Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

SEJARAH PROMOSI KESEHATAN

KELOMPOK 1

Disusun oleh:

1. AGNI LAHMATUN NUR AULIA (P17120016001)


2. ANDIKA PRAMESWARI (P17120016002)
3. WIWIT ARIYATI (P17120016040)

KEPERAWATAN TINGKAT 2A

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta1


Jl. WijayaKusuma Raya No. 47-48 Cilandak Barat-Jakarta Selatan (12430)
Telp. 021 – 7590 9605 Fax. : 021 – 7590 9638
Website : http//www.poltekkesjakarta1.ac.id
Email : poltekkes_jkt1@yahoo.co.id
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Promosi kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Kesehatan
Nasional. Kesehatan di masyarakat kadang sering dianggap sepele , padahal
sebenarnya sangat penting. Oleh karenanya dibutuhkan suatu gerakan yang dapat
membantu meningkatkan kesadaran akan kesehatan pada masyarakat. Kegiatan
yang perlu bagi masyarakat salah satunya dengan kegiatan promosi kesehatan.
Promosi kesehatan pada prinsipnya merupakan upaya dalam meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan
kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya
setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Sebelum menjadi Promosi Kesehatan pengertiannya disamakan dengan
pendidikan kesehatan. Pada pendidikan kesehatan ditekankan pada perubahan
perilaku masyarakat dengan cara memberikan informasi kesehatan melalui
berbagai cara dan teknologi. Menurut perkembangannya, promosi kesehatan tidak
terlepas dari perkembangan sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia dan juga
dipengaruhi oleh perkembangan Promosi Kesehatan International yaitu
dimulainya progam Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) pada
tahun 1975 dan tingkat internasional pada tahun 1978 Deklarasi Alma Ata tentang
Primary Health Care tersebut sebagai tonggak sejarah cikal bakal Promosi
Kesehatan (Susilowati, 2016)
Dalam makalah ini kelompok kami akan membahas lebih lanjut mengenai
sejarah Promosi Kesehatan di Indonesia.
B. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengerti dan memahami mengenai sejarah Promosi
Kesehatan di Indonesia
C. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sejarah promosi kesehatan pada
era sebelum tahun 1965
2. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sejarah promosi kesehatan pada
periode tahun 1965-1975
3. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sejarah promosi kesehatan pada
periode tahun 1975-1985
4. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sejarah promosi kesehatan pada
periode tahun 1985-1995
5. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sejarah promosi kesehatan 1995-
sekarang
6. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sejarah promosi kesehatan era
globalisasi
BAB II

KONSEP DASAR

Di Indonesia sekitar tahun 1995 istilah penyuluhan kesehatan berubah menjadi


promosi kesehatan. Perubahan itu dilakukan selain karena komitmen terhadap
perkembangan dunia (health promotion) mulai dicetuskan di Ottawa pada tahun
1986 dikenal sebagai Ottawa Charter (Notoarmojo, 2005).
Sejak itu khususnya Pusat Penyuluhan Kesehatan Depkes berupaya
mengembangkan konsep promosi kesehatan tersebut serta aplikasinya di Indonesia.
Dengan demikian penggunaan istilah promosi kesehatan di indonesia tersebut dipicu
oleh perkembangan dunia Internasional. Nama unit Health Education di WHO baik
di Hoodquarter, Geneva maupun di SEARO, India juga sudah berubah menjadi unit
Health Promotion. Nama organisasi profesi Internasional juga mengalami perubahan
menjadi International Union For Health Promotion and Education (IUHPE). Istilah
promosi kesehatan tersebut juga ternyata sesuai dengan perkembangan
pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri, yang mengacu pada paradigma sehat
(Fitriani, 2011).
Perkembangan Promosi Kesehatan tidak terlepas dariperkembangan sejarah
Kesehatan Masyarakat di Indonesia dan dipengaruhi juga olehperkembangan
Promosi Kesehatan International yaitu dimulainya program PembangunanKesehatan
Masyarakat Desa (PKMD) pada tahun 1975 dan tingkat Internasional tahun
1978Deklarasi Alma Ata tentang Primary Health Care tersebut sebagai tonggak
sejarah cikal bakalPromosi Kesehatan (Departemen Kesehatan, 1994). Istilah Health
Promotion (PromosiKesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan setidaknya pada
tahun 1986, ketika diselenggarakannya Konferensi Internasional pertama tentang
Health Promotion di Ottawa, Canada pada tahun 1986. Pada waktu itu dicanangkan
”the Ottawa Charter”, yang didalamnya memuat definisi serta prinsip-prinsip dasar
Promosi kesehatan. Namun istilah tersebut pada waktu itu di Indonesia belum terlalu
populer seperti sekarang. Pada masa itu, istilah yang cukup terkenal hanyalah
Penyuluhan Kesehatan, selain itu muncul pula istilah-istilah populer lain seperti KIE
(Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), Social Marketing (Pemasaran Sosial) dan
Mobilisasi Sosial. Selanjutnya perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia
adalah seperti uraian berikut ini:
A. Sebelum Tahun 1965
Pada saat itu istilahnya adalah Pendidikan Kesehatan. Dalam program-
program kesehatan, Pendidikan Kesehatan hanya sebagai pelengkap pelayanan
kesehatan, terutama pada saat terjadi keadaan kritis seperti wabah penyakit,
bencana, dsb. Sasarannya perseorangan (individu), supaya sasaran program
lebih kepada perubahan pengetahuan seseorang.
B. Periode Tahun 1965-1975
Pada periode ini sasaran program mulai perhatian kepada masyarakat. Saat
itu jugadimulainya peningkatan tenaga profesional melalui program Health
Educational Service(HES). Tetapi intervensi program masih banyak yang
bersifat individual walau sudah mulaiaktif ke masyarakat. Sasaran program
adalah perubahan pengetahuan masyarakat tentangkesehatan.
C. Periode Tahun 1975-1985.
Istilahnya mulai berubah menjadi Penyuluhan Kesehatan. Di tingkat
DepartemenKesehatan ada Direktorat PKM. PKMD menjadi andalan program
sebagai pendekatanCommunity Development. Saat itu mulai diperkenalkannya
Dokter Kecil pada program UKS diSD. Departemen Kesehatan sudah mulai
aktif membina dan memberdayakan masyarakat.Saat itulah Posyandu lahir
sebagai pusat pemberdayaan dan mobilisasi masyarakat. Sasaranprogram adalah
perubahan perilaku masyarakat tentang kesehatan. Pendidikan kesehatanpada
era tahun 80-an menekankan pada pemberian informasi kesehatan melalui
media danteknologi pendidikan kepada masyarakat dengan harapan masyarakat
mau melakukanperilaku hidup sehat.Namun kenyataannya, perubahan tersebut
sangat lamban sehingga dampaknyaterhadap perbaikan kesehatan sangat kecil.
Dengan kata lain, peningkatan pengetahuanyang tinggi tidak diikuti dengan
perubahan perilaku. Seperti yang diungkap hasil penelitian,80% masyarakat
tahu cara mencegah demam berdarah dengan melakukan 3M
(menguras,menutup dan mengubur) tetapi hanya 35% dari masyarakat yang
benar-benar melakukan3M tersebut.Oleh sebab itu, agar pendidikan kesehatan
tidak terkesan ‘tanpa arti’, maka para ahlipendidikan kesehatan global yang
dimotori oleh WHO, pada tahun 1984 merevitalisasi pendidikan kesehatan
tersebut dengan menggunakan istilah promosi kesehatan. Promosi kesehatan
tidak hanya mengupayakan perubahan perilaku saja tetapi juga perubahan
lingkungan yang menfasilitasi perubahan perilaku tersebut. Disamping itu
promosi kesehatan lebih menekankan pada peningkatan kemampuan hidup
sehat bukan sekedar berperilaku sehat.
D. Periode Tahun 1985-1995.
Dibentuklah Direktoral Peran Serta Masyarakat (PSM), yang diberi
tugasmemberdayakan masyarakat. Direktoral PKM berubah menjadi Pusat
PKM, yang tugasnyapenyebaran informasi, komunikasi, kampanye dan
pemasaran sosial bidang kesehatan. Saatitu pula PKMD menjadi Posyandu.
Tujuan dari PKM dan PSM saat itu adalah perubahanperilaku.Pandangan (visi)
mulai dipengaruhi oleh ’Ottawa Charter’ tentang Promosi Kesehatan.
E. Periode Tahun 1995-Sekarang
Istilah PKM menjadi Promosi Kesehatan. Bukan saja pemberdayaan kearah
mobilisasimassa yang menjadi tujuan, tetapi juga kemitraan dan politik
kesehatan (termasukadvokasi). Sehingga sasaran Promosi Kesehatan tidak
hanya perubahan perilaku tetapiperubahan kebijakan atau perubahan menuju
perubahan sistem atau faktor lingkungankesehatan. Pada Tahun 1997 diadakan
konvensi Internasional Promosi Kesehatan dengantema ”Health Promotion
Towards The 21’st Century, Indonesian Policy for The Futuredengan
melahirkan ‘The Jakarta Declaration’.
Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter, 1986) sebagai hasil rumusan
KonferensiInternasional Promosi Kesehatan Di Ottawa-Canada, menyatakan
bahwa Promosi Kesehatanadalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat
sehingga mereka mau dan mampu untukmemelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri. Batasan promosi kesehatan inimencakup 2 dimensi
yaitu kemauan dan kemampuan. Sehingga tujuan dari PromosiKesehatan itu
sendiri adalah memampukan masyarakat dalam memelihara danmeningkatkan
kesehatan mereka dan menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku
danlingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Dengan demikian penggunaan
istilah PromosiKesehatan di Indonesia tersebut dipicu oleh perkembangan dunia
Internasional. Nama unitHealth Education di WHO baik di Hoodquarter,
Geneva maupun di SEARO India, juga sudahberubah menjadi unit Health
Promotion. Nama organisasi profesi Internasional jugamengalami perubahan
menjadi International Union For Health Promotion and Education(IUHPE).
Istilah Promosi Kesehatan tersebut juga ternyata sesuai dengan
perkembangapembangunan kesehatan di Indonesia sendiri yang mengacu pada
paradigma sehat. Salahsatu tonggak promosi kesehatan ialah Deklarasi Jakarta,
yang lahir dari Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke IV.

Deklarasi Jakarta Merumuskan bahwa :

1. Promosi kesehatan adalah investasi utama yang memberikan dampak


pada
2. determinan kesehatan, dan juga memberikan kesehatan terbesar pada
masyarakat.
3. Promosi kesehatan memberikan hasil positif yang berbeda dibandingkan
upaya lain
4. dalam meningkatkan kesetaraan bagi masyarakat dalam kesehatan.
5. Promosi kesehatan perlu disosialisasikan dan harus menjadi tanggung
jawab lintassektor.

Deklarasi juga merumuskan prioritas-prioritas promosi kesehatan di abad


21 yaitu: meningkatkan tanggung jawab dalam kesehatan, meningkatkan
investasi untuK pembangunan kesehatan, meningkatkan kemampuan
masyarakat dan pemberdayaan individu serta menjamin infrastruktur promosi
kesehatan (Susilowati, 2016).

F. Era Globalisasi
Kurun waktu 2000 an ini juga merupakan era globalisasi. Batas-batas antar
negara menjadi lebih longgar. Persoalan menjadi lebih terbuka. Berkaitan
dengan era globalisasi ini dapat menimbulkan pengaruh baik positif maupun
negatif. Di satu pihak arus informasi dan komunikasi mengalir sangat cepat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Dunia menjadi lebih
terpacu dan maju. Di pihak lain penyakit menular yang ada di satu negara dapat
menyebar secara cepat ke negara lain apabila negara itu rentan atau rawan.
Misalnya AIDS, Masalah Merokok, penyalahgunaan NAPZA, dan lain-lain,
sudah menjadi persoalan dunia. Demikian pula budaya negatif di suatu
bangsa/negara dengan cepat juga dapat masuk dan mempengaruhi budaya
bangsa/negara lain.
Sementara itu, khususnya di bidang promosi kesehatan, dalam era
globalisasi ini Indonesia memperoleh banyak masukan dan perbandingan dari
banyak negara. Melalui berbagai pertemuan internasional yang diikuti
setidaknya para delegasi memperoleh inspirasi untuk mengembangkan Promosi
Kesehatan di Indonesia. Beberapa pertemuan itu adalah sebagai berikut:
1. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan. Konferensi ini bersifat resmi,
para utusan-nya diundang oleh WHO dan mewakili negara. Selama kurun
waktu 1995-2005 ada tiga kali konferensi internasional, yaitu: the 4th
International Conference on health promotion, Jakarta,1997, the 5th
International Conference on Health Promotion, Mexico City,2000, dan the
6tn Global Conference on Health Promotion,Bangkok,2005. Pada
pertemuan di Bangkok istilah Intetnational Conference diganti dengan
Global Conference, a.l. karena dengan istilah "Global" tersebut
menunjukkan bahwa sekat-sekat antar negara menjadi lebih tipis dan
persoalan serta solusinya menjadi lebih mendunia. Menkes RI yang hadir
pada konferensi di Jakarta adalah Prof. Dr. Suyudi yang juga menjadi
pembicara kunci pada konferensi tersebut; di Mexico City: Dr. Achmad
Sujudi yang juga menjadi salah satu pembicara kunci dan bersama para
menteri kesehatan dari negara-negara lain ikut menandatangani "Mexico
Minesterial Statements on Health Promotion"; dan yang hadir di Bangkok
adalah Drs. Richard Panjaitan, Staf Ahli yang mewakili Menteri Kesehatan
yang harus berada di tanah air menjelang peringatan proklamasi
kemerdekaan RI. Konferensi Bangkok ini menghasilkan “Bangkok
Chapter” . Ketiga konferensi tersebut baik proses maupun hasil-hasilnya
memberi sumbangan yang bermakna dalam perkembangan Promosi
Kesehatan di Indonesia.
2. Konferensi Internasional Promosi dan Pendidikan Kesehatan . Konferensi
ini bersifat keilmuan. Utusannya datang atas kemauan sendiri dengan
mendaftar lebih dahulu . Penyelenggaraannya adalah Organisasi Profesi,
yaitu International Union for Health Promotion and Education. Dalam
kurun waktu ini sebenarnya ada empat kali pertemuan, tetapi Indonesia
hanya hadir di 3 pertemuan yaitu di Chiba, Jepang tahun 1995 , di Paris,
Perancis tahun 2001, dan Melbourne, Australia, 2004. Indonesia tidak hadir
pada pertemuan di Pourtoriko tahun 1998, karena situasi tanah air yang
tidak memungkinkan untuk pergi. Dengan mengikuti konferensi seperti ini,
selain menambah wawasan dan gagasan, juga menambah teman dan
jaringan.
3. Pertemuan-pertemuan WHO tingkat regional dan internasional. Pertemuan
seperti ini biasanya diikuti oleh kelompok terbatas antara 20-30 orang.
Sifatnya merupakan pertemuan konsultasi atau juga pertemuan tenaga ahli
(expert). Pesertanya adalah utusan yang mewakili unit Promosi Kesehatan
di masing-masing negara, atau perorangan yang dianggap ahli yang
diundang oleh WHO. Dalam kurun waktu 1995-2005 beberapa kali
diselenggarakan pertemuan konsultasi di New Delhi, India , di Bangkok,
Thailand , di Jakarta, Indonesia , dan beberapa kali di Genewa, Swiss,
khususnya dalam kaitanya dengan Mega Country Health Promotion
Network. Pertemuan-pertemuan seperti ini juga memacu perkembangan
promosi kesehatan di Indonesia. Khususnya dalam Mega Country ini
diupayakan penanggulangan penyakit tidak menular secara bersama
melalui upaya aktivitas fisik, makanan gizi seimbang dan tidak merokok .
4. Pertemuan regional ASEAN. Pertemuan ini diselenggarakan oleh negara-
negara anggota ASEAN. Pertemuan seperti ini diselenggarakan beberapa
kali tetapi yang menyangkut promosi kesehatan diselenggarakan pada
tahun 2002 di Vientiane, Laos. Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi
Vientiane atau Kesepakatan Menteri Kesehatan ASEAN tentang “ASEAN
Lifestyle” (antara lain ditandatangani oleh Dr. Achmad Suyudi selaku
Menkes RI) yang pada pokoknya merupakan kesepakatan untuk
mengintensifkan upaya-upaya regional untuk meningkatkan gaya hidup
sehat penduduk ASEAN. Dalam kesepakatan itu ditetapkan antara lain
tentang visinya, yaitu bahwa pada tahun 2002 semua penduduk ASEAN
akan menuju kehidupan yang sehat, sesuai dengan nilai, kepercayaan dan
budaya lingkungannya .
5. Pertemuan-pertemuan internasional atau regional lainnya, seperti:
International Conference on Tobacco and Health di Beijing, 1997;
International Conference on Working Together for better health di Cardiff,
UK, 1998; dan masih banyak pertemuan lainnya, misalnya tentang
HIV/AIDS di Bangkok, Manila, dll; pertemuan tentang kesehatan
lingkungan di Nepal; pertemuan tentang Health Promotion di Bangkok, di
Melbourne ,dll. Ini semua memperkuat jaringan dan semakin memantapkan
langkah di Indonesia.Selain itu, Indonesia juga banyak menerima
kunjungan persahabatan dari negara-negara sahabat , kebanyakan dari
negara-negara yang sedang berkembang seperti dari Bangladesh, India,
Myanmar, Sri Langka, Maladewa, dan beberapa negara di Afrika. Dalam
kesempatan diskusi di kelas maupun kunjungan lapangan, mereka juga
sering memberi masukan dan perbandingan tentang kegiatan promosi
kesehatan.

Promosi Kesehatan melalui berbagai Media

Sebagaimana upaya promosi pada umumnya , Promosi Kesehatan tidak dapat


dipisahkan dengan upaya untuk mempromosikan atau menjajagakan sesuatu yang
berupa kesehatan. Kesehatan memang sesuatu yang sebenarnya sangat diperlukan
oleh masyarakat tetapi masyarakat belum banyak yang memandangnya sebagai
prioritas. maka benar sekali ungkapan Dr. Mahler, Dirjen WhHO pada tahun 1985-an
bahwa: “Health is not everything, but without health everything else is nothing”.
Selain itu kesehatan juga merupakan karunia Tuhan yang perlu disyukuri. Karenanya
perlu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya. Oleh karena itu seharusnya diperlukan
promosi yang gencar untuk menjajakan kesehatan itu .

Upaya mempromosikan kesehatan itu antara lain dilakukan melalui berbagai


media. Baik media cetak elektronik maupun media luar ruang. Dalam hal ini media
diposisikan sebagai sarana untuk membuat suasana yang kondusif terhadap
perubahan perilaku yang positif terhadap kesehatan. Dalam bahasa promosi
kesehatan, upaya tersebut disebut dengan “bina suasana”.

Melalui media cetak telah dikembangkan berbagai leaflet, brosur, poster,


kalender dan lain-lain. Setiap tahun unit Promosi Kesehatan memproduksinya,
terutama sebagai semacam “prototype” agar dapat dikembangkan lebih lanjut oleh
daerah atau unit yang lain yang memerlukannya, sesuai dengan keadaan, masalah dan
potensi setempat. Juga dikembangkan “Logo Indonesia Sehat” yang dihasilkan
melalui lomba. Dalam rangka memfasilitasi penyelenggaraan promosi kesehatan di
daerah, disusunlah berbagai panduan, seperti: Panduan advokasi, panduan bina
suasana, panduan pemberdayaan masyarakat dan panduan pengembangan kemitraan .

Selain itu Pusat Promosi Kesehatan juga menempatkan majalah: “Interaksi”


yang terbit 3-4 kali setahun. Majalah itu merupakan forum untuk tukar menukar
informasi baik yang berkaitan dengan ide atau gagasan maupun hal-hal lain.
Kemudian juga ada majalah khusus GAKY yang berkaitan dengan informasi tentang
penanggulangan GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium).

Selanjutnya melalui media luar ruang, dikembangkan prototype baliho,


misalnya mengenai Garam Yodium, Penanggulangan Masalah Rokok, dll. Beberapa
pesan tentang masalah rokok sampai sekarang masih terpampang di halaman parkir
dan pintu masuk Depkes . Mobil jemputan pegawai Depkes yang melewati jalan jalan
utama Jakarta juga pernah dipasangnya pesan-pesan kesehatan. Dan setiap Hari
Kesehatan Nasional dan hari-hari tertentu lainnya, Pusat Promosi Kesehatan bekerja
sama dengan pihak-pihak lain juga menyelenggarakan pameran kesehatan .

Sedangkan melalui media elektronik melakukan promosi atau bina suasana


melalui televise, radio, dll. Antara lain sinetron Kupu-kupu ungu dan beberapa film
lepas. Selanjutnya juga dilakukan penyampaian pesan melalui radio spot, tv spot atau
filler mengenai Berbagai macam program. Salah satunya yang cukup terkenal pada
waktu itu adalah dengan judul “Jangan Lupa” yang disampaikan oleh Butet Kertajaya
dengan kocaknya. Juga diproduksi filler tentang Penanggulangan GAKY, Ibu Hami,
NAPZA, Gizi, Gaya Hidup Sehat, dll, serta khususnya tentang Pekan Imunisasi
Nasional yang dibawakan oleh kelompok Rano Karno dan Mandra dengan sangat
kocaknya.
Pesan-pesan kesehatan yang disebarluaskan melalui media televisi itu
beberapa cukup berhasil membina suasana dan mengajak masyarakat untuk berbuat
sesuatu. Namun beberapa juga ada yang kurang mendapat sambutan masyarakat.
Pada umumnya orang tahu bahwa tayangan melalui televisi itu biayanya sangat
mahal. Sementara itu pada saat ini pilihan saluran TV cukup banyak sehingga upaya
penyebarluasan informasi melalui televisi ini perlu dihitung dengan cermat plus
minusnya.Selanjutnya juga diproduksi kaset dan VCD, berisi lagu, film atau pesan
lainnya, yang kemudian disebarluaskan ke daerah dan media. Dikembangkan pula
pesan melalui internet .

Profil Promosi Kesehatan 2003

Promosi Kesehatan adalah upaya yang menekankan pada proses dengan tetap
memperhatikan hasil. Beberapa hal yang dapat dicatat sebagai Profil Promosi
Kesehatan, secara rinci dapat dilihat di buku : “Profil Promosi Kesehatan 2003”
sedangkan secara garis besar adalah sebagai berikut :

1. Dalam upaya advokasi, telah dihasilkan beberapa keputusan yang menyangkut


kebijakan yang berkaitan dengan: “social enforcement” garam beryodium,
kawasan tanpa rokok , kabupaten/kota sehat, program langit biru, dll. Selain itu
sekitar 20 provinsi juga telah mengeluarkan surat keputusan atau edaran yang
berkaitan dengan PHBS, garam yodium, penanggulangan AIDS, kawasan tanpa
rokok, dll .
2. Dalam upaya bina suasana atau pembentukan opini masyarakat untuk
membudayakan perilaku sehat telah dilakukan penyebaran informasi kesehatan,
melalui media televise, radio, media cetak, pameran, media luar ruangan lainnya,
penyuluhan melalui mobil-mobil unit penyuluhan, penyuluhan melalui kelompok,
dan diskusi interaktif. Penyebaran informasi kesehatan itu dilakukan baik di pusat
maupun daerah tentang berbagai masalah atau program kesehatan.
3. Dalam upaya pengembangan perilaku hidup sehat, 30 provinsi melaporkan telah
mengembangkan PHBS di berbagai tatanan: jumlah kumulatifnya sebanyak 7,5
juta lebih di tatanan rumah tangga 53 ribu lebih di tatanan sekolah, 260 ribu lebih
di tempat kerja, 26 ribu lebih di tatanan tempat umum, dan 5 ribu lebih di tatanan
sarana kesehatan.
4. Dalam upaya peningkatan kemitraan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
upaya promosi kesehatan, dilakukan berbagai kegiatan, seperti: reorientasi LSM
termasuk di provinsi, sosialisasi Indonesia sehat ke partai politik, organisasi
kemasyarakatan, dan wartawan, pertemuan-pertemuan lintas program, dan lintas
sektor , juga berbagai pertemuan bersama LSM, sektor swasta, organisasi profesi,
ormas kepemudaan, ormas wanita, ormas keagamaan, dll.
5. Pengembangan SDM promosi kesehatan, baik bagi pengelola program maupun
pelaksanaan di lapangan, termasuk tokoh masyarakat dan kader. Dalam kaitan itu
dalam tahun 2002 itu tidak kurang dari 600 orang, berasal dari pusat dan
sedikitnya dari 20 provinsi. Selain itu juga telah ditetapkan sebanyak 856 orang
tenaga jabatan profesional penyuluh kesehatan.
6. Dalam upaya pengembangan metode dan teknik promosi kesehatan, antara lain
dihasilkan: Promosi Kesehatan (Promkes) di kawasan pariwisata, Promkes di
perusahaan, Promkes dalam era desentralisasi, Promkes dalam pemberdayaan
keluarga, Pengembangan kawasan tanpa rokok, Promkes di pondok pesantren,
Pengembangan kota sehat, Pemanfaatan dana sosial dan keagamaan untuk
kesehatan, dan lain-lain. Yang juga perlu disebutkan disini adalah: Pengembangan
Sistem Surveilans Perilaku Berisiko Terpadu (yang dipandang sebagai surveilans
generasi kedua, setelah surveilans penyakit) dan Pengembangan Sistem Informasi
PHBS di berbagai tatanan.
7. Pengembangan media dan sarana promkes , antara lain pengembangan studio
mini dan mobil unit penyuluhan di pusat dan 5 provinsi proyek Kesehatan
Keluarga dan Gizi beserta sarana kelengkapannya, serta berbagai prototype media
di pusat untuk kemudian dikembangkan di daerah. Dikembangkan pula media
interaksi baik melalui majalah 3 bulanan maupun melalui internet.
8. Pengembangan infrastruktur khususnya yang menyangkut organisasi dan
kelembagaan, serta penganggaran hasilnya mengalami pasang surut . Demikian
pula yang terjadi di daerah, ada yang muncul dan ada yang terintegrasi dengan
unit lain, sesuai dengan potensi, keadaan dan perkembangan di daerah. Di
beberapa daerah juga dibentuk Badan Koordinasi Promosi Kesehatan Provinsi,
seperti yang terjadi di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Lampung.

Selain itu dapat disampaikan bahwa pengembangan anggaran biaya untuk


kegiatan promosi kesehatan selama ini mengalami fluktuasi . Pada awal Repelita
1-6 tersedia dana melalui APBN termasuk bantuan luar negeri yang jumlahnya
belum memadai. namun belakangan ini pada masa reformasi terjadi peningkatan
anggaran yang cukup besar baik yang berasal dari APBN maupun APBD bagi
daerah otonom .

Dari Direktorat Menjadi Pusat, Kembali Direktorat dan Pusat Lagi

Setelah selama sekitar 8 tahun menjadi Bagian, pada tahun 1975 Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 125 tahun 1975 bagian PKM Biro V
Pendidikan Depkes tersebut berkembang menjadi Direktorat Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat (PKM) pada Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat
(Binkesmas). Diangkat sebagai kepala Direktorat adalah Dr. Pudjiastuti Pranjoto,
MPH, yang memperoleh pendidikan tentang health education di University of
Berkeley, USA. Salah satu kepala subditnya adalah Dr. I.B. Mantra , MSc., yang
setelah selesai dari kegiatan Work Experience di Bandung. Pada masa inilah
pemantapan pendidikan Health Education Specialist baik di dalam maupun di luar
negeri, pengembangan tenaga wakil koordinator di tingkat kabupaten, serta
diperkenalkannya daerah percontohan PKM yang disebut Daerah Kerja Intensif
(DKI) PKM.
Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 558 tahun 1984,
unit Direktorat PKM Ditjen Binkesmas tersebut berubah menjadi Pusat PKM
dibawah Sekretariat Jenderal. Sebagian tugas pokok Direktorat PKM tersebut
ditambah dengan beberapa tugas lain menjadi direktorat baru yaitu Direktorat Bina
Peran Serta Masyarakat (BPSM) yang tetap berada di lingkungan Ditjen Binkesmas.
Sementara itu dibawah Dirjen Binkesmas juga ada Direktorat Bina Puskesmas, yang
kemudian menjadi motor pengembangan kegiatan Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Desa (PKMD).

Kepala Pusat PKM adalah Dr. I.B. Mantra , MSc, dan Kepala Direktorat BPSM
adalah Dr. Sonya Roesma, SKM, sedangkan Kepala Direktorat Bina Puskesmas
adalah Dr. Titiek Soeharto Wiryowidagdo, MPH. Pada periode inilah Pusat PKM
mengembangkan dan memproduksi berbagai media, serial sinetron Dr. Sartika
melalui TVRI yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat.

Selanjutnya pada tahun 2000 diadakan reorganisasi Depkes. Berdasarkan Keputusan


Menteri Kesehatan Nomor 130 tahun 2000, unit Pusat PKM berubah lagi menjadi
Direktorat Promosi Kesehatan pada Ditjen Binkesmas. Direkturnya adalah Drs.
Dachroni, MPH, yang sebelumnya telah menjadi kepala Pusat PKM sejak 1994
menggantikan Dr. I.B. Mantra , MSc, yang memasuki usia pensiun. Pada masa inilah
diperkenalkan pengembangan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) sebagai cikal
bakal promosi kesehatan, yang kemudian menjadi nomenklatur PKM di lingkungan
Depkes. Pada masa ini pula diselenggarakan konferensi internasional promosi
kesehatan ke-4, yang menghasilkan Deklarasi Jakarta yang menjadi acuan kegiatan
promosi kesehatan di dunia. Sesuai dengan catatan Menkes tersebut , Direktorat BPS
dilikuidasi. salah satu sudutnya masuk Direktorat promosi kesehatan, sedangkan
subdit lainnya ada yang bergabung dengan Direktorat baru yaitu Dit. Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), Dit. kesehatan tradisional, dan lain-
lain.
Satu hal yang menjadi Catatan sejarah adalah bahwa pada tahun 2001 pada era
presiden Abdurrahman Wahid, Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial
digabung menjadi satu departemen, yaitu Departemen Kesehatan dan Sosial RI.
Konsekuensinya adalah bahwa unit-unit di kedua Departemen tersebut juga
disatukan, salah satunya adalah Direktorat Promosi Kesehatan Depkes dan Pusat
Penyuluhan Sosial Depsos. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan dan Sosial RI
No 446 tahun 2001, unit tersebut ditetapkan menjadi Direktorat Promosi Kesehatan
dan Penyuluhan Sosial dibawah Ditjen Pemberdayaan Sosial RI. Surat Keputusan
sudah ditandatangani, dan telah ditetapkan Drs. Dachroni, MPH sebagai direkturnya,
tinggal menunggu saat pelantikannya saja. Struktur organisasi ini tidak pernah
diberlakukan, karena sebelum pelantikan telah terjadi pergantian pemerintahannya
dari presiden Abdurrahman Wahid kepada Presiden Megawati Soekarnoputri, yang
kembali memisahkan Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial RI.

Akhirnya melalui keputusan Menteri Kesehatan RI No 1227 tahun 2001,


Direktorat Promosi Kesehatan berubah status menjadi Pusat Promosi Kesehatan di
bawah Sekretariat Jenderal. Sudit Peran Serta Masyarakat terpisah dari Pusat Promosi
Kesehatan, bergabung dengan Direktorat Baru, menjadi Direktorat Kesehatan
Komunitas, dibawah Ditjen Binkesmas. Dit. JPKM tetap ada, juga dibawah Ditjen
Binkesmas. Sebagai Kepala Pusat ditetapkan Drs. Dachroni, MPH dan waktu ia
pensiun pada tahun 2004, ia digantikan oleh Bambang Hartono, SKM, MSc.

Direktorat BPSM, JPKM dan Kesehatan Komunitas

Pada sekitar tahun 1985 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 558
tahun 1984 dibentuk organisasi baru antara lain Direktorat Bina Peran Serta
Masyarakat (BPSM) di lingkungan Ditjen Binkesmas. Sebagai sebuah organisasi baru
yang ditugaskan untuk mengelola dan mengembangkan peran serta masyarakat,
Dit.Bina PSM memiliki subdit Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)
yang sebelumnya berada pada Direktorat Bina Puskesmas. Subdit ini memiliki seksi
PKMD dan PKMD perkotaan. Subdit inilah yang kemudian bersama unit kerja terkait
lainnya mengembangkan Posyandu. Secara kelembagaan subdit PKMD bertanggung
jawab untuk melakukan berbagai upaya pembinaan dan pengembangan Posyandu dan
secara teknis memperoleh bantuan kerjasama yang erat dari unit organisasi terkait,
seperti Gizi, Imunisasi, Diare, KIA bahkan BKKBN.

Periode ini merupakan salah satu periode penting dalam pengembangan


organisasi pendidikan kesehatan, karena selain pada tingkat pusat ada pusat PKM dan
Direktorat BPSM, pada tingkat provinsi terdapat seksi PSM yang ada di kantor
wilayah Departemen Kesehatan, dan Sub.Dinas PKM pada Dinas Kesehatan Provinsi.
Sementara itu pada tingkat kabupaten cerminan serupa di atas juga masih
tercerminkan karena di Kabupaten masih ada kantor Departemen Kesehatan dan
Dinas Kesehatan Kabupaten.

Yang menarik dari Dit.Bina PSM ini pada waktu itu sudah mulai melakukan
upaya rintisan untuk mengantisipasi masalah pembiayaan kesehatan yang pada era
tahun 2000 malah menjadi topik nasional dari pembangunan kesehatan, yaitu dengan
munculnya seksi Dana Sehat walaupun strukturnya masih merupakan sebuah seksi
saja. ternyata dalam perkembangan lebih lanjut, masalah pembiayaan kesehatan telah
ditetapkan oleh para pengambil keputusan di Departemen Kesehatan sebagai bagian
terpenting dari sekian banyak topik dan masalah peran serta masyarakat.

Hal ini menjadi latar belakang kebijakan penting dari lahirnya Direktorat
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, sebagai pengembangan lebih lanjut dari Dit.Bina
PSM dan masih tetap berada di lingkungan Ditjen Binkesmas. Maka lahirlah
Dit.JPKM, dan sirnalah Dit.BPSM atau dengan kata lain berakhirlah periode peran
serta masyarakat dalam bentuk kegiatan Posyandu digantikan oleh program JPKM
yang melahirkan Badan Penyelenggara Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(Bapel JPKM). Berbeda dengan Posyandu yang ada di tingkat akar rumput yaitu desa,
maka Bapel JPKM berada di ibukota/kabupaten.
Praktis dengan lahirnya program JPKM sebagai primadona peran serta
masyarakat dalam pembangunan kesehatan, maka sirnalah Posyandu yang konon
pada masa puncaknya pernah melahirkan tidak kurang dari 240 ribu Posyandu
sebagai bentuk peran aktif masyarakat. dan untuk tidak memberikan kesan seolah
peran serta masyarakat kurang penting, maka berbagai hal yang terkait dengan hal
tersebut akan dikelola oleh sebuah unit organisasi setingkat sup.dit, yaitu sub.dit
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM).

Selanjutnya pada reorganisasi Depkes tahun 2000 muncul Direktorat Kesehatan


Komunitas, dibawah Ditjen Binkesmas. Direktorat ini mempunyai beberapa sub
Direktorat antara lain UKBM dan PKMB Perkotaan. Dengan demikian upaya
pemberdayaan masyarakat sepertinya menjadi urusan Direktorat baru ini. Sementara
itu Direktorat JPKM masih tetap berusaha, yang juga berada dilingkungan Ditjen
Binkesmas. Sedangkan Pusat Promosi kesehatan yang berada di lingkungan
Sekretariat Jenderal mengurusi bidang metode teknik dan sarana promosi serta
kemitraan dan peran serta masyarakat.

Unit PKM/promosi kesehatan di daerah

Keberadaan unit PKM dalam organisasi kesehatan di daerah sebenarnya sudah


ada sejak dicanangkannya pembangunan nasional melalui repelita 1 tahun 1969. Pada
beberapa provinsi yang relatif maju unit PKM sudah dibentuk sejak tahun 1967
setelah pemberlakuan struktur organisasi Depkes tahun 1967.Pada waktu itu
kegiatannya masih terbatas pada dukungan terhadap upaya penanggulangan beberapa
penyakit menular di daerah tersebut dengan metode dan sarana yang masih sangat
terbatas. Tersedianya dana melalui APBN yang kemudian dituangkan dalam bentuk
proyek di daerah , ternyata memberikan dukungan sangat berarti bagi kegiatan PKM
di daerah . Hal ini semakin meningkat dan memperoleh momentum setelah pada
sebagian besar provinsi ditempatkan tenaga spesialis penyuluh kesehatan.
Pada mulanya PKM berupa unit yang pada sebagian daerah berdiri sendiri atau
menjadi bagian dari Direktorat Daerah yang merupakan cerminan dari struktur yang
berlaku di tingkat nasional. Kemudian sesuai dengan kewenangan otonomi daerah
yang dimiliki oleh provinsi dan semakin dipahaminya arti penting PKM, maka status
PKM menjadi Direktorat Daerah dalam struktur organisasi Inspektur/Dinas
Kesehatan Provinsi. Terjadi sekitar Tahun 1979, dan ini juga tercermin pada struktur
organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten yang menempatkan unit PKM pada seksi.
Tenaga pengelola PKM di Kabupaten pada waktu itu pada umumnya adalah tenaga
perawat atau sanitarian dengan keterampilan PKM yang terbatas.

Pada waktu itu belum ada tenaga PKM di front terdepan yaitu Puskesmas. Itu karena
dianut prinsip bahwa penyuluhan kesehatan adalah bagian yang terintegrasi dengan
semua program di Puskesmas, dan penyuluhan kesehatan dapat dilakukan oleh siapa
saja di Puskesmas. Akibatnya, kegiatan PKM menjadi tidak terarah dan dijalankan
secara sambil lalu saja.

Dengan pembentukan Kantor Wilayah pada tahun 1985, pembagian tugas PKM
yaitu pengembangan masyarakat dialihkan dan ditangani oleh Kantor Wilayah , yaitu
oleh Seksi Peran Serta Masyarakat. Sedangkan sebagian yang lain masih tetap berada
di Dinas Kesehatan dan dikelola oleh Sub.Dinas Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
Hal ini juga tercermin di kabupaten atau kota yang tercermin dalam organisasi
Kandep dan Dinas Kesehatan Kabupaten/kota. Pada waktu itu memang sering terjadi
rivalitas antara kedua unit yang sama-sama mengurusi penyuluhan masyarakat itu
.rivalitas itu ada yang berkembang positif dengan kerjasama yang baik tetapi ada juga
yang kurang berjalan baik.

Dengan diberlakukannya otonomi daerah secara penuh pada tahun 2001 melalui
UU No 22 Tahun 1999, maka kewenangan pemberitahuan organisasi daerah
sepenuhnya berada dalam tangan pemerintah daerah kabupaten. Hal itu juga berimbas
pada struktur organisasi Dinas Kesehatan termasuk unit promosi kesehatan. Struktur
organisasi promosi kesehatan menjadi sangat bervariasi, ada daerah yang
menempatkan dalam dinas tersendiri, ada yang ada yang menjadi seksi dari sub dinas
lain, dan ada juga yang hanya menjadi program tanpa eselon. Bahkan ada pula yang
hilang sama sekali dari peredaran. Hal ini tentunya menjadi bahan renungan dan
pemikiran untuk dicarikan solusinya yang terbaik .

Organisasi Profesi PPKMI

Di satu pihak dengan semakin berkembangnya program PKM/promosi


kesehatan dengan organisasi formal pengelola di belakangnya dan di lain pihak
meningkatnya kesadaran dan kecerdasan masyarakat di bidang kesehatan
mempersyaratkan bahwa tenaga PKM haruslah profesional dan dapat diandalkan.
Untuk itu diperlukan faktor pendukung seperti organisasi profesi yang mampu
menghimpun dan membina anggotanya sehingga memiliki keahlian dan keterampilan
yang mumpuni dan sekaligus dapat mengangkat citra PKM di dalam lingkungan
kesehatan maupun masyarakat pada umumnya.

Menyadari akan hal ini, maka pada tahun 1988 sekelompok ahli dan peminat
pendidikan dan promosi kesehatan masyarakat mendirikan suatu organisasi profesi
bernama perkumpulan pendidikan kesehatan masyarakat Indonesia yang kemudian
disempurnakan menjadi Perkumpulan Promosi dan Pendidikan Kesehatan
Masyarakat Indonesia (Perkumpulan PPKMI). Organisasi ini disahkan melalui Akte
Notaris Eko Hari Poernomo, SH no. 3 tanggal 1 Agustus 2003. Pada hakekatnya
organisasi ini tidaklah sepenuhnya mandiri tapi bernaung dibawah organisasi Ikatan
Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI).

Hubungan ini menggambarkan eratnya hubungan antara promosi kesehatan


dengan kesehatan masyarakat pada umumnya. Dengan terbentuknya organisasi ini
dirumuskan pula visi misi tujuan strategi dan program program pokok PPKMI. Visi
PPKMI adalah perilaku hidup sehat bagi masyarakat Indonesia guna terciptanya
kualitas sumber daya manusia Indonesia yang optimal. Misinya adalah meningkatkan
kemampuan profesional di bidang promosi dan pendidikan kesehatan masyarakat
agar berperan optimal dalam pembangunan kesehatan.

Sedangkan tujuan PPKMI adalah :

1. berperan aktif dalam pembangunan kesehatan dan dengan menerapkan promosi


dan pendidikan kesehatan masyarakat
2. mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan di bidang promosi dan
pendidikan kesehatan masyarakat melalui seminar, simposium, sarasehan,
penelitian-penelitian
3. meningkatkan kemampuan organisasi dan kesejahteraan anggotanya
4. mengatur standarisasi dan akreditasi profesi
5. memberikan Umpan balik atau masukan pada kebijakan

Adapun strategi yang ditetapkan adalah

1. advokasi di bidang kesehatan dengan menempatkan bidang kesehatan sebagai


agenda pokok dalam kebijakan yang berpengaruh pada masyarakat luas
2. meningkatkan dukungan sosial dengan menekankan pada terciptanya lingkungan
yang mendukung serta kemitraan dan jaringan kerja yang dapat memberikan
dukungan untuk terciptanya perilaku hidup sehat .
3. pemberdayaan masyarakat dengan memberikan bekal pada setiap individu
keluarga dan kelompok yang ada di masyarakat akan pengetahuan dan
kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dalam pemecahan masalah
kesehatan perorangan maupun kesehatan masyarakat umum

Selanjutnya juga dirumuskan program pokok:

1. mengembangkan bidang penelitian dan pengembangan program promosi


kesehatan
2. mengembangkan program peningkatan kualitas SDM sehingga mampu berperan
dalam upaya promosi kesehatan secara optimal
3. melakukan kemitraan dengan berbagai pihak terkait dalam mendukung upaya
promosi kesehatan berdasarkan prinsip kesetaraan keterbukaan dan saling
menguntungkan

Selama ini organisasi tersebut telah terlibat dalam berbagai kegiatan antara lain:

1. kegiatan penelitian berupa pengembangan dan penyempurnaan indikator perilaku


hidup bersih dan sehat tahun 2001-2002 dalam kerjasama dengan pusat promosi
kesehatan, Litbangkes Depkes dan BPS
2. kegiatan pelatihan dalam bentuk pelatihan tenaga PKM terampil dan ahli di
tingkat pusat dan provinsi tahun 2002, 2003 bekerjasama dengan pusat promosi
kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Diklatkes Depkes
3. pengembangan organisasi menyangkut penyusunan etika profesi promosi
penyuluhan dan pendidikan kesehatan masyarakat Indonesia dan terlibat dalam
penyelenggaraan konferensi nasional promosi kesehatan
4. menyiapkan tenaga konsultan
5. Dalam hal konferensi nasional itu PPKMI yg bekerjasama dengan pusat promosi
kesehatan Depkes telah tiga kali menyelenggarakan konferensi nasional promosi
kesehatan. Pertama di Hotel Horizon , Ancol tahun 1997 bersamaan dengan
konferensi internasional promosi kesehatan ke-4. Kedua di Hotel di Bidakara
Jakarta pada tahun 2001 dan ketiga di Yogyakarta pada tahun 2004 .

Pengurus perkumpulan PPKMI periode 2002-2005 dipimpin oleh dr. Zulasmi


Mamdi, MPH selaku ketua umum. Sedangkan ketua umum pada pengurus yang
pertama adalah Dr. I.B. Mantra, MPH, MSc (alm). Keanggotaannya terbuka pada
mereka yang terkait dengan promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan (Fitriani,
2011).
DAFTAR PUSTAKA

Fitriani, Sinta. 2011. Promosi Kesehatan. Jakarta: Grahailmu.


Notoarmojo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Rinekacipta.
Susilowati, Dwi. 2016. MODUL BAHAN AJAR CETAK KEPERAWATAN
PROMOSI KESEHATAN. Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan
Kementerian Kesehatan Indonesia.
LAMPIRAN 1
Pertanyaan beserta jawaban saat presentasi

Pertanyaan : (Dwi Putri Utami, Kelompok 3)


“Bagaimana perkembangan promosi kesehatan di era saat ini?”
Jawaban : perkembangan promosi kesehatan saat ini sudah semakin berkembang
karena program nusantara sehat sehingga daerah terpencil mulai terjangkau pelayanan
kesehatan sehingga baik dalam promotif sampai rehabilitatif dapat terlaksana

Pertanyaan : (Lizara Diaulhanif, kelompok 7)


“Upaya-upaya apa saja yang diprioritaskan untuk dilakukan pada daerah yang
terpencil seperti Papua?”
Jawaban : untuk daerah papua maka perlu ditingkatkan tindakan promotif sampai
kuratif karena wilayah papua merupakan wilayah endemik penyakit malaria sehingga
angka kematian yang awalnya tinggi dapat teratasi di Papua

Pertanyaan : (Sofiana Widya, kelompok 5)


“Contoh dari diskusi interaktif itu seperti apa?”
Jawaban : contoh interaktif disini merupakan pola pemberian promosi kesehatan
dimana setelah diberikan informasi sasaran dapat memberikan respon baik berbentuk
pertanyaan, dan pendapat tentang informasi yang di sampaikan.
LAMPIRAN 2
1. Pada tahun 1965, promosi kesehatan dikenal dengan istilah…
a. Promosi kesehatan
b. Penyuluhan kesehatan
c. Gerakan kesehatan
d. Pendidikan kesehatan
e. Peduli kesehatan
2. Pada tahun 1965-1975, dimulainya peningkatan tenaga profesional melalui
program
a. Health Educational Service (HES)
b. Health Education Communication (HEC)
c. Health Education People (HEP)
d. Health Education National (HEN)
e. Health Education Lifestle (HEL)
3. Pada periode tahun berapakah mulai diperkenalkannya Dokter Kecil pada
program UKS diSD…
a. 1965-1970
b. 1970-1975
c. 1975-1985
d. 1985-1990
e. 1990-1995
4. Pada periode tahun 1985-199 program Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Desa (PKMD) berubah menjadi…
a. Peran Serta Masyarakat Desa
b. Posyandu
c. Penyuluhan Kesehatan Desa
d. Promosi Kesehatan Desa
e. PKM
5. Salah satu tonggak promosi kesehatan ialah lahirnya Deklarasi dari
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke IV tahun 1997, Deklarasi
tersebut adalah…
a. Deklarasi Jakarta
b. Deklarasi Ottawa
c. Deklarasi Alma Ata
d. Deklarasi Juanda
e. Deklarasi Chatter
6. Pertemuan regional ASEAN tahun 2002 yang menyangkut promosi kesehatan
dilakukan di…
a. Jakarta, Indonesia
b. Vientine, Laos
c. Bangkok, Thailand
d. Kuala Lumpur, Malaysia
e. Manila, Filiphina
7. Dalam rangka memfasilitasi penyelenggaraan promosi kesehatan di daerah,
disusunlah berbagai panduan, seperti berikut ini, kecuali…
a. Panduan advokasi
b. panduan bina suasana
c. panduan pemberdayaan masyarakat
d. panduan pengembangan kemitraan
e. panduan penyuluhan kesehatan
8. Satu hal yang menjadi Catatan sejarah adalah bahwa pada tahun 2001 pada
era presiden Abdurrahman Wahid, Departemen Kesehatan digabung menjadi
satu dengan …
a. Departemen Hukum dan HAM
b. Departemen Keuangan
c. Departemen Sosial
d. Departemen Pertanian
e. Departemen Kesehatan Lingkungan
9. Pada 1988 sekelompok ahli dan peminat pendidikan dan promosi kesehatan
masyarakat mendirikan suatu organisasi profesi bernama perkumpulan
pendidikan kesehatan masyarakat Indonesia yang kemudian disempurnakan
menjadi…
a. IAKMI
b. PKMI
c. PKK
d. Perkumpulan PPKMI
e. Perkumpulan IAKMI
10. Visi PPKMI adalah…
a. meningkatkan kemampuan profesional di bidang promosi dan pendidikan
kesehatan masyarakat agar berperan optimal dalam pembangunan
kesehatan
b. berperan aktif dalam pembangunan kesehatan dan dengan menerapkan
promosi dan pendidikan kesehatan masyarakat
c. mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan di bidang promosi
dan pendidikan kesehatan masyarakat melalui seminar, simposium,
sarasehan, penelitian-penelitian
d. pemberdayaan masyarakat dengan memberikan bekal pada setiap individu
keluarga dan kelompok yang ada di masyarakat akan pengetahuan dan
kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dalam pemecahan
masalah kesehatan perorangan maupun kesehatan masyarakat umum
e. perilaku hidup sehat bagi masyarakat Indonesia guna terciptanya kualitas
sumber daya manusia Indonesia yang optimal
LAMPIRAN 3
No. Tahun Perubahan dan perkembangan yang terjadi

1. 1808 Belanda membentuk Jawatan Kesehatan Tentara (Militar


Geneeskundige Dients)
2. 1925 Usaha untuk mempertinggi kesehatan rakyat secara
keseluruhan
3. 1911 Di Batavia dibentuk badan yang diberi nama “Hygine
Commissie” yang kegiatannya berupa memberikan vaksinasi,
menyediakan air minumdan menganjurkan memasak air untuk
diminum.
4. 1920 diadakan jabatan “propagandist” (juru penyiar berita) yang
meletakkan usaha pendidikan kesehatan kepada rakyat
5. 1923 “propagandist” diberhentikan dengan alas an penghematan
6. 1924 pemerintah Belanda membentuk Dinas Higiene dengan
kegiatan pertamanya berupa pemberantasan cacing tambang di
daerah Banten.
7. 1933 dimulai organisasi higine tersendiri, dalam bentuk Percontohan
Dinas Kesehatan Kabupaten di Purwokerto.
8. 1995 “Penyuluhan kesehatan” berganti nama menjadi “Promosi
Kesehatan” dan Pusat Penyuluhan Kesehatan Depkes berupaya
mengembangkan konsep tersebut serta aplikasinya di
Indonesia.
9. 1975 Dibentuk program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa
(PKMD)
10. 1978 Diadakan Deklarasi Alma Ata tentang Primary Health Care
11. 1965 Istilahnya adalah Pendidikan Kesehatan sebagai pelengkap
pelayanan kesehatan, sasarannyaadalah Individu
12. 1965-1975 Dimulainya peningkatan tenaga professional melalui program
Health Education (HES), sasarannya adalah masyarakat.
13. 1975-1985 Istilahnya adalah Penyuluhan Kesehatan membina dan
memberdayakan masyarakat
14. 1985-1995 Dibentuklah Direktoral Peran Serta Masyarakat (PSM). PKMD
menjadi Posyandu
15. 1995-2005 1997 diadakan konvensi Internasional Promosi Kesehatan
dengantema ”Health Promotion Towards The 21’st Century,
Indonesian Policy for The Futuredengan melahirkan ‘The
Jakarta Declaration’.
the 5th International Conference on Health Promotion, Mexico
City,2000,
dan the 6tn Global Conference on Health
Promotion,Bangkok,2005.
Pertemuan regional ASEAN di Laos, Vientiene menghasilkan
Deklarasi Vientiane “ASEAN Lifestlye”
16. 2003 Promosi Kesehatan adalah upaya yang menekankan pada
proses dengan tetap memperhatikan hasil.
17. 2004- Promosi Kesehatan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
Sekarang melalui berbagai media, secara langsung maupun tidak
langsung. Kurangnya penyuluh kesehatan pada daerah pelosok
tanah air merupakan salah satu penghambat promosi
kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai