akan naik 1 atm. Setiap terapi diberikan 2-3 ATA,
menghasilkan 6 ml oksigen terlarut dalam 100 ml plasma dan durasi rata-rata terapi sekitar
60-90 menit. Dosis yang digunakan pada perawatan tidak boleh lebih dari 3 ATA karena
tidak aman bagi pasien selain berkaitan dengan lamanya perawatan yang dibutuhkan, juga
dikaitkan dengan efek imunosupresid yang ditimbulkan (Ali et al, 2004).
Meskipun banyak keuntungan yang diperoleh dari terapi oksigen hiperbarik (OHB),
cara ini pun juga mengandung risiko, sehingga harus dilaksanakan secara hari-hati sesuai
prosedur yang berlaku, agar mencapai hasil yang maksimal dengan risiko minimal
(Hariyanto et al, 2009).
2.2.2. Jenis Chamber terapi oksigen hiperbarik (OHB)
Ruangan hiperbarik dibedakan menjadi 4 yaitu:
a. Monoplace chamber : chamber yang digunakan untuk pengobatan satu orang
penderita.
b. Multiplace chamber : chamber yang digunakan untuk pengobatan beberapa
penderita pada waktu yang bersamaan dengan bantuan masker untuk setiap
pasiennya.
c. Animal chamber : chamber yang digunakan untuk penelitian khususnya untuk
binatang (seperti mencit dan kelinci).
d. Portable chamber : suatu jenis chamber yang dapat digunakan atau dibawa ke
tempat kejadian (seperti hyperlite).
2.2.3. Indikasi terapi oksigen hiperbarik (OHB)
Terapi OHB dapat diterapkan pada penyakit-penyakit berikut ini:
a. Penyakit dekompresi (DCS)
b. Aktinomikosis
c. Emboli udara
d. Anemia karena kehilangan banyak darah
e. Insufisiensi arteri perifer akut
f. Infkesi bakteri, gas gangren, ulkus diabetik
g. Keracunan CO dan sianida
h. Cangkok kulit
i. Infeksi jaringan lunak oleh kuman aerob dan anaerob
j. Osteoradiokenesis dan radionekrosis jaringan lunak
k. Sistitis akibat radiasi dan ekstrasi gigi pada rahang yang diobati dengan
radiateoradiokenesis dan radionekrosis jaringan lunak
l. Kandiobolus koronutus
m. Mukomikosis
n. Osteomielitis
o. Ujung amputasi yang tidak sembuh, luka tidak sembuh akibat hipoperfusi dan
trauma lain, ulkus stasis refraktori
p. Tromboangitis obliterans
q. Inhalasi asap, luka bakar
r. Ulkus yang terkait vaskulitis
2.2.4. Kontraindikasi OHB
a. Kontraindikasi absolut
Kontraindikasi absolut adalah pneumothoraks yang belum dirawat, kecuali bila
sebelum pemberian oksigen hiperbarik dapat dikerjakan tindakan bedah untuk
mengatasi pneumothoraks tersebut (LAKESLA, 2009).
b. Kontraindikasi relatif
1) ISPA
2) Sinusitis kronik
3) Penyakit kejang
4) Emfisema yang disertai retensi CO2
5) Panas tinggi yang tidak terkontrol
6) Riwayat pneumothoraks spontan
7) Riwayat operasi dada dan telinga
8) Infeksi virus
9) Spherositosis kongenital
10) Riwayat neuritis optik
11) Kerusakan paru asimptomatik yang ditentukan pada penerangan atau
pemotretan dengan sinar X (LAKESLA, 2009)
2.2.5. Komplikasi OHB
a. Barotrauma telinga, paru, dan gigi
b. Keracunan oksigen
c. Gangguan neurologis
d. Fibroplasia retrolental
e. Katarak
f. Trantsientmiopia reversible
2.2.6. Fisiologi terapi OHB
Terdapat 3 hukum yang Terdapat 3 hukum yang berperan dalam terapi oksigen
hiperbarik, yaitu (Gill & Bell, 2004):
a. Hukum Boyle
Pada suhu tetap, tekanan berbanding terbalik dengan volume
Rumus  P1 V1 = P2 V2 = P3 V3
Ini adalah dasar untuk banyak aspek terapi hiperbarik. Dasar ini terjadi
ketika tuba eustachius tertutup mencegah pemerataan tekanan gas sehingga
kompresi gas memberikan rasa nyeri di telinga bagian tengah. Pada pasien yang
tidak bisa secara independen melakukan ekualisasi tekanan, tympanostomy harus
dipertimbangkan untuk menyediakan saluran antara bagian dalam dan ruang
harus dipertimbangkan untuk menyediakan saluran antara bagian dalam dan
ruang telinga bagian luar. Demikian pula gas yang terperangkap dapat membesar
dan membahayakan selama dekompresi, seperti pneumothorakx yang terjadi
selama pemberian tekanan.
b. Hukum Dalton
Tekanan total suatu campuran gas adalah sama dengan jumlah tekanan
parsial dari masing-masing bagian gas.
Rumus  P = P1 + P2 + P3 + . . .
c. Hukum Henry
Jumlah gas terlarut dalam cairan atau jaringan berbanding lurus dengan
tekanam parsial gas tersebut dalam cairan atau jaringan pada suhu yang tetap.
Ini adalah dasar teori untuk meningkatkan tekanan oksigen jaringan dengan
dengan pengobatan OHB. Implikasi pada kasus dimana seseorang bernafas
menggunakan oksigen 100% bertekanan tinggi, sehingga konsentrasi gas inert
apda jarungan (terutama nitrogen) juga meningkat. Nitrogen dapat larut dalam
darah dan juga dapat keluar dari plasma membentuk emboli gas arterial selama
fase dekompresi.
Fisiologi dari OHB bermacam-macam yakni:
a. Hiperoksigenasi atau peningkatan jumlah oksigen terlarut dalam jaringan.
Sebagian besar oksigen yang dibawa dalam darah terikat dalam hemoglobin
(Hb2O2), dimana 97% tersaturasi pada tekanan atmosfer, namun beberapa
oksigen dibawa oleh plasma. Pada bagian ini akan meningkat pada terapi
hiperbarik sesuai dengan Hukum Henry yang akan memaksimalkan oksigen
jaringan. Ketika menghirup udara normobarik, tekanan oksigen arteri adalah
sekitar 100 mmHg, dan tekanan oksigen jaringan sekitar 55 mmHg. Namun,
oksigen 100% pada tekanan 3 ATA dapat meningkatan tekanan oksigen arteri
2000 mmHg, dan tekanan oksigen jaringan menajdi sekitar 500 mmHg, dan hal
ini memungkinkan pengiriman 60 ml oksigen per liter darah (dibandingkan
dengan 3 ml.l pada tekanan atmosfer), yang cukup untuk mendukung jaringan
berisitirahat tanpa kontribusi dari hemoglobin. Karena oksigen terlarut banyak
didalam plasma maka dapat menjangkau daerah-daerah yang terhambat dimana
sel-sel darah merah tidak bisa lewat, dan juga dapat mengaktifkan oksigenasi
jaringan bahkan meskipun terdaapt gangguan hemoglobin yang berperan dalam
pengangkutan oksigen, seperti pada keracunan gas karbon monoksida dan
anemia berat (Andrew, 2001).
b. Peningkatan gradien difusi oksigen ke dalam jaringan. Tekanan partial oksigen
yang tinggi dalam kapiler darah memberikan gradien yang besar untuk proses
difusi oksigen dari darah ke jaringan. Keadaan tersebut sangat berguna untuk
jaringan yang hipoksia akibat angiopati mikrovaskular seperti pada diabetes
dan radiation necrosis. Selain itu OHB juga membantu menstimulasi
angiogenesis dan mengatasi defek patologis primer karena penurunan infiltrasi
leukosit dan vasokonstriksi dalam jaringan iskemik (Andrew, 2001).
c. Vasokonstriksi arteriolar. Hyperoxic menyebabkan vasokonstriksi yang cepat
dan signifikan pada sebagian besar jaringan. OHB juga biasanya meningkatkan
resistensi vaskular sistemik, bradiakrdi serta menurunkan CO sebanyak 10-
20%, dengan stroke volume masih dipelihara. Meskipun demikian, hal ini masih
dikompensasi oleh peningkatan pengangkutan oksigen plasma yang dua kali
besar daripada biasanya (Gill dan Bell, 2004).
d. Efek terhadap pertumbuhan bakteri (antimikroba). OHB yang meningkatkan
pembentukan radikal bebas oksigen, yang mengoksidasi protein dan lipid
membran, yang kemudian akan menyebabkan kerusakan DNA sehingga
mencegah multiplikasi, menghambat fungsi metabolisme bakteri serta
memfasilitasi sistem peroksidase yang digunakan leukosit untuk membunuh
materi. OHB sangat efektif terhadap bakteri anaerob dan bakteri
microaerophilic.
e. Efek pada perfusion injury. OHB menstimulasi pertahanan melawan radikal
bebas oksigen dan peroksidase lipid yang terjadi. Apda reperfusion injury,
leukosit menempel pada endotel venule, kemudian terjadi pengeluaran
unidentified humoral mediators yang menyebabkan konstriksi arteriol lokal.
OHB mecegah proses tersebut dengan memperbaiki hidup dari kulit atau
bahkan tungkai yang diimplantasi.
2.2.7. Manfaat terapi OHB
a. Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada
aliran darah yang kurang (hiperoksigenasi).
b. Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran
darah pada sirkulasi yang berkurang sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan luka dengan pembentukan fibroblast (neovaskularisasi).
c. Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti clostridium
perfingens (penyebab penyakit gas gangren).
d. Mampu menghentikan aktivitas bakteri (bakteriostatik) anatara lain bakteri E.
coli dan Pseudomonas sp. yang umumnya ditemukan pada luka-luka
mengganas.
e. Mampu menghambat produksi racun alfa toksin dengan meningkatkan produksi
antioksidan tubuh tertentu.
f. Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan hidup.
g. Menurunkan waktu paruh karboksihemoglobin dari 5 jam menjadi 20 menit pada
penyakit keracunan gas CO.
h. Mereduksi ukuran bubble nitrogen.
i. Mereduksi edema.
j. Menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen dan menjaga
elastisitas kulit.
k. Badan menjadi lebih segar, badan tidak mudah lelah, gairah hidup meningkat,
tidur lebih enak dan pulas.
2.2.8. Peran perawat / tender dengan terapi OHB
a. Pra terapi OHB
1) Anamnesis (identitas, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
kontraindikasi);
2) Persiapan alat (masker, air minum, selimut, pispot);
3) Pemeriksaan fisik lengkap;
4) Pemeriksaan tambahan bila perlu; dan
5) Informed consent (manfaat, proses, cara adaptasi ketika ada tekanan, benda-
benda yang tidak boleh dibawa).
b. Intra OHB
1) Bantu transfer input pasien
2) Safety pasien
3) Cek kembali barang-barang yang dibawa
4) Ingatkan jangan terlambat valsavah secara benar
5) Monitor tanda-tanda barotrauma, keracunan O2
6) Monitor keadaan umum pasien
7) Koordinasi dengan operator atau dokter jika terjadi masalah
c. Post OHB
1) Bantu pasien keluar
2) Monitor tanda-tanda barotraumas, keracunan CO
3) Lepas masker
4) Rapikan/ bersihkan chamber
5) Pendokumentasian

2.3 Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik Terhadap Penyakit HNP


Secara umum, penderita dengan kasus kasus post op HNP akan mengalami respon
dari gangguannya syaraf skiatik yang berupa nyeri, kekauan bahkan kelumpuhan pada
daerah bokong, paha, betis dan kaki. Gejala tersebut bisa diakibatkan Karena adanya
penyempitan syaraf, peradangan pada sepanjang syaraf skiatika atau bahkan gangguan
aliran impuls ke otak. luka post op yang terdapat pada pasien mengakibatkan pasien
beresiko terjadinya peradangan pada luka sekita post op yang nantinya apabila peradangan
tersebut terjadi maka akan mengenai syaraf skiatika sehingga terganggulah syaraf skitaik
tersebut yang akan menimbulkan gejala nyeri, kekauan bahkan kelumpihan pada daerah
sekitar pinggul, paha, betis dan kaki.

Selain dari pengobatan farmakologi sebagai anti imflamasi,, terapi oksigen


hiperbarik juga bisa dijadikan sebagai terapi anti imflamasi yang mana dengan kandungan
oksigen pada terapi ini akan berperan sebagai antiinflamasi, akan mempercepat
pembentukan pembuluh darah pada daerah luka post op sehingga pasokan darah dan
oksigen pada daerah sekita luka post op pun terpenuhi sehingga tidak terjadi gejala gejala
akibat gangguan skiatik.

Pada TOHB, tekanan udara meningkat sampai dengan 2 kali keadaan nomal dan
pasien bernapas dengan oksigen 100%. Pemberian oksigen 100% dalam tekanan tinggi,
menyebabkan tekanan yang akan melarutkan oksigen kedalam darah serta jaringan dan
cairan tubuh lainnya hingga mencapai peningkatan konsentrasi 20 kali lebih tinggi dari
normal. Oksigenasi ini dapat memobilisasi penyembuhan alami jaringan luka post op HNP,
hal ini merupakan anti inflamasi kuat yang merangsang perkembangan pembuluh darah
baru, serta dapat membunuh bakteri dan mengurangi pembengkakan sehingga tidak terjadi
Penyempitan syaraf. Dengan begitu, terapi Oksigen hiperbarik merupakan terapi non
farmakologis yang bisa di katakana efektif jika rutin dilakukan pada pasien dengan post
Op HNP.
2.4 WOC HNP (terlampir)
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Hiperbarik Oksigen
a. Pengkajian
1) Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan (berpegnaruh
terhadap risiko terjadinya HNP), alamat, nomor RM, diagnosa medis.
2) Keluhan utama : keluhan klinis seperti Nyeri punggung
3) Riwayat penyakit sekarang : berisi perjalanan penyakit pasien sampai
direkomendasikan terapi oksigen hiperbarik (OHB) (kapan mulai terasa nyeri
punggung, nyeri punggung bagian mana, dan apa penyebabnya)
4) Riwayat penyakit dahulu : mengkaji beberapa penyakit yang pernah dialami dan
memungkinkan menjadi hal yang dikontraindikasikan dalam terapi oksigen
hiperbarik (OHB)
5) Riwayat keluarga
6) Pemeriksaan fisik
(1) Keadaan umum meliputi kondisi kesehatan pasien (lemah / baik), TTV
(2) ROS (review of system) meliputi B1 sampai B6 (breathing, blood, brain,
bladder, bowel, bone and integumen)
7) Pengkajian terapi oksigen hiperbarik (OHB)
(1) Pra terapi oksigen hiperbarik (OHB)
a) Periksa TTV terutama tekanan darah (bila sistol mencapai > 180
mmHg atau diastol >100 mmHg maka pasien tidak diperbolehkan
masuk chamber)
b) Periksa ambang demam (suhu tidak boleh melebihi 38o C)
c) Evaluasi tanda-tanda flu (batuk, pilek, sakit tenggorokan, mual,
diare) tidak diperbolehkan masuk chamber
d) Auskultasi lapang paru
e) Lakukan tes neurologis pada pasien.
f) Tes pada pasien dengan keracunan gas CO atau O2
g) Observasi luka post op jika pasien post op.
h) Uji visus mata
i) Mengkaji tingkat nyeri pasien dan claustrophobia
j) Mengkaji status nutrisi terutama pada pasien pada DM yang
menjalani pengobatan
(2) Intra terapi oksigen hiperbarik (OHB)
a) Mengamati gejala dan tanda barotrauma, keracunan O2 dan efek
samping terapi OHB
b) Menganjurkan pasien menggunakan tehnik valsava yang benar dan
efektif
c) Perlu mengingatkan pasien bahwa valsava hanya dieprlukan pada
saat penekanan / kompresi, dan dapat bernapas normal selama terapi
d) Jika terjadi nyeri ringan sampai sedang maka hentikan kompresi
hingga nyeri hilang, jika nyeri berlanjutkan maka pasien harus
dikeluarkan dari chamber dan diperiksa oleh dokter THT
e) Mencegah barotrauma GI dengan menganjurkan pasien bernapas
normal dan menghindari makan atau minum bergas sebelum
perawatan
f) Monitoring menganjurkan pasien bernapas normal dan menghindari
makan atau minum bergas sebelum perawatan
g) Monitoring pasien selama dekompresi terutama selama dekompresi
darurat
h) Segera periksa gula darah jika terdapat tanda hipoglikemia
(3) Post terapi oksigen hiperbarik (OHB)
a) Jika terdapat tanda barotrauma maka uji ontologis
b) Pada pasien DM tipe I maka tes gula darah
c) Pada iskemik trauma akut , kompartemen sindrom, nekrosis, post
implant maka harus dinilai status neurovas, kompartemen sindrom,
nekrosis, post implant maka harus dinilai status neurovaskular,
kompartemen sindrom, nekrosis, post implant maka harus dinilai
status neurovaskular dan luka. Untuk DM gangren lakukan
perawatan luka/debridement
d) Pasien dengan intoksikasi CO segera lakukan tes psicometri /
tingkat HbCO
e) Pasien dengan DCS harus dilakukan uji neurologis
f) Pasien yang mengkonsumsi obat ansietas selama terapi dilarang
mengemudikan motor/mobil atau menghidupkan mesin
g) Melakukan pendokumentasian pasien pasca OHB
b. Diagnosa keperawatan OHB
Terdapat 4 diagnosa utama diantara 14 diagnosa yang paling mungkin terjadi
pada pasien OHB, yaitu:
1) Ansietas berhubungan dengan defisit pengetahuan tentang terapi OHB dan
prosedur perawatan
2) Risiko cedera berhubungan dengan pasien transfer in/out dari RUBT
(chamber), ledakan peralatan, kebakaran
3) Risiko barotrauma (telinga, sinus, gigi,paru-paru) atau gas emboli serebri
berhubungan dengan perubahan tekanan udara dalam RUBT (>1 ATA)
4) Risiko keracunan oksigen berhubungan dengan pemberian oksigen 100%
selama tekanan atmosfer meningkat

c. Intervensi keperawatan terapi oksigen hiperbarik (OHB)


Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
Ansietas Pre terapi oksigen hiperbarik (OHB)
Tujuan: setelah dilakukan asuhan 1) Bina hubungan saling percaya dengan
keperawatan OHB selama 2 jam diharapkan pasien
ansietas pasien dapat diatasi, dengan kriteria 2) Identifikasi pemahaman pasien/ keluarga
hasil: tentang OHB
1) Mengetahui alasan OHB 3) Berikan informasi tentang tujuan,
2) Pasien dapat mengungkapkan tujuan, prosedur, efek samping OHB
prosedur, dan risiko OHB 4) Berikan kesempatan pasien untuk
bertanya
5) Cek tekanan darah pasien
Intra OHB
1) Dampingi pasien
2) Observasi keadaan dan respon pasien di
dalam chamber
Post OHB
1) Dokumentasikan respon pasien setelah
OHB

Risiko Barotrauma Pre OHB


Tujuan: setelah dilaksanakan asuhan 1) Bina hubungan saling percaya dengan
keperawatan OHB selama 2 jam, diharapkan pasien
barotruma tidak terjadi pada pasien dengan 2) Ajari pasien untuk valsava (pengosongan
kriteria hasil: telinga) dengan cara menelan ludah,
1) Pasien tidak mengeluh nyeri pada telinga, mengunyah permen, menggerakkan
sinus, gigi, dan paru-paru rahang keatas kebawah, menutup hidung
2) Tidak ditemukan tanda-tanda barotrauma dan mulut lalu meniupkan udara keluar
pada pasien: dengan benar
a. Nyeri telinga, sinus, gigi, dan paru- 3) Cek tekanan darah pasien
paru Intra OHB
b. Nyeri dada tajam, napas cepat 1) Kaji kemampuan pasien melakukan tehnik
pengosongan telinga saat dilakukan
penekanan
2) Lakukan tindakan keperawatan:
a. Ingatkan pasien untuk bernapas
normal selama perubahan tekanan
b. Beritahu operator jika pasien tidak
dapat menyesuaikan perubahan
tekanan (pusing, telinga sakit)
3) Monitoring tanda dan gejala barotrauma
Post OHB
1) Dokumentasikan respon pasien terhadap
terapi OHB
Risiko Cedera Pre OHB
Tujuan: setelah dilakukan asuhan 1) Bina hubungan saling percaya dengan
keperawatan OHB selama 2 jam maka cidera pasien
tidak akan terjadi, dengan kriteria hasil: 2) Bantu pasien masuk ke RUBT / chamber
1) Pasien keluar RUBT dengan kondisi 3) Ingatkan pasien mengenai barang-barang
aman yang tidak boleh dibawa ke dalam RUBT
2) Tidak terjadi kebakaran (mudah terbakar seperti kertas, hp, tabung,
3) Tidak ditemukan cidera pada tubuh dsb)
Intra OHB
1) Amankan peralatan dalam RUBT sesuai
kebijakan dan SOP
2) Dampingi dan obeservasi kondisi pasien
Post OHB
1) Bantu pasien keluar RUBT / chamber
Keracunan Oksigen Pre OHB
Tujuan: setelah dilakukan asuhan 1) Catat hasilpengkajian pasien dari dokter
keperawatan selama 2 jam, keracunan OHB meliputi tekanan darah, suhu,
oksigen tidak terjadi, dengan kriteria hasil: riwayat penggunaan obat kortikosteroid,
1) Pasien tidak mengeluh pusing riwayat kejang
2) Tidak ditemukan tanda-tanda keracunan Intra OHB
oksigen 1) Monitor kondisi pasien saat terapi
a. Mati rasa dan berkedut, vertigo berlangsung
b. Penglihatan kabur 2) Dampingi dan observasi tanda dan gejala
c. Mual keracunan oksigen
Post OHB
1) Beritahu dokter jika tanda dan gejala
keracunan oksigen muncul
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 25-04-2017 No. RM : 00263/IV/2017
Jam Pengkajian : 06.45 WIB Diagnosa Masuk : Post HNP
Terapi HBO Ke : 6 (Enam)
Identitas
1. Nama Pasien : Tn. “S”
2. Umur : 70 Tahun
3. Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
4. Pendidikan : AKMIL
5. Pekerjaan : Purnawirawan
6. Alamat : Surabaya
Keluhan Utama
DCS :-
Klinis : HNP
Kebugaran :-
Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan lutut kiri terasa kaku, kesemutan sejak 4 bulan yang lalu pasca post
operasi HPN tanggal 15 Desember 2016, atas anjuran dokter syaraf yang menangani, klien
mulai menjalani terapi HBO sejak 5 (Lima) hari yang lalu. Setelah menjalani terapi selama
5 kali, klien belum bisa berjalan jauh tanpa tongkat, hanya bisa berjalan sekitar halaman
rumah tanpa bantuan tongkat.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Terapi HBO
Pernah Dirawat : Ya Tidak Kapan : -
Keluhan Saat Itu : DCS Klinis Kebugaran
2. Riwayat Penyakit Kontraindikasi
Absolut
Pneumothoraks : Sudah Diterapi Belum Diterapi
Keterangan: Klien tidak memiliki kontraindikasi absolut dalam terapi HBO
Relatif
ISPA Keterangan: -
Sinusitis Kronis Keterangan: -
Kejang Keterangan: -
Emphisema + Retensi O2 Keterangan: -
Panas Tinggi Keterangan: -
Pneumothorak Spontan Keterangan: -
Operasi Dada Keterangan: -
Operasi Telinga Keterangan: -
Kerusakan Paru AsimptomatikKeterangan: -
Infeksi Virus Keterangan: -
Spherositosis Kongenital Keterangan: -
Neuritis Optik Keterangan: -
Pemerikasaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis Apatis Somnolen Sopor Koma
2. Tanda-Tanda Vital
S: 36,5 oC N : 80x/menit TD: 140/80 mmHg RR : 20 x/menit
3. Keadaan Fisik
Kepala : Tidak terdapat lesi, benjolan atau jejas
Mata : Menggunakan kaca mata/ lensa, pandangan tidak kabur.
Telinga : Tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada tumpukan serumen,tidak ada
sakit pada telinga
Hidung : Tidak ada flu, tidak ada polip atau sumbatan yang lain
Tenggorokan : Tidak ada nyeri telan dan radang tenggorokan
Sistem Neurologis
GCS : Mata: 4 Verbal: 5 Psikomotor: 6
Keluhan Pusing : Ya Tidak
P :-
Q :-
R :-
S :-
T :-
Lain-Lain : -.
4. Sistem Pernapasan
Keluhan : Sesak Nyeri Waktu Nafas Orthopnea
Batuk : Produktif Tidak Produktif
Sekret :- Konsistensi : -
Warna :- Bau :-
Irama Nafas : Teratur Tidak Teratur
Alat Bantu Nafas : Ya Tida
Keterangan : -
Penggunaan WSD : Ya Tidak
Keterangan : -
Tracheostomi : Ya Tidak
Keterangan : -
Lain-Lain :-
5. Sistem Kardiovaskuler
Irama jantung : Reguler Ireguler
CRT : 2 detik
Akral : Hangat Kering Merah Basah
Pucat Panas Dingin
Nyeri Dada : Ya Tidak Keterangan : -
Lain-Lain :-
6. Sistem Pencernaan
Mulut : Bersih Kotor Berbau
Membran Mukosa : Lembab Kering Stomatitis
Tenggorokan : Sakit Menelan Sulit Menelan Pembesaran Tonsil
Peristaltik : 16 x/menit
BAB : 1 x/hari Terakhir Tanggal : 25 April 2017
Konsistensi : Keras Lunak Cair Lendir/Darah
Diit : Padat Lunak Cair
Nafsu Makan : Baik Menurun Frekuensi : ±3 X/Hari
Porsi Makan : Habis Tidak Keterangan : -
Lain-Lain : TB : 168 cm, BB: 54,5 Kg, IMT: 19,46 artinya normal

7. Sistem Perkemihan
Keluhan Kencing : Ada Tidak Keterangan : -
Perkemihan : Spontan Alat bantu Sebutkan : -
Produksi Urine : ± 150 ml/hari Warna: Kuning Bau : amoniak
Lain-Lain : Intake cairan: ± 1000 ml/ hari

8. Sistem Muskuloskletal
Pergerakan sendi : Bebas Terbatas
Kekuatan Otot : 4 4
42

Kelainan Ektremitas: Ya Tidak Keterangan : kaku pada lutut kiri


Spalk/Gips : Ya Tidak Keterangan : -
Lain-Lain : Klien mengeluh lutut kiri terasa kaku dan kesemutan sehingga tampak
berjalan agak menyeret

9. Sistem Integumen
Pitting Edema : Ada Tidak Grade : -
Luka Ganggren : Ada Tidak
Jenis : - Lama :- Warna : - Luas
: - Kedalaman : - Infeksi :-
Lain-Lain :-
Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium, Radiologi, Ekg, Usg, Dll)
Tidak terdapat data
TERAPI
Terapi Hiperbarik Oksigen 10 siklus dimulai taggal 20 April - 29 April 2017
Tabel 3.1 Tabel Kindwall
DATA TAMBAHAN LAIN
Tidak terdapat data tambahan
3.2 Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Klien mengatakan Terapi HBO Risiko Cidera
telah terapi Hbo ke-6 dan
mengetahui barang-
barang yang tidak boleh Ruang gerak sempit pada
dibawa masuk ke dalam chamber
chamber
DO :
- Skala kekuatan otot Pasien transfer in/out dari ruang
44 (chamber)
42
- Klien berjalan dengan
hati-hati ketika masuk Risiko Cidera
chamber dan dibantu
Tender (perawat)
- Pintu masuk pada
chamber kecil dan juga
bagian dalam chamber
memiliki ruang gerak
yang terbatas
DS : Klien mengatakan Terapi HBO Risiko barotrauma ke telinga,
masih butuh arahan untuk sinus, gigi, dan paru-paru,
valsava secara benar atau gas emboli serebral
DO : Klien dapat Peningkatan tekanan diatas 1
menyebutkan kembali ATA
cara valsava maneuver
Perubahan tekanan udara di
dalam RUBT

Risiko barotrauma ke telingga,


sinus, gigi, dan paru-paru, atau
gas emboli serebral
DS : Klien mengatakan Terapi HBO Risiko keracunan oksigen
bahwa dirinya menghirup
oksigen 100% dalam Peningkatan tekanan diatas 1
waktu 90 menit setiap ATA
kunjungan
DO : Pemberian oksigen 100%
- Terapi HBO menghirup
O2 100% 3x30 menit Risiko keracunan oksigen
- Saat ini merupakan
terapi HBO Ke-6

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Risiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan peralatan,
kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
2. Risiko barotrauma ke telinga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli serebral b/d
perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
3. Risiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan atmosfir
meningkat.

3.1 Intervensi Keperawatan


No. Diagnosa Keperawatan
Intervensi
(Tujuan, Kriteria Hasil)
1. Risiko cidera yang b/d pasien transfer
Pre OHB
in/out dari ruang (chamber), ledakan1. Bantu pasien masuk ke ruang
peralatan, kebakaran, dan/atau dengan tepat
peralatan dukungan medis 2. Ikuti prosedur pencegahan
kebakaran sesuai kebijakan yang
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah ditentukan dan prosedur
dilakukan asuhan keperawatan dengan 3. Ingatkan pasien untuk tidak
terapi OHB selama 2 jam, diharapkan membawa barang-barang yang
dilarang dibawa masuk
tidak terjadi cidera dengan kriteria Intra OHB
hasil: 1. Periksa kembali peralatan di dalam
1. Pasien keluar chamber dengan ruang sesuai dengan kebijakan dan
kondisi aman prosedur
2. Tidak terjadi kebakaran/ledakan Post OHB
3. Tidak ditemukan cidera pada tubuh 1. Bantu pasien keluar ruangan/
pasien chamber

2. Risiko barotrauma ke telinga, sinus, Pre OHB


gigi, dan paru-paru, atau gas emboli 1. Sebelum perawatan instruksikan
serebral b.d. kurang pengetahuan pada pasien tentang teknik
tentang teknik valsava dan perubahan pengosongan telinga,dengan cara
tekanan udara didalam ruangan menelan, mengunyah, menguap
oksigen hiperbarik modifikasi manuver valsava
Intra OHB
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah 1. Kaji kemampuan pasien melakukan
dilakukan asuhan keperawatan dengan teknik pengosongan telinga saat
terapi OHB selama 2 jam, diharapkan tekanan dilakukan.
tidak terjadi barotrauma telinga, sinus 2. Lakukan tindakan keperawatan :
gigi, dan paru-paru, atau gas emboli a. Ingatkan pasien untuk bernapas
serebral dengan kriteria hasil: dengan normal selama perubahan
1. Pasien tidak mengeluh nyeri pada tekanan,
telinga, sinus gigi dan paru-paru b. Beritahukan operator ruang
2. Tidak ditemukan tanda-tanda multiplace jika pasien tidak dapat
barotrauma berupa: menyesuaikan persamaan
a. Ketidakmampuan untuk tekanan.
menyamakan telinga, nyeri 3. Monitor secara berkelanjutan untuk
telinga, dan telinga berdarah mengetahui tanda-tanda dan gejala
b. Kecepatan dan kedalaman napas barotrauma termasuk:
meningkat a. Ketidakmampuan untuk
c. Nyeri dada yang tajam, napas menyamakan telinga, atau sakit di
cepat dan abnormalitas gerak telinga dan / atau sinus (terutama
dada. setelah pengobatan awal, dan
setelah perawatan berikutnya)
b. Peningkatan kecepatan dan / atau
kedalaman pernafasan
c. Tanda dan gejala dari
pneumotoraks, termasuk:
1) Tiba-tiba nyeri dada tajam
2) Kesulitan, bernafas cepat
3) Gerakan dada abnormal pada
sisi yang terkena, dan
4) Tidakikardia
Post OHB
1. Dokumentasi respon pasien
terhadap terapi OHB

3. Risiko keracunan oksigen b.d. Pre OHB


pemberiann oksigen 100% selama 1. Catat hasil pengkajian pasien dari
tekanan atmosfir meningkat. dokter hiperbarik :
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah a. Peningkatan suhu tubuh
dilakukan asuhan keperawatan dengan b. Riwayat kejang oksigen
terapi OHB selama 2 jam, diharapkan c. Hasil tekanan darah
tidak terjadi keracunan oksigen dengan Intra OHB
kriteria hasil: 1. Monitor kondisi pasien saat terapi
1. Pasien tidak mengeluh pusing berlangsung dan dokumentasikan
2. Tidak ditemukan tanda-tanda tanda dan gejala dari keracunan
keracunan oksigen berupa: oksigen pada sistem saraf pusat :
a. Mati rasa dan berkedut a. mati rasa dan berkedut
b. Vertigo b. Telinga berdenging atau
c. Penglihatan kabur halusinasi pendengaran l
d. mual c. Vertigo
d. penglihatan kabur
e. gelisah dan mudah tersinggung
dan
f. mual
(Catatan: SSP toksisitas oksigen pada
akhirnya dapat mengakibatkan
kejang)
2. Laporkan operator untuk mengubah
sumber oksigen 100% untuk pasien
jika tanda-tanda dan gejala muncul,
dan beritahukan kepada dokter
hiperbarik.
3. Monitor pasien selama terapi oksigen
hiperbarik dan dokumentasikan tanda
dan gejala keracunan oksigen paru,
termasuk:
a. Nyeri dan rasa terbakar di dada
b. sesak di dada
c. batuk kering (terhenti-henti)
d. kesulitan menghirup napas penuh,
dan
e. Dispneu saat bergerak
Post OHB
Beritahukan dokter hiperbarik jika
tanda-tanda dan gejala keracunan
oksigen paru muncul.

3.2 Implementasi Keperawatan


Hari/ No
Jam Tindakan Keperawatan
Tanggal Dx.
Selasa, 06.50 Pre OHB
25/04/17 1, 2 3 1. Membina hubungan saling percaya dengan pasien
1,2,3 2. Melakukan pengkajian dan anamnese pada pasien
tentang tujuan dilakukan terapi OHB
1,2,3 3. Melakukan observasi TTV, Tekanan Darah: 140/80
mmHg, Nadi: 80 kali/menit, Frekuensi Napas: 20
kali/menit.
2 4. Mengajarkan teknik valsava dengan benar
5. Memberitahukan pada pasien tentang barang-barang
1 yang tidak boleh dibawa kedalam chamber / barang-
barang yang mudah terbakar
1 6. Membantu pasien masuk chamber dengan tepat

07. 15 Intra OHB


1 1. Mengecek kembali barang-barang yang tidak boleh
dibawa masuk ke dalam chamber
2 2. Mengingatkan kembali untuk melaksanakan valsava
manuver ketika tekanan chamber dinaikkan
2,3 3. Memonitor kondisi pasien saat terapi berlangsung, cek
adanya tanda-tanda barotrauma dan keracunan oksigen
2 4. Mengingatkan pasien untuk bernapas dengan normal
selama perubahan tekanan
09.20 Post OHB
1 1. Membantu pasien keluar chamber
3 2. Mengevaluasi keluhan pasien setelah melakukan terapi
OHB (masih ada keluhan kaku pada lutut atau tidak)
2 3. Mengevaluasi tanda-tanda barotrauma
a. Tidak ditemukan adanya nyeri telinga, perdarahan
pada telinga
b. Tidak ditemukan peningkatan kecepatan dan
kedalaman napas maupun nyeri ketika bernapas
4. Mengevaluasi gejala dari keracunan oksigen :
3 a. Mati rasa dan berkedut
b. Telinga berdenging
c. Penglihatan kabur
d. Vertigo
e. mual
1,2,3 5. Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan pada catatan keperawatan hiperbarik.
Rabu, 1, 2 06.50 Pre OHB
26/04/17 dan 3 1. Melakukan observasi TTV, Tekanan Darah: 110/80
mmHg, Nadi: 80 kali/menit, Frekuensi Napas: 20
kali/menit.
2. Mengingatkan teknik valsava manuver yang benar
3. Memberitahukan pada pasien tentang barang-barang
yang tidak boleh dibawa kedalam chamber / barang
yang mudah terbakar
4. Membantu pasien masuk chamber dengan tepat

07.15 Intra OHB


1. Mengecek kembali barang-barang yang tidak boleh
dibawa masuk ke dalam chamber
2. Mengingatkan kembali untuk melaksanakan valsava
manuver ketika tekanan chamber dinaikkan
3. Memonitor kondisi pasien saat terapi berlangsung, cek
adanya tanda-tanda barotrauma
4. Mengingatkan pasien untuk bernapas dengan normal
selama perubahan tekanan
5. Mengingatkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas
berlebih selama proses terapi di dalam chamber
berlangsung

09.15 Post OHB


1. Membantu pasien keluar chamber
2. Mengevaluasi keluhan pasien setelah melakukan terapi
OHB
3. Mengevaluasi tanda-tanda barotrauma
a. Tidak ditemukan adanya nyeri telinga, perdarahan
pada telinga
b. Tidak ditemukan peningkatan kecepatan dan
kedalaman napas maupun nyeri ketika bernapas
4. Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan pada catatan keperawatan hiperbarik.

3.3 Evaluasi Keperawatan


Selasa, 25 April 2017
Pukul 09.20 WIB
Diagnosa keperawatan Evaluasi Sumatif
Risiko cidera yang b/d S: Pasien mengungkapkan dirinya aman dan tidak
pasien transfer in/out dari terjadi cidera
ruang (chamber), ledakan O: Tidak tampak cidera fisik akibat terapi
peralatan, kebakaran, hiperbarik pada pasien, kebakaran atau ledakan
dan/atau peralatan tidak terjadi
dukungan medis A: Masalah cidera tidak terjadi
P: Terapi OHB dilanjutkan

Risiko barotrauma ke S: Pasien mengungkapkan tidak ada nyeri pada


telinga, sinus, gigi, dan telinga
paru-paru, atau gas emboli O: Tidak terdapat perdarahan dan nyeri telinga,
serebral b.d. kurang Sesak, nyeri dada
pengetahuan tentang A: Masalah barotrauma tidak terjadi
teknik valsava dan P: Terapi OHB dilanjutkan
perubahan tekanan udara
didalam ruangan oksigen
hiperbarik
Risiko keracunan oksigen S: Pasien mengungkapkan tidak pusing, tidak
b.d. pemberiann oksigen mual
100% selama tekanan O: Tidak ada tanda-tanda keracunan oksigen
atmosfir meningkat. meliputi sesak (perubahan kecapatan dan
kedalaman pernapasan), kejang, pusing, mual
A: Masalah keracunan gas tidak terjadi
P: Terapi OHB dilanjutkan

Rabu, 26 April 2017


Pukul 09.20 WIB
Diagnosa keperawatan Evaluasi Sumatif
Risiko cidera yang b/d S: Pasien mengungkapkan dirinya aman dan tidak
pasien transfer in/out dari terjadi cidera
ruang (chamber), ledakan O: Tidak tampak cidera fisik akibat terapi
peralatan, kebakaran, hiperbarik pada pasien, kebakaran atau ledakan
dan/atau peralatan tidak terjadi
dukungan medis A: Masalah cidera tidak terjadi
P: Terapi OHB dilanjutkan

Risiko barotrauma ke S: Pasien mengungkapkan tidak ada nyeri pada


telinga, sinus, gigi, dan telinga
paru-paru, atau gas emboli O: Tidak terdapat perdarahan dan nyeri telinga,
serebral b.d. kurang Sesak, nyeri dada
pengetahuan tentang A: Masalah barotrauma tidak terjadi
teknik valsava dan P: Terapi OHB dilanjutkan
perubahan tekanan udara
didalam ruangan oksigen
hiperbarik
Risiko keracunan oksigen S: Pasien mengungkapkan tidak pusing, tidak
b.d. pemberiann oksigen mual
100% selama tekanan O: Tidak ada tanda-tanda keracunan oksigen
atmosfir meningkat. meliputi sesak (perubahan kecapatan dan
kedalaman pernapasan), kejang, pusing, mual
A: Masalah keracunan gas tidak terjadi
P: Terapi OHB dilanjutkan
BAB 4
PENUTUP

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa asuhan keperawatan
hiperbarik pada pasien Tn. S dengan diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus dapat dilaksanakan
mulai tahap pra, intra, dan post HBO.
4.1 Kesimpulan

Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan hiperbarik pada
pasien dengan diagnosa medis Hernia Nukleus Pulposus, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Klien sebelum melakukan terapi OHB Mempunyai keluhan gangguan tidur, tidak bisa
berjalan tanpa tongkat dan setelah dilakukan terapi OHB sampai saat ini akan terapi ke 6, klien
mengatakan sudah mulai merasa ada perubahan, tidur mulai nyenyak dan sudah bisa berjalan
tanpa menggunakan tongkat sejauh 10 meter.
2. Masalah keperawatan hiperbarik oksigen saat terapi ke 6 dari hasil temuan saat pengkajian
terdapat tiga diagnose keperawatan yaitu : Resiko Cidera. Resiko Barotrauma dan resiko
keracunan oksigen
3. Setelah dilakukannya tindakan keperawatan hiperbarik oksigen selama 2 jam didapatkan hasil
tidak terjadi Barotrauma telinga, tidak terjadi cidera dan tidak terjadi keracunan oksigen pada
Tn.S.

4.2 Saran
1. Bagi Lakesla
a. Dapat lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, terutama dalam menerapkan
asuhan keperawatan hiperbarik oksigen pada pasien dengan diagnosa medis Hernia
Nukleus Pulposus. Salah satunya dengan cara pemberian informasi menggunakan
media leaflet yang berisi tentang manfaat terapi hiperbarik pada Hernia Nukleus
Pulposus ditujukan pada pasien dan keluarga, sehingga pasien dapat rutin menjalani
terapi yang akhirnya mendapatkan hasil yang optimal.
b. Menambah fasilitas alat kesehatan seperti tensimeter dan thermometer untuk
menunjang pemeriksaan fisik pada pasien.
2. Bagi perawat dalam membuat asuhan keperawatan sebaiknya benar-benar memperhatikan
setiap keluhan dari pasien sehingga komplikasi dapat dihindari dan dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien.
3. Bagi mahasiswa-mahasiswa Progam Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga, dapat lebih meningkatkan kompetensi dan wawasan tentang
perkembangan teori-teori terbaru dalam dunia kesehatan khususnya tentang terapi
hiperbarik oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin J. Elisabet.2004.patofisiologi untuk perawat.EGC,Jakarta.

Kamel, N.Najwa.(2012). Refarat Hernia Nukleus Pulposus. Makasar : UNHAS

Mahdi, H., Sasongko, Siswanto, Daniel, H., Suharsono, Soepriyoto, Setiawan, Michael, S.,
Guntoro, Agus, S. 1999. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. LAKESLA

Nuarta, Bagus.(2004). Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius

Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdoss

Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Gaya Baru.Jakarta. 2006

Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare.2001. KMB vol 3. Hal.2194 BAB 60 UNIT
15.EGC.Jakarta.
Lampiran WOC HNP
Proses degeneratif

Kehilangan proteein
Polisakarida
trauma Kandungan air menurun Stress okupasi

HNP

Nukleus Pulposus terdorong


Perubahan Sensori Ujung saraf spinal tertekan Penurunan kerja reflek

Nyeri

Tindakan Operatif

Insisi luka OP

Proses proliferasi  pembentukan jaringan


/pembuluh darah baru  pembengkakan

Menekan syaraf skiatika

Punggung, kaki, paha, betis terasa


nyeri, kaku dan mati rasa

Ruangan udara bertekanan tinggi TERAPI OHB Kurang pengetahuan

Pemberian O2 100% MK : Ansietas


Perubahan tekanan udara
di chamber (RUBT)
O2 bereaksi terhadap api
MK : Risiko keracunan O2
MK : Risiko Barotrauma
MK : Risiko Cidera

Transfer in/out ke RUBT

Anda mungkin juga menyukai