SISTEM MUSKULOSKELETAL
SPONDILITIS
KELOMPOK 12
FAUZIA FATHARANI 220110110028
MELDA ISKAWATI 220110110043
DEWI YULIA FATHONAH 220110110056
RIA HERLIANI 220110110038
AJENG GUSTIANI 220110110006
NURUL IKLIMA 220110110055
FRANSISKA YUSRIDA 220110110108
TOAYAH INDAH SARI 220110110072
MONA YOSEFHIN 220110110129
OKY OCTAVIANI 220110110064
PUTRI PANJAITAN 2201101100
ASTI NURHALIMAH 220110110042
LUSIYANTI 220110110047
KASUS I
STEP 1
1. Gibbus Sign (Oky)
2. Kalsifikasi Lumbal 3-5 (Ajeng)
3. Korset (putri)
Jawab :
1. Peregerakan posisi tulang (Dewi)
2. Korset untuk sakit punggung, untuk tulang belakang (Fauzia)
3. Pengapuran (Melda)
STEP 2
1. Apakah hubungan antara tempat tinggal dan penyakit yang di derita? (Fransiska)
2. Apakah TBC berhubungan dengan penyakit yang sekrang? (Melda)
3. Pendidikan kesehatan klien tentang lingkungan? (Oky)
4. Penyakitnya local atau sistemik? (Asti)
5. Mengapa nanah nya di L3? (Nurul)
6. Hubungan inkontinensai urin dengan penyakitnya? (Lusi)
7. Penatalaksanaan nanah kuning? (Dewi)
8. Mengapa dokter memeriksa dahak sewaktu pagi? (Mona)
9. Penatalaksanaan ddebridement dengn korset seperti apa? (Fauzia)
10. Factor resiko spondilitis? (Toayah)
11. Indikasi pengambilan dahak? (Toayah)
STEP 3
1. Jarang terkena sinar matahari (Ajeng)
Tinggal di tempat lembab (Oky)
2. Ya, TBC nya sudah sistemik (Asti)
Ya, batuk nya membuat tulang membungkuk (Mona)
TBC tulang, tulang kehilangan fungsinya (Dewi)
3. Diberitahukan untuk mejaga lingkungan agar tidak lembab, pencahayaan
cukup dan terkena sinar matahari (Fransiska)
4. Sistemik (Lusi)
Lokal (Ria)
Sistemik (Melda)
5. Dari ruang yang tidak terinfeksi (Melda)
6. Saraf di lumbal terganggu (Ria)
7. –
8. Pagi pagi itu lebih akurat (Lusi)
9. –
10. Kurang vitamin D, kurang nutrisi, usia (Putri)
Lingkungan kumuh (Melda)
11. Mengetahui jenis kuman (Melda)
STEP 4 (MIND MAP)
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
KONSEP UMUM
PATOFISILOGI
PENATALAKSANAAN KLASIFIKASI
PEMERIKSAAN
ETIOLOGI
DIAGNOSTIK SPONDILITIS
PENGKAJIAN
ASUHAN MANIFESTASI
KEPERAWATAN ANALISA DATA KLINIS
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
BAB II
SPONDILITIS
Pembentukan tulang
Ossifikasi adalah proses dimana matriks tulang terbentuk dan pengerasan mineral
ditimbun dalam serabut kolagen dalam suatu lingkungan elektronegatif. 2 model
dasar ossifikasi :
1. Intramembran : tulang tumbuh di dalam membrane, terjadi pada tulang wajah
dan tengkorak.
2. Endokondal : pembentukan tulang rawan terlebih dahulu kemudian mengalami
resorpsi dan diganti oleh tulang.
Kebanyakan tulang terbentuk dan mengalami penyembuhan melalui ossifikasi
endokondal.
Pemeliharaan tulang
Factor yang mengatur pembentukan dan resorpsi tulang :
Stress terhadap tulang
Vitamin D, meningkatkan jumlah kalsium dengan meningkatkan penyerapan
kalsium dari saluran pencernaan.
Hormone paratiroid dan kalsitonin
Hormone paratiroid mengatur konsentrasi kalsium dalam darah. Kalsitonin
meningkatkan penimbunan kalsium dalam tulang.
Pasokan darah
Penyembuhan tulang
Inflamasi
Bila fraktur, terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi
pembentukan hematoma. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi. Tempat
cedera akan diinvasi makrofag, terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
Proliferasi sel
Terbentuk benang-benang fibril, jaringan untuk revaskularisasi dan invasi
fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast akan menghasilkan kolagen
dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk
jaringan ikat fibrus dan osteoid.
Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi
lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan
dengan jaringan fibrus, tulang rawan 7 tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4
minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang aan atau jaringan fibrus.
Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang
melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus menerus ditimbun sampai
tulang benar-benar telah bersatu dank keras.
Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.
SISTEM PERSENDIAN
Tulang dalam tubuh dihubungkan satu sama lain dengan sendi atau artikulasi yang
memungkinkan berbagai macam gerakan.
Ada 3 macam sendi yaitu :
Sendi sinartrosis merupakan sendi yang tidak dapat digerakkan misalnya pada
persambungan tulang tengkorak.
Sendi amfiartrosis, seperti sendi pada vertebra dan simfisis pubis yang
memungkinkan gerakan terbatas.
Sendi diartrosis adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas
Pada sendi yang dapat digerakkan, ujung persendian tulang ditutupi oleh
tulang rawan hialin yang halus. Persendian tulang tersebut dikelilingi oleh
selubung fibrus kuat kapsul sendi. Kapsul dilapisi oleh membrane, sinovium,
yang mensekresi cairan pelumas dan peredam getaran ke dalam kapsul
sendi.Ligamen, mengikat tulang dalam sendi. Ligamen dan tendon otot yang
melintasi sendi, menjaga stabilitas sendi. Bursa adalah suatu kantung yang
berisi cairan sinovial, biasanya merupakan bantalan bagi pergerakan tendon,
ligamen dan tulang di siku, lutut dan beberapa sendi lainnya.
SISTEM OTOT SKELET
Kira-kira 40% tubuh adalah otot rangka dan 5-10% lainya adalah otot polos atau
otot jantung
Otot dihubungkan oleh tendon tau aponeurosis ke tulang, jaringan ikat atau kulit
Otot bervariasi ukuran dan benuknya bergantung aktivitas yang dibutuhkan
Otot tubuh tersusun oleh kelompok sel otot yang paralel (fasikuli) yang
terbungkus dalam jaringan fibrus dinamakan epimisium atau fasia
Otot mengandung sebagian besar mioglobulin yang berkontraksi lebih lambat
dan lebih kuat
Tiap sel otot (serabut otot) mengandung myofibril. Yang tersusun atas
sekelompok sarkomer (aktin dan myosin) yang merupakan unit kontraktil otot
skelet
FISIOLOGI OTOT
Otot merupakan jaringan peka rangsang (eksitabel) yang dapat dirangsang secara
kimia, listrik dan mekanik untuk menimbulkan suatu aksi potensial. Ada tiga jenis
otot yaitu otot rangka, otot jantung dan otot polos.
2. MIND MAP
a. Definisi
Spondilitis tuberculosis adalah infeksi sekunder dari suatu infeksi yang
berasal dari ekstraspinal. Lesi dasar dari spondilitis tuberculosis adalah kombinasi
dari osteomielitis dan arthritis yang biasanya melibatkan lebih dari satu segmen
vertebra. Bagian anterior dari badan vertebra yang berdampingan dengan piring
subchondral adalah lokasi yang umumnya dipengaruhi. Tuberculosis dapat
menyebar dari daerah tersebut ke daerah diskus intervertebralis. Pada dewasa,
penyakit pada piringan merupakan sekunder terhadap infeksi yang berasal dari
badan vertebra. Sedangkan pada anak – anak, karena diskus masih mendapatkan
vaskularisasi, maka masih dapat menjadi tempat primer.
b. Epidemiologi
Diperkirakan 1-2% dari total kasus tuberculosis dapat berkembang
menjadi spondilitis tuberculosis. Tuberkulosis pada tulang dan jaringan ikat
adalah kira – kira 10% dari kasus tuberculosis ekstrapulmonalis. Spondilitis
tuberculosis adalah manifestasi umum dari tuberculosis musculoskeletal, kira –
kira 40-50% total kasus. Frekuensi kasus spondilitis tuberculosis berhubungan
dengan factor sosioekonomi dan juga riwayat kontak dengan orang yang
terinfeksi. Rasio perbandingan spondilitis tuberculosis pada pria dan wanita
adalah 1,5-2 berbanding dengan 1. Pada Negara berkembang, spondilitis
tuberculosis adalah lebih banyak ditemukan pada dewasa dan anak – anak tua.
Kasus spondilitis tuberculosis banyak ditemukan di India, Cina, Indonesia,
Pakistan dan Bangladesh. Tetapi akhir – akhir ini ditemukan peningkatan kasus di
Perserikatan Soviet dan sub Sahara Afrika sehubungan dengan penyebaran HIV.
c. Manifestasi Klinis
Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.
Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung.
Pada anak-anak sering disertai denganmenangis pada malam hari.
Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang
ke garis tengah atas dada melaluiruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh
tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal.
Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya
batas defisit sensorik setinggi tempatgibbus atau lokalisasi nyeri interkostal
(Tachdjian, 2005).
d. Etiologi
e. Klasifikasi
1. Stadium implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan
tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasimembentuk koloni yang
berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah
paradiskus danpada anak-anak pada daerah sentral vertebra.
3. Stadium destruksi lanjutPada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps
vertebra, dan terbentuk massa kaseosa serta pus yangberbentuk cold abses, yang
tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat
terbentuksekuestrum dan kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini
terbentuk tulang baji terutama di depan (wedginganterior) akibat kerusakan
korpus vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
ii. Derajat IIKelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
iii. Derajat IIIKelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau
aktivitas penderita disertai denganhipoestesia atau anestesia.
iv. Derajat IVGangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan
defekasi dan miksi.TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara
dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.Pada penyakit yang
masih aktif, paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses
paravertebral ataukerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh
adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang tidakaktif atau
sembuh terjadi karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau
pembentukan jaringan fibrosisyang progresif dari jaringan granulasi
tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat
terjadidestruksi tulang disertai dengan angulasi dan gangguan vaskuler
vertebra.
5. Stadium deformitas residua, Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah
stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karenakerusakan
vertebra yang massif di depan (Savant, 2007)
e. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatifa.
a) Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg, dan
Pirazinamid 1.500 mgsetiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
ii. Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama
sebulan, termasuk penderitayang kambuh.
1. Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450 mg,
Pirazinamid 1500 mg, danEtambutol 750 mg setiap hari. Streptomisin injeksi
hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnyaselama 3 bulan (90 kali).
2. Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol 1250 mg 3
kali seminggu selama 5bulan (66 kali).Kriteria penghentian pengobatan yaitu
apabila keadaan umum penderita bertambah baik, LED menurun danmenetap,
gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang, serta gambaran radiologis
ditemukanadanya union pada vertebra.
2. Terapi operatifa.
a. Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah
semakin berat. Biasanya 3minggu sebelum operasi, penderita diberikan obat
tuberkulostatik.
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka,
debrideman, dan bone graft.
c. Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau MRI
ditemukan adanya penekanan padamedula spinalis (Ombregt, 2005).Walaupun
pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita spondilitis
tuberkulosa tetapioperasi masih memegang peranan penting dalam beberapa hal
seperti apabila terdapat cold absces (abses dingin),lesi tuberkulosa, paraplegia,
dan kifosis.
a. Cold abscesCold absces yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat
terjadi resorbsi spontan dengan pemberiantuberkulostatik. Pada abses yang besar
dilakukan drainase bedah.
b. Lesi tuberkulosa
1) Debrideman fokal.
2) Kosto-transveresektomi.
3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
c. Kifosis
2) Laminektomi.
3) Kosto-transveresektomi.
4) Operasi radikal.
g. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratoriuma.
2. Pemeriksaan radiologisa.
Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses
dingin tampak sebagai suatubayangan yang berbentuk spindle.
Pemeriksaan mielografi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN