“Damar Blambangan”
Pada tanggal 1-5 Desember telah diadakan pameran seni lukisan dan seni patung yang
bertemakan “Damar Blambangan“ untuk memperingati Hari Jadi Kota kita tercinta
Banyuwangi untuk yang ke-224. Pameran yang diadakan oleh Pemda Banyuwangi di Gedung
Wanita Paramitha Kencana selama 5 hari tersebut sangat menarik banyak antusiasme
pengunjung terlebih lagi banyak siswa SMAN 1 GLAGAH yang datang kesana untuk
memenuhi tugas belajar mewawancarai salah satu seniman yang ikut ambil bagian di pameran
tersebut dari guru Seni Budaya, Bapak Ben Hendro M. Si. Banyak seniman – seniman asli
Bayuwangi yang ikut ambil bagian dalam meramaikan pameran tersebut. Banyak sekali
pengunjung yang datang hanya untuk melihat – lihat, berfoto bersama bahkan selfie dan
grovie.
Di sisi lain pameran tersebut tidak hanya mempertontonkan seni lukis dan seni patung
melainkan juga hasil jepretan – jepretan pemuda – pemudi Banyuwangi tentang keindahan
alam di berbagai sudut dan tempat pariwisata Banyuwangi. Setiap jam 4 sore pun diadakan
demo melukis yang modelnya dipilih acak langsung oleh sang seniman untuk dilukis
langsung, Hal tersebut juga sangat menarik perhatian para pengunjung. Saat proses pelukisan
pun pengunjung dapat bertanya langsung kepada sang seniman teknik, cara, angel apa yang
baik digunakan untuk sang model. Kami pun mewawancarai salah satu seniman yang banyak
stand by disana.
Seniman yang saya wawancarai adalah Bapak Slamet Cong Hoo. Seniman yang lahir
pada tanggal 22 Agustus 1982 dan bertempat tinggal di Jajag ini adalah seorang seniman
yang sudah lama menyukai bidang seni sejak SMP. Beliau yang berpendidikan akhir dari
SMAN 2 Genteng awalnya mendalami bidang seni hanya sebagai hobi saja namun lama
kelamaan seiring dengan berjalannya waktu beliau memutuskan untuk menjadikanseni
sebagai profesinya. Lukisan yang beliau ikutkan dalam pameran ini berjudul “Flowers”.
1
Dari wawancara ini beliau mengemukakan bahwa filosofi dari lukisannya itu mengacu
pada tema yang diusung oleh Pemda pameran ini yaitu “Damar Blambangan” yang
berarti penerang yang ada di Blambangan, “ Jadi saat kegelapan lukisan ini akan jadi
penerang “ jawab beliau. Berhubung akhir – akhir ini Banyuwangi masih panas dan
gersang sementara daerah lain di Indonesia sudah mengalami hujan yang sangat deras,
lukisan ini dapat mejadi penyejuk bagi pengunjung yang melihatnya.
Bapak Slamet Cong Hoo ini sendiri sangat menyukai gaya lukisan realis dan naturalis
serta lebih suka membuat karya yang berbentuk fine art (seni yang bagus = semuannya
mulai dari catnya,kanvasnya,dan goresannya harus bagus). Lama waktu membuat lukisan
ini hanya memakan waktu 10 hari. Beliau menegaskan bahwa teknik yang digunakan
lukisannya adalah dengan menggunakan cat minyak dan membentuk goresan – goresan
cat dengan palet (cetok kecil) yang mengakibatkan banyak cat tumpang tindih dan dapat
menghasilkan warna yang beragam sehingga saat dibawa ke pameran ini pun lukisannya
belum sempat kering sempurna karena tebalnya cat minyak pada lukisannya, tetapi ada
juga yang hanya mengandalkan satu goresan saja untuk medapatkan warna dasar.
Jenis bunga yang terdapat didalam lukisan itu sendiri ada mawar dan krisan. Selain
mengikuti pameran di berbagai tempat di Banyuwangi Bapak Slamet juga berprofesi
sebagai pembuat souvenir dari lukisan yang bahannya murah, harga tidak terlalu mahal
dan banyak diminati banyak konsumen dan dapat laku di pasaran. Beliau telah mengikuti
pameran di Banyuwangi sebanyak 3 kali dan sejak SMP sudah banyak menciptakan
karya yang bagus dan dapat laku dipasaran. Dalam wawancara ini beliau mengatakan
bahwa dalam bulan ini saja beliau sudah melepas 3 hasil karyanya dengan harga masing –
masing 2,5 juta. Harga setiap lukisannya memang dipatok rata 2,5 juta, beliau juga
mengatakan bahwa 2,5 juta adalah harga paling tinggi untuk lukisannya.
2
Beliau mengatakan biaya yang dikeluarkan untuk 1 karya lukisannya ini tidak terlalu
banyak, “ tetapi yang banyak makan biaya itu waktu karna dalam 10 hari itu sudah habis
rokok dan makan berapa dan juga dalam mencari idenya itu yang lama” tegasnya.
Bapak Slamet Cong Hoo ini yang setiap harinya memproduksi lukisan ini berharap
setiap tahun Pemda dapat mendukung pameran ini sehingga dapat terus diadakan ajang
tahunan seperti ini karena tanpa dukungan dari Pemda itu sendiri pameran ini tidak akan
bisa terwujud karena seniman hanya mengisi acara semeriah mungkin, Banyuwangi bisa
jadi terkenal karena pengunjung yang datang pun tidak hanya dari Banyuwangi tetapi
juga dari luar Banyuwangi bahkan juga turis mancanegara dan juga dapat menarik para
seniman muda untuk memaerkan hasil karyanya.
Bapak S. Yadi, K
Judul Lukisan : Badut dan Gandrung
Mixmedia adalah bahan yang digunakan untuk melukis lukisan ini, maksud
dari mixmax sendiri adalah gabungan dari pastel, cat air, cat minyak yang dicampur.
Mixmedia ini sendiri yang menciptakan adalah bapak Yadi , ini adalah hasil
3
eksperimen dari bapak Yadi sendiri , dan ini satu-satunya di Indonesia, dan bapak
Yadi pundikenal di seluruh indonesia karena menciptakan mixmedia ini.
Saat di tanya apa itu seniman, bapak Yadi mendefinisikan bahwa seniman
adalah orang yang dalam kehidupannya selalu menciptakan sesuatu tidak hanya
penyanyi,musisi,penyair,pelukis saja. Dan sebagai seniman senior bapak Yadi
berpesan kepada generasi mudanya untuk tetap berjuang dan berusaha untuk
mencapai sesuatu yang diinginkan.
4
Dalam bidang melukis, Bapak Aziz memulainya secara otodidak. Menurut beliau,
bakat dalam melukis memang diperlukan namun yang lebih berpengaruh adalah
tekniknya. Seberapa kemampuan kita dalam hal menguasai tekniknya dan seberapa
banyak latihan yang kita lakukan. Dalam dunia seni lukis ini, ternyata Bapak Aziz tidak
pernah mengikuti perlombaan Seni Lukis atau semacamnya, karena beliau tidak ingin
melukis hanya untuk mengikuti perlombaan. Beliau hanya melukis karena beliau
memang suka dan ingin. Sehingga selama ini beliau hanya mengikuti pameran-pameran
saja. Pameran Lukisan yang pertama kali beliau ikuti adalah Pameran Lukis di Gedung
Juang ’45 yaitu pada tahun 1992.
Bapak Aziz adalah pelukis yang beraliran Ekspresionis. Beliau memilih aliran tersebut
karena menurut beliau aliran tersebut sangat cocok dengan karakter dirinya, penuh
ekspresi. Selain karena cocok dengan dirinya, proses melukisnya juga termauk cepat
karena ekpresi tersebut berlangsung secara spontan dan cepat. Sehingga tidak
membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya. Oleh karena itulah beliau memilih
aliran Ekspresionis dan tidak pernah berganti ke aliran yang lain.
Pada lukisan yang berjudul “Kapan Sugi’e” yang dihargai 20 Juta rupiah ini masih
menggunakan aliran ekspresionis. Lukisan tersebut menggambarkan kondisi di sekitar
penambangan belerang, dimana banyak sekali para penambang yang membawa belerang
yang beratnya kurang lebih 10-13 kg. Jarak yang ditempuh juga sangat jauh untuk
membawa belerang tersebut. Sedangkan upah yang diterima oleh penambang belerang
juga tidak banyak. Tidak sebanding dengan apa yang telah dilakukan oleh mereka. Maka
muncullah dibenak mereka “Kapan sugi’e?”. Oleh karena itulah, beliau memberikan
judul pada lukisannya yaitu Kapan Sugi’e.
5
Bapak Aziz tidak perna merasa kehilangan ide dalam melukis. Karena alirannya
ekspresionis, beliau dapat mengekspresikan apapun. Ide-ide yang beliau dapat juga
banyak, terutama dari lingkungan. Alam semesta ini diberikan kepada manusia untuk
memberikan ide-ide, selalu baru, sehingga tidak akan perna kehabisan ide. Seperti halnya
pada lukisan “Kapan Sugi’e”, beliau terinspirasi dari latar Gunung Ijen. Menurut beliau,
ide yang didapat itu termasuk ide yang mudah sekali didapat, karena kita sudah punya
alam yang siap gambar. Sehingga dalam proses pelukisannya, Bapak Aziz tidak terlalu
membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya. Pada lukisan “Kapan Sugi’e”, Pak
Aziz hanya menghabiskan waktu sekitar 2 jam pengerjaannya.
6
Pada saat wawancara dengan Bapak Aziz Raung banyak hal yang beliau pesankan
pada kami, salah satunya adalah cara dalam menggapai cita. Kata-kata beliau pada saat
itu masih teringat dalam benak kami.