KELOMPOK 1
Disusun oleh:
KEPERAWATAN TINGKAT 2A
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Promosi kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Kesehatan
Nasional. Kesehatan di masyarakat kadang sering dianggap sepele , padahal
sebenarnya sangat penting. Oleh karenanya dibutuhkan suatu gerakan yang dapat
membantu meningkatkan kesadaran akan kesehatan pada masyarakat. Kegiatan
yang perlu bagi masyarakat salah satunya dengan kegiatan promosi kesehatan.
Promosi kesehatan pada prinsipnya merupakan upaya dalam meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan
kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya
setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Sebelum menjadi Promosi Kesehatan pengertiannya disamakan dengan
pendidikan kesehatan. Pada pendidikan kesehatan ditekankan pada perubahan
perilaku masyarakat dengan cara memberikan informasi kesehatan melalui
berbagai cara dan teknologi. Menurut perkembangannya, promosi kesehatan tidak
terlepas dari perkembangan sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia dan juga
dipengaruhi oleh perkembangan Promosi Kesehatan International yaitu
dimulainya progam Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) pada
tahun 1975 dan tingkat internasional pada tahun 1978 Deklarasi Alma Ata tentang
Primary Health Care tersebut sebagai tonggak sejarah cikal bakal Promosi
Kesehatan (Susilowati, 2016)
Dalam makalah ini kelompok kami akan membahas lebih lanjut mengenai
sejarah Promosi Kesehatan di Indonesia.
B. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengerti dan memahami mengenai sejarah Promosi
Kesehatan di Indonesia
C. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sejarah promosi kesehatan pada
era sebelum tahun 1965
2. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sejarah promosi kesehatan pada
periode tahun 1965-1975
3. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sejarah promosi kesehatan pada
periode tahun 1975-1985
4. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sejarah promosi kesehatan pada
periode tahun 1985-1995
5. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sejarah promosi kesehatan 1995-
sekarang
6. Mahasiswa dapat mengerti dan memahami sejarah promosi kesehatan era
globalisasi
BAB II
KONSEP DASAR
F. Era Globalisasi
Kurun waktu 2000 an ini juga merupakan era globalisasi. Batas-batas antar
negara menjadi lebih longgar. Persoalan menjadi lebih terbuka. Berkaitan
dengan era globalisasi ini dapat menimbulkan pengaruh baik positif maupun
negatif. Di satu pihak arus informasi dan komunikasi mengalir sangat cepat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Dunia menjadi lebih
terpacu dan maju. Di pihak lain penyakit menular yang ada di satu negara dapat
menyebar secara cepat ke negara lain apabila negara itu rentan atau rawan.
Misalnya AIDS, Masalah Merokok, penyalahgunaan NAPZA, dan lain-lain,
sudah menjadi persoalan dunia. Demikian pula budaya negatif di suatu
bangsa/negara dengan cepat juga dapat masuk dan mempengaruhi budaya
bangsa/negara lain.
Sementara itu, khususnya di bidang promosi kesehatan, dalam era
globalisasi ini Indonesia memperoleh banyak masukan dan perbandingan dari
banyak negara. Melalui berbagai pertemuan internasional yang diikuti
setidaknya para delegasi memperoleh inspirasi untuk mengembangkan Promosi
Kesehatan di Indonesia. Beberapa pertemuan itu adalah sebagai berikut:
1. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan. Konferensi ini bersifat resmi,
para utusan-nya diundang oleh WHO dan mewakili negara. Selama kurun
waktu 1995-2005 ada tiga kali konferensi internasional, yaitu: the 4th
International Conference on health promotion, Jakarta,1997, the 5th
International Conference on Health Promotion, Mexico City,2000, dan the
6tn Global Conference on Health Promotion,Bangkok,2005. Pada
pertemuan di Bangkok istilah Intetnational Conference diganti dengan
Global Conference, a.l. karena dengan istilah "Global" tersebut
menunjukkan bahwa sekat-sekat antar negara menjadi lebih tipis dan
persoalan serta solusinya menjadi lebih mendunia. Menkes RI yang hadir
pada konferensi di Jakarta adalah Prof. Dr. Suyudi yang juga menjadi
pembicara kunci pada konferensi tersebut; di Mexico City: Dr. Achmad
Sujudi yang juga menjadi salah satu pembicara kunci dan bersama para
menteri kesehatan dari negara-negara lain ikut menandatangani "Mexico
Minesterial Statements on Health Promotion"; dan yang hadir di Bangkok
adalah Drs. Richard Panjaitan, Staf Ahli yang mewakili Menteri Kesehatan
yang harus berada di tanah air menjelang peringatan proklamasi
kemerdekaan RI. Konferensi Bangkok ini menghasilkan “Bangkok
Chapter” . Ketiga konferensi tersebut baik proses maupun hasil-hasilnya
memberi sumbangan yang bermakna dalam perkembangan Promosi
Kesehatan di Indonesia.
2. Konferensi Internasional Promosi dan Pendidikan Kesehatan . Konferensi
ini bersifat keilmuan. Utusannya datang atas kemauan sendiri dengan
mendaftar lebih dahulu . Penyelenggaraannya adalah Organisasi Profesi,
yaitu International Union for Health Promotion and Education. Dalam
kurun waktu ini sebenarnya ada empat kali pertemuan, tetapi Indonesia
hanya hadir di 3 pertemuan yaitu di Chiba, Jepang tahun 1995 , di Paris,
Perancis tahun 2001, dan Melbourne, Australia, 2004. Indonesia tidak hadir
pada pertemuan di Pourtoriko tahun 1998, karena situasi tanah air yang
tidak memungkinkan untuk pergi. Dengan mengikuti konferensi seperti ini,
selain menambah wawasan dan gagasan, juga menambah teman dan
jaringan.
3. Pertemuan-pertemuan WHO tingkat regional dan internasional. Pertemuan
seperti ini biasanya diikuti oleh kelompok terbatas antara 20-30 orang.
Sifatnya merupakan pertemuan konsultasi atau juga pertemuan tenaga ahli
(expert). Pesertanya adalah utusan yang mewakili unit Promosi Kesehatan
di masing-masing negara, atau perorangan yang dianggap ahli yang
diundang oleh WHO. Dalam kurun waktu 1995-2005 beberapa kali
diselenggarakan pertemuan konsultasi di New Delhi, India , di Bangkok,
Thailand , di Jakarta, Indonesia , dan beberapa kali di Genewa, Swiss,
khususnya dalam kaitanya dengan Mega Country Health Promotion
Network. Pertemuan-pertemuan seperti ini juga memacu perkembangan
promosi kesehatan di Indonesia. Khususnya dalam Mega Country ini
diupayakan penanggulangan penyakit tidak menular secara bersama
melalui upaya aktivitas fisik, makanan gizi seimbang dan tidak merokok .
4. Pertemuan regional ASEAN. Pertemuan ini diselenggarakan oleh negara-
negara anggota ASEAN. Pertemuan seperti ini diselenggarakan beberapa
kali tetapi yang menyangkut promosi kesehatan diselenggarakan pada
tahun 2002 di Vientiane, Laos. Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi
Vientiane atau Kesepakatan Menteri Kesehatan ASEAN tentang “ASEAN
Lifestyle” (antara lain ditandatangani oleh Dr. Achmad Suyudi selaku
Menkes RI) yang pada pokoknya merupakan kesepakatan untuk
mengintensifkan upaya-upaya regional untuk meningkatkan gaya hidup
sehat penduduk ASEAN. Dalam kesepakatan itu ditetapkan antara lain
tentang visinya, yaitu bahwa pada tahun 2002 semua penduduk ASEAN
akan menuju kehidupan yang sehat, sesuai dengan nilai, kepercayaan dan
budaya lingkungannya .
5. Pertemuan-pertemuan internasional atau regional lainnya, seperti:
International Conference on Tobacco and Health di Beijing, 1997;
International Conference on Working Together for better health di Cardiff,
UK, 1998; dan masih banyak pertemuan lainnya, misalnya tentang
HIV/AIDS di Bangkok, Manila, dll; pertemuan tentang kesehatan
lingkungan di Nepal; pertemuan tentang Health Promotion di Bangkok, di
Melbourne ,dll. Ini semua memperkuat jaringan dan semakin memantapkan
langkah di Indonesia.Selain itu, Indonesia juga banyak menerima
kunjungan persahabatan dari negara-negara sahabat , kebanyakan dari
negara-negara yang sedang berkembang seperti dari Bangladesh, India,
Myanmar, Sri Langka, Maladewa, dan beberapa negara di Afrika. Dalam
kesempatan diskusi di kelas maupun kunjungan lapangan, mereka juga
sering memberi masukan dan perbandingan tentang kegiatan promosi
kesehatan.
Promosi Kesehatan adalah upaya yang menekankan pada proses dengan tetap
memperhatikan hasil. Beberapa hal yang dapat dicatat sebagai Profil Promosi
Kesehatan, secara rinci dapat dilihat di buku : “Profil Promosi Kesehatan 2003”
sedangkan secara garis besar adalah sebagai berikut :
Setelah selama sekitar 8 tahun menjadi Bagian, pada tahun 1975 Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 125 tahun 1975 bagian PKM Biro V
Pendidikan Depkes tersebut berkembang menjadi Direktorat Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat (PKM) pada Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat
(Binkesmas). Diangkat sebagai kepala Direktorat adalah Dr. Pudjiastuti Pranjoto,
MPH, yang memperoleh pendidikan tentang health education di University of
Berkeley, USA. Salah satu kepala subditnya adalah Dr. I.B. Mantra , MSc., yang
setelah selesai dari kegiatan Work Experience di Bandung. Pada masa inilah
pemantapan pendidikan Health Education Specialist baik di dalam maupun di luar
negeri, pengembangan tenaga wakil koordinator di tingkat kabupaten, serta
diperkenalkannya daerah percontohan PKM yang disebut Daerah Kerja Intensif
(DKI) PKM.
Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 558 tahun 1984,
unit Direktorat PKM Ditjen Binkesmas tersebut berubah menjadi Pusat PKM
dibawah Sekretariat Jenderal. Sebagian tugas pokok Direktorat PKM tersebut
ditambah dengan beberapa tugas lain menjadi direktorat baru yaitu Direktorat Bina
Peran Serta Masyarakat (BPSM) yang tetap berada di lingkungan Ditjen Binkesmas.
Sementara itu dibawah Dirjen Binkesmas juga ada Direktorat Bina Puskesmas, yang
kemudian menjadi motor pengembangan kegiatan Pembangunan Kesehatan
Masyarakat Desa (PKMD).
Kepala Pusat PKM adalah Dr. I.B. Mantra , MSc, dan Kepala Direktorat BPSM
adalah Dr. Sonya Roesma, SKM, sedangkan Kepala Direktorat Bina Puskesmas
adalah Dr. Titiek Soeharto Wiryowidagdo, MPH. Pada periode inilah Pusat PKM
mengembangkan dan memproduksi berbagai media, serial sinetron Dr. Sartika
melalui TVRI yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat.
Pada sekitar tahun 1985 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 558
tahun 1984 dibentuk organisasi baru antara lain Direktorat Bina Peran Serta
Masyarakat (BPSM) di lingkungan Ditjen Binkesmas. Sebagai sebuah organisasi baru
yang ditugaskan untuk mengelola dan mengembangkan peran serta masyarakat,
Dit.Bina PSM memiliki subdit Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)
yang sebelumnya berada pada Direktorat Bina Puskesmas. Subdit ini memiliki seksi
PKMD dan PKMD perkotaan. Subdit inilah yang kemudian bersama unit kerja terkait
lainnya mengembangkan Posyandu. Secara kelembagaan subdit PKMD bertanggung
jawab untuk melakukan berbagai upaya pembinaan dan pengembangan Posyandu dan
secara teknis memperoleh bantuan kerjasama yang erat dari unit organisasi terkait,
seperti Gizi, Imunisasi, Diare, KIA bahkan BKKBN.
Yang menarik dari Dit.Bina PSM ini pada waktu itu sudah mulai melakukan
upaya rintisan untuk mengantisipasi masalah pembiayaan kesehatan yang pada era
tahun 2000 malah menjadi topik nasional dari pembangunan kesehatan, yaitu dengan
munculnya seksi Dana Sehat walaupun strukturnya masih merupakan sebuah seksi
saja. ternyata dalam perkembangan lebih lanjut, masalah pembiayaan kesehatan telah
ditetapkan oleh para pengambil keputusan di Departemen Kesehatan sebagai bagian
terpenting dari sekian banyak topik dan masalah peran serta masyarakat.
Hal ini menjadi latar belakang kebijakan penting dari lahirnya Direktorat
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, sebagai pengembangan lebih lanjut dari Dit.Bina
PSM dan masih tetap berada di lingkungan Ditjen Binkesmas. Maka lahirlah
Dit.JPKM, dan sirnalah Dit.BPSM atau dengan kata lain berakhirlah periode peran
serta masyarakat dalam bentuk kegiatan Posyandu digantikan oleh program JPKM
yang melahirkan Badan Penyelenggara Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(Bapel JPKM). Berbeda dengan Posyandu yang ada di tingkat akar rumput yaitu desa,
maka Bapel JPKM berada di ibukota/kabupaten.
Praktis dengan lahirnya program JPKM sebagai primadona peran serta
masyarakat dalam pembangunan kesehatan, maka sirnalah Posyandu yang konon
pada masa puncaknya pernah melahirkan tidak kurang dari 240 ribu Posyandu
sebagai bentuk peran aktif masyarakat. dan untuk tidak memberikan kesan seolah
peran serta masyarakat kurang penting, maka berbagai hal yang terkait dengan hal
tersebut akan dikelola oleh sebuah unit organisasi setingkat sup.dit, yaitu sub.dit
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM).
Pada waktu itu belum ada tenaga PKM di front terdepan yaitu Puskesmas. Itu karena
dianut prinsip bahwa penyuluhan kesehatan adalah bagian yang terintegrasi dengan
semua program di Puskesmas, dan penyuluhan kesehatan dapat dilakukan oleh siapa
saja di Puskesmas. Akibatnya, kegiatan PKM menjadi tidak terarah dan dijalankan
secara sambil lalu saja.
Dengan pembentukan Kantor Wilayah pada tahun 1985, pembagian tugas PKM
yaitu pengembangan masyarakat dialihkan dan ditangani oleh Kantor Wilayah , yaitu
oleh Seksi Peran Serta Masyarakat. Sedangkan sebagian yang lain masih tetap berada
di Dinas Kesehatan dan dikelola oleh Sub.Dinas Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
Hal ini juga tercermin di kabupaten atau kota yang tercermin dalam organisasi
Kandep dan Dinas Kesehatan Kabupaten/kota. Pada waktu itu memang sering terjadi
rivalitas antara kedua unit yang sama-sama mengurusi penyuluhan masyarakat itu
.rivalitas itu ada yang berkembang positif dengan kerjasama yang baik tetapi ada juga
yang kurang berjalan baik.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah secara penuh pada tahun 2001 melalui
UU No 22 Tahun 1999, maka kewenangan pemberitahuan organisasi daerah
sepenuhnya berada dalam tangan pemerintah daerah kabupaten. Hal itu juga berimbas
pada struktur organisasi Dinas Kesehatan termasuk unit promosi kesehatan. Struktur
organisasi promosi kesehatan menjadi sangat bervariasi, ada daerah yang
menempatkan dalam dinas tersendiri, ada yang ada yang menjadi seksi dari sub dinas
lain, dan ada juga yang hanya menjadi program tanpa eselon. Bahkan ada pula yang
hilang sama sekali dari peredaran. Hal ini tentunya menjadi bahan renungan dan
pemikiran untuk dicarikan solusinya yang terbaik .
Menyadari akan hal ini, maka pada tahun 1988 sekelompok ahli dan peminat
pendidikan dan promosi kesehatan masyarakat mendirikan suatu organisasi profesi
bernama perkumpulan pendidikan kesehatan masyarakat Indonesia yang kemudian
disempurnakan menjadi Perkumpulan Promosi dan Pendidikan Kesehatan
Masyarakat Indonesia (Perkumpulan PPKMI). Organisasi ini disahkan melalui Akte
Notaris Eko Hari Poernomo, SH no. 3 tanggal 1 Agustus 2003. Pada hakekatnya
organisasi ini tidaklah sepenuhnya mandiri tapi bernaung dibawah organisasi Ikatan
Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI).
Selama ini organisasi tersebut telah terlibat dalam berbagai kegiatan antara lain: