Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Atresia Esofagus adalah anomaly kongenital yang terdiri dari gangguan

kontinuitas esofagus, dengan atau tanpa terhubung dengan trakea.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Atresia esophagus terjadi pada sekitar 1 dalam 3000 kelahiran hidup. Pada 85%

kasus terdapat atresia esophagus proksimal degnan fistula diantara esophagus distal dan

traktus respiratorius, biasanya trakea. Kombinasi yang jarang terjadi adalah atresia

esophagus tanpa fistula (10%), fistula tanpa atresia (2%) dan fistula antara esophagus

bagian atas dan trakea (1%).8

Angka kejadian malformasi tracheoesophageal congenital di AS adalah sekitar

satu dalam setiap 4500 kelahiran. Pada beberapa area di dunia (misal Finlandia) angka

kejadiannya sebanyak satu dalam 2440 kelahiran. Sebuah tinjauan terbaru melaporkan

bahwa atresia esophagus dengan fistula tracheoesophageal proksimal dan distal

terdiagnosis pada saat preoperative adalah sebesar 21,7%. Atresia esophagus lebih

sering terjadi pada pria daripada wanita (1,26 : 1). Sekitar 6% bayi yang menderita

malformasi tracheosophageal adalah bayi kembar. Orang tua yang memiliki satu anak

yang menderita atresia esophagus memiliki kemungkinan sebesar 0,5-2% pada

keturunan selanjutnya yang menderita atresia esophagus. Jika lebih dari satu keturunan

yang terkena atresia esophagus, resikonya adalah sebesar 20%.9, 10

2
3

2.3 ANATOMI

Esofagus adalah tabung otot cekung sepanjang 25-30 cm, dimulai pada C6

(setinggi kartilago krikoid), dan berakhir pada T11, yang menembus diafragma dan

tergabung dengan bagian kardia lambung. Esofagus terletak di sebelah anterior kolumna

vertebra dan otot longus colli, di sebelah posterior trakea, dan berdekatan dengan aorta

descenden. Esofagus dibagi menjadi empat segmen: faringoesofageal, servikal, thoraks,

dan abdominal. Panjang antara laringofaring dan esofagus servikal adalah segmen

faringoesofageal. Otot faringeal mencakup konstriktor superior, medianus, dan inferior,

serta otot stylofaringeus. Konstriktor faringeal inferior (otot thyrofaringeus) melintas

secara oblik dan ke arah superior dari asalnya pada kartilago tiroid. Introitus esofagus

adalah bagian paling inferior dari konstriktor faringeal inferior. Transisi antara serabut

oblik dari otot thyrofaringeus dan serabut transversum dari otot cricopharyngeus

menciptakan sebuah titik yang berpotensi menjadi kelemahan (Killian’s Triangle) pada

segmen faringoesofageal. Spinchter cricopharyngeal cukup unik karena spinkter ini

tidak tersusun atas cincin otot sirkular, tetapi terdiri dari otot haluan yang

menghubungkan kedua bagian lateral perbatasan kartilago krikoid.

Walaupun esofagus servikal adalah struktur di bagian tengah yang terletak di

sebelah posterior trakea, tetapi struktur ini berjalan ke sebelah kiri trakea sehingga lebih

mudah dicapai melalui insisi leher di bagian kiri. Esofagus servikal terletak di bagian

anterior dari fascia prevertebral dan dapat dipisahkan dari perlekatan serabut longgarnya

di bagian posterior dengan diseksi menggunakan jari tangan pada ruang prevertebral.

Pada setiap sisi esofagus servikal terbentang pembungkus karotis dan kelenjar tiroid,

yang dilewati oleh serabut saraf laringeal di kedua sisi dalam lekukan antara esofagus

dan trakea.6
4

Esofagus thoraks menembus mediastinum posterior, dibelakang lengkungan

aortik dan pembuluh besar, dan berbelok ke arah kiri trakea di belakang bronkus kiri.

Kemudian esofagus berbelok ke kanan di area subkarina sepanjang beberapa cm dan

kembali ke bagian tengah dan di sebelah anterior aorta thoraks dan berlanjut di belakang

perikordium hingga ke vertebra thoraks yang ketujuh. Pada titik ini, esofagus

berdeviasi.6

Gambar 1. Anatomi Esofagus dan Organ yang berkaitan

Gambar 2. Persarafan esofagus dan organ yang ada disekitarnya


5

2.4 EMBRIOLOGI

Perkembangan traktus respiratorius manusia dimulai sebagai sel epithelial

primitive cabang foregut dari embrio kedalam mesenkim yang mengitari pada

permulaan minggu keempat gestasi. Perkembangan embrionik esophagus seperti semua

system organ besar terjadi antara minggu keenam dan kedelapan gestasi saat tiga lapisan

germ berdifferensiasi menjadi jaringan tertentu. Proses yang berlangsung melibatkan

elongasi dan pemisahan foregut (esophagus) dan jalan napas (trakea). Pada saat minggu

keempat, sebagian dorsal yolk sac bersatu menjadi foregut. Ini pada akhirnya tidak

hanya berkembang menjadi esophagus, perutm dan duodenum, tetapi juga faring,

system respirasi bagian bawah, hepar, pancreas, dan saluran empedu. Pada awal minggu

keempat divertikulum laringotrakeal berkembang di bagian tengah dinding ventral

foregut. Foregut memanjang ke bagian kaudal dan dipisahkan dari foregut oleh

pertumbuhan lipatan trachea-oesophageal, yang bersatu untuk membentuk septum

trachea-oesophageal. Hal ini menciptakan tabung laringotrakea (pada akhirnya

membentuk laring, trakea, bronkus, dan paru-paru) dan membentuk esophagus pada

bagian dorsal.7, 8

Kegagalan pemisahan ini dapat terjadi disebabkan oleh kekurangan sel

endothelial yang berproliferasi dalam lipatan trakeo-oesaphagal. Hal ini menyebabkan

fistula trakea-esofagal, yang umumnya terkait dengan atresia esophagus. Pada akhir

minggu keenam gestasi, pembungkus muscular sirkular dari esogafus berkembang,

diikuti oleh inervasi vagal.7, 8


6

2.5 ETIOLOGI

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan

terjadinya kelainan atresia esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika

salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia esofagus lebih berhubungan

dengan sindroma trisomi 21, 13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat

ini, teori tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi

berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang proses embriopatologi masih

terus berlanjut.6

Selama embriogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan esofagus dapat

terganggu. Jika pemisahan septum trakeoesofageal tidak lengkap maka fistula

trakeoesofagus akan terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu

sel bagian depan dan belakang jaringan maka trakea akan membentuk atresia

esofagus.2,8

Atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi

memiliki kelainan kelahiran seperti :

 Trisomi 13, 18, dan 21

 Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia

duodenal, dan anus imperforata).

 Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogi fallot, dan

patent ductus arteriosus).

 Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe

kidney, tidak adanya ginjal, dan hipospadia).


7

 Gangguan muskuloskeletal

 Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebra, anus, cardiac, tracheosofageal

fistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening).

 Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia eofagus memiliki

kelainan lahir lain.3

2.6 PATOFISIOLOGI

Embryogenesis atresia esophagus masih belum diketahui dengan baik. Teori

seperti tekanan intra embrionik, kegagalan rekanalisasi, diproporsional pertumbuhan

lipatan epithelial lateral, dan lain-lain tidak cukup untuk menjelaskan keseluruhan

spectrum dari malformasi ini. Teori terakhir berdasarkan pada penelitian mikroskopik

electron menyatakan bahwa pertumbuhan yang berlebihan pada lipatan horizontal

bagian dorsal pada region perbatasan tracheoesophageal akan menyebabkan EA dan

fistula tracheoesophageal (TEF).13

Pada hari ke-26 perkembangan embriologi, foregut bagian dorsal telah terpisah

dari trakea bagian ventral. Mekanisme utama dari atresia masih belum diketahui.

Esophagus pasien dengan atresia esophagus dan fistula tracheoesophageal mengalami

penurunan jumlah pleksus Auerbach, yang menjelaskan elemen neuronal dari perubahan

fungsi motorik esophagus dan menjelaskan sifat dismotilitas kronik yang terlihat pada

pasien-pasien atresia esophagus. Atresia esophagus dan fistula tracheoesophageal,

berkaitan dengan kelainan embriologi yang lain, yang dapat disingkat menjadi

VACTERL (vertebral, anal, cardiac, tracheoesophageal, renal, dan tungkai [limb]).14

Obstruksi esophagus menghalangi janin untuk menelan cairan amniotic in utero.

Pada kasus atresia esophagus murni, biasanya terjadi polihidramnion (85%).


8

Polihidramnion biasanya hanya muncul pada 30% ibu yang memiliki janin yang

menderita atresia esophagus dan TEF distal karena cairan dapat mencapai usus neonatus

melalui fistula. Akhirnya, polihidramnion dapat menyebabkan kelahiran premature.

Janin juga mendapatkan beberapa keuntungan nutrisional yang berasal dari mencerna

cairan amniotic, sehingga janin dengan atresia esophagus mungkin memiliki berat

badan yang cukup kecil untuk usia gestasional mereka. Pada periode postnatal, bayi

tidak akan mampu untuk menelan hasil sekresinya sendiri, saliva, ataupun makanannya.

Jika kita tidak waspada, muntahannya dapat masuk kedalam jalan napas dan parenkim

paru yang menyebabkan gangguan respirasi.9, 11

Fistula di bagian distal biasanya tidak terlalu besar tetapi masih memungkinkan

masuknya udara dari trakea ke dalam traktus gastrointestinal ketika bayi menangis, atau

saat mendapatkan ventilasi, keadaan ini dapat menyebabkan perforasi lambung akut,

yang seringkali menimbulkan kematian. Refluks gastroesofagus pada bayi dengan

TEF/EA umum terjadi dan terjadi diakibatkan oleh imaturitas spinkter esophagus

bagian bawah dan motilitas esophagus bagian bawah yang buruk. Refluks asam

lambung atau kandung empedu kedalam traktus respiratorius melalui fistula dapat

menyebabkan pneumonitis kimiawi.9, 11

Trakea juga dipengaruhi oleh gangguan embryogenesis pada atresia esophagus.

Bagian membranous trakea, pars membranacea, seringkali melebar dan membuat trakea

berbentuk seperti huruf D, yang berkebalikan dengan bentuk trakea yang seperti huruf

C. perubahan ini menyebabkan kelemahan struktur anteroposterior trakea, atau

tracheomalacia. Kelemahan ini dapat menyebabkan batuk yang berbunyi sonor karena

trakea intrathoraks beresonansi dan sebagian akan mengalami kolaps karena ekspirasi
9

yang terlalu dipaksa. Sekresi sulit untuk dibersihkan dan dapat menyebabkan

pneumonia.11

2.7 KLASIFIKASI

Klasifikasi asli oleh Vogt tahun 1912 masih digunakan sampai saat ini. Gross

pada tahun 1953 memodifikasi klasifikasi tersebut. Adapun klasifikasi atresia esofagus

menurut Voght adalah sebagai berikut: 6

1. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal

Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi

dilatasi dan penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi

vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit,

memasuki dinding posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak

antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula trakheaesofagus distal bervariasi

mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh.6

2. Atresia esofagus terisolasi tanpa fistula

Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan

segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir

setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek

dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.6

3. Fistula trakeoesofagus tanpa atresia

Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi

cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit
10

dengan diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling

bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan tiga fistula.6

4. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal

Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis

terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas

ujung dinding depan esofagus.6

5. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal dan proksimal

Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati dan di terapi sebagai

atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan

berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan

dan diperbaiki keseluruhan. Seharusnya sudah dicurigai dari kebocoran gas banyak

keluar dari kantong atas selama membuat/ merancang anastomose.6

Menurut Gross of Boston, variasi atresia esofagus beserta frekuensinya adalah

sebagai berikut:1

 Tipe A – atresia esofagus tanpa fistula atau atresia esofagus murni (10%)

 Tipe B – atresia esofagus dengan TEF proksimal (<1%)

 Tipe C – atresia esofagus dengan TEF distal (85%)

 Tipe D – atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%)

 Tipe E – TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)

 Tipe F – stenosis esofagus kongenital (<1%)


11

Gambar 3. Variasi Atresia Esofagus

2.8 MANIFESTASI KLINIS

Pasien yang menderita esophagus akan menampakkan gejala kesulitan dalam

proses pemberian makanan dan aspirasi segera setelah lahir. Varian anatomi EA dan

TEF dapat diprediksi dengan manifestasi klinis. Jika esophagus memiliki ujung baik itu

seperti kantung atau sebagai fistula kedalam trakea (seperti pada tipe A, B, C, atau D).

Bayi menampakkan gejala pengeluaran air liur yang berlebihan, yang diikuti oleh

tersedak atau batuk segera setelah pemberian makan sebagai akibat dari aspirasi yang

terjadi pada fistula.15, 16

Tanda EA/TEF yang pertama pada bayi yang baru lahir adalah gelembung

mucus berbusa putih pada mulut bayi dan seringkali juga terdapat di hidung.

Gelembung-gelembung ini muncul kembali jika lendir ini dihisap. Walaupun bayinya

dapat menelan secara normal, orang tua bayi seringkali dapat mendengar suara berderik

di sepanjang dada dengan adanya batuk dan tersedak. Bergantung dari tingkat

keparahan defek, beberapa bayi dapat mengalami sianosis, yang disebabkan oleh

kurangnya oksigen dalam system sirkulasi. Abdomen bayi akan mengalami distensi

karena trakea yang abnormal akan memungkinkan udara untuk terkumpul dalam perut
12

dan mengisi ruangan disekitar organ abdomen. Karena abdomen mengalami distensi,

bayi menjadi lebih sulit bernapas. Hal ini menyebabkan atelektasis. Ludah dan cairan

dari perut dapat teraspirasi kedalam paru-paru melalui pembukaan trakea bayi yang

abnormal. Aspirasi dapat menyebabkan infeksi atau bahkan asfiksia. Pada pasien

dengan lesi tipe C dan D, cairan lambung mengalami regurgitasi dan melewati fistula,

cairan ini akan terkumpul dalam trakea dan paru-paru dan menyebabkan pneumonitis

kimiawi.15, 17, 18, 19

 Anomali Penyerta
Lebih dari 50% bayi dengan atresia esofagus memiliki 1 atau lebih kelainan
tambahan. Sistem yang terlibat adalah :3
 Kardiovaskuler (29%)
 Anorektal (14%)
 Genitourinari (14%)
 Gastrointestinal (13%)
 Vertrebral/skeletal (10%)
 Respirasi (6%)
 Genetik (4%)

2.9 DIAGNOSA

Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakeoesofagus bisa ditegakkan sebelum

bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG

prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat

banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan

kemungkinan atresia esofagus.7,8

Selain itu, diagnosa esofagus juga bisa ditentukan pada waktu di ruang

persalinan, karena aspirasi paru adalah faktor yang menentukan prognosis. Kesulitan
13

memasukkan kateter ke dalam lambung biasanya memperkuat kecurigaan. Kateter

biasanya berhenti mendadak pada 10-11 cm dari garis gusi atas.9,10

Akan tetapi untuk penentuan diagnosis yang terbaik akan dijelaskan secara

sistematik sebagai berikut :

1. Gejala Klinik

Secara umum atresia esofagus harus dicurigai pada pasien dengan :

 kasus polihidramnion pada ibu,

 jika kateter yang digunakan untuk resusitasi pada waktu lahir tidak

bisa dimasukkan ke dalam lambung,

 Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut yang berlebihan,

 Jika tersedak, sianosis, atau batuk pada waktu berupaya menelan

makanan.2,3,7,9

Gejala-gejala kelainan ini bervariasi tergantung dari tipe kelainan

trakeoesofagus yang ada. Pada bayi yang dengan hanya atresia, diagnosis

biasanya dibuat setelah kelahiran. Saliva tidak bisa tertelan serta mengisi mulut

dan nostril kemudian mengalami regurgitasi. Bayi dengan fistula pada bagian

proksimal menghambat pernapasan, distress, dan sianosis selama makan. Pada

bayi dengan atresia dan fistula distal, saliva yang banyak dan regurgitasi muncul

bersamaan dengan sianosis dan pneumonia sekunder yang terjadi akibat refluks

dari isi lambung. Selain itu, udara biasanya masuk ke perut, sehingga perut

menjadi timpani dan mungkin menjadi begitu kembung sehingga mengganggu

pernapasan. Jika kedua fistula proksimal dan distal ada, biasanya fistula

proksimal yang memberikan gejala. Tipe yang berikutnya merupakan tipe fistula

trakeoesofagus tanpa atresia atau fistula tipe-H, akan menimbulkan gejala batuk
14

dan tersedak sewaktu makan, pneumonia berulang dan distensi abdomen

intermitten. Pada beberapa kasus yang jarang, kelainan dapat didiagnosis pada

masa kanak-kanak. Sedangkan pada pasien dewasa biasanya muncul dengan

pneumonia rekuren dan bronkiektasis.7,8,9

Pada neonatus dengan atresia esofagus atau tracheasofageal fistula, trachea

juga akan mengalami gangguan yang dikenal sebagai tracheomalacia.

Tracheomalacia berarti trakea menjadi lebih lunak dan rigiditas lebih rendah

dibanding normal. Tracheomalacia ini mungkin bervariasi pada beberapa anak.

Tracheomalacia dapat menyebabkan ”barking cough”. Hal ini berpengaruh pada

pertumbuhan. Terkadang tracheomalacia lebih berat dan butuh penanganan

tambahan.5

2. Gambaran Radiologi

Pemeriksaan radiologi biasanya digunakan sebagai screening non-invasif

untuk mendiagnosis penyakit motilitas esofagus. Biasanya pasien dengan disfagi

memiliki beberapa pemeriksaan konvensional, seperti pemeriksaan barium atau

endoskopi.10

Pada pelaksanaannya, bolus cairan atau makanan berjalan sepanjang

esofagus oleh karena tekanan peristaltic dan gravitasi. Proses ini dikenal sebagai

esofagus transit yang berbeda dengan esofagus clearance yang merupakan suatu

proses pengosongan esofagus dari refluks bahan-bahan makanan yang berasal

dari usus.10
15

Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat menunjang diagnosis

atresia esofagus. Kesemua pemeriksaan tersebut akan dijelaskan sebagai

berikut :

 Foto Thoraks

Gambaran penebalan pada dinding posterior trakea merupakan suatu

petunjuk adanya kelainan pada esofagus. Dimana jika didapatkan penebalan

difus pada mediastinum dengan air fluid level dapat disuspek dengan akalasia.

Untuk massa pada esofagus cukup jarang dideteksi dengan foto rontgen dada.

Akan tetapi pemeriksaan ini merupakan kunci untuk mengevaluasi motilitas,

refluks, dan aspirasi.11

Pemeriksaan radiologik yang dilakukan adalah foto thoraks termasuk

abdomen atas dengan memasukkan sonde lambung kedalam esofagus, kalau

perlu kateter diisi kontras nonionik. Diagnosis atresia esofagus dapat dilakukan

dengan pemeriksaan foto dada posisi posteroanterior (PA) dan lateral. Dimana

akan didapatkan gambaran gulungan nasogastrik tube pada bagian proksimal

kantung esofagus. Selain itu, lokasi arkus aorta juga dapat terlihat serta beberapa

kelainan vertebra dan kelainan jantung juga dapat terlihat. Pneumonia aspirasi

(khususnya pada bagian lobus kanan atas) dan atelektasis juga sering

didapatkan.2, 9

Selain itu, gangguan motilitas akan ditemukan pada anak dengan atresia

esofagus dan dapat dilihat dengan videofluoroskopi. Pada gangguan motilitas

esofagus gambaran yang didapatkan adalah penyempitan esofagus, transit

esofagus yang melambat, dan disorganisasi transit esofagus.2,12


16

Berikut gambaran foto thoraks yang didapatkan sesuai dengan tipe atresia

esofagus yang ada:

1. Atresia esofagus tanpa fistula

Tidak adanya udara atau gas pada abdomen menunjukkan adanya suatu

atresia tanpa disertai fistula atau atresia dengan fistula trakeoesofageal

proximal saja. Jika didapati ujung kantong esofagus proximal, bisa

diasumsikan bahwa ini adalah atresia esofagus tanpa fistula.

Gambar 4. Atresia esofagus tanpa fistula

2. Atresia esofagus dengan fistula distal


Adanya udara atau gas pada lambung dan usus menunjukkan adanya
fistula trakeoesofageal distal.
17

Gambar 5. Atresia esofagus dengan fistula distal

3. Fistula tanpa atresia


Pada bayi dengan H-Fistula (Gross tipe E) agak berbeda karena esofagus
utuh. Anak dapat menelan, tetapi dapat tersedak dan batuk saat makan. Bila
udara keluar dari fistula dan masuk ke saluran pencernaan akan
menimbulkan distensi abdomen. Selain itu, aspirasi makanan yang berulang
akan menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Diagnosis dapat diketahui
dengan endoskopi atau penggunaaan kontras. Pneumonia rekuren mungkin
akan terlihat, dengan bentuk pneumonia secara umum. Penggambaran fistula
sulit dilakukan, sejumlah udara akan terlihat pada esofagus. Pemeriksaan
dengan kontras merupakan pemeriksaan pilihan untuk diagnosis. Kontras
non-ionik merupakan pilihan kontras; dilusi barium dapat digunakan sebagai
kontras alternatif. Jika pasien diintubasi atau dengan foto kontras
menunjukkan trakea tanpa gambaran fistula, maka esofagram sebaiknya
dilakukan.
18

Gambar 6. Atresia esofagus dengan fistula distal

 Ultrasonografi (USG)
USG merupakan pemeriksaan yang tidak rutin dilakukan untuk
diagnosis atresia esofagus setelah kelahiran, akan tetapi dapat digunakan
sebelum kelahiran. Pada pemeriksaan ini ditemukan adanya gelembung
udara pada perut fetus yang dikombinasikan dengan polihidramnion pada
ibu yang mengarah ke diagnosis atresia esofagus. Diagnosis akurat
meningkat jika terdapat area anehoik pada bagian tengah leher fetus, tanda
ini membedakan atresia esofagus dengan penyakit-penyakit gangguan
menelan.13

Terdapatnya dilatasi kantung esofagus yang buntu pada pemeriksaan ini


dapat merujuk ke atresia esofagus. Tanda kantung ini telah didapatkan
secara langusng pada usia 26 minggu masa gestasi, tetapi onsetnya
diperkirakan paling cepat 22 minggu. Kemungkinan hubungan antara
peningkatan tranlusens nuchal didapatkan pada trimester pertama dan
atresia esofagus telah ditemukan.13
19

2.10 DIAGNOSA BANDING

 Laryngotracheoesophageal cleft

 Espohageal webs/rings.

 Esophageal diverticulum.

 Tubular esophageal duplications

 Tracheal agenesis

2.11 PENATALAKSANAAN

A. Tindakan sebelum operasi


Atresia esofagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi
untuk bayi baru lahir mulai umur satu hari antara lain14:
1. Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi.
2. Pemberian antibiotik broad-spectrum secara intravena.
3. Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan inkubator,
supine dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45°.
4. NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin.
5. Monitor vital signs.

Pada bayi prematur dengan kesulitan bernapas, diperlukan perhatian


khusus. Jelas diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik.
Sebagai tambahan, ada risiko terjadinya distensi berlebihan ataupun ruptur
lambung apabila udara respirasi masuk ke dalam lambung melalui fistula karena
adanya resistensi pulmonar. Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan
memasukkan ujung endotracheal tube sampai ke pintu masuk fistula dan dengan
memberikan ventilasi dengan tekanan rendah.13
Echocardiography atau pemeriksaan EKG pada bayi dengan atresia
esofagus penting untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila terdapat
adanya kelainan kardiovaskular yang memerlukan penanganan segera.15
20

B. Tindakan selama operasi


Pada umumnya, operasi perbaikan atresia esofagus tidak dianggap
sebagai hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi prematur
dengan gangguan respiratorik yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara
pernapasan yang keluar melalui distal fistula akan menimbulkan distensi
lambung yang akan mengganggu fungsi pernapasan. Distensi lambung yang
terus menerus kemudian bisa menyebabkan ruptur dari lambung sehingga
mengakibatkan tension pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat
fungsi pernapasan.14
Pada keadaaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah
dengan melakukan ligasi terhadap fistula trakeoesofageal dan menunda tindakan
thoracotomy sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi benar-benar
teratasi. Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemudian untuk
memisahkan fistula dan memperbaiki esofagus.15
Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki
abnormalitas anatomi. Tindakan operasi dari atresia esofagus mencakup:
 Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan
akses vaskular yang baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan
yang cukup sehingga tidak menyebabkan distensi lambung.
 Bronkoskopi pre-operatif berguna untuk mengidentifikasi dan
mengetahui lokasi fistula.
 Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di
depan dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada
H-Fistula, operasi dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan
fistula tanpa memperbaiki esofagus.
 Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara
diikat dan dijahit kemudian dibuat anastomosis esofageal antara kedua
ujung proximal dan distal dari esofagus.
 Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hampir selalu jarak
antara esofagus proximal dan distal dapat disambung langsung. Ini
disebut dengan primary repair, yaitu apabila jarak kedua ujung esofagus
dibawah 2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3-6 ruas vertebra, dilakukan
21

delayed primary repair. Operasi ditunda selama paling lama 12 minggu,


sambil dilakukan suction rutin dan pemberian makanan melalui
gastrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus akan menyempit
kemudian dilakukan primary repair. Apabila jarak kedua ujung esofagus
lebih dari 6 ruas vertebra, maka dicoba dilakukan tindakan diatas,
apabila tidak bisa juga maka esofagus disambung dengan menggunakan
sebagian kolon.

C. Tindakan setelah operasi


Pasca operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan
secara rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu
dalam dan mengenai bekas operasi tempat anastomosis agar tidak menimbulkan
kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.16
22

Adapun komplikasi- komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan


pada atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus adalah sebagai berikut: 6
a. Dismotilitas Esofagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot
dinding esofagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah
operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan
minum.
b. Gastroesofagus refluks. Kira-kira 50% bayi yang menjalani operasi ini
akan mengalami gastroesofagus refluks pada saat kanak-kanak atau
dewasa, dimana asam lambung naik atau refluks ke esofagus. Kondisi ini
dapat diperbaiki dengan obat (medikal) atau pembedahan.
c. Fistula trakeoesofagus berulang. Pembedahan ulang adalah terapi untuk
keadaan seperti ini.
d. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya makanan
pada tempat esofagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan
menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
e. Kesulitan bernafas dan tersedak. Komplikasi ini berhubungan dengan
proses menelan makanan, tertahannya makanan dan aspirasi makanan ke
dalam trakea.
f. Batuk kronis. Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi
perbaikan atresia esofagus. Hal ini disebabkan oleh kelemahan dari
trakea.
g. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan. Pencegahan keadaan ini adalah
dengan mencegah kontak dengan orang yang menderita flu, dan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan
suplemen.
23

2.12 KOMPLIKASI

A. Komplikasi dini, mencakup(1,2,3)

 Kebocoran anastomosis

Terjadi 15-20% dari kasus. Penanganan dengan cara dilakukan

thoracostomy sambil suction terus-menerus dan menunggu

penyembuhan dan penutupan anastomosis secara spontan, atau dengan

melakukan tindakan bedah darurat untuk menutup kebocoran.

 Striktur anastomosis

Terjadi pada 30-40% kasus. Penanganannya ialah dengan

melebarkan striktur yang ada secara endoskopi.

 Fistula rekuren
Terjadi pada 5-14% kasus

B. Komplikasi lanjut, mencakup(1,2,3):

 Reflux Gastroesofageal

Terjadi pada 40% kasus. Penanganan mencakup medikamentosa dan

fundoplication, yaitu tindakan bedah dimana bagian atas lambung

dibungkus ke sekitar bagian bawah esofagus.

 Trakeomalasia

Terjadi pada 10% kasus. Penanganannya ialah dengan

melakukan manipulasi terhadap aorta untuk memberikan ruangan bagi

trakea agar dapat mengembang.


24

 Dismotility Esofagus.

Terjadi akibat kontraksi esofagus yang terganggu.

2.13 PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada jenis kelainan anatomi dari atresia dan adanya

komplikasi.(1,2,3)

 Saat ini tingkat keberhasilan operasi atresia esofagus mencapai 90%

 Adanya defek kardiovaskular dan berat badan lahir rendah

mempengaruhi ketahanan hidup(3)

 Berdasarkan klasifikasi Spitz untuk mengetahui tingkat kelangsungan

hidup berdasarkan berat badan lahir dan kelainan kardiovaskular, yaitu(1,2,3)

1. Grup I – Berat Badan Lahir >1500 gram TANPA

kelainan kardiovaskular, tingkat mortalitas 3%.

2. Grup II – Berat Badan Lahir <1500 gram ATAU terdapatnya

kelainan kardiovaskular mayor, tingkat mortalitas 41%.

3. Grup III – Berat Badan lahir <1500 gram DENGAN

terdapatnya kelainan kardiovaskular mayor, tingkat mortalitas 78%

Kelainan kardiovaskular mayor disini maksudnya ialah kelainan-

kelainan kardiovaskular kongenital yang memerlukan tindakan bedah segera

agar tidak terjadi gagal jantung.

Anda mungkin juga menyukai