Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENINGKATAN AKTIVITAS HEXOSAMINE

PATHWAY

TUGAS MEDIKAL DALAM KEPERAWATAN

oleh:
Ninuk Profita S. (162310101127)
Emilia Fitri W. (162310101178)
Fatihul Matlub U. (162310101179)
Sofyan Nurdiansyah (162310101191)
Nailul Muhibbin (162310101235)
Aisyah Chitra P. (162310101248)

PROGRAM ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Diabetes melitus
dapat dibedakan atas Diabetes Melitus tipe 1 (DM Tipe 1) atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) dan Diabetes Melitus tipe 2 (DM Tipe 2) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada Diabetes Melitus tipe 2 selain kekurangan insulin,
juga disertai resistensi insulin yaitu adanya insulin tidak bisa mengatur kadar gula darah untuk
keperluan tubuh secara optimal, sehingga ikut berperan terhadap peningkatan kadar gula
darah. Diabetes Melitus tipe 2 biasanya muncul setelah umur 30 - 40 tahun, bahkan timbul
pada umur 50 dan 60 tahun.

Diantara penyakit degeneratif lainnya, diabetes dalah salah satu anatara penyakit yang
tidak menular, yang dimasa datang akan meningkat jumlahnya. Menurut World Health
Organization (WHO) diabetes melitus termasuk salah satu pembunuh terbesar di Asia
Tenggara dan Pasifik Barat. Menurut data WHO jumlah penderita diabetes di Indonesia
menempati urutan ke-6 di dunia setelah India, China, Rusia, Jepang dan Brazil. WHO juga
memprediksi bahwasannya akan terjadi peningkatan jumlah penyandang diabtes yang cukup
besar pada tahun-tahun mendatang.

Pada diabetes mellitus pasti tidak lepas dengan adanya istilah hiperglikemia.
Hiperglikemia disebabkan kelainan sekresi insulin atau gangguan pada kerja insulin.
Hiperglikemia terjadi disebabkan oleh karena tubuh tidak memiliki cukup insulin atau insulin
tersebut tidak dapat merubah glukosa menjadi energi. Keadaan hiperglikemia dapat
memberikan indikasi bahwa diabetes tersebut tidak terkontrol. Hiperglikemia, terjadi karna
penyebaran glukosa kedalam sel terhambat serta metabolismenya terganggu, dalam
keadaan normal kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna
menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan lemak.
BAB II

Pengertian diabetes

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu
sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan
kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang
dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh
darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi
gagal ginjal), syaraf (dapat terjadi stroke) (WHO, 2011).

Menurut Pribadi dalam Rismayanthi (2011), ada dua tipe diabetes mellitus:

1) Diabetes mellitus tipe I disebut DM yang tergantung pada insulin. Diabetes mellitus tipe ini
disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena kerusakan dari sel beta
pankreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering buang air kecil (terutama malam hari),
sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau
kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.

2) Diabetes mellitus tipe II atau disebut DM yang tidak tergantung pada insulin.

Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) pada


tahun 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126
mg/dL dan pada waktu 2 jam selepas makan (postprandial) >200 mg/dL. Kadar gula darah
bervariasi pada setiap individu setiap hari dimana kandungan gula darah akan meningkat
jumlahnya setelah individu tersebut makan dan akan kembali normal dalam waktu 2 jam
setelah makan.

Pada keadaan normal, lebih kurang 50% glukosa dari makanan yang dimakan akan
mengalami metabolisme sempurna menjadi karbon dioksida (CO2) dan air, 10% menjadi
glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Semua proses metabolik terganggu pada
penderita diabetes melitus akibat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa ke dalam sel menurun
dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada
dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.

Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah
adalah 180 mg% di dalam tubuh sehingga, bila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak dapat
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar apabila konsentrasi glukosa dalam darah cukup
tinggi, akibatnya glukosa tersebut diekskresikan melalui urin (glukosuria). Ekskresi ini akan
disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut dengan
diuresis osmotik. Akibat hal ini, penderita akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan sering merasa haus (polidipsi)

Pada keadaan kritis, terdapat stres dimana terjadi aktivasi sistim aksis hipothalamus-
pituatary-adrenal (HPA) dengan dilepaskannya kortisol dari kelenjar adrenal. Peningkatan
kortisol mengakibatkan peningkatan dari pelepasan epinefrin, norepinefrin, glukagon dan
growth hormone. Aktivas tersebut merupakan komponen yang esensial dalam adaptasi
terhadap suatu penyakit dan stres untuk memelihara homeostasis sel dan organ. Milieu
metabolik hiperglikemia yang disebabkan oleh stres terjadi pada pasien nondiabetik dengan
keadaan kritis sangat kompleks. Kombinasi dari berbagai faktor, termasuk adanya pelepasan
yang berlebihan dari hormon counter regulatory seperti glukagon, growth hormone,
katekolamin, glukokortikoid, dan sitokin seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan tumor necrosis
factor-α (TNF–α) ditambah dengan pemberian katekolamin, dektrosa dan nutrisi sebagai terapi
penunjang pada pasien dengan keadaan kritis, serta terjadinya defisiensi insulin relatif, dan
lemahnya pengambilan glukosa perifer memegang peranan penting dari terjadinya
hiperglikemia pada keadaan stress

Glukagon adalah mediator hormonal primer dari glukoneogenesis. Pada pasien dengan
keadaan kritis, kadar glukagon serum meningkat secara signifikan, hal ini disebabkan oleh
stimulasi adrenergik oleh katekolamin dan oleh sitokin. Sitokin seperti TNF-α dan IL-1 dan
katekolamin secara independen dan sinergis juga berperan dalam meningkatkan produksi
glukosa hati. Kadar insulin biasanya normal ataupun menurun, walaupun didapatkan resistensi
insulin perifer. Diduga pelepasan insulin terhambat akibat peningkatan aktivasi dari reseptor
pankreatik alfa. Penyebab resistensi insulin adalah IL-1 dan TNF – α yang menghambat
pelepasan insulin. Katekolamin juga berperan dalam menginhibisi pengikatan insulin dengan
transporter insulin. Glukokortikoid mengganggu pengambilan glukosa pada otot-otot rangka
dan growth hormone menghambat jalur insulin dengan mengurangi reseptor.

Mekanisme yang menyebabkan kerusakan sel akibat hiperglikemia adalah akibat


penumpukan intraseluler dari spesimen oksigen reaktif (Reactive Oxygen Specimen=ROS).
KGD yang tinggi meningkatkan perbedaan potensial akibat tingginya proton pada rantai
respiratori mitokondria, yang mengakibatkan perpanjangan hidup dari superoxidegenerating
electron transport intermediates, sehingga terjadilah penumpukan ROS. Saat terjadi
penumpukan ini, terjadi 4 mekanisme yang menyebabkan kerusakan sel, yaitu:

1. Peningkatan aliran jalur polyol


2. Peningkatan pembentukan advance glycation end product (AGE)
3. Aktivasi dari isoform protein kinase C (PKC)
4. Jalur Hexosamine
Jalur Hexosamine

Bila kadar glukosa dalam sel tinggi, sebagian besar dari glukosa tersebut dimetabolisme
melalui glikolisis, pertama menjadi glukosa-6 fosfat, kemudian fruktosa-6 fosfat, kemudian
melalui glycolytic pathway. Tetapi, sebagian dari fructose-6 fosfat berpindah melalui sesuatu
jalur sinyal dimana enzim glutamine: fructose-6 phosphate amidotransferase (GFAT)
mengubah fructose-6 fosfat dan akhirnya menjadi UDP (uridine diphophate)
Nacetylglucosamine. Kemudian bereaksi dengan residu serine dan threonine dari factor
transkripsi, sehingga terjadi modifikasi dari ekspresi gen. seperti proses yang lebih dikenal
seperti fosforilasi, dan over modifikasi oleh glikosamin, ini seringkali menimbulkan perubahan
patologis pada ekspresi gen. Misal N-acetylglucosamine memodifikasi factor transkripsi Sp1
menimbulkan peningkatan ekspresi dari TGF-β1 dan PAI-1, yang keduanya berperan baik pada
abnormalitas ekspresi dari sel-sel glomeruler maupun pada disfungsi kardiomiosit.(Hardiman
2012) .

Ketika endotel mengalami disfungsi, terjadi penurunan pelepasan vasodilator seperti NO


dan endothelium-derived hyperpolarizing factor, serta peningkatan pelepasan vasokonstirktor,
seperti endothelin, tromboxane dan TGF- β1. NO merupakan vasodilator kuat yang disintesis
L-arginin. Enzim NOS (nitric oxide synthetase) mengubah arginin menjadi sitrulin dan NO.
Nitrite oxide berwujud gas dan berdifusi ke otot polos pembuluh darah
sekitarnya.(Giaccio,2010)

Hiperglikemia menginduksi variasi gen yang sangat banyak, berhubungan dengan


proses patobiologikal termasuk akumulasi matrik ekstraseluler (ECM), hipertrofi seluler,
respon-respon inflamasi, protrombosis, hiperkoagulabilitas dan peningkatan apoptosis.keadaan
ini diinduksi oleh faktor-faktor transkripsi seperti nuclear factor kappa β (NFKβ), activator
protein-1 (AP-1), cAMP respon element binding protein (CREB), nuclear factor of activated
T cells (NFAT) dan stimulating protein 1 (Sp1). NFkβ berada pada sitosol dalam bentuk
heterodimer, dibentuk dari subunit p50 dan p65. Bertanggung jawab pada inhibisi IKB. NFkβ
diaktivasi dengan jalur fosforilasi dan degradasi proteosom oleh IKB. Disodiasi IKB membuka
jalan bagi NFkB untuk masuk dalam nucleus, kemudian berikatan dengan elemen kB yang
resposif dan mengaktivasi gen transkripsi. ROS menyertai NFkB. ROS mengubah IkB menjadi
rentan terhadap degradasi proteosom. Terapi dengan antioksidan menghambat degradasi IkB
dan menghambat NFkB. ROS mengaktifkan IKK. (Kleman et al.2008; Khasihara,2010).
DAFTAR PUSTAKA

Yerizel, E., C. Maria, dan F. Oenzil. 2015. Hubungan Hiperglikemia Dengan Aktivitas
Protein Kinase C (PKC) Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2: 4-12

http://e-journal.uajy.ac.id/377/3/2BL01043.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27297/Chapter%20II.pdf?sequence=3

Anda mungkin juga menyukai