Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

MANAGEMENT TERAPI KERACUNAN


THEOFILLIN

Dosen Pengampu: Ririn Lispita W. M. Med., Apt

Disusun Oleh:
Kelompok 2
1. Tiwi Sully Maolina 18405021001
2. Frestia Nur Anggani 18405021003
3. Ririn Rohayati 18405021007
4. Yuliana Safitri 18405021012
5. Lina Ramadhani Anan Asrawi 18405021013
6. Nisa Sari 18405021078

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Racun merupakan suatu bahan yang dapat menyebabkan timbulnya respon


merugikan pada sistem biologis, sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan
fungsi yang fatal, atau kematian. Keracunan, diartikan sebagai zat yang
berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu
pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh dosis,
konsentrasi racun di reseptor tempat kerja, sifat zat tersebut, kondisi atau sistem
bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan
(Klaassen, 2008).
Menurut WHO pada tahun 2017 mengatakan bahwa keracunan adalah suatu
kondisi dimana masuknya zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kognisi,
kesadaran, persepsi, perilaku dan respon psikofisiologis. Dapat juga diartikan
bahwa sebagai tanda masuknya suatu zat ke dalam tubuh seseorang yang dapat
menyebakan ketidaknormalan mekanisme yang ada didalam tubuh hingga dapat
menyebakan suatu kematian.
Keracunan memiliki dampak negatif, baik terhadap kesehatan maupun
sosio-ekonomi, seperti mengakibatkan penderitaan (rasa sakit), penurunan
produktivitas dan pendapatan serta peningkatan biaya perawatan kesehatan
(Dipiro et al., 2008). Kasus keracunan memberikan kontribusi sebesar 3,8%
kunjungan di rumah sakit.
Teofilin merupakan bronkodilator yang efektif dalam pengobatan asma
bronkial dan penggunaannya dalam bentuk garam etilendiamin sebagai bolus i.v.
aminofilin merupakan terapi standar dalam penanggulangan. Teofilin merupakan
salah satu golongan methylxanthine. Theofilin memiliki waktu paruh 4-6 jam.
Dosis toksik dari theofilin terdiri dari dosis tunggal akut 8-10 mg/kg dapat
meningkatkan kadar serum hingga 15-20 mg/L, tergantung pada tingkat
penyerapan. Overdosis oral akut lebih dari 50 mg/kg berpotensi menghasilkan
tingkat kadar serum di atas 100 mg/L dan menyebabkan toksisitas yang parah
(Olson K, 2004)
Mekanisme toksisitas theofilin yang tepat tidak diketahui secara pasti.
Umumnya, Theofilin dapat menghambat fosfodiesterase pada tingkat tinggi,
meningkatkan siklik adenosine monofosfat intraseluler (cAMP) dan merupakan
antagonis reseptor adenosin. Over dosis tunggal biasanya disebabkan usaha bunuh
diri atau penyalahgunaan obat theofilin. Keracunan kronis terjadi ketika dosis
berlebihan diberikan berulang kali lebih dari 24 jam atau lebih.
Makalah ini akan membahas tentang keracunan teofilin beserta mekanisme
kerja serta antidotum penanganan keracunan.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana patofisiologi keracunan yang diakibatkan oleh teofilin?
2. Apakah gejala yang ditimbulkan dari keracunan akibat teofilin?
3. Bagaimana pencegahan dan pengobatan pada pasien keracunan
teofilin?
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui patofisiologi keracunan akibat penggunaan teofilin
2. Mengetahui gejala dari keracunan akibat teofilin
3. mengetahui cara pencegahan dan pengobatan pada pasien keracunan
teofilin
BAB II
PEMBAHASAN.
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada
kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Keracunan ada beberapa golongan :
a. Menurut Cara Terjadinya
1) Meracuni diri (Self poisioning). Penderita berusaha bunuh diri dengan
tujuan menarik perhatian saja. Penderita biasanya menelan racun dalam
dosis besar untuk membahayakan dirinya.
2) Usaha bunuh diri (attemped suicide). Dalam hal ini penderita ingin benar-
benar bunuh diri dan dapat berakhir dengan kematian
3) Keracunan akibat kecelakaan (accidental poisioning). Keracunan ini terjadi
benar-benar karena kecelakaan dan tidak ada unsur kesengajaan.
4) Keracunan akibat pembunuhan (homicidal poisioning). Terjadi akibat
tindakan criminal yaitu diracuni pasien.
5) Keracunan akibat ketergantungan obat. Keracunan terjadi akibat sifat
toleransi obat sehingga memerlukan peningkatan dosis. Peningkatan dosis
yang tidak terukur/ tidak terkendali menimbulkan overdosis yang fatal
b. Menurut Cepat Lambatnya Proses Keracunan
1) Keracunan Akut
Gejala keracunan muncul dengan cepat segera setelah korban menelan
atau kontak dengan zat racun misalnya keracunan makanan, sianida dan
insektisida.
2) Keracunan Kronik
Gejala muncul dalam waktu relativ lama sehingga korban sering tidak
sadar mengalami keracunan. Keracunan kronis yang sering terjadi antara
lain keracunan bromid, salisilat, fenitoin dan digitalis karena tidak diawasi.
c. Menurut Organ yang Terkena
Keracunan dapat dibedakan menurut organ yang terkena yaitu
neurotoksis (racun saraf), kardiotoksik (racun pada jantung), nefrotoksis dan
hepatotoksik. Satu zat racun dapat mempengaruhi beberapa organ sekaligus
misalnya CCl4 mempengaruhi hepar, ginjal dan jantung.
d. Bahan Kimia
Zat kimia dalam golongan sejenis biasanya menimbulkan gejala
keracunan alkohol, logam berat, fenol dan organofosfat.
Keracunan teofilin merupakan masalah klinik utama. Tanda dan gejala
keracunan teofilin akut bervariasi dari insomnia, iritabilitas, tremor, dan nyeri
kepala, kejang-kejang, sampai meninggal. Gejala gastrointestinal seperti (nausea,
muntah, hematemesis, kram) biasanya tampak paling awal dan umumnya
mendahului manifestasi toksisitas sistem saraf sentral yang lebih serius seperti
kejang dan koma. Gangguan frekuensi jantung yang sering yaitu gangguan irama
seperti kontraksi prematur atrium dan ventrikel atau takhikardia, dan hipotensi
sering ditemukan pada keracunan berat. Termasuk masalah tambahan yaitu
hipokalemia, hiperglikemia, ataksia, dan haluinasi. Tanda-tanda dan gejala
keracuna teofilin, secara keseluruhan, tergantung pada kadar serum, tetapi kadar
yang disertai dengan gejala keracunan serius sangat bervariasi. Serum level di atas
90-100 mg/L, dapat terjadi hipotensi, aritmia dan kejang.

Diagnosis keracunan theofillin didasarkan pada riwayat konsumsi atau


adanya tremor, takikardia dan manifestasi lainnya pada pasien yang diketahui
overdosis akut. Kadar theofilin serum sangat penting untuk diagnosis dan
penentuan pengobatan darurat. Pengukuran berulang dilakukan setiap 2-4 jam,
penentuan tunggal tidak cukup, karena penyerapan dapat terjadi pada puncak
12-16 jam atau lebih lama setelah konsumsi. Serum level 90-100 mg/L setelah
overdosis akut biasanya tidak terkait dengan gejala berat seperti kejang atau
aritmia ventrikel. Namun pada keracunan kronis, toksisitas berat dapat terjadi
dengan tingkat 40–60 mg / L. Data laboratorium juga bermanfaat untuk
mengetahui diagnosis, seperti data elektrolit, glukosa, kreatinin dan pemantauan
EKG.
Dosis toksik dari theofilin terdiri dari dosis tunggal akut 8-10 mg/kg dapat
meningkatkan kadar serum hingga 15-20 mg/L, tergantung pada tingkat
penyerapan. Overdosis oral akut lebih dari 50 mg/kg berpotensi menghasilkan
tingkat kadar serum di atas 100 mg/L dan menyebabkan toksisitas yang parah.
Mekanisme kerja teofilin menghambat enzim nukleotida siklik
fosfodieterase (PDE). PDE mengkatilisis pemecahan AMP siklik menjadi 5-AMP
dan GMP siklik menjadi 5’-GMP. Penghambatan PDE menyebabkan
penumpukan AMP siklik dan GMP siklik, sehingga meningkiatkan tranduksi
sinyal melalui jalur ini. Mekanisme toksik teofilin disebabkan oleh berkurangnya
kalium dari dalam sel (hipokalemia). Hal ini juga dapat memicu peningkatan
kadar katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) dalam darah, yang dapat memicu
hiperglikemia (peningkatan glukosa dalam plasma) (Goodman & Gilman, 2007).
Teofilin merupakan perangsang SSP yang kuat, merelaksasi otot polos terutama
bronkus.
Pengobatan keracunan teofilin dimulai dari terapi suportif yaitu dengan
membuka jalan nafas agar saluran udara tetap terbuka dan dibantu ventilasi
apabila diperlukan, penanganan kejang, aritmia dan hipotensi. Hipotensi paling
efektif diobati menggunakan agen β-adrenergik. Antidot untuk keracunan
theofillin menggunakan propranolol dengan dosis rendah 0,01-0,03 mg/kg IV,
atau esmolol 0,025-0,05 mg/kg/menit. Penggunaan obat β-bloker pada pasien
dengan riwayat asma dilakukan dengan perhatian khusus. Dekontaminasi pada
penderita keracunan dapat dilakukan apabila obat yang dikonsumsi belum
melewati proses absorbsi. Dekontaminasi theofillin dilakukan dengan cara
penggunaan ipekak karena dapat merangsang muntah dan pemberian arang aktif.
Arang aktif digunakan untuk menyerap dan membuang teofillin serum yang telah
diserap dan tersisa dari saluran gastrointestinal (Arvin B.K, 2000).
Keracunan teofilin dapat diterapi dengan cara memperbesar eliminasinya,
dimana hal ini dapat mengurangi waktu pemulihan. Hemodialisis dan hemoperfusi
adalah teknik invasif yang membutuhkan kanulasi arteri dan vena (biasanya di
lengan). Pada Hemodialisis, obat menuruni gradien konsentrasinya melalui
membran dialisis dan dibuang dalam cairan dialisis. Pada hemoperfusi, darah
melewati suatu kolom karbon aktif atau resin di mana di dalamnya darah
diabsorpsi. Hemoperfusi dilakukan jika serum level lebih dari 100 mg/L. Teknik
ini mempunyai risiko yang signifikan (perdarahan, emboli air, infeksi) dan waktu
paruh eliminasi yang memendek tidak terlalu berhubungan dengan keadaan
keadaan klinis yang membaik (morbiditas atau mortalitas yang berkurang) (Neal
M.J, 2002)
KESIMPULAN

1. Patofisiologi keracunan teofilin secara umum terjadi melalui penghambatan


fosfodiesterase pada tingkat tinggi, meningkatkan siklik adenosine
monofosfat intraseluler (cAMP) dan merupakan antagonis reseptor adenosin
serta terjadi penghambatan enzim nukleotida siklik fosfodieterase (PDE)
yang menyebabkan penumpukan AMP siklik dan GMP siklik, sehingga
terjadi peningkatkan transduksi sinyal.

2. Gejala keracunan teofilin biasanya ditunjukkan adanya, tremor, nyeri


kepala, kejang, takikardia, hipokalemia dan hiperglikemia.

3. Pencegahan awal keracunan teofilin dilakukan dengan Dekontaminasi


theofillin dengan cara penggunaan ipekak untuk merangsang muntah dan
pemberian arang aktif untuk menyerap dan membuang teofillin serum yang
telah diserap dan tersisa dari saluran gastrointestinal.
DAFTAR PUSTAKA

Arvin, B.K., 2000, Ilmu Kesehatan Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, Hal 767.

DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G dan Posey, L.M.,
2008, Clinical Toxycology dalam: Pharmacotherapy: A Phatophysiologic
Approach. McGraw-Hill Medical Publishing Division, New York, 69-90.

Goodman dan Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Vol.2, 48: 1247-
1253, Diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Penerbit
Buku Kedokteran.

Klaassen, C.D., 2008, Casarett and Doull’s Toxicology; The Basic Science of
Poisons, 7th Edition, McGraw-Hill Medical Publishing Division, New York.

Neal, M.J., 2002, At a Glance Farmakologi Medis, Penerbit Erlangga, Jakarta,


Hal 94.

Olson, K.R., 2004, Poisoning And Drug Overdose 4th Edition, University of
California, San Fransisco, hal: 354.

Anda mungkin juga menyukai