Anda di halaman 1dari 7

Pembatasan Yurisdiksi ICSID Dalam Sistem Hukum Indonesia dan Efektivitas

Penerapan Yurisdiksi Indonesia dalam ICSID


Nico Haryadi 110110150225

Abstrak
Yurisdiksi merupakan bagian yang sangat penting dalam kelangsungan bernegara, namun
yurisdiksi negara tidak berarti absolut.Dalam tulisan ini akan dijelaskan latar belakang
pentingnya yurisdiksi yang dimiliki suatu negara. Tulisan ini akan menggambarkan bagaimana
pembatasan yurisdiksi dari ICSID dalam sistem hukum Indonesia. Tulisan ini juga akan
membahas mengenai pentingnya peningkatan yurisdiksi Indonesia khususnya dalam bidang
penanaman modal dan saran untuk meningkatkan yurisdiksi tersebut.
Kata Kunci : Yurisdiksi , Arbitrase ICSID , Konvensi Washington , Sengketa Penanaman
Modal , Pembatasan Yurisdiksi

A. Latar Belakang
Yurisdiksi dalam suatu sistem hukum merupakan hal yang sangat penting. Dalam
Hukum Internasional, istilah yurisdiksi merupakan hak resmi dari suatu negara atau
kewenangan secara hukum dari berbagai otorita seperti yurisdiksi internasional, yurisdiksi
arbitrasi, dan yurisdiksi ekstrateritorial dan sebagainya. 1 Tidak hanya negara yang memiliki
yurisdiksi, dalam hukum Internasional , suatu organisasi internasional juga dapat memiliki
yurisdiksi.Organisasi internasional juga merupakan subjek hukum dalam hukum internasional
tidak seperti hukum Nasional atau domestic dimana yang merupakan subjek hukum hanyalah
orang dan badan hukum.
Yurisdiksi negara hanya dapat dimiliki oleh suatu negara yang berdaulat. Yurisdiksi
negara merupakan kekuasaan dan kekuasaan negara untuk dapat menetapkan dan juga
memaksa atas hukum yang dibuat negara tersebut.2 Dalam menjalankan sistem kenegaraan,
yurisdiksi erat kaitannya dengan kedaulatan suatu negara, kedaulatan memberikan hak pada
suatu negara untuk secara bebas menentukan yurisdiksinya dan untu memilih pihak pihak mana
yang akan dikenakan atas yurisdiksinya tersebut. Hal ini dikarenakan yurisdiksi menjadi dasar
suatu negara dalam menjalankan sistem kenegaraan. Apabila suatu negara tidak dapat
menegakkan yurisdiksinya atau kewenangannya dalam mengatur negaranya sendiri maka
negara itu tidak akan menjalankan sistem kenegaraannya dengan baik pula. Namun dalam
menjalankan yurisdiksi tidak berarti yurisdiksi suatu negara bersifat mutlak karena suatu
yurisdiksi juga dapat dibatasi oleh ketentuan-ketentuan Hukum Internasional. Hal inilah yang
menjadi fokus dalam tulisan ini yaitu bagaimana suatu ketentuan Internasional membatasi
ketentuan-ketentuan hukum dalam sistem hukum Indonesia. Dalam hal ini ketentuan
Internasional yang dimaksud adalah ketentuan yang terdapat pada International Center for the
Settlement of Investment Disputes (ICSID).

1
M. Akehurst, Jurisdiction in International Law , British Year Book of International Law, 1972-1973, Oxford
1975, hlm. 142-258
2
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta, Implementasi Prinsip Yurisdiksi Universal Mengenai
Pemberantasan Kejahatan Perompakan Laut di Indonesia, Supremasi Jurnal Hukum,Volume 1,Issue 1
,2018,hlm.5
International Center for the Settlement of Investment Disputes (ICSID ) sendiri
merupakan badan yang lahir dibawah Bank Dunia (World Bank) dan didirikan dalam Konvensi
ICSID (Convention on the Settlement of Investment Dispute between States and Nationals of
Other States) atau yang biasa disebut juga sebagai Konvensi Washington dan mulai berlaku
pada tanggal 14 Oktober 1966 dan dimulai setelah 20 negara melakukan ratifikasi atas
Konvensi ini. 3 Konvensi ini dibentuk karena adanya isu yang panas pada saat itu kala beberapa
negara berkembang melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan asing dalam
wilayah negaranya. Salah satu yang paling panas adalah Presiden Tunisia Habib Bourgouiba
dan Presiden Prancis Jenderal Charles de Gaulle dan hampir menjurus ke arah perang terbuka
dan pastinya akan memakan banyak korban jiwa. Hal inilah yang menjadi sebab perlunya
dibuat suatu lembaga yang dikhususkan untuk menangani sengketa-sengketa penanaman
modal antara suatu negara dan investor asing pada khusunya. International Center for the
Settlement of Investment Disputes (ICSID) menjadi satu-satunya lembaga yang mengakui
individu (dalam hal ini adalah investor asing) dapat menjadi subjek dalam suatu sengketa
internasional, mengingat pada lembaga penyelesaian sengketa lain biasanya yang diakui
sebagai subjek adalah hanya negara saja. Hal ini merupakan suatu terobosan baru dalam sistem
penyelesaian sengketa dan dalam kegiatan penanaman modal asing. Indonesia sendiri sudah
meratifikasi ketentuan ICSID atau Konvensi Washington dalam Undang – Undang Nomor 5
Tahun 1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi Tentang Penyelesaian Perselisihan Antara
Negara dan Warganegara Asing Mengenai Penanaman Modal. Dengan adanya ratifikasi ini
tentunya membawa dampak yang positif maupun negatif bagi negara Indonesia, sisi positifnya
adalah bahwa dengan diratifikasinya Konvensi Washington ini dapat menarik minat investor
asing dalam melakukan penanaman modal di negara Indonesia, sedangkan sisi negatifnya
adalah Indonesia belum mempunyai kesiapan yang penuh dalam menerima konsekuensi
diratifikasinya Konvensi Washington ini.
Dalam berbagai kasus sengketa penanaman modal yang pernah terjadi di Indonesia dan
diajukan penyelesaiannya pada Arbitrase ICSID, cukup banyak poin-poin yang membahas
mengenai bagaimana penerapan yurisdiksi ICSID ini dalam sistem Hukum Indonesia dan
kesesuaian yurisdiksi ini dalam penyelesaian sengketa tersebut. Hal ini perlu menjadi perhatian
dikarenakan tidak sembarang pihak dapat mengajukan sengketa nya pada ICSID dan
diperlukan ketentuan-ketentuan tertentu untuk dapat mengajukan sengketa nya pada ICSID.
Hal ini yang menjadi perhatian penting mengenai bagaimana yurisdiksi ICSID dalam sistem
Hukum Indonesia.
Uraian diatas adalah hal-hal yang melatarbelakangi untuk mengetahui lebih lanjut
bagaimana pembatasan antara yurisdiksi International Center for the Settlement Investment
Disputes (ICSID) dalam sistem Hukum Indonesia dan bagaimana efektivitas kedua yurisdiksi
tersebut dalam sengketa penanaman modal yang pernah terjadi di Indonesia dan diajukan pada
lembaga ICSID.
B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana pembatasan yurisdiksi International Center for the Settlement Investment


Disputes (ICSID) dalam sistem Hukum Indonesia ?
2. Bagaimana efektivitas yurisdiksi International Center for the Settlement Investment
Disputes (ICSID) dan yurisdiksi Indonesia dalam penyelesaian sengketa penanaman
modal yang pernah terjadi di Indonesia ?

3
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional , Suatu Pengantar, 2010, CV Keni Media, hlm. 245-246
C. Pembatasan yurisdiksi International Center for the Settlement Investment
Disputes (ICSID) dalam sistem Hukum Indonesia

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa ICSID merupakan lembaga yang


dilahirkan oleh Bank Dunia (World Bank) melalui Konvensi ICSID (Convention on the
Settlement of Investment Dispute between States and Nationals of Other States) atau yang biasa
disebut Konvensi Washington. Dalam Konvensi ini dijelaskan antara lain mengenai klausula
ICSID , tata cara penyelesaian sengketa dalam ICSID , Struktur Organisasi , dan termasuk
yurisdiksi dari ICSID ini sendiri. Dalam tulisan ini akan membahas khusus mengenai yurisdiksi
ICSID karena hal ini yang merupakan identifikasi masalah dalam kesempatan ini.
Yurisdiksi ICSID yang dimaksud dalam hal ini adalah sejauh mana berlakunya
Konvensi ICSID juga termasuk sejauh mana wewenang Konvensi ICSID dan lembaga
Arbitrase ICSID dalam menyelesaikan sengketa penanaman modal di Indonesia. Salah satu isi
Konvensi ICSID yang menyinggung tentang yurisdiksi terdapat dalam Pasal 41 ayat 1 yang
menyatakan bahwa Hakim berwenang menetapkan persyaratan untuk menyelesaikan sengketa
penanaman modal pada ICSID sudah terpenuhi atau belum, dan mengenai objek sengketa yang
dipermasalahkan merupakan kewenangan ICSID atau bukan. 4 Hal ini merupakan suatu tahap
yang penting dalam setiap proses penyelesaian sengketa atau setiap peradilan untuk
memastikan bahwa lembaga yang dipilih merupakan lembaga yang berwenang, dan untuk
memastikan bahwa objek sengketa yang akan diselesaikan sesuai dengan kewenangan dari
lembaga tersebut. Hal ini dilakukan demi kelancaran proses penyelesaian sengketa.
Selain pengaturan mengenai yurisdiksi ICSID yang dimuat di dalam Pasal 41 ayat 1
Konvensi ICSID, pengaturan mengenai yurisdiksi ICSID juga dimuat dalam Pasal 25 Konvensi
ICSID. Dalam pasal ini dimuat secara rinci yurisdiksi badan Arbitrase ICSID yaitu mengenai
persyaratan pokok yang wajib dipenuhi untuk dapat menyerahkan sengketa penanaman modal
kepada Badan Arbitrase ICSID. Pada intinya Pasal 25 Konvensi ICSID menyatakan bahwa
terdapat tiga persyaratan pokok yang wajib dipenuhi pihak yang bersengketa untuk dapat
menyerahkan sengketanya pada Badan Arbitrase ICSID yaitu, adanya kata sepakat dari para
pihak, terpenuhinya syarat Jurisdictione Ratione Materiae, dan terpenuhinya syarat
Jurisdictione Ratione Personae. Ketiga syarat ini yang menjadi pokok yang wajib dipenuhi
para pihak untuk dapat menyerahkan sengketa pada lembaga Arbitrase ICSID.
Adanya kata sepakat yang menjadi syarat pertama dalam Pasal 25 ini mensyaratkan
bahwa untuk mengajukan sengketa nya harus didasarkan atas keinginan kedua belah pihak,
dalam hal ini adalah negara penerima modal asing, dan investor asing yang menanamkan
modalnya di negara tersebut. Pasal 25 menjelaskan bahwa kata sepakat ini tidak harus secara
khusus dinyatakan dalam suatu dokumen tertulis antar para pihak yang bersengketa. Adanya
kata sepakat ini dapat ditunjukkan dari undang-undang yang mengatur mengenai penanaman
modal dan menyebutkan bahwa negara penerima modal bersedia untuk menyelesaikan
sengketa dibawah lembaga Arbitrase ICSID. Pasal ini juga menekankan bahwa para pihak
benar telah mengetahui kewenangan ICSID dalam menjalankan penyelesaian sengketa
penanaman modal tersebut. Namun apabila kata sepakat ini telah ada, salah satu pihak ingin
membatalkan kata sepakat tersebut, harus dinyatakan bahwa kedua belah pihak yang
bersengketa tersebut bersedia untuk membatalkan kesepakatan itu, pembatalan kesepakatan ini
tidak dapat didasarkan atas keinginan salah satu pihak saja.

4
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal, Bandung, CV. Keni Media,2011,hlm. 52
Syarat yang kedua dalam mengajukan sengeketa penanaman modal kepada ICSID
adalah dengan terpenuhinya syarat Jurisdictione Ratione Materiae sebagaimana juga diatur
dalam Pasal 25 Konvensi ICSID ini. Syarat ini menyatakan bahwa yang menjadi kewenangan
ICSID adalah terbatas hanya pada sengketa hukum yang disebabkan oleh adanya kegiatan
penanaman modal. ICSID tidak berwenang menerima sengketa-sengketa yang disebabkan oleh
adanya kepentingan politik atau kepentingan lainnya, Arbitrase ICSID hanya berwenang untuk
menangani sengketa yang murni disebabkan oleh adanya kegiatan penanaman modal. Untuk
memperjelas dan membedakan mana yang merupakan sengketa yang disebabkan penanaman
modal dan bukan disebabkan atas kepentingan lain, ketentuan nya termuat dalam Konvensi
MIGA (Multi Investment Guarantee Agency). Konvensi MIGA ini menyatakan macam-macam
sengketa yang disebabkan oleh kegiatan penanaman modal. Macam-macam yang sengketa
tersebut adalah kerugian yang disebabkan oleh konversi mata uang negara penanam modal,
kerugian yang disebabkan oleh tindakan legislatif dan administratif ,nasionaliasi perusahaan
asing, penolakan hukum oleh negara penerima modal, atau kerugian yang disebabkan oleh
adanya perang di negara penerima modal.
Syarat ketiga yang wajib dipenuhi pihak yang bersengketa adalah untuk memenuhi
persyaratan Jurisdictione Ratione Personae. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya,
Konvensi ICSID merupakan satu-satunya Konvensi yang mengakui individu(dalam hal ini
investor asing) untuk dapat bersengketa dalam badan penyelesaian sengketa internasional.
Pasal 25 Konvensi ICSID ini menyatakan bahwa pihak yang dapat bersengketa dalam Arbitrase
ICSID hanyalah negara dengan warga negara asing yang merupakan investor tersebut.
Arbitrase ICSID tidak menangani sengketa yang timbul dimana pihaknya adalah negara dengan
negara lain. Selain itu , Pasal 25 ini juga menyebutkan bahwa yang dapat bersengketa antara
lain adalah badan khusus atau perwakilan negara, dan juga badan hukum untuk menjadi pihak
dalam penyelesaian sengketa penanaman modal dalam Arbitrase ICSID.
Di Indonesia sendiri, terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang merujuk
kepada yurisdiksi yang dimiliki Indonesia dan pembatasan kewenangan ICSID dalam
menangani sengketa penanaman modal. Salah satunya yang paling penting adalah Undang-
Undang No. 5 Tahun 1968 1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi Tentang Penyelesaian
Perselisihan Antara Negara dan Warganegara Asing Mengenai Penanaman Modal. Undang-
Undang ratifikasi atas Konvensi ICSID ini membawa dampak yang sangat besar bagi Indonesia
dalam bidang penyelesaian sengketa penanaman modal, meskipun hanya memuat 5 pasal
didalamnya. Dalam Pasal 1 Undang-Undang ini menyatakan bahwa Indonesia menyetujui
Konvensi ICSID yang artinya menyetujui lembaga Arbitrase ICSID sebagai pilihan lembaga
penyelesaian sengketa penanaman modal apabila terjadi sengketa. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, hal ini juga menjadikan Indonesia telah memenuhi syarat pertama dalam Arbitrase
ICSID yaitu adanya kata sepakat untuk membawa sengketa penanaman modal kepada
Arbitrase ICSID. Pasal ini juga menyatakan bahwa Indonesia telah mengetahui dan memahami
kewenangan ICSID dalam menyelesaikan sengketa penanaman modal sebagaimana diatur
dalam Pasal 25 Konvensi ICSID. Dalam pasal 2 Undang-Undang ini dijelaskan Indonesia
bewenang untuk menyetujui suatu sengketa dapat diajukan pada Arbitrase ICSID, dalam hal
ini Indonesia memiliki hak substitusi, hak substitusi ini bermaksud bahwa persetujuan ini dapat
diwakili oleh lembaga yang berada dibawah pemerintah Indonesia, dalam hal ini yang dapat
memberikan persetujuan adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pasal 3
Undang-Undang ini merupakan salah satu bukti paling kuat bahwa Indonesia tetap memiliki
yurisdiksi atas putusan ICSID, hal ini dikarenakan putusan Arbitrase ICSID baru dapat
dilaksanakan apabila telah mendapatkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa putusan
tersebut dapat dilaksanakan. Surat pernyataan ini akan diteruskan kepada Pengadilan Negeri
yang bersangkutan dalam sengketa tersebut melalui Pengadilan Tinggi setempat. Melalui hal
ini Indonesia dapat menyatakan tidak melaksanakan putusan Arbitrase ICSID apabila putusan
tersebut mengganggu kepentingan umum. 5
Peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan hal ini adalah Undang-
Undang mengenai penanaman modal di Indonesia. Pada saat disahkannya Undang-Undang No.
5 Tahun 1968 tentang Ratifikasi Konvensi ICSID, Undang-Undang yang berlaku kala itu
adalah Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Namun, dalam
Undang-Undang ini hanya memuat satu pasal yang mengatur perihal penyelesaian sengketa
dalam bidang penanaman modal, padahal ini merupakan salah satu bagian yang terpenting
dalam menjalankan kegiatan penanaman modal asing. 6 Dalam pasal ini tidak disebutkan badan
arbitrase mana yang harus dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa penanaman
modal. Hal ini tentunya menjadi kelemahan yurisdiksi Indonesia mengingat bagaimanapun
hukum nasional suatu negara akan tetap menjadi pertimbangan dalam setiap penyelesaian
sengketa baik nasional maupun internasional. Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 berlaku
cukup lama sampai disahkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal yang menggantikan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967. Undang-Undang ini
menyatukan pengaturan mengenai penanam modal lokal dan penanam modal asing
dikarenakan adanya prinsip internasional yang termuat dalam World Trade Organization
(WTO) yaitu prinsip non-diskriminasi. Dalam hal ini suatu negara tidak boleh membedakan
perlakuan terhadap penanam modal asing dengan penanam modal lokal atau dalam negeri.
Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 lebih konkrit menjelaskan mekanisme
penyelesaian sengketa penanaman modal asing sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (4)
yang menyatakan apabila terdapat sengketa antara Pemerintah Indonesia dengan investor
asing, maka akan diselesaikan pada lembaga Arbitrase Internasional dan harus didasarkan pada
kesepakatan para pihak. Pasal ini tentunya mengarah kepada lembaga Arbitrase ICSID yang
akan menyelesaikan sengketa penanaman modal asing di Indonesia.
D. Efektivitas yurisdiksi ICSID dan yurisdiksi Indonesia dalam penyelesaian
sengketa penanaman modal yang pernah terjadi di Indonesia
Setelah disetujui dan diratifikasinya Konvensi ICSID melalui Undang-Undang No. 5
Tahun 1968 1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi Tentang Penyelesaian Perselisihan
Antara Negara dan Warganegara Asing Mengenai Penanaman Modal, ini tentunya membawa
dampak besar bagi Indonesia dengan menarik minat investor asing untuk menanamkan
modalnya di Indonesia. Investor akan tertarik karena adanya jaminan kepastian hukum apabila
terjadi sengketa antara investor asing dan pemerintah Indonesia. Di Indonesia sudah ada
beberapa sengketa penanaman modal yang dibawa untuk diselesaikan di Arbitrase ICSID
antara lain sengketa Amco Asia, sengketa Churchill Mining, sengketa Rafat Ali, sengketa PT
Newmont dan sengketa Cemex Asia Holding.
Dalam kesempatan ini penulis tidak akan membahas secara rinci mengenai jalannya
sengketa dalam Arbitrase ICSID, penulis akan menitikberatkan pada poin-poin yang perlu
diperbaiki untuk mencapai efektivitas yurisdiksi dalam penyelesaian sengketa penanaman
modal asing di Indonesia, khususnya yurisdiksi Indonesia dalam bentuk perbaikan perundang-
undangannya.
Salah satu sengketa yang paling menyangkut permasalahan yurisdiksi ICSID adalah
pada sengketa Amco Asia, dalam hal ini pemerintah Indonesia keberatan atas
diikutsertakannya Amco Asia dan Pan American sebagai pihak dalam penyelesaian sengketa
5
Ibid. hlm. 58
6
Huala Adolf, Sengketa Penanaman Modal antara Investor Melawan Pemerintah Indonesia di Arbitrase ICSID,
Artikel Kehormatan, Volume 1,Issue 3,2014,hlm. 431
penanaman modal tersebut. Padahal, yang tertera dalam klausula perjanjian penanaman modal
hanyalah PT. Amco dan Pemerintah Indonesia. 7 Hal ini menjadi perdebatan yang cukup panas
dikarenakan adanya perbedaan penafsiran antara Pemerintah Indonesia dan Amco Asia
mengenai istilah perusahaan yang tercantum dalam klausula perjanjian tersebut. Dalam hal ini
Pemerintah Indonesia berpendapat bahwa ICSID tidak berwenang untuk menangani sengketa
ini dikarenakan perusahaan-perusahaan pemegang saham PT Amco turut serta dalam
penyelesaian sengketa di Arbitrase ICSID , hal ini dirasa tidak sesuai dengan yurisdiksi ICSID
sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Konvensi ICSID yang sudah dijelaskan sebelumnya. Di
sisi lain, penggugat dalam hal ini PT Amco menolak alasan yang diajukan Pemerintah
Indonesia dengan alasan tidak adanya ketentuan Internasional yang mengatur bahwa penafsiran
terhadap istilah perusahaan dalam klausula perjanjian hanya mengacu pada penanam modal
utamanya,dalam hal ini adalah PT Amco. Pada akhirnya dewan ICSID menolak penafsiran
sempit yang dinyatakan Pemerintah Indonesia, namun Dewan ICSID juga berpendapat bahwa
penafsiran tidak harus dilakukan secara luas pula, maka dari itu Dewan menyatakan untuk
menemukan solusi antar para pihak, Dewan ICSID menggunakan prinsip pacta sunt servanda.
Dalam hal ini penulis tidak menyatakan dan tidak berkompeten untuk menyatakan
bahwa pertimbangan Dewan adalah salah. Untuk memperbaiki yurisdiksi Indonesia dalam
penyelesaian sengketa penanaman modal asing khususnya yang diajukan pada Arbitrase
ICSID, Pemerintah Indonesia perlu lebih konkrit dan rinci untuk menyatakan pihak mana saja
yang dapat yang menjadi subjek dalam sengketa penanaman modal, hal ini harus dinyatakan
dalam klausula perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan investor asing. Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) juga mempunya peran yang vital karena BKPM merupakan pihak
perwakilan pemerintah Indonesia untuk merestui suatu perjanjian penanaman modal.
Pemerintah Indonesia juga perlu mengatur lebih lanjut mengenai mekanisme penyelesaian
sengketa penanaman modal,khususnya penanaman modal asing mengingat gencarnya
penanaman modal asing pada saat ini. Ini ditujukan untuk mengulang terjadinya sengketa yang
sama seperti dalam sengketa Amco tersebut, ini juga ditujukan untuk membuktikan kedaulatan
Indonesia yang berhak memiliki yurisdiksinya sendiri.
E. Penutup
International Center for the Settlement Investment Disputes (ICSID) memang
memegang peran penting dalam perkembangan kegiatan penanaman modal asing di Indonesia.
ICSID tentunya membawa dampak positif dan juga negatif bagi kelangsungan penanaman
modal, di satu sisi positif ICSID dapat menarik minat para investor asing untuk menanamkan
modalnya di Indonesia dengan menjamin adanya lembaga penyelesaian sengketa Internasional.
Di sisi lain, ketidaksiapan hukum Indonesia dalam merangkul para penanam modal asing juga
tentunya dapat menjadi bumerang bagi kegiatan penanaman modal asing di Indonesia. Untuk
menjaga kegiatan penanaman modal asing ditujukan untuk mencapai keadilan, memberi
manfaat, dan mensejahterakan rakyat Indonesia, maka diperlukan pembatasan yurisdiksi yang
lebih kuat untuk menjamin hal itu. Hal ini dapat dicapai dengan menegaskan mekanisme
mengenai penyelesaian sengketa, kesatuan antara lembaga-lembaga Pemerintah Indonesia
yang berperan dalam kelangsungan penanaman modal asing, dan cara-cara lain yang dapat
ditempuh selama itu demi kebaikan Bangsa Indonesia.

7
Ibid. hlm. 434
Daftar Pustaka
Buku
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional,Suatu Pengantar,CV Keni Media,Bandung,2010
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal,CV Keni
Media,Bandung,2011
Akehurst,M,Jurisdiction in International Law,British Year Book of International
Law,Oxford,1972
Dokumen Lain
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta, Implementasi Prinsip Yurisdiksi Universal
Mengenai Pemberantasan Kejahatan Perompakan Laut di Indonesia : Supremasi Jurnal
Hukum,Volume 1
http://jurnal.usahid.ac.id/index.php/hukum/article/view/30/16
Huala Adolf, Sengketa Penanaman Modal antara Investor Melawan Pemerintah Indonesia di
Arbitrase ICSID : Artikel Kehormatan, Volume 1
http://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/viewFile/7085/3278
Dokumen Hukum
Konvensi ICSID
Konvensi MIGA
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi Tentang
Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warganegara Asing Mengenai Penanaman
Modal
Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Anda mungkin juga menyukai