Anda di halaman 1dari 69

i

PEMANFAATAN LIMBAH IKAN TONGKOL (Euthynnus affinnis Cantor)


DAN BONGGOL JAGUNG (Zea mays Linnaeus) SEBAGAI BAHAN
PEMBUATAN SILASE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana

Oleh

ABDUL HALIM
F1C1 10 063

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
ii
iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya serta junjungan Nabi Besar

Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya atas segala kasih sayangnya

sehingga penulisan hasil penelitian yang berjudul “ Pemanfaatan Limbah Ikan

Tongkol (Euthynnus affinnis Cantor ) dan Bonggol Jagung (Zea mays Linnaeus)

Sebagai Bahan Pembuatan Silase” dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.

Penyusunan skripsi ini merupakan totalitas kemampuan penulis yang dalam

perwujudannya tidak mungkin akan tercapai jika tanpa bantuan dari berbagai pihak.

Oleh sebab itu, segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terimah kasih

kepada Ibu Desy Kurniawati, S.Si, M.Si dan Ibu Laily Nurliana, S.Si, M.Sc,

selaku pembimbing pertama dan pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu,

tenaga dan pikiran dalam membimbing, mengoreksi, arahan, dan motivasi sejak

penulisan usulan penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai.

Melalui kesempatan ini secara khusus dan tulus penulis menyampaikan

penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua penulis ibunda

kandung (Almh) Wa Ode Salma, yang selama hidupnya selalu memberi semangat,

iii
iv

kasih sayang, nasehat, dan perhatian yang memberikan kedamaian hati serta doa yang

tulus kepada penulis ( I miss you MOM forever) dan Ayahanda Amin terimah kasih

banyak atas doa yang diberikan walaupun penulis belum merasakan kasih sayang dari

umur satu bulan lebih sampai sekarang, Ayahanda tetap menjadi yang terbaik buat

penulis. Penulis sadar tanpa Ayahanda penulis tidak akan seperti ini sekarang dan

surga kesuksesanku ada di do’a Ayahanda. Semoga Allah memberikan kenikmatan

berupa kesehatan kepada Ayahanda agar penulis sukses kelak nanti Ayahanda bisa

pergi berto’af di Baitulla untuk menunaikan kewajiban dari Allah SWT. Amin.

Penulis tak lupa juga menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Supriadi Rustad, M.Si selaku Plt Rektor Universitas Halu

Oleo.

2. Bapak Dr. Muh. Zamrun F., M.Si., M.Sc selaku Dekan FMIPA Universitas Halu

Oleo.

3. Bapak Dr. La Ode Ahmad Nur Ramadhan, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia

FMIPA Universitas Halu Oleo.

4. Ibu Desy Kurniawati, S.Si., M.Si, selaku sekretaris jurusan dan penasehat

akademik yang selalu memberikan arahan dan bimbingan serta motivasi selama

menempuh kuliah di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Halu Oleo.


v

5. Ibu Halimatussaddiyah R., S.Si., M.Si., Bapak Dr. Imran, M.Si dan Bapak La

Ode Ahmad, M.Si, Ph.D selaku dewan penguji yang telah memberikan kritik,

saran serta arahan dalam penelitian dan penyusunan hasil penelitian ini.

6. Bapak Dr. Imran, M.Si selaku Kepala Laboratorium Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Halu Oleo atas izin yang diberikan pada penulis untuk melakukan

penelitian.

7. Kepada analis laboratorium Ibu Hafni, Dinda Herdin dan Dinda Ain yang telah

banyak membantu penulis selama proses penelitian.

8. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi FMIPA Universitas Haluoleo

khususnya para Dosen Jurusan Kimia yang telah memberikan ilmu pengetahuan

kepada penulis.

9. Kepada seluruh Mahasiswa Kimia Angkatan 2010, Nasrullah,S.Si., Febrian

Darwis, S.Si., Reo Adi Syaputra, S.Si., Musaddiq, S.Si., Eka Syafutra, S.Si., La

Ode Muh. Kamal S.Si., dan Jamal Arsul S.Si., Riska, S.Si., Rahmi,S.Si., Syarfia,

S.Si., Yuda Marlina, S.Si., Mega, S.Si., Eka Sulisyawati, S.Si., Nita

Srikurniawati,S.Si., Herniati, S.Si., Herti, S.Si., Budiarni, S.Si., Tia S.Si.,

Rosmawati, S.Si dan Israwati, S.Si terimakasih atas bantuan, dukungan serta

kebersamaannya.

10. Kepada teman-teman sepenelitian dan seperjuangan di Laboratorium Biokimia

Angi, Fitri, Yeti, Fati, opink, Dahlia, Sigit, dan Ana terimakasih atas bantuan dan

kerjasamanya selama melakukan penelitian ini.


vi

11. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa kimia angkatan 08, 09, 011, 012, 013,

014, 015, dan 016 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

12. Kepada kakakku Fauzi, Safiun dan Rafiun tercinta yang menjadi panutan dan

kebanggaan penulis terima kasih atas segala dukungan, perhatian serta do’a yang

tulus demi keberhasilan penulis.

13. Kepada Bapak (Almh) Husni Halimu dan Ibu Saima Baruta yang tercinta terima

kasih atas kasih sayang dan perhatian serta do’a yang tulus kepada penulis selama

masa hidup. Penulis tanpa om dan tante sejak dibangku pendidikan SMP dan

SMA tak akan seperti ini sekarang. Penulis hanya bisa mengirimkan do’a disetiap

usai ibadah sholatku karena hanya do’a yang bisa penulis hanturkan saat ini.

14. Kepada Umi Zufriza yang senantiasa memberikan perhatian, kasih sayang,

motivasi dan do’a. Kehadiranmu menjadikan hati penulis mendapatkan anugerah

terindah dari Allah SWT.

15. Kepada keluarga besar penulis yang telah memberikan semangat dan do’a,

semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian semua.

16. Kepada teman-teman loper Koran Kendari Pos, terima kasih banyak atas motivasi

dan kerja samanya serta canda tawanya. Semoga Allah SWT senantiasa

melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian semua.

17. Kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan

penulisan laporan hasil penelitian.


vii

Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik dan memperoleh balasan

pahala dari Allah SWT, akhir kata penulis berharap semoga khasanah ilmu yang

terungkap dalam hasil penelitian ini dapat memberikan banyak manfaat. Amin Yaa

Rabbal Alamin.

Kendari, Januari 2017

Penulis
viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL i
LEMBARAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xiii
ABSTRAK xiv
ABSTRACT xv

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tongkol 5
B. Bonggol Jagung (Zea mays Linnaeus) 6
C. Fermentasi 8
D. Silase 10
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian 14
B. Alat dan Bahan Penelitian 14
C. Metode Penelitian 15

viii
ix

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pembuatan Silase 20
B. Pengaruh Penambahan Bonggol Jagung Terhadap Silase 21
C. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Produk Silase 23
D. Karakteristik Silase 24
Warna silase 24
Aroma Silase 26
Tekstur Silase 27
E. Uji Kadar Protein Silase 28
F. Pengamatan Jamur Pada Silase 30
V. PENUTUP
A. Kesimpulan 32
B. Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
Lampiran 38
x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Ikan Tongkol 6

2. Komposisi Bonggol Jagung 8

3. Kriteria Penilaian Silase Hijauan 13

4. Nilai Perbandingan Ragi dan Bonggol jagung 17

5. Ciri Silase Yang Baik 18

6. Aroma Silase 26

7. Tekstur Silase 27

8. Peningkatan Kadar Protein 30

9. Jamur Pada Silase 31

x
xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Ikan Tongkol 6

2. Proses Pembuatan Silase 21

3. Pengaruh Variasi Konsentrasi Bonggol Jagung Terhadap Silase 22

4. Grafik Lama Fermentasi 23

5. Warna Silase Fermentasi 25

6. Grafik Kadar Protein Sebelum Dan Sesudah Fermentasi 29

xi
xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Gambaran Umum Penelitian 38

2. Prosedur Kerja 39

3. Tabel Hasil Penelitian 44

4. Perhitungan 48

5. Pembuatan Larutan 50

6. Dokomentasi Kegiatan Penelitian 54

xii
xiii

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang dan Singkatan Arti Lambang


Cm Centimeter
Mm Milimeter
G Gram
mL Mililiter
N Normalitas
ºC Derajat Celsius
% Persen
pH Negatif Logaritma dari konsentrasi ion
H+

xiii
xiv

PEMANFAATAN LIMBAH IKAN TONGKOL (Euthynnus affinnis Cantor)


DAN BONGGOL JAGUNG (Zea mays Linnaeus) SEBAGAI BAHAN
PEMBUATAN SILASE

Oleh :
Abdul Halim
F1C110063

INTISARI
Telah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan limbah ikan tongkol
(Euthynnus affinnis Cantor) dan bonggol jagung (Zea mays Linnaeus) sebagai bahan
pembuatan silase. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan
bonggol jagung terhadap silase, pengaruh lama fermentasi terhadap produk silase dan
mengetahui karakteristik silase. Silase dibuat melalui proses fermentasi selama 21
hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bonggol jagung pada silase
dapat meningkatkan kadar protein silase selama fermentasi yaitu pada perbandingan
ragi dan bonggol jagung A1 (1:1) sebesar 4,2% ; A2 sebesar 5,2% ; A3 sebesar
9,97% dan A4 11,2%. pH silase diperoleh selama fermentasi 21 hari sebesar 5,16.
Karakteristik silase yang diamati terdapat warna silase coklat muda, bau sedikit asam,
tekstur sedikt kasar dan terdapat sedikit jamur.
Kata kunci: ikan tongkol, bonggol jagung, silase, Saccharomices sereviciae

xiv
xv

UTILIZATION OF WASTE FISH TUNA (Euthynnus affinis Cantor) AND


MAIZE TUBER (Zea mays Linnaeus) AS MAKING MATERIALS SILAGE
BY :
Abdul Halim
F1C110063

ABSTRACT
Utilization of fish tuna (Euthynnus affinnis Cantor) waste and maize tuber
(Zea mays Linnaeus) as silage making materials has been studied. This study aims to
determine the effect of the use of maize tuber to the silage, to know the influence of
silage fermentation of the product and to know the characteristics of silage. Silage
was made by fermentation for 21 days. The results showed that the use of maize tuber
on the silage can increase the protein content of the silage during fermentation. The
protein content of the silage product during fermentation with yeast and corn stalks
ratio A1 (1: 1), A2 (1:2), A3 (1:3) and A4 (1:4) were 4.2%, 5.2%, 9.97%, and 11.2%,
respectively. pH silage fermentation obtained during 21 days of 5.16. The observed
characteristics of silage silage colors are light brown, slightly sour smell, rough
texture and there is a bit of mildew.
Keywords: tuna , maize tuber, silage, Saccharomices sereviciae.

xv
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lautan Indonesia dengan luas 9 juta km2 yang meliputi perairan Indonesia 5,9

juta km2, laut teritorial 0,4 juta km2 dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) 2,7 juta km2

merupakan lumbung ikan yang cukup potensial jika dikelola dengan baik (Panitia

Pengembangan Ristek Kelautan dan Industri Maritim, 1995). Salah satu jenis ikan

yang cukup besar produksinya baik dalam bentuk segar maupun olahan adalah ikan

tongkol (Euthynnus affinis Cantor).

Ikan tongkol adalah ikan yang berpotensi cukup tinggi dan memiliki nilai

ekonomis tinggi. Ikan tongkol memiliki kandungan protein yang tinggi dan juga

sangat kaya akan kandungan asam lemak omega-3, vitamin, protein dan mineral.

Kandungan protein per 100 g ikan tongkol adalah 22 g. Kandungan omega-3 dalam

ikan tongkol 28 kali lebih banyak dari ikan tawar. Mineral yang terkandung dalam

ikan tongkol cukup banyak, salah satunya iodium yang mencapai 28 kali kandungan

iodium ikan air tawar. Ikan tongkol memiliki banyak kandungan gizi, selain itu

memiliki rasa yang lezat dan dapat menurunkan kolesterol dalam tubuh (Sanger,

2011).

Pasar tradisional banyak menjual ikan tongkol dalam keadaan siap pakai atau

masak sehingga pada pasar tersebut terdapat limbah ikan tongkol seperti sisik, sirip,

jeroan atau isi perut, insang dan kepala ikan. Pada umumnya limbah ikan tongkol

dibuang begitu saja sedangkan kapasitas limbah dalam suatu pasar tidak sedikit

1
2

sehingga perlu penanganan khusus atau pengolahan untuk mengurangi dampak

pencemaran yang diakibatkan oleh limbah ikan tongkol tersebut (Mallawa, 2006).

Salah satu cara untuk menangani limbah ikan tersebut adalah dengan pengolahan atau

pemanfaatan limbah ikan tongkol sebagai silase.

Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproduksi dari tanaman yang

dicacah, pakan, hijauan, limbah dari industri pertanian dan lain-Iain dengan

kandungan air pada tingkat tertentu yang disimpan dalam suatu tempat yang kedap

udara (Salim, dkk. 2002). Pada kondisi tersebut, bakteri anaerob akan menggunakan

gula pada bahan material dan akan terjadi proses fermentasi dengan memproduksi

asam-asam lemak terutama asam laktat dan sedikit asam asetat, propionat, dan butirat

(Salawu, dkk. 1999). Selama proses pembuatan silase, sebagian protein dari bahan

akan mengalami fermentasi menjadi asam-asam amino dan amonia (Sapienza dan

Bolsen, 1993).

Silase merupakan bahan pakan yang dibuat dari ikan-ikan utuh atau sisa-sisa

industri pengolahan ikan yang dicairkan menyerupai bubur oleh enzim-enzim yang

terdapat pada ikan-ikan itu sendiri melalui proses fermentasi dengan bantuan asam.

Proses fermentasi dengan menggunakan ragi dapat meningkatkan protein dari 3,41 %

menjadi 5,53 % (Muhiddin dkk. 2001).

Limbah ikan tongkol mempunyai potensi untuk diolah menjadi silase.

Pembuatan silase di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat.

Pembuatan silase dikenal dua cara yaitu secara kimiawi dan secara mikrobiologi

melalui proses fermentasi. Pembuatan silase ikan secara kimiawi adalah dengan cara
3

penambahan asam kuat seperti asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4), asam

propionat (CH3-CH2-COOH) dan asam format (H-COOH). Pembuatan silase ikan

secara biologi adalah dengan memanfaatkan ragi tape dan penambahan karbohidrat

yang tinggi seperti bonggol jagung yang berlangsung dalam keadaan anaerobik

(Zakariah, 2012).

Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan aditif dalam pengolahan

silase adalah bonggol jagung yang dapat meningkatkan nilai gizi dan mendukung

pertumbuhan mikroba selama dalam proses fermentasi. Bonggol jagung (Zea mays

Linnaeus) adalah bagian dari buah jagung setelah bijinya dipisahkan dari bonggolnya.

Selama ini bonggol jagung dibuang padahal dapat dimanfaatkan sebagai pakan

alternatif karena kandungan nutrisinya memadai dan ketersediaannya cukup

(Munawaroh, 2012).

Proses silase perlu didukung oleh mikroorganisme yang mampu beradaptasi

dengan bahan kadar air tinggi, salah satunya adalah ragi tape (Saccharomyces

cerevisiae). Beberapa kelebihan Saccharomyces cerevisiae dalam proses fermentasi

yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang

tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat beradaptasi

(Zakariah, 2012). Berdasarkan pemaparan di atas, perlu dilakukan pemanfaatan

limbah ikan tongkol (Euthynnus affinis Cantor) dan bonggol jagung (Zea mays

Linnaeus) sebagai bahan pembuatan silase.


4

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh penggunaan bonggol jagung terhadap silase yang dihasilkan?

2. Bagaimana pengaruh lama fermentasi terhadap produk silase yang dihasilkan ?

3. Bagaimana karakteristik silase yang dihasilkan ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain adalah :

1. Mengetahui pengaruh penggunaan bonggol jagung terhadap silase yang

dihasilkan.

2. Mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap produk silase yang dihasilkan.

3. Mengetahui karakteristik silase yang dihasilkan.

D. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Menambah keterampilan dalam memanfatkan bonggol jagung sebagai zat aditif

terhadap limbah ikan tongkol.

2. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang riset bahan pangan.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tongkol

Ikan tongkol (Gambar.1) termasuk ikan kecil karena panjangnya 20 - 60 cm

tetapi kadang-kadang bisa mencapai 100 cm (Sunyoto, 1986 dalam Suwamba, 2008).

Ikan tongkol terutama banyak dijumpai di perairan yang langsung berhubungan

dengan lautan terbuka yaitu lautan Pasifik dan Hindia. Ikan tongkol dewasa

berkumpul dekat pantai untuk memijah setiap tahun selama bulan Juni sampai

Agustus di perairan yang mempunyai suhu 20ºC - 25ºC dan salinitas 20% - 26%.

Makanan Ikan tongkol adalah teri, ikan pelagis dan cumi-cumi (Williamsom, 1970

dalam Suwamba, 2008).

Ikan tongkol menurut Beufort dan Jamasuta (1992) dalam Suwamba (2008),

termasuk famili Scombroidae, famili tersebut terdiri dari tiga genus yaitu genus

Thunus, Euthynus dan genus Auxis. Ikan tongkol merupakan salah satu ikan laut yang

harga belinya dapat terjangkau oleh masyarakat.

Ikan Tongkol menurut Saanin 1986, (dalam Yesaki, 1999)

mengklasifikasikan Euthynnus affinis sebagai berikut:

Phylum : Chordata
Subphylum : vertebrata
Superclass : Gnathostomata
Class : Osteichthyes
Subclass : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Scomberoidei

5
6

Family : Scombridae
Subfamily : Scombrinae
Suku : Thunnini
Genus : Euthynnus
Species : Euthynnus affinis Cantor

Gambar 1. Ikan Tongkol (Chaerudin, 2008)

Tabel 1. Komposisi Ikan Tongkol


Komponen Nilai (%)
Air 71,00-76,76
Protein 21,60-26,3
Lemak 1,30-2,10
Mineral 1,20-150
Abu 1,45-3,40
Sumber : (Zuta, dkk. 2003)

B. Bonggol Jagung (Zea mays Linnaeus)

Jagung (Zea mays Linnaeus) merupakan bahan pangan yang berperan penting

dalam perekonomian Indonesia dan merupakan pangan tradisional atau makanan

pokok di beberapa daerah. Jagung juga berperan penting dalam perkembangan

industri pangan. Menurut (Wardhani dan Musofie, 1991). Kandungan nutrisi jagung
7

tidak kalah dengan terigu, bahkan memiliki keunggulan karena mengandung pangan

fungsional seperti serat pangan, unsur Fe dan beta-karoten (pro vitamin A).

Jagung (Zea mays Linnaeus) termasuk golongan tanaman musim yang banyak

diusahakan masyarakat, karena komoditi jagung merupakan komoditas pangan yang

sangat penting setelah padi. Prospek cukup cerah karena selain bahan konsumsi

masyarakat juga sebagai bahan pakan ternak. Tjitrosoepomo (1991), mengemukakan

klasifikasi tanaman jagung (Zea mays Linnaeus) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Graminae
Genus : Zea
Species : Zea mays Linnaeus

Jagung (Zea mays Linnaeus) adalah merupakan tanaman pangan yang penting

di Indonesia. Pada tahun 2006, luas panen jagung adalah 3,5 juta hektar dengan

produksi rata-rata 3,47 ton/ha, produksi jagung secara nasional 11,7 juta ton. Menurut

Prasetyo (2002) limbah batang dan daun jagung kering adalah 3,46 ton/ha sehingga

limbah pertanian yang dihasilkan sekitar 12,1 juta ton.

Limbah jagung memiliki banyak kegunaan, diantaranya adalah untuk pakan

ternak. Pemanfaatan limbah jagung sangat diperlukan untuk mendapatkan

keuntungan yang optimal. Untuk memperkirakan potensi riil limbah jagung,


8

penggunaan bonggol jagung untuk keperluan bahan bakar sekitar 90% sedangkan

limbah batang dan daun sekitar 30% dari potensi yang ada (Sudradjat, 2004).

Bonggol jagung merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak

tersedia di Indonesia. Limbah lignoselulosik adalah limbah pertanian yang

mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Masing-masing merupakan senyawa-

senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa lain secara biologi.

Selulosa merupakan sumber karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai

substrat dalam proses fermentasi untuk menghasilkan produk yang mempunyai nilai

ekonomi tinggi (Suprapto dan Rasyid, 2002 dalam Shofiyanto, 2008).

Tabel 2. Komposisi Bonggol Jagung


Kandungan Presentase (%)
Selulosa 41%
Hemiselulosa 36%
Lignin 16%
Air dan lain-lain 7%
Sumber : Huda, 2007 dalam Shofiyanto, 2008

C. Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerob

(tanpa oksigen) maupun aerob. Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk

respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang

mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan

tanpa akseptor elektron eksternal (Dirmanto, 2006).

Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk

mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai tinggi, seperti asam–asam
9

organik, protein sel tunggal, antibiotika, dan biopolimer. Fermentasi merupakan

proses yang relatif murah yang pada hakekatnya telah lama dilakukan oleh nenek

moyang kita secara tradisional dengan produk–produknya yang sudah biasa

dikonsumsi manusia sampai sekarang seperti tape, tempe, oncom, dan lain–lain

(Sa’id, 1987).

Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan enzim oleh beberapa bakteri,

khamir dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman

susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta oksidasi

senyawa nitrogen organik (Hidayat, 2006).

Pada proses fermentasi lebih dari 3 hari terjadi perombakan gula menjadi

alkohol, akan dapat menyebabkan minuman sari buah beralkohol (Siswadji, 1985).

Pada proses fermentasi melibatkan beberapa enzim yang dikeluarkan oleh kapang,

sehingga jumlah sel kapang yang hidup paling tinggi terdapat pada lama fermentasi 3

hari dan semakin lama fermentasi aktivitas kapang semakin menurun (Nurdyastuti,

2008).

Proses pemeraman singkat (fermentasi tidak sempurna) yang berlangsung

sekitar 1-2 minggu dapat menghasilkan produk dengan kandungan etanol 3-8%.

Contohnya adalah produk bir. Sedangkan proses pemeraman yang lebih panjang

(fermentasi sempurna) yang dapat mencapai waktu bulanan bahkan tahunan seperti

dalam pembuatan anggur dapat menghasilkan produk dengan kandungan etanol

sekitar 7-18% (Hidayat, 2006).


10

Pengubahan glukosa menjadi etanol ditempuh melalui jalur glikolisis yang

dikenal dengan nama jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP). Pada jalur EMP 1 mol

glukosa akan membentuk dua molekul etanol dan CO2 Sehingga secara stoikiometri

satu gram glukosa menghasilkan 0,51 gram etanol (Judoamidjodjo, dkk. 1995).

Secara ringkasnya dapat dituliskan sebagai berikut :

S. cereviceae
C6H12O6 2 CH3CH2 + 2 CO2
Glucosa Etanol Karbondioksida

(Fessenden, 1986)

Persiapan atau pengawetan bahan pangan dengan proses fermentasi tergantung

pada produk oleh mikroorganisme tertentu, perubahan-perubahan kimia dan fisik

yang mengubah rupa, bentuk (body) dari pangan aslinya. Perubahan–perubahan ini

dapat memperbaiki gizi dari produk dan umumnya menghambat pertumbuhan

mikroorganisme. Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik yaitu

tanpa memerlukan oksigen (Nurdyastuti, 2008).

E. Silase

Silase adalah pakan yang diawetkan dan diproses dari bahan berupa tanaman

hijau, limbah industri pertanian dan bahan baku alami lainnya dengan kadar air pada

tingkat tertentu kemudian dimasukkan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat

kedap udara (Sandi S dkk. 2012). Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk

mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk

dimanfaatkan pada masa mendatang. Silase dengan mutu baik diperoleh dengan
11

menekan berbagai aktivitas enzim yang tidak dikehendaki, serta mendorong

berkembangnya bakteri asam laktat yang sudah ada pada bahan (Schroeder, 2004).

Menurut (Bolsen, dkk. 2003) ada tiga hal penting agar diperoleh kondisi silase

yang baik yaitu menghilangkan udara dengan cepat, menghasilkan asam laktat yang

membantu menurunkan pH, mencegah masuknya oksigen ke dalam tempat silase dan

menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan dan pembuatannya tidak

tergantung dengan musim.

Pada dasarnya prinsip pembuatan silase adalah prinsip pengawetan dengan

menambahkan asam, sehingga akan terjadi penurunan pH dan menyebabkan silase

bebas dari bakteri (Kompiang dan Ilyas, 1983). Proses pembuatan silase melibatkan

pemotongan limbah ikan segar untuk memperluas area permukaan bahan sehingga

mempermudah kerja enzim untuk menghasilkan protein cair dan minyak.

Dalam pembuatan silase dikenal dua cara yaitu secara biologis murni dan

secara kimia, menurut Jatmiko (2002) sebagai berikut:

1. Biologis

Pembuatan silase secara biolgis murni berarti tidak menggunakan bahan kimia

dan disebut metode fermentasi yaitu proses fermentasi bahan sampai terbentuk asam

sehingga menurunkan pH silase dalam kondisi anaerob. Asam yang terbentuk selama

proses tersebut antara lain adalah asam laktat, asam asetat dan asam butirat serta

beberapa senyawa lain seperti etanol, karbondioksida, gas metan, karbon

monooksida, nitrit dan panas (McDonald, dkk. 2002). Waktu fermentasi biasanya akan

berlangsung relatif lama lebih dari 7 hari, ditandai dengan hancurnya daging dan
12

rapuhnya tulang sehingga bentuk akhir menjadi seperti bubuk dan tidak berbau

busuk.

2. Kimiawi

Pembuatan silase secara kimiawi adalah proses pembuatan silase dengan

menambahakan bahan kimia yang bersifat asam ke dalam bahan baku. Penambahan

asam sebagai pengawet seperti asam format, asam propionat, asam klorida dan asam

sulfat. Penambahan tersebut dibutuhkan agar pH silase dapat turun dengan segera

(sekitar 4,2), sehingga keadaan ini akan menghambat proses respirasi dan proteolisis

(Akhirany, 2011). Oleh sebab itu fungsi bahan kimia tersebut juga dapat dikatakan

sebagai starter. Hal ini akan mempercepat waktu proses pembuatan silase menjadi ± 7

hari.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk memproduksi silase

ikan yaitu: (1). Penambahan asam organik untuk menurunkan pH sampai kondisi

stabil, (2). Penambahan asam anorganik untuk menurunkan pH sampai enzim

mencairkan silase (aktif pH 4 dan temperatur 35-40 oC). Penambahan karbohidrat

sebagai sumber energi, sehingga terjadi fermentasi dimana asam tersebut dapat

memproduksi silase. Keberhasilan pembuatan silase tergantung pada dua faktor yaitu

ada tidaknya serta besarnya populasi bakteri asam laktat dan keadaan lingkungan.

Untuk mengetahui baik atau tidaknya silase diperlukan kriteria tertentu. Kriteria

silase yang baik dapat dilihat pada Tabel 3.


13

Tabel 3. Kriteria penilaian Silase Hijauan


Kriteria Baik sekali Baik Sedang Buruk
Jamur Tidak ada Sedikit Lebih banyak Banyak
Bau Asam Asam Kurang asam Busuk
pH 3,2-4,5 4,2-4,8 4,5-4,8 >4,8%
Kadar N-NH3 <10 % <10-15% <20% >20%
Sumber: Departemen Pertanian (1980).
14

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - November 2016 bertempat di

Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Halu Oleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

Alat-alatn yang digunakan dalam penelitian ini yaitu oven (Memmert),

desikator (vakuum fest), timbangan analitik (Acis), hot plate (Corning), blender

(Miyako), loyang. Alat-alat gelas yang digunakan adalah : cawan porselen, gelas

kimia (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), cawan petri (pyrex), labu Kjehdal (Kimax), labu

takar (Pyrex), alat destilasi (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), buret (Pyrex), alat soklet

(Pyrex), corong, pipet ukur.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu limbah ikan tongkol, ragi

(Saccharomyces cerevisiae), bonggol jagung (Zea mays Linnaeus), kentang,

dekstrosa, Asam Sulfat (H2SO4 pekat) Natrium hidroksida (NaOH 50 %), Asam

Klorida (HCl) 0,1 N, Asam borat (H3BO3) 0,1 N, Metil Merah, Bromochresol Green,

Akuades (H2O), katalis campuran (4 g selenium + 3 g CuSO4. 5 H2O + 190 g Na).

14
15

C. Prosedur Penelitian

1. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel limbah ikan tongkol dilakukan di tempat pelelangan ikan

Kota Kendari dan bonggol jagung sisa hasil buangan limbah rumah tangga.

2. Preparasi Sampel

Preparasi sampel yang akan dilakukan yaitu:

a. Bonggol Jagung

Bonggol jagung yang telah diperoleh dipotong kecil-kecil dan dikeringkan pada

suhu kamar. Kemudian diblender hingga diperoleh serbuk bonggol jagung.

b. Limbah Ikan Tongkol

Limbah ikan tongkol yang telah diperoleh dibersihkan, kemudian dipotong

kecil-kecil. Sampel ditimbang sebanyak 4000 g, lalu dimasukkan di dalam wadah

plastik dan diaduk hingga homogen.

3. Analisis Kadar Protein Limbah Ikan Tongkol Sebelum Fermentasi

Penentuan kadar protein dikerjakan melalui 3 tahap, yaitu: destruksi, destilasi,

dan titrasi.

a. Destruksi

Pada tahap destruksi, sampel ditimbang sebanyak 0,5 g, dimasukkan ke dalam

labu Kjedahl. Kemudian labu Kjedahl ditambahkan batu didih, 3 g katalis campuran

(4 g selenium + 3 g CuSO4. 5 H2O + 190 g Na), dan 7,5 mL H2SO4 pekat.

Selanjutnya campuran tersebut didestruksi sampai larutan berwarna hijau kekuningan

jernih.
16

b. Destilasi

Pada saat destilasi, hasil destruksi diencerkan dengan akuades sampai

volumenya 100 mL dan dilakukan pengocokan agar larutan homogen. Larutan

dimasukkan ke dalam labu destilasi, ditambahkan batu didih dan dijadikan basa

dengan menambahkan 25 mL NaOH 50% dingin, selanjutnya labu dipasang pada alat

destilasi. Erlenmeyer disiapkan untuk menampung destilat, yang telah diisi dengan 25

ml H3BO3 0,1 N; 50 ml air dan 3 tetes indikator campuran Bromochresol Green:

Metil Red (2:1). Larutan blanko dibuat dengan prosedur yang sama dengan sampel,

hanya sampel diganti akuades.

c. Titrasi

Pada tahap titrasi, hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai timbul

perubahan warna, volume HCl dicatat. Kemudian dilakukan titrasi untuk blanko, titer

blanko sebagai X. Selanjutnya kadar protein kasar dihitung dengan rumus:

(𝑋 − 𝑌) 𝑥 𝑁 𝑥 0,014 𝑥 6,25 𝑥 100%


%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 =
𝑍

Keterangan : Y = Jumlah titrasi sampel (ml)


X = Jumlah titrasi blanko (ml)
Z = Bobot sampel (g)
N = Normalitas HCl
14 = Massa atom nitrogen
6,25 = Faktor konversi
4. Proses pembuatan silase

Pembuatan silase yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara fermentasi.

Limbah ikan tongkol yang telah dipreparasi dibagi ke dalam 4 perlakuan. Perlakuan

pertama adalah 1000 gram ikan tongkol ditambahkan dengan 50 gram ragi dan 50
17

gram bonggol jagung. Perlakuan kedua adalah 1000 gram ikan tongkol ditambahkan

dengan 50 gram ragi dan 100 gram bonggol jagung. Perlakuan ketiga adalah 1000

gram ikan tongkol ditambahkan dengan 50 gram ragi dan 150 gram bonggol jagung

dan perlakuan keempat adalah 1000 gram ikan tongkol ditambahkan dengan 50 gram

ragi dan 200 gram bonggol jagung. Waktu fermentasi biasanya akan berlangsung

selama 21 hari. Hal ini terdapat seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai perbandingan Ragi dan Bonggol Jagung


Limbah Ikan Bonggol Jagung
Perlakuan Ragi (gram)
(gram) (gram)
A 1000 50 50
B 1000 50 100
C 1000 50 150
D 1000 50 200

5. Kualitas Fisik Silase

Kualitas fisik silase meliputi warna, bau, dan tekstur silase serta adannya jamur

atau lendir. Penilaian terhadap warna didasarkan pada tingkat kegelapan atau

perubahan warna terhadap silase yang dihasilkan. Penilaian tekstur dilakukan dengan

mengambil beberapa genggam silase dari beberapa wadah silase dan dirasakan

dengan meraba tekstur yang dihasilkan ( halus, sedang atau kasar). Kemudian dengan

indera penciuman dilakukan penilaian aroma silase (asam, tidak berbau atau busuk)

yang dihasilkan setelah dilakukan fermentasi selama 21 hari. Kemudian semua

sampel dibandingkan hasil perlakuannya.


18

Tabel 5. Ciri Silase Yang Baik


Kriteria Baik Kurang Baik
Warna Hijauan kekuningan atau Coklat tua atau
kecoklatan kehitaman
Bau Agak asam atau tidak tajam Bebas dari bau manis,
bau ammonia dan bau
H2S
Tekstur Kelihatan tetap dan masih jelas, Menggumpal, lembek
tidak menggumpal, tidak lembek dan berlendir
dan tidak berlendir
Jamur Tidak ada Ada
pH 4,5 atau lebih rendah >4,5
Sumber : Utomo (1999)

6. Uji pH Silase

Penentuan uji pH silase mengunakan pH meter. Elektroda pada pH meter

terlebih dahulu dicelupkan ke dalam larutan Buffer pH 4. Setelah elektroda pada pH

meter menunjukkan pH 4, maka elektroda pada pH meter tersebut dicelupkan ke

dalam silase. Kemudian ditunggu hingga angka pH tertera dilayar sampai angkanya

stabil. Selanjutnya elektroda pada pH meter dibilas dengan akuades.

7. Analisis Jamur pada Silase

a. Preparasi Kaldu Kentang

Kentang yang telah didapat dikupas dan dicuci dengan air bersih. Kemudian

kentang dipotong kecil-kecil lalu ditimbang sebanyak 250 gram dan direbus dalam

1000 ml air. Kentang direbus hingga air rebusan tersisa setengahnya. Selanjutnya

kentang disaring. Air hasil saringannya digunakan untuk membuat media PDA.
19

b. PDA Padat

200 ml kaldu kentang, dekstrosa 0,20 gram dan agar 4,8 gram dimasukkan

dalam Erlenmeyer 250 ml. Diaduk hingga homogen, lalu disterilisasi 60 menit pada

suhu 121ºC. Kemudian didinginkan, masing-masing silase dilakukan pengenceran 10-


1
sampai 10-7. Selanjutnya dipipet masing-masing 100 µL, diinokulasi kedalam

media PDA dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang.


20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Silase

Silase adalah bahan pakan yang dibuat dari ikan-ikan utuh atau sisa-sisa ikan

yang diawetkan dalam suasana asam. Pembuatan silase ikan bertujuan untuk

memanfaatkan limbah produk hasil perikanan atau pertanian untuk bahan campuran

pakan ternak dengan menggunakan aktivitas mikroba selama proses fermentasi

(Muhiddin dkk. 2001).

Prinsip pembuatan silase adalah pengawetan dengan menambahkan asam,

sehingga akan terjadi penurunan pH dan menyebabkan silase bebas dari bakteri

(Kompiang dan Ilyas, 1983). Cara pembuatan silase ikan telah berkembang dan

dikenal dua cara pembuatannya yaitu secara kimiawi dan biologis (Handajani, dkk.

2013).

Dalam penelitian ini, pembuatan silase ikan dilakukan dengan cara biologis

yaitu melalui proses fermentasi. Proses fermentasi yang dilakukan adalah dengan

menambahkan limbah ikan ke dalam ragi dan bonggol jagung. Keistimewaan

pembuatan silase biologis adalah adanya perubahan kualitas yang disebabkan proses

fermentasi yang dilakukan oleh bakteri asam laktat, mengakibatkan perubahan kimia

dari suatu senyawa yang bersifat komplek menjadi senyawa yang sederhana dan

diharapkan dapat memberikan efek positif terhadap tingkat kecernaan dan nilai energi

(Indriati dan Yunizal, 1986).

20
21

(a) (b)

Gambar 2. Proses pembuatan silase (a) Penimbangan limbah ikan tongkol, (b)
pencampuran bahan silase

Penambahan ragi tersebut bertujuan untuk menumbuhkan mikroba

Saccharomyes cerevisiae yang mampu beradaptasi dengan kadar air yang tinggi dan

dapat meningkatkan kadar protein dalam pembuatan silase. Penambahan bonggol

jagung bertujuan untuk mendukung pertumbuhan mikroba selama fermentasi karena

mempunyai kandungan nutrisi yang memadai dan dapat meningkatkan nilai gizi pada

silase. Pencampuran bahan tersebut selanjutnya diaduk dan dilakukan fermentasi

selama 21 hari.

B. Pengaruh Penambahan Bonggol Jagung Terhadap Silase

Bonggol jagung dalam pembuatan silase berfungsi sebagai sumber karbohidrat

merupakan substrat bagi jamur saccaromices cerevisiae dan menghasilkan senyawa

asam serta terjadi penurunan pH (Nunung, 2012). Bonggol jagung dapat digunakan

sebagai sumber energi atau sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan

mikroorganisme (Shofiyanto, 2008).


22

Bonggol jagung merupakan sumber energi yang murah karena merupakan

limbah dari pertanian atau rumah tangga dan hanya dianggap sebagai sesuatu yang

tidak berguna. Untuk pertumbuhan jamur Saccaromices cerevisiae dibutuhkan

sumber energi yang bisa langsung digunakan oleh jamur tersebut. Jamur

Saccaromices cerevisiae akan menciptakan suasana asam pada lingkungan substrat.

Pada penelitian ini penggunaan bonggol jagung sebagai bahan pembuatan silase

terdiri atas empat variasi. Variasi yang pertama (A1) dengan perbandingan ragi dan

bonggol jagung yaitu 1:1 (50g : 50g), variasi kedua 1:2 (50g : 100g), variasi ketiga

1:3 (50g : 150g) dan variasi keempat 1:4 (50g : 200g).

250
11,2%
200
Konsentrasi Protein

9,97% A1 = ragi dan


150 bonggol
5,25% jagung (1:1)
100 A2 = 1:2
4,2% A3 = 1:3
50
A4 = 1:4
0 Bonggol
A1 A2 A3 A4 Jagung

Variasi bonggol jagung


Gambar 3. Pengaruh variasi konsentrasi bonggol jagung terhadap protein

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa semakin banyak

penambahan bonggol jagung yang digunakan dalam pembuatan silase, maka

konsentrasi protein yang diperoleh semakin tinggi dikarenakan penambahan sumber

karbohidrat yang banyak. Hal ini dapat dilihat bahwa hasil penelitian yang diperoleh

sejalan dengan penelitian (Sunarto dkk. 2001) dan Raldi M.K. dkk. (2015) dimana
23

variasi konsentrasi substrat tertinggi menghasilkan konsentrasi protein yang juga

tinggi.

C. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Produk Silase

Fermentasi merupakan proses perubahan kimia dalam subtrat organik oleh

adanya katalisator biokimia yaitu enzim yang dihasilkan oleh jenis mikroorganisme

tertentu (Miswadi, 2012). Perubahan yang terjadi selama proses fermentasi sebagian

besar dipengaruhi oleh aktifitas mikroorganisme.

Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi daripada

bahan aslinya karena adanya enzim yang dihasilkan dari mikroba itu sendiri (Winarno

dan Fardiaz, 1980). Untuk mengetahui pengaruh penambahan bonggol jagung dan

waktu fermentasi terhadap produk silase dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

menguji nilai pH.

7
Nilai pH Fermentasi

6,5

6
Silase A1
5,5
Silase A2
5 Silase A3
4,5 Silase A4

4
1 6 11 16 21

Lama Fermentasi Silase


Gambar 4. Grafik lama fermentasi silase
24

Berdasarkan Gambar 4 tersebut dapat diketahui bahwa semakin lama waktu

fermentasi yang digunakan, maka semakin baik mutu silase yang diperoleh karena pH

yang dimiliki juga semakin menurun. Hermanto (2011) menyatakan bahwa pH silase

yang cukup baik adalah 4,3 – 4,5 dan pH yang sangat ideal adalah 3,8 – 4,2.

Demikian pula dengan hasil penelitian dari Ohshima dkk. (1997) yang menyatakan

bahwa silase yang baik dapat terjadi apabila pH silase telah mencapai kurang dari 4,5.

Berdasarkan grafik di atas, silase yang diperoleh dari penelitian ini memiliki nilai pH

> 5, sehingga silase yang dihasilkan termasuk silase yang baik namun belum

termasuk ideal.

D. Karakteristik Silase

1. Warna silase

Warna merupakan salah satu nilai fisik untuk menentukan kriteria silase ikan.

Menurut Sulistyono (1976) dalam Sumarsih dan Waluyo (2002) warna silase ikan

yang baik ialah warna yang sesuai dengan warna bahan atau bubur ikan sebelum

penambahan bahan pembuat silase, artinya tidak ada perubahan warna silase selama

proses pengeraman atau fermentasi.

Dalam penelitian ini, penilaian warna silase selama proses fermentasi yang

menggunakan bahan ragi sebagai jamur saccharomyces cerevisiae dan bonggol

jagung yaitu berwarna coklat muda. Sebelum dilakukan fermentasi tanpa

menggunakan ragi dan bahan aditif bonggol jagung memiliki warna coklat muda

kemerahan.
25

Selama proses fermentasi terjadi degradasi warna dari warna coklat muda

kemerahan menjadi coklat muda setelah penambahan bonggol jagung. Perubahan

warna ini diduga karena adanya pengaruh penambahan bonggol jagung yang

berwarna coklat muda. Perubahan yang terjadi dari semua perlakuan selama

fermentasi terjadi proses biokimiawi yang dapat merubah warna awal silase. Akan

tetapi perubahan ini tidak mempengaruhi nilai gizinya.

(a) (b)
Gambar 5. Warna silase fermentasi (a) Sebelum fermentasi, (b) Setelah fermentasi

Reksohadiprodjo dkk. (2001), menyatakan bahwa perubahan warna yang terjadi

pada tanaman dalam proses pembuatan silase disebabkan oleh proses respirasi aerob

yang berlangsung selama persediaan oksigen masih ada sampai gula tanaman habis.

Gula akan teroksidasi menjadi CO2 dan air, panas juga dihasilkan pada proses ini,

sehingga temperatur naik serta temperatur yang tidak terkendali menyebabkan silase

berwarna coklat tua sampai hitam.

Menurut Ensminger (2011), warna coklat tembakau, coklat kehitaman, warna

caramel (gula bakar) atau gosong menunjukkan warna silase yang erat hubungannya

dengan tingkat kebusukan. Hasil penelitian menunjukkan warna silase pada semua
26

perlakuan memiliki warna yang sama yaitu berwarna coklat muda. Hasil penelitian

yang diperoleh sejalan dengan penelitian (Utomo, 1999) dimana warna silase yang

dihasilkan berwarna kecoklatan. Pembuatan silase dalam penelitian ini memiliki

warna yang baik.

2. Aroma silase

Nilai bau merupakan bagian dari penilaian fisik yang dilakukan untuk menguji

kualiatas silase ikan yang dibuat dengan berbagai jenis asam organik dan bakteri

asam laktat (Handajani H, 2005). Kriteria penilaian bau silase menurut Vidianto dan

Fatmala (2011) yaitu baik apabila mempunyai bau asam, sedang apabila mempunyai

bau kurang asam, dan buruk apabila mempunyai bau busuk.

Tabel 6. Aroma Silase


Silase Aroma Silase
Sebelum Fermentasi Setelah Fermentasi
A1 Busuk Busuk
A2 Busuk Kurang asam
A3 Busuk Kurang asam
A4 Busuk Kurang asam

Dalam penelitian ini perlakuan A2 (1:2) dan A3 (1:3) memiliki bau kurang

asam pada hari ke 21 dan perlakuan A4 (1:4) memiliki bau kurang asam pada hari ke

16 sampai hari ke 21. Hal ini sesuai dengan penelitian Fatmala (2011) dan

Departemen Pertanian (1980) bahwa silase yang berbau kurang asam termasuk

kriteria silase sedang. Silase yang berbau busuk terdapat pada silase A1 (1:1) selama

fermentasi, dimana hal ini disebabkan karena aktivitas bakteri sakarolitik terhadap

gula atau asam laktat menghasilkan asam butirat (Mc. Cullough, 1978). Bila udara
27

masuk ke dalam tempat silase akan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme

aerobik, aktivitas pernapasan akan menghasilkan panas dan meningkatkan temperatur

yang menyebabkan terjadi pembusukan. Kebusukan yang terjadi apabila pemadatan

dalam tempat silase juga kurang baik (Susetyo, 1980). Siregar (1996) menyatakan

bahwa, secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri rasa dan bau asam, tetapi

segar dan enak.

3. Tekstur

Penilaian tekstur dilakukan dengan meraba tekstur yang dihasilkan selama

proses fermentasi (halus, sedang atau kasar). Menurut Sireger (1996), ciri-ciri tekstur

yang baik pada silase adalah masih utuh seperti awal pembuatan.

Tabel 7. Tekstur Silase


Silase Tekstur Silase
Sebelum Fermentasi Setelah Fermentasi
A1 Kasar Kasar dan berair
A2 Kasar Kasar dan sedikit berair
A3 Kasar Kasar dan sedikit berair
A4 Kasar Kasar dan sedikit berair

Dari hasil pengamatan, penilaian tekstur dalam pembuatan silase mempunyai

nilai yang sedang yaitu sedikit kasar dari awal hingga 21 hari fermentasi pada semua

perlakuan. Hal ini sesuai dengan penelitian Utomo (1999) bahwa silase yang baik

memiliki ciri tekstur kasar dan tidak berlendir. Pembuatan silase dalam penelitian ini

dengan pemberian sumber karbohidrat memberikan hasil silase yang baik dari segi

tekstur.
28

E. Uji Kadar Protein Silase

Kadar protein pada silase ikan ditentukan dengan metode Semi Mikro Kjeldahl.

Analisa protein cara Kjeldahl dibagi menjadi 3 tahapan yaitu tahap destruksi, destilasi

dan titrasi. Protein adalah senyawa organik yang peranannya sangat penting dalam

bahan pangan. Fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan. Protein merupakan

sumber utama energi bagi ikan dan kandungan nutrisi pakan selalu dilihat dari

presentase proteinnya (Rahmiati dkk. 2013). Disamping sebagai komposisi gizi

penting, senyawa ini berpengaruh besar dalam menunjang karakteristik organoleptik

dalam bahan pangan.

Mudjiman (2004) menambahkan bahwa protein sangat dibutuhkan oleh tubuh

ikan baik untuk menghasilkan tenaga maupun untuk pertumbuhan bagi ikan. Protein

merupakan sumber tenaga yang paling utama dimana didalamnya terdapat asam-asam

amino yang sangat dibutuhkan oleh ikan.

Dalam penelitian ini, kandungan protein dalam pembuatan silase dengan

menggunakan bonggol jagung dapat dilihat berdasarkan grafik dibawah ini.


29

12 11,2%
9,97%
10

8 Sebelum Fermentasi
% Protein Silase

Setelah Fermentasi
6 5,25%
4,2%
4 1,75%
1,75%

1,75%

1,75%
2

0
A1 A2 A3 A4
Variasi Bonggol Jagung
Gambar 6. Grafik kadar protein sebelum dan sesudah fermentasi

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan silase selama

21 hari fermentasi, semakin banyak penggunaan bonggol jagung dalam pembuatan

silase maka kandungan protein akan semakin besar pula, dimana perbandingan ragi

dan bonggol jagung dalam pembuatan silase pada perlakuan (A1) 1:1, perlakuan (A2)

1:2, perlakuan (A3) 1:3 dan perlakuan (A4) 1:4. Banyaknya kandungan protein dalam

perlakuan keempat tersebut disebabkan pula berkembangnya mikroba ragi

(saccharomices sereviciae) dengan penambahan bonggol jagung yang banyak

sehingga akan meningkatkan kadar protein sejalan dengan bertambahnya lama waktu

penyimpanan dalam proses biodegradasi.


30

Tabel 8. Peningkatan Kadar Protein


No. Variasi Bonggol Jagung Sebelum Setelah Peningkatan
dan Ragi fermentasi fermentasi Kadar Protein
(%) (%) (%)
1. A1 (1:1) 1,75 4,2 2,45
2. A2 (1:2) 1,75 5,25 3,5
3. A3 (1:3) 1,75 9,97 8,22
4. A4 (1:4) 1,75 11,2 9,45

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nunung

(2012) yang menyatakan bahwa pembuatan fermentasi pada kondisi asam membuat

bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh sehingga dapat menyimpan bahan dalam waktu

lama. Dalam proses tersebut kadar protein dapat dipertahankan karena senyawa

protein fermentasi sudah diurai menjadi lebih sederhana. Jadi, walaupun silase

disimpan dalam waktu lama, kandungan protein didalamnya tidak akan berkurang.

F. Pengamatan Jamur Pada Silase

Pada umumnya jamur yang hidup pada kondisi aerob adalah jamur yang

bersifat patogen dan merupakan jenis jamur yang merugikan karena menyebabkan

keracunan pada makanan. Keracunan makanan sering digunakan untuk menyebut

gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme, mencakup gangguan yang

diakibatkan oleh termakannya zat toksik yang dihasilkan organisme tertentu dan

gangguan akibat terinfeksi organisme penghasil toksik. Zat toksik dapat ditemukan

secara alami pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit zat

toksik yang dihasilkan suatu metabolisme (Safitri, 2009).


31

Tabel 9. Jamur Pada Silase


Silase Pengenceran Bentuk dan Warna Koloni Jamur
A1 10-6 Bulat kecil dan berwarna putih
A2 10-6 Bulat kecil dan berwarna putih
A3 10-6 Bulat kecil dan berwarna putih
A4 10-6 Bulat kecil dan berwarna putih

Dalam mengidentifikasi isolat jamur pada penelitian ini, silase perlu dilakukan

pengamatan dengan metode PDA untuk melihat pertumbuhan jamur. Dari

pengamatan yang dilakukan pada media PDA diperoleh adanya sedikit jamur yang

berwarna putih pada semua perlakuan dalam pembuatan silase. Hal ini sesuai dengan

penelitian Departemen Pertanian (1980) bahwa silase yang baik memilki sedikit

jamur. Menurut Yulianto dan Saparianto (2011) Jamur yang berwarna putih sifatnya

tidak merusak dan beracun. Berbeda jika ditemukan jamur berwarna merah atau

kehijau-hijauan, jamur tersebut bersifat sangat merusak dan beracun. Sehingga

pembuatan silase dengan menggunakan bonggol jagung pada semua perlakuan

memiliki jamur yang tidak beracun atau merusak.


32

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pemanfaatan limbah ikan tongkol (Euthynnus

affinnis Cantor) dan bonggol jagung sebagai bahan pembuatan silase, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Proses penggunaan bonggol jagung terhadap silase sangat mempengaruhi

kandungan protein silase, dimana silase A4 yaitu dengan perbandingan ragi

dan bonggol jagung diperoleh konsentrasi protein sebesar 11,2%.

2. Semakin lama fermentasi semakin baik silase yang dihasilkan dilihat dari

penurunan pH silase. Silase A4 pH silase yang diperoleh 5,16 selama 21 hari

fermentasi.

3. Karakteristik silase A4 yang dihasilkan adalah berwarna coklat muda, bau

sedikit asam, tekstur sedikit kasar dan berair serta terdapat sedikt jamur.

B. Saran

Dalam penelitian ini telah diketahui nilai kandungan silase selama proses

fermentasi secara biologis. Oleh karena itu diharapkan masyarakat dapat membuat

silase sebagai bahan pengganti pakan ternak atau pakan ikan untuk menghindari

kekurangan ketersediaan bahan makanan pakan.

32
33

DAFTAR PUSTAKA

Akhirany, N. 2011. Silase Ikan untuk Pakan Ternak. Makassar: UPTD-PSP3 Dinas
Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan.

AOAC (Association of Official Analytical Chemist), 1990, Official Methods of


Analysis. Washington. DC.

Berger, J. 2002. Maize Production and the Manuring of Maize. Yogyakarta: Printed
in Press.

Bolsen, K. K., Ashbell, M. G and Wilkinnson, J. M. 2003. Silage Additives in


Biotechnology in Animal Feeding, R.J. Wallace & A. Chesson (Eds).
VCH, Weinheim.

Chaerudin, 2008. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah Mada University


Press.

Danarti, N. 1997. Palawija Budidaya dan Analisa Usaha Tani. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Departemen Pertanian. 2008. Silase Sebagai Makanan Ternak. Bogor: Departemen


Pertanian, Balai Informasi pertanian, Ciawi.

Dinas Kelautan dan Perikanan Bengkulu. 2008. Laporan Statistik Perikanan Tangkap
Tahun. Bengkulu.

Direktorat Jenderal Perikanan. 2008. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan


Laut Bagian 1 (Jenis-Jenis Ikan Ekonomis Penting), Jakarta.

Dirmanto, S. 2006. Fermentasi anaerob. (Http://www.kompas.com) Akses tanggal 21


februari 2011.Makassar.

Efka Aris, R., Suwandyastuti, S.N.O., dan Sri Rahayu. 2004. Biotransformasi Limbah
Ikan Menjadi Bahan Pakan yang Stabil untuk Pakan Ternak Ruminansia,
Laporan Hibah Bersaing XII/1. Perguruan Tinggi. Fakultas
PeternakanUNSOED, Purwokerto.

FAO. 2004, A world overview of species of interest to fisheries, Euthynnus affinis


SIDP –Species Identification and Data Programme FIGIS Species Fact
Sheets FAO – FIGIS, http://www.fao.org/figis/servlet/species?fid=3294
diakses 23 juli 2006

33
34

Handajani, H dan T.M.Arifin. 2010. Pengujian Berbagai Level Asam Propionate


Dalam Pembuatan Silase Ikan. Laporan Penelitian. DPPM-UMM.

Hermanto, 2011. Sekilas Agribisnis Peternakan Indonesia. Konsep Pengembangan


Peternakan, Menuju Perbaikan Ekonomi Rakyat Serta Meningkatkan Gizi
Generasi Mendatang Melalui Pasokan Protein Hewani Asal Peternakan.
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Hidayat, N., Padaga, M.C., Suhartini, S. 2006. Mikrobiologi Industri, Yogyakarta.

Jatmiko, B. 2002. Teknologi dan Aplikasi Tepung Silase Ikan, Thesis, Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Kompiang, I.P., dan Ilyas, S. 2003. Silase Ikan, Pengolahan, Penggunaan dan
Prospeknya di Indonesia, Proseding Seminar Penelitian Balai Penelitian
Ternak Ciawi Bogor

Khomsan, A., 2006, Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta:
Grasindo

Mallawa A., 2006. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan Dan Berbasis


Masyarakat. Disajikan pada lokakarya Agenda Penelitian Program
COREMAP II Kabupaten Selayar, 9-10 September 2006.

Mc. Collough, M. E. 1978. Silage Some General Consediration Fermentation Silage


A Review. Ed. By Mc Collough National Feed Ingredients Association.
Iowa.

McDonald, P., R. A. Edward., J. F. D. Greenhalgh and Morgan, C. A., 2002. Animal


Nutrition. 6th Ed., Longman Scientific & Technical. John Willey &
Sons. Inc, New York,167

Muhiddin, H. Nurhayani, N., Juli, I. N. P. Aryantha, 2001, Peningkatan Kandungan


Protein Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi, Jurnal Matematika dan
Sains, 6(1): 1-12

Nunung A. 2012. Silase Ikan Untuk Pakan Ternak. Dinas Peternakan Sulawesi
Selatan, Makassar.

Nurdyastuti,I.2008. Prospek pengembangan biofuel sebagai substitusi bahan bakar


minyak. Http://www.sinar harapan.com.
35

Ohshima, M., Cao, L. M., Kimura, E. and Yokota, H., 1997. Fermentasi Kuality of
Alfalfa and Italian Reygrass silase Treated From both the Herbages.
Anim. Feed Sci. Technol. 68: 41-44

Purwono dan purnamawati, 2007. Budidaya Delapan Jenis Tanaman Pangan


Unggul, Penebar Swadaya, Jakarta

Prasetyo, T, Joko Handoyo, dan Cahyati Setiani. 2002. Karakteristik Sistem


Usahatani Jagung-Ternak di Lahan Irigasi. Prosiding Seminar Nasional:
Inovasi Teknologi Palawija, Buku 2- Hasil Penelitian dan Pengkajian.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan
Litbang Pertanian, hal. 581-605.

Raldi M.Kojo., Rustandi, Y.R.L., dan S.S. Malalatang., 2015 Pengaruh Penambahan
Dedak Dan Tepung Jagung terhadap Kualitas Fisik silase Rumput Gaja,
Vol. 35(25). Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado.

Reksohadiprodjo, S, 2001. Pakan Ternak Gembala. BPFE, Yogyakarta.

Saanin, H. 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Jilid I Dan Jilid II. Bina
Cipta. Bandung.

Safitri M. 2009. Kabuto Makanan Tradisional Sulawesi Tenggara Berbahan Baku


Ubi Kayu (Manihot Utillisima)Modifikasi Pembuatan Dan Karakterisasi,
Skripsi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, UHO,
Kendari.

Sanger, G. 2010, Mutu Kesegaran Ikan Tongkol Selama Penyimpanan Dingin, Warta
WIPTEK. 35 : 1-2.

Sa’id, 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Pusat antar


Universitas Biologi-IPB. Bogor

Setyohadi, 2006. Proses Mikrobiologi Pangan.(Proses Pengolahan dan Kerusakan)


USU-Press, Medan

Singh, J., 1987, Field Manual of Maize Breeding Procedures, Indian Agricultural
Research Institute New Delhi, India

Siregar, M. E, 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sudradjat, R. 2004. The Potential of Biomass Energy Resources in Indonesia for the
36

Possible Development of Clean Technology Process (CTP). Proceedings


(CompleteVersion) International Workshop on Biomass & Clean Fossil
Fuel Power Plant Technology: Sustainable Energy Development & CDM,
pp. 36-59.

Sulistyono, H.S. 1976. Ilmu Bahan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan


Universitas Diponegoro, Semarang.

Sukarsa, D. R. Nitibaskara dan R. Suwandi. 1985. Penelitian Pengolahan Silase Ikan


Dengan Proses Biologis. Laporan Penelitian. IPB. Bogor.

Sunarto, Rosani, W., dan Yuni, As., 2001. Pemanfaatan Limbah Ikan Dan Onggok
Topioka Untuk Pembuatan Silase dengan Menggunakan Inokula
Mikrobia Dari Cairan Asinan Kobis. Vol. I (5). Jurusan Produksi ternak
Fakultas Peternakan UNSOED.

Suwamba, I Dewa Ketut. 2008. Proses pemindangan Dengan Mempergunakan


Garam dengan Konsentrasi Yang Berbeda.http://www.smpsaraswati-
dps.sch.id/index.php. diakses pada 2 Januari 2009.

Schroeder JW. 2004, Silage Fermentation and Preservation, Extension Dairy


Specialist. AS-1254

Shofiyanto, M. Edy. 2008. Hidrolisa Tongkol Jagung oleh Bakteri Selulolitik Untuk
Produksi Bioetanol Dalam Kultur Campuran. Fakultas Teknologi
Pertanian IPB. Bogor

Stoskops, N. C. 1981. Understanding Crop Production. Reston Publishing Company,


Inc. Reston. Virginia.

Tjitrosoepomo, C., 1991, Taksonomi Tumbuhan, Gajah Mada Universy Press,


Yogyakarta

Vidianto, D., E. Fatmala. 2011. Penanggulangan Pencemaran Lingkungan : Silase


Dari Limbah Organik Pasar Sebagai Bahan Alternatif Pakan
Ruminansia. Laporan Penelitian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wardhani, N. K. dan A. Musofie. 1991, Jerami jagung segar, kering dan teramoniasi
sebagai pengganti hijauan pada sapi potong. Jurnal Ilmiah Penelitian
Ternak Grati. 2(1):1-5

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
37

Woolfrod, M. K. 1984. The Silage Fermentation. Marcel Dekker, Inc. New York

Yadianto, 2003, Becocok tanam Palawija, M2S Bandung, Bandung

Yesaki, M. 1982, Thailand. Biological and environmental observations. A report


prepared for the Pole-and-Line Tuna Fishing in Southern Thailand
Project. FAO. FI:DP/THA/77/008:46 p.http://www.w3.org./xhtml diakses
20 Mei 2006

Yulianto, P. dan Saparinto, C. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif.


Depok: Penebar Swadaya.

Zuta, C.P., Simpson, B.K., Chan, H.M. dan Philips, L. (2003). Concentrating PUFA
from Mackerel processing waste. Journal American Oil Chem. Soc. 80:
933-936

.
38

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambaran Umum Penelitian

Limbah Ikan Tongkol Ragi Bonggol Jagung

Preparasi Sampel
Tongkol

Karateristik Fisik Uji pH Uji Kadar Protein


Tongkol

Fermentasi

38
39

Lampiran 2. Prosedur Kerja

1. Pembuatan Limbah Ikan Tongkol

Limbah Ikan Tongkol

-Dipotong kecil-kecil
-Ditimbang 400 gram
-Dimasukkan kedalam wadah plasitk
-Uji pH sebelum fermentasi
-Uji kadar protein sebelum fermentasi

Larutan Limbah Ikan Tongkol


Tongkol
-Dipisahkan 4 bagian

Silase A1 Silase A2 Silase A3 Silase A4

-Ditambahkan -Ditambahkan -Ditambahkan -Ditambahkan


Ragi dan Ragi dan Ragi dan Ragi dan
Bonggol Jagung Bonggol Bonggol Bonggol
50 g : 50 g Jagung 50 g : Jagung 50 g : Jagung 50 g :
100 g 150 g 200 g

Silase A1, A2, A3 dan A4

- Masing-masing fermentasi 21 hari


- Dilihat karakteristik fisik
- Uji pH silase selama fermentasi
- Uji kadar protein setelah fermentasi
- Pengamatan jamur setelah fermentasi

Hasil
40

2. Uji pH

Silase

- Di ukur menggunakan pH meter


- Elektroda pada pH meter dicelupkan pada larutan buffer pH4
- Elektroda dicelupkan kedalam silase
- Dilihat angka pH larutan dilayar
- Ditunggu hingga pembacaannya stabil

Hasil
41

3. Analisis Kadar Protein

1. Tahap Destruksi

Limbah Ikan Tongkol

-Ditimbang sebanyak 0,5 gram


-Dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
-Ditambahkan 3 gram katalis campuran
selenium + CuSO4.5H2O + Na)
- Ditambahkan 25 mL H2SO4 pekat

Cairan berwarna hijau

- Ditambahkan akuades dingin


- Ditambahkan 25 mL larutan NaOH
50% dingin
Larutan campuran

2. Tahap Destilasi

Larutan campuran

- Dirangkaikan dengan alat destilasi


- Dipanaskan perlahann sampai dua lapisan cairan
tercampur
- Dipanaskan dengan cepat sampai mendidih
- Destilat ditampung dalam erlenmeyer berisi larutan
standar HCl (0,1N) dan 3 tetes indikator campuran
Bromochresol Green: Metil Red (2:1).)

Destilat + HCl + indikator


42

3. Tahap Titrasi

Destilat + HCl + Indikator


PP
- Dititrasi dengan larutan standar NaOH (0,1 N)
- Titrasi dihentikan sampai warna destilat
Berubah.

Hasil
43

4. Pengamatan pada jamur

Silase A1

- Dilakukan pengenceran 10_1 sampai 10 -7

- Pengenceran 10_6 dan 10 -7

- Dipipet masing-masing 100 µL


- Diinokulasi kedalam media PDA
- Diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang
- Diulangi perlakuan untuk silase A2, A3 dan A4

Hasil
44

Lampiran 3. Tabel Hasil Penelitian

1. Tabel 5. Data Lama fermentasi

Silase Lama Karakteristik


Ikan Fermentasi
(hari) Warna Bau Tekstur
A1 1 Coklat Busuk Kasar
muda
3 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
6 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
9 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
11 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
13 Coklat Busuk Kasar dan berair
muda
16 Coklat Busuk Kasar dan berair
muda
19 Coklat Busuk Kasar dan berair
muda
21 Coklat Busuk Kasar dan berair
muda
A2 1 Coklat Busuk Kasar
muda
3 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
6 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
9 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
11 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
13 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
16 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
19 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
21 Coklat Kurang Kasar dan sedikit berair
muda asam
45

A3 1 Coklat Busuk Kasar


muda
3 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
6 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
9 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
11 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
13 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
16 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
19 Coklat Kurang Kasar dan sedikit berair
muda asam
21 Coklat Kurang Kasar dan sedikit berair
muda asam
A4 1 Coklat Busuk Kasar
muda
3 Coklat Busuk Kasar
muda
6 Coklat Busuk Kasar
muda
9 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
11 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
13 Coklat Busuk Kasar dan sedikit berair
muda
16 Coklat Kurang Kasar dan sedikit berair
muda asam
19 Coklat Kurang Kasar dan sedikit berair
muda asam
21 Coklat Kurang Kasar dan sedikit berair
muda asam
46

Tabel 6. Hasil Uji pH

Tabel 6. Kualitas pH Silase Selama Fermentasi


Lama pH sebelum Sampel silase
fermentasi fermentasi
(Hari) A1 A2 A3 A4
(50:5) (50:10) (50:15) (50:200)
1 6,15 6,61 6,17 6,12 6,1
3 6,15 6,58 5,98 5,71 6,0
6 6,15 6,54 5,72 5,63 5,98
9 6,15 6,50 5,63 5,61 5,91
11 6,15 6,48 5,61 5,56 5,68
13 6,15 6,35 5,56 5,54 5,57
16 6,15 6,33 5,55 5,46 5,33
19 6,15 6,31 5,48 5,40 5,21
21 6,15 6,22 5,40 5,37 5,16

2. Tabel Hasil Uji Kadar Protein

Tabel 7. % Kadar Protein Silase Sebelum dan Sesudah Fermentasi

Silase limbah ikan % kadar protein sebelum % kadar protein setelah


fermentasi fermentasi
Silase A1 1,75 % 4,2 %
Silase A2 1,75 % 5,25 %
Silase A3 1,75 % 9,97 %
Silase A4 1,75 % 11,2 %
47

3. Tabel Pengamatan Jamur Pada Silase

Silase Pengenceran Bentuk dan Warna Koloni Jamur

A1 10-6 Bulat kecil dan berwarna putih

A2 10-6 Bulat kecil dan berwarna putih

A3 10-6 Bulat kecil dan berwarna putih

A4 10-6 Bulat kecil dan berwarna putih


48

Lampiran 4. Perhitungan

1. Perhitungan % kadar protein silase sebelum fermentasi

( X−Y) x N x 0,014 x 6,25 x 100%


% kadar protein = 0,5 gram

1,6−0,6 x 0,1 x 0,014 x 6,25 x 100%


=
0,5 gram

1 x 0,1 x 0,014 x 6,25 x 100% 0,00875 x 100%


= =
0,5 gram 0,5 gram

= 0,0175 x 100%

= 1,75 %

2. Perhitungan % kadar protein pada silase setelah fermentasi

 Silase A1

( X−Y) x N x 0,014 x 6,25 x 100%


% kadar protein = 0,5 gram

3−0,6 x 0,1 x 0,014 x 6,25 x 100%


= 0,5 gram

2,4 x 0,1 x 0,014 x 6,25 x 100% 0,021 x 100%


= = = 0,042 x 100%
0,5 gram 0,5 gram

= 4,2 %
49

(𝑋 − 𝑌) 𝑥 𝑁 𝑥 0,014 𝑥 6,25 𝑥 100%


%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 =
𝑍

Keterangan : Y = Jumlah titrasi sampel (ml)


X = Jumlah titrasi blanko (ml)
Z = Bobot sampel (g)
N = Normalitas HCl
14 = Massa atom nitrogen
6,25 = Faktor konversi
50

Lampiran 5. Pembuatan Larutan

a. Larutan NaOH 50%

NaOH

- Ditimbang sebanyak 50 gram


- Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL
- Dilarutkan dengan akuades hingga tanda tera
- Dihomogenkan
NaOH 50%

b. H3BO3 0,1 N
H3BO3

- Ditimbang sebanyak 0,186 gram


- Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL
- Dilarutkan dengan akuades hingga tanda tera
- Dihomogenkan

H3BO3 0,1 N

c. HCl 0,1 N
HCl

- Ditimbang sebanyak 0,83 mL


- Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL
- Diencerkan dengan akuades hingga tanda tera
- Dihomogenkan

HCl 0,1 N
51

Lampiran 5. Pembuatan Media Biakan

Dextrosa 0,20 gr + agar 4,8 gr

- Dilarukan dengan Kaldu Kentang 1000 mL


- Disterilisasi

Media PDA steril


52

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

Penimbangan limbah Pencampuran Bahan Fermentasi Silase


Ikan tongkol Silase

Perhitungan pH silase Perhitubgan pH silase Destruksi silase

Destilasi Silase Perhitungan titrasi Pengamatan jamur


silase pada silase
53

Silase A1 10-6 Silase A1 10-7

Silase A2 10-6 Silase A2 10-7


54

Silase A3 10-6 Silase A3 10-7

Silase A4 10-6 Silase A4 10-6

Anda mungkin juga menyukai