Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

Oklusi Vena Retina Sentral

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUDZA/FK Unsyiah
Banda Aceh

Oleh:

Yessy Ayudica Adinda


1407101030145

Pembimbing:
dr. Enny Nilawati, M.Ked (Oph), Sp.M

BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya, penulisan laporan kasus ini telah dapat penulis selesaikan. Selanjutnya
shalawat dan salam penulis panjatkan kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.

Adapun laporan kasus dengan judul ”Oklusi Vena Retina Sentral” ini diajukan
sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Unsyiah / BLUD Rumah Sakit Umum Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Enny Nilawati, M.Ked
(Oph), Sp.M yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk
penulisan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan
rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat
selesai pada waktunya.

Banda Aceh, Oktober 2015

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Oklusi vena retina merupakan salah satu penyebab penurunan ketajaman
penglihatan pada orangtua yang umum terjadi dan merupakan penyebab tersering
kedua dari penyakit vaskuler retina, setelah retinopati diabetik. Oklusi vena retina
telah diteliti secara luas sejak tahun 1855, akan tetapi patogenesis dan manajemen
dari gangguan ini masih menjadi sebuah enigma.
Oklusi vena retina memiliki prevalensi 1-2% pada setiap orang yang berusia
40 tahun ke atas dan mempengaruhi lebih kurang 16 juta orang di seluruh dunia.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, prevalensi oklusi vena
retina cabang mencapai 0,6% sementara prevalensi dari oklusi vena retina sentral
hanya 0,1%. Oklusi pada vena retina cabang 3 kali lebih sering terjadi daripada
oklusi vena retina sentral. Sementara itu oklusi vena retina bilateral juga sering
terjadi, walaupun pada 10% pasien dengan oklusi pada satu mata, oklusi dapat
berkembang di mata lainnya seiring dengan berjalannya waktu.
Oklusi vena retina ini sering dihubungkan dengan penyakit-penyakit dalam
bagian penyakit dalam. Hal yang paling umum diketahui adalah hubungan oklusi
vena retina dengan gangguan vaskular sistemik seperti hipertensi, arteriosklerosis,
dan diabetes mellitus. Beberapa penelitian juga menemukan adanya peningkatan
risiko terjadinya oklusi vena retina pada pasien dengan arteriopati maupun pasien
dengan kadar glukosa darah dan tekanan darah arteri yang tinggi.
Pada oklusi vena retina cabang, oklusi secara khas terjadi pada
persimpangan arteri dan vena. Sementara itu pada oklusi vena retina sentral,
oklusi terjadi pada lamina cribrosa dari saraf optik maupun pada bagian
proksimalnya, di jalur keluarnya vena retina sentral dari mata. Oklusi vena retina
cabang dan oklusi vena retina sentral, dapat dibagi lagi menjadi kategori perfusi
(noniskemia) dan nonperfusi (iskemia), setiap hal ini dapat berpengaruh pada
prognosis dan tatalaksananya.
Pada oklusi vena retina terjadi penurunan penglihatan yang terjadi secara
tiba-tiba. Walapun umumnya penglihatan pada oklusi vena retina ini dapat
kembali berfungsi, edema makula dan glaukoma yang terjadi secara bersamaan
dapat menghasilkan prognosis yang buruk pada pasien. Oleh karena itu diperlukan
tatalaksana yang memadai untuk mengatasi komplikasi edema makula dan
glaukoma ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina


Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora
serrata dengan tepi yang tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora
serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior
terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis
dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah
retina temporal.

Gambar 1 Anatomi Mata

Retina terdiri dari bermacam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan


pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueler, membrana limitans interna dan
eksterna, sel-sel glia.
Retina terbagi atas 3 lapis utama yang membuat sinaps saraf retina, yaitu sel
kerucut dan batang, sel bipolar, dan sel ganglion.
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut :
1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca
2. Lapisan serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina
3. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua
4. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
5. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
6. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan tempat sinaps
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
7. Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel kerucut
8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi
9. Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor), merupakan lapisan
terluar retina, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan
sel kerucut
10. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari sel
epithelial berpigmen

Gambar 2 Anatomi Retina

Membrana limitans interna letaknya berdekatan dengan membrana


hyaloidea dari badan kaca. Pada kehidupan embrio dari optik vesicle, terbentuk
optic cup, di mana lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan
dalam membentuk lapisan retina lainnya. Bila terjadi robekan di retina, maka
cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan
melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah
ablasi retina.
Epitel pigmen dari retina meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang
menutupi badan siliar dan iris. Dimana aksis mata memotong retina, terletal di
makula lutea. Besarnya makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya
paling tajam, terutama di fovea sentralis.
Struktur makula lutea :
1. Tidak ada serat saraf.
2. Sel-sel ganglion sangat banyak di pinggir-pinggir, tetapi di makula sendiri
tidak ada.
3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah dimodifikasi menjadi tipis-
tipis. Di fovea sentralis hanya terdapat kerucut.
Pada bagian posterior, retina tidak terdiri dari 10 lapisan. Hal ini untuk
memudahkan sinar dari luar mencapai sel kerucut dan batang. Bagian ini disebut
makula lutea yang pada pemeriksaan funduskopi koroid terlihat lebih jelas karena
tipis adanya refleks fovea karena sinar dipantulkan kembali. Fovea sentral
merupakan bagian retina yang sangat sensitif dan yang akan menghasilkan
ketajaman penglihatan maksimal atau 6/6. Jika terjadi kerusakan pada fovea
sentral ini, maka ketajaman penglihatan sangat menurun karena pasien akan
melihat dengan bagian perifer makula lutea.
Secara klinis, makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi
kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal atau xantofil. Definisi alternatif
secara histologis adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih
dari satu lapis sel. Di tengah makula sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus
optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang
memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan
zona avaskuler di retina. Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisnya
lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim karena akson-akson sel
fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan penggeseran secara
sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola
adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah kerucut,
dan bagian retina yang paling tipis.

Gambar 3 Normal fundus

Retina menerima nutrisi dari dua sistem sirkulasi, yakni pembuluh darah
retina dan uvea atau pembuluh darah koroid. Keduanya berasal dari arteri
ophthalmica yang merupakan cabang pertama dari arteri carotis interna. Cabang
utama dari arteri ophthalmica merupakan arteri retina sentral, arteri siliaris
posterior, dan cabang muskular. Secara khas, dua arteri siliaris posterior ada pada
bagian ini, yakni medial dan lateral, namun kadang-kadang sepertiga arteri siliaris
posterior superior juga dapat terlihat. Arteri siliaris posterior kemudian terbagi
menjadi dua arteri siliaris posterior yang panjang dan menjadi beberapa cabang
arteri siliaris posterior yang pendek.
Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomose. Arteri
sentralis retina keluar pada optic disk yang dibagi menjadi dua cabang besar.
Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi arteriole di sepanjang sisi luar optic disk.
Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak pada retina perifer.
Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena
retina sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan
darah vena ke sistem kavernosus. Retina menerima darah dari dua sumber :
khoriokapilaris yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi
sepertiga luar retina, termasuk lapisan fleksiformis luar dan lapisan inti luar,
fotoresptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari sentralis
retina, yang mendarahi 2/3 sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh
khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina
mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak
berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid
dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel
pigmen retina.

Gambar 4 Anatomi dari sistem vena retina berdasarkan deskripsi dari Duke-Elder. (1)
Terminal retinal venule; (2) retinal venule; (3) minor retinal vein; (4) main retinal vein;
(5) papillary vein; (6) central retinal vein

2.2 Fisiologi Retina


Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang dan
kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi
impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus
dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman
penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya
adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini
menjamin penglihatan yang paling panjang. Di retina perifer, banyak fotoreseptor
dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan system pemancar yang
lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah makula digunakan terutama
untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian
retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan
terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler


pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rhodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif. Rhodopsin
merupakan suatu glikolipid membran yang separuh terbenam di lempeng
membrane lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penglihatan skotopik
diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap
ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna ini tidak dapat
dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut,
senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh
fotoreseptor batang.

2.3 Oklusi Vena Retina Sentral (CRVO)


2.3.1 Definisi

Oklusi Vena Retina Sentral merupakan suatu keadaan di mana terjadi


penyumbatan vena retina pada bagian sentral yang mengakibatkan gangguan
perdarahan di dalam bola mata.

2.3.2 Epidemiologi

CRVO adalah penyebab penting morbiditas penglihatan pada lansia,


terutama mereka yang mengidap hipertensi dan glaukoma.
Di Australia, prevalensi oklusi vena retina ini berkisar dari 0,7% pada pasien
berusia 49-60 tahun, hingga 4,6% pada pasien lebih dari 80 tahun.
Di Amerika Serikat, kebanyakan pasien dengan oklusi vena retina sentral
berjenis kelamin laki-laki dan berusia lebih dari 65 tahun. Kebanyakan kasus
berupa oklusi unilateral, dan kira-kira 6-14% kasus berupa oklusi bilateral.
Sebuah penelitian di Taiwan pada tahun 2008 mencatat adanya variasi pada
musim-musim tertentu. Oklusi vena retina cabang terjadi tiga kali lebih sering dari
pada oklusi vena retina sentral. Pria dan wanita berbanding sama rata dengan usia
pasien berada antara 60 hingga 70 tahun.
Insiden CRVO meningkat pada kondisi-kondisi sistemik tertentu, seperti
hipertensi, hiperlipidemia, diabetes militus,penyakit kolagen vaskular, gagal ginjal
kronik, dan sindrom hiperviskositas (misalnya, mieloma dan makroglobulinemia
Wildenstrőm). Merokok juga merupakan faktor resiko. CRVO berkaitan dengan
peningkatan mortalitas penyakit jantung iskemik, termasuk infark miokardium.

2.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi anatomis dari oklusi vena retina dibagi berdasarkan gambaran
funduskopi pada mata dan termasuk ke dalam tiga grup utama tergantung letak
lokasi oklusi vena, yakni: oklusi vena retina cabang (BRVO), oklusi vena retina
sentral (CRVO), dan oklusi vena hemiretinal (HRVO). BRVO terjadi ketika vena
pada bagian distal sistem vena retina mengalami oklusi, yang menyebabkan
terjadinya perdarahan di sepanjang distribusi pembuluh darah kecil pada retina.
CRVO terjadi akibat adanya trombus di dalam vena retina sentral pada bagian
lamina cribrosa pada saraf optik, yang menyebabkan keterlibatan seluruh retina.
HRVO terjadi ketika blokade dari vena yang mengalirkan darah dari hemiretina
superior maupun inferior, yang mempengaruhi setengah bagian dari retina.
CRVO dibagi dua berdasarkan jenis respon pada angiografi fluoresein:
1. Tipe non iskemik (Mild)
Dicirikan oleh ketajaman penglihatan yang masih baik, defek pupil aferen
ringan, dan perubahan lapangan pandang yang ringan. Pada pemeriksaan
funduskopi ditemukan adanya dilatasi ringan dan cabang vena retina sentral yang
berkelok-kelok, serta dot-and-flame hemorrhages pada seluruh kuadran retina.
Edema macula dengan penurunan ketajaman penglihatan dan pembengkakan optic
disk dapat ada atau tidak.

Gambar 5 CRVO non iskemik

2. Tipe iskemik
Biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk, defek pupil aferen,
dan skotoma sentral. Terlihat dilatasi vena, perdarahan pada empat kuadran yang
lebih luas, edema retina, dan ditemukan cotton wool spot. Visual prognosis pada
tipe ini jelek, dengan rata-rata hanya kurang dari 10% CRVO tipe iskemik
memiliki ketajaman penglihatan akhir lebih baik dari 20/400.

Gambar 6 CRVO iskemik

2.3.4 Etiologi

Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina sentral ialah:

1. Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat pada
proses arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa.
2. Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri seperti fibrosklerosis atau
endoflebitis.
3. Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang
terdapat pada kelainan viskositas darah, diksrasia darah, atau spasme arteri
retina yang berhubungan.
4. Abnormalitas darah itu sendiri (sindrom hiperviskositas dan abnormalitas
koagulasi);
5. Abnormalitas dinding vena (inflamasi);
6. Peningkatan tekanan intraokular.

2.3.5 Patofisiologi
Patogenesis dari CRVO masih belum diketahui secara pasti. Ada banyak
faktor lokal dan sistemik yang berperan dalam penutupan patologis vena retina
sentral.
Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar dari
nervus optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa yang sempit. Karena
tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada keterbatasan tempat bila
terjadi displacement. Jadi, anatomi yang seperti ini merupakan predisposisi
terbentuknya trombus pada vena retina sentral dengan berbagai faktor, di
antaranya perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding pembuluh darah, dan
perubahan dari darah itu sendiri.
Perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah struktur
arteri menjadi kaku dan mengenai/bergeser dengan vena sentral yang lunak, hal
ini menyebabkan terjadinya disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan
pembentukan trombus. Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan antara
penyakit arteri dengan CRVO, tapi hubungan tersebut masih belum bisa
dibuktikan secara konsisten.
Oklusi trombosis vena retina sentral dapat terjadi karena berbagai kerusakan
patologis, termasuk di antaranya kompresi vena , disturbansi hemodinamik dan
perubahan pada darah.

Oklusi vena retina sentral menyebabkan akumulasi darah di sistem vena


retina dan menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah vena. Peningkatan
resistensi ini menyebabkan stagnasi darah dan kerusakan iskemik pada retina. Hal
ini akan menstimulasi peningkatan produksi faktor pertumbuhan dari endotelial
vaskular(VEGF=vascular endothelial growth factor) pada kavitas vitreous.
Peningkatan VEGF menstimulasi neovaskularisasi dari segmen anterior dan
posterior. VEGF juga menyebabkan kebocoran kapiler yang mengakibatkan
edema makula.

2.3.6 Faktor risiko


Faktor risiko dari oklusi vena retina antara lain:
 Atherosclerosis
 Diabetes Mellitus
 Hipertensi
 Penyakit mata lainnya, seperti glaukoma, edema makula, maupun
perdarahan vitreous
Faktor risiko terkuat dari oklusi vena retina cabang adalah hipertensi, namun
pada beberapa penelitian, oklusi vena retina dihubungkan juga dengan diabetes
mellitus, dyslipidemia, merokok, dan penyakit ginjal. Untuk oklusi vena retina
sentral, faktor risiko tambahan adalah glaukoma atau peningkatan tekanan
intraokular, yang dapat mengganggu pengaliran vena retina. Sebuah studi kasus-
kontrol mengidentifikasi kelainan berikut ini sebagai faktor risiko terjadinya
BRVO:
- Riwayat hipertensi arteri sistemik
- Penyakit kardiovaskuler
- Peningkatan BMI pada usia 20 tahun
- Riwayat glaukoma
Diabetes mellitus bukanlah faktor risiko independen yang terutama pada
oklusi vena retina cabang.

2.3.7 Manifestasi Klinis

Pasien mengeluhkan kehilangan penglihatan parsial atau seluruhnya


mendadak. Penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak dapat
memburuk sampai hanya tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit. Dan
hanya mengenai satu mata.

2.3.8 Penegakan Diagnosis


Pasien harus menjalani pemeriksaan mata lengkap, termasuk ketajaman
penglihatan, reflex pupil, pemeriksaan slit lamp segmen anterior dan posterior
mata, dan pemriksaan funduskopi.
 Ketajaman penglihatan merupakan salah satu indicator penting pada prognosis
penglihatan akhir sehingga usahakan untuk selalu mendapatkan ketajaman
penglihatan terkoreksi yang terbaik.
 Reflex pupil bisa normal dan mungkin ada dengan reflex pupil aferen relative.
Jika iris memiliki pembuluh darah abnormal maka pupil dapat tidak bereaksi.
 Konjungtiva: kongesti pembuluh darah konjungtiva dan siliar terdapat pada
fase lanjut
 Iris dapat normal. Pada fase lanjut dapat terjadi neovaskularisasi.
 Pada pemeriksaan funduskopi terlihat vena berkelok-kelok, edema macula dan
retina, dan perdarahan berupa titik terutama bila terdapat penyumbatan vena
yang tidak sempurna. Perdarahan retina dapat terjadi pada keempat kuadran
retina. Perdarahan bisa superfisial, dot dan blot, dan atau dalam.
 Cotton wool spot umumnya ditemukan pada iskemik CRVO. Biasanya
terkonsentrasi di sekitar kutub posterior. Cotton wool spot dapat menghilang
dalam 2-4 bulan.
 Neovaskularisasi disk (NVD): mengindikasikan iskemia berat dari retina dan
bisa mengarah pada perdarahan preretinal/vitreus.
 Perdarahan dapat terjadi di tempat lain (NVE: Neovascularization of
elsewhere)
 Perdarahan preretinal/vitreus
 Edema macula dengan tanpa eksudat.
 Cystoid macular edema
 Lamellar or full –thickness macular hole
 Optic atrophy

 Perubahan pigmen pada makula

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang rutin didindikasikan untuk


diagnosis CRVO. Pada pasien tua, pemeriksaan laboratorium diarahkan pada
identifikasi masalah sistemik vascular. Pada pasien muda, pemeriksaan
laboratoriumnya tergantung pada temuan tiap pasien, termasuk di antaranya:
hitung darah lengkap (complet blood cell count), tes toleransi glukosa, profil lipid,
elektroforesis protein serum, tes hematologi, serologis sifilis.

Gambar 7 Oklusi vena sentral retina.


Gambar 8 Oklusi cabang vena retina.

Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak tanpa nyeri.


Gambaran klinisnya bervariasi dari perdarahan retina kecil-kecil yang tersebar dan
bercak cotton-wool sampai gambaran perdarahan hebat dengan perdarahan retina
superfisial dan dalam, yang kadang-kadang dapat pecah ke dalam rongga vitreous.
Pasien biasanya berusia lebih dari 50 tahun, dan lebih dari separuhnya mengidap
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler. Glaukoma sudut
terbuka kronik harus selalu disingkirkan. Dua komplikasi utama yang berkaitan
dengan oklusi vena retina adalah penurunan penglihatan akibat edema makula dan
glaukoma neovaskuler akibat neovaskularisasi iris.
Oklusi vena retina cabang
Temuan oftalmoskopi pada oklusi vena retina cabang akut (BRVO) adalah
perdarahan superfisial, edema retina, dan sering kali terjadi gambaran cotton-wool
spot pada salah satu sektor di retina yang diinervasi oleh vena yang rusak. Oklusi
vena cabang umumnya terjadi pada persilangan arteri dan vena. Kerusakan
makula menentukan derajat penurunan penglihatan. Jika oklusi tidak terjadi pada
persilangan arteri dan vena, harus dipertimbangkan kemungkinan adanya
peradangan. Usia rata-rata pasien yang menderita oklusi vena cabang ini adalah
60-an tahun.

Gambar 9 A. Oklusi vena retina cabang superotemporal. B. Angiogram fluorescent


menunjukkan adanya nonperfusi kapiler pada retina yang diinervasi oleh vena yang
mengalami obstruksi.
Gambar 10 A. Oklusi vena retina hemisferik. Gambar menunjukkan adanya keterlibatan
superior dengan perdarahan intraretina. B. Angiografi fluorescent menunjukkan adanya
blokade dari area yang mendasari pada daerah yang mengalami perdarahan: kemungkinan
iskemia minimal. Catatan: zona avaskuler fovea intak.

Vena yang mengalami obstruksi berdilatasi dan berkelok-kelok, dan seiring


dengan berjalannya waktu, arteri yang bersesuaian dapat mengalami penyempitan
dan terselubungi. Kuadran superotemporal adalah kuadran yang paling sering
mengalami kerusakan, yakni sekitar 63%, sementara oklusi nasal jarang terdeteksi
secara klinis. Variasi BRVO didasari oleh adanya variasi kongenital pada anatomi
vena sental yang dapat melibatkan baik setengah bagian superior maupun
setengah bagian inferior retina (oklusi vena retina hemisferik atau hemisentral.
Temuan histologi menunjukkan bahwa tunica adventitia menjepit arteri dan
vena pada persilangan arteri dan vena. Penebalan dari dinding arteri akan
menekan vena sehingga mengakibatkan terjadinya turbulensi aliran darah,
kerusakan sel endotel, dan oklusi trombosis, trombus ini dapat meluas ke kapiler.
Arteri sering mengalami penyempitan sekunder pada daerah yang mengalami
oklusi.
Oklusi vena retina sentral
Suatu penelitian histologis menyimpulkan bahwa pada CRVO terdapat
mekanisme yang paling sering, yakni: trombosis dari vena retina sentral dan
posteriornya hingga lamina cribrosa. Pada beberapa kasus, arteri retina sentral
yang mengalami atherosklerosis dapat bergeseran dengan vena retina sentral,
menyebabkan adanya turbulensi, kerusakan endotel, dan pembentukan trombus.
CRVO ringan (non iskemia) dicirikan dengan baiknya ketajaman
penglihatan penderita, afferent pupillary defect ringan, dan penurunan lapang
pandang ringan. Funduskopi menunjukkan adanya dilatasi ringan dan adanya
gambaran cabang-cabang vena retina yang berliku-liku branches dan terdapat
perdarahan dot dan flame pada seluruh kuadran retina. Edema makula dengan
adanya penurunan tajam penglihatan dan pembengkakan discus opticus bisa saja
muncul. Jika edema discus terlihat jelas pada pasien yang lebih muda,
kemungkinan terdapat kombinasi inflamasi dan mekanisme oklusi yang disebut
juga papillophlebitis. Fluorescein angiography biasanya menunjukkan adanya
perpanjangan dari waktu sirkulasi retina dengan kerusakan dari permeabilitas
kapiler namun dengan area nonperfusi yang minimal. Neovaskularisasi segmen
anterior jarang terjadi pada CRVO ringan.
CRVO berat (iskemik) biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang
buruk, afferent pupillary defect, dan central scotoma yang tebal. Dilatasi vena
yang menyolok; perdarahan 4 kuadran yang lebih ekstensif, edema retina, dan
sejumlah cotton-wool spot dapat ditemukan pada kasus ini. Perdarahan dapat saja
terjadi pada vitreous hemorrhage, ablasio retina juga dapat terjadi pada kasus
iskemia berat. Fluorescein angiography secara khas menunjukkan adanya
nonperfusi kapiler yang tersebar luas.

Gambar 11 A. CRVO ringan, noniskemia, terperfusi, pada mata dengan visus


20/40. Dilatasi vena retina dan perdarahan retina terlihat jelas. B. Fluorescein
angiogram menunjukkan adanya perfusi pada pembuluh kapiler retina.
Gambar 12 Gambar. A. CRVO berat, iskemia pada mata dengan visus 1/300.
Vena dilatasi dan terdapat perdarahan retina. Terlihat edema retina menyebabkan
corakan warna kuning pada dasar penampakan fundus dan mengaburkan refleks
fovea. B. Fluorescein angiogram menunjukkan adanya nonperfusi kapiler, yang
menyebabkan pembesaran pembuluh darah retina.

2.3.9 Diagnosis Banding


 Oklusi vena retina cabang

 Sindrom iskemik ocular

2.3.10 Penatalaksanaan
Manajemen CRVO disesuaikan dengan kondisi medis terkait, misalnya
hipertensi, diabetes mellitus, hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Jika
hasil tes negatif pada faktor-faktor resiko CRVO di atas, maka dipertimbangkan
untuk melakukan tes selektif pada pasien-pasien muda untuk menyingkirkan
kemungkinan trombofilia, khususnya pada pasien-pasien dengan CRVO bilateral,
riwayat trombosis sebelumnya, dan riwayat trombosis pada keluarga.
Pengobatan terutama ditujukan kepada mencari penyebab dan
mengobatinya, antikoagulasia, dan fotokoagulasi daerah retina yang mengalami
hipoksia. Steroid diberi bila penyumbatan disebabkan flebitis.

Pasien CRVO harus diperingatkan pentingnya melaporkan perburukan


penglihatan karena pada beberapa kasus, dapat terjadi progresifitas penyakit dari
noniskemik ke iskemik.
Kebanyakan pasien dapat mengalami perbaikan, walaupun tanpa
pengobatan. Akan tetapi, ketajaman penglihatan jarang kembali ke nilai normal.
Tidak ada cara untuk membuka kembali atau membalik blokade. Akan tetapi
terapi dibutuhkan untuk mencegah terjadinya pembentukan blokade lain di mata
sebelahnya.
Manajemen diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, dan kadar kolesterol
yang tinggi perlu dilakukan. Beberapa pasien boleh diberikan aspirin maupun obat
pengencer darah lainnya.
Tatalaksana dari komplikasi oklusi vena retina antara lain:
- Pengobatan menggunakan laser fokal, jika terdapat edema makula
- Injeksi obat anti-vascular endothelial growth factor (anti-VEGF) ke mata.
Obat ini dapat menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang
dapat menyebabkan glaukoma. Obat ini masih dalam tahap penelitian.
- Pengobatan dengan menggunakan laser untuk mencegah pertumbuhan dari
pembuluh darah baru yang abnormal, yang juga dapat menyebabkan
glaukoma
Sheathotomy, teknik bedah untuk memisahkan pembuluh darah yang
berdekatan pada persimpangan arteri dan vena telah dikembangkan untuk
mengatasi edema makula dalam usaha untuk meningkatkan tajam penglihatan.
Diseksi dari tunika adventitia dengan pemisahan arteri dari vena pada
persimpangan tersebut di mana oklusi vena retina cabang terjadi dapat
mengembalikan aliran darah vena disertai penurunan edema makula.
Arteriovenous sheathotomy menimbulkan adanya perbaikan sementara dari aliran
darah retina dan cukup efektif dalam menurunkan edema makula. Pembuluh
kolateral pada oklusi vena retina cabang memiliki efek yang positif pada
prognosis visual pasien. Argon-laser-photocoagulation dapat mencegah
berkembangnya oklusi dan mengatasi neo-vaskularisasi.
Penggunaan dari triamcinolone acetonide intravitreous telah banyak
digunakan untuk penanganan edema makula yang tidak responsif dengan laser.
Dua hingga empat miligram (0.05 atau 0.1 ml) dari triamcinolone acetonide
(Kenalog, Bristol-Myers Squibb) diinjeksi melalui pars plana inferior di bawah
kondisi steril pada pasien rawat jalan. Terapi trombolitik yang diberikan secara
terbatas penggunaannya sehubungan dengan adanya efek samping yang serius,
akan tetapi dapat membantu bila dilakukan injeksi intraokuler.

2.3.11 Komplikasi

Penyulit oklusi vena retina sentral berupa perdarahan masif ke dalam retina
terutama pada lapis serabut sarah retina dan tanda iskemia retina. Pada
penyumbatan vena retina sentral, perdarahan juga dapat terjadi di depan papila
dan ini dapat memasuki badan kaca menjadi perdarahan badan kaca. Oklusi vena
retina sentral dapat menimbulkan terjadinya pembuluh darah baru yang dapat
ditemukan di sekitar papil, iris, dan retina (rubeosis iridis). Rubeosis iridis dapat
mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder, dan hal ini dapat terjadi dalam
waktu 1-3 bulan.
Blokade dari vena retina dapat menyebabkan terjadinya gangguan mata
lainnya, yakni:
1. Glaucoma, yang disebabkan oleh adanya pembuluh darah baru yang
abnormal, yang tumbuh di bagian depan mata
2. Edema makula, yang disebabkan oleh kebocoran cairan di retina

2.3.12 Prognosis
Morbiditas penglihatan dan kebutaan pada oklusi vena retina berhubungan
dengan edema makula, iskemia makula, dan glaukoma neovaskuler. Pada
gambaran patologis, didapati adanya pembentukan trombus intralumen, yang
dapat dihubungkan dengan kelainan pada aliran darah, unsur-unsur penyusunnya,
dan pembuluh darah yang bersesuaian dengan trias Virchow. Oklusi vena retina
sentral telah disamakan dengan sindrom kompartemen neurovaskuler pada situs
lamina cribrosa maupun akhir dari ujung vena retina yang terletak pada saraf
optik. CRVO tipe noniskemik terdapat pada 75-80% pasien dengan oklusi vena
retina.

Mortalitas dan Morbiditas


Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa pemulihan penglihatan pada
penderita oklusi vena retina sentral amat bervariasi, dan ketajaman penglihatan
saat terjadinya penyakit merupakan prediktor terbaik dari ketajaman penglihatan
akhir. Prognosis yang baik dapat diperkirakan pada pasien dengan riwayat oklusi
alami tipe noniskemik. Enam puluh lima persen pasien dengan ketajaman
penglihatan 20/40 akan mendapatkan ketajaman yang sama atau lebih baik pada
evaluasi terakhir. Pada sekitar 50% pasien, ketajaman penglihatan dapat mencapai
20/200 atau lebih buruk, yang mana pada 79% pasien tampak adanya kemunduran
ketajaman penglihatan pada follow up.
Pada sepertiga pasien dengan oklusi vena retina cabang, ketajaman
penglihatan akhir mencapai 20/40. Bagaimana pun juga, kebanyakan 2/3 dari
pasien mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat edema makula,
iskemia makula, perdarahan makula, dan perdarahan vitreous. Oklusi vena retina
sentral noniskemia dapat kembali ke keadaan seperti semula tanpa adanya
komplikasi pada sekitar 10% kasus. Sepertiga pasien dapat berlanjut ke tipe
iskemia, umumnya pada 6-12 bulan pertama setelah terjadinya tanda dan gejala.
Pada lebih dari 90% pasien dengan oklusi vena retina sentral iskemia, tajam
penglihatan akhir dapat mencapai 20/200 atau lebih.

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. M. Yunan


Umur : 61 Tahun
Alamat : Banda Raya
Agama : Islam
Status Pernikahan : Sudah menikah
Suku : Aceh
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Tanggal Pemeriksaan : 21 Oktober 2015

3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama
Penglihatan menurun
2. Keluhan Tambahan :-
3. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan penglihatan menurun yang sudah dirasakan


sejak 10 tahun ini, namun sejak 1,5 bulan ini terasa semakin berat terutama pada
mata sebelah kanan. Pasien sebelumnya sudah pernah melakukan operasi katarak
pada mata kanannya 2 bulan yang lalu, setelah dilakukan operasi penglihatan
terasa baik, namun lama-kelamaan penglihatan menurun lagi, pasien juga pernah
melakukan operasi pengangkatan batu pada ginjal kanan 5 tahun yang lalu. Pasien
riwayat menderita DM sejak 3 tahun ini dan rutin kontrol ke Poli Endokrin.

4. Riwayat Penyakit Dahulu : Dibetes Mellitus type II


Glaukoma ODS

Katarak ODS

5. Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal

3.3 Pemeriksaan Fisik


1. Status Oftalmologis

VOD : 5/20 VOS : 5/15

Pergerakan bola mata : Normal/Normal

Dextra Sinistra
No Komponen

Lagofthalmus (-) Lagofthalmus (-)

1 Palpebra Ptosis (-) Ptosis (-)

Edema (-) Edema (-)

Hiperemis (-) Hiperemis (-)


2 Konjungtiva Tarsal
Anemis (-) Anemis (-)

Injeksi Konjungtiva (-) Injeksi Konjungtiva (-)


3 Konjungtiva Bulbi
Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (-)

4 Kornea Jernih Jernih

5 Kedalaman COA Cukup Cukup

6 Iris Normal Normal

Isokor (+) Isokor (+)

7 Pupil RCL (+) RCL (+)

RCTL (+) RCTL (+)

8 Lensa Jernih Jernih

2. Foto Klinis Pasien

3.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Funduskopi
2. Optical Coherence Tomography (OCT)

3. Perimetri

(Kanan)
(Kiri)
3.5 Diagnosis
Oklusi Vena Retina Sentral

3.6 Terapi
Citicolin tab 1x1
Glouplus ED 1x1 tts ODS
Reotal tab 1x1
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki berusia 61 tahun datang dengan keluhan penglihatannya


menurun yang dirasakan lebih berat pada mata sebelah kanan, pasien tidak
mengeluhkan adanya nyeri pada mata. Pasien sebelumnya sudah pernah
melakukan operasi katarak pada mata sebelah kanannya, pasien juga riwayat
menderita glaukoma pada kedua matanya, menderita Diabetes Melitus sejak 3
tahun terakhir serta pernah melakukan operasi pengangkatan batu pada ginjal
kanan 5 tahun yang lalu. Oklusi Vena Retina Sentral merupakan suatu keadaan di
mana terjadi penyumbatan vena retina pada bagian sentral yang mengakibatkan
gangguan perdarahan di dalam bola mata. Pasien akan mengeluhkan kehilangan
penglihatan parsial atau seluruhnya secara mendadak. Penurunan tajam
penglihatan sentral ataupun perifer mendadak dapat memburuk sampai hanya
tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit dan hanya mengenai satu mata.
Pasien biasanya berusia lebih dari 50 tahun, dan lebih dari separuhnya mengidap
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler. Faktor risiko dari
oklusi vena retina antara lain: Atherosclerosis, Diabetes Mellitus, Hipertensi,
Penyakit mata lainnya, seperti glaukoma, edema makula, maupun perdarahan
vitreous, Penyakit ginjal.
Pada pemeriksaan visus kedua mata didapatkan VOD: 5/20 VOS:5/15,
konjungtiva, iris dan pupil dalam batas normal. Pada CRVO, ketajaman
penglihatan merupakan salah satu indikator penting pada prognosis penglihatan
akhir sehingga usahakan untuk selalu mendapatkan ketajaman penglihatan
terkoreksi yang terbaik. Reflex pupil bisa normal dan mungkin ada dengan reflex
pupil aferen relative. Jika iris memiliki pembuluh darah abnormal maka pupil
dapat tidak bereaksi. Konjungtiva: kongesti pembuluh darah konjungtiva dan
siliar terdapat pada fase lanjut Iris dapat normal. Pada fase lanjut dapat terjadi
neovaskularisasi.
Pada pemeriksaan funduskopi biasanya terlihat vena berkelok-kelok, edema
macula dan retina, dan perdarahan berupa titik terutama bila terdapat
penyumbatan vena yang tidak sempurna. Perdarahan retina dapat terjadi pada
keempat kuadran retina. Perdarahan bisa superfisial, dot dan blot, dan atau dalam.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang rutin didindikasikan untuk
diagnosis CRVO. Pada pasien tua, pemeriksaan laboratorium diarahkan pada
identifikasi masalah sistemik vascular. Pada pasien muda, pemeriksaan
laboratoriumnya tergantung pada temuan tiap pasien, termasuk di antaranya:
hitung darah lengkap (complet blood cell count), tes toleransi glukosa, profil lipid,
elektroforesis protein serum, tes hematologi, serologis sifilis.
BAB V
KESIMPULAN

Oklusi vena retina merupakan salah satu jenis penyakit vaskuler yang
terdapat pada retina. Oklusi vena retina ini lebih sering terjadi pada orang yang
berusia 40 tahun ke atas. Adapun oklusi vena retina dibagi menjadi oklusi vena
retina sentral dan oklusi vena retina cabang. Selain itu, oklusi vena retina masih
dapat dibagi lagi menjadi oklusi iskemik maupun noniskemik. Pembagian ini
dilakukan berdasarkan perbedaan gambaran funduskopi pada pasien dengan
oklusi vena retina.
Oklusi vena retina dapat disebabkan oleh pengaruh lokal yakni trauma,
glaukoma dan lesi struktur orbita; dan juga sistemik, di antaranya yakni
hipertensi, atherosklerosis, dan diabetes mellitus.
Tatalaksana utama dari oklusi vena retina adalah mengatasi penyakit yang
mendasari terjadinya oklusi, mencegah oklusi berlanjut ke mata sebelah yang
masih sehat, dan mencegah terjadinya komplikasi, yakni glaukoma dan edema
makula.
DAFTAR PUSTAKA

1. Coscas G, Loewenstein A, Augustin A, et al. 2011. Management of Retinal


Vein Occlusion – Consensus Document. Ophtalmologica 226:4-28

2. McIntosh RL, Rogers SL, Lim L, et al. 2010. Natural history of central
retinal vein occlusion: an evidence-based systematic review. Ophthalmology
2010;117(6):1113.e15-1123.e15

3. Tien Y. Wong, and Ingrid U. Scott. 2010. Retinal-Vein Occlusion. N Engl J


Med 2010; 363:2135-2144

4. Shiyoung Roh, John J. Weiter, and Jay S. Duker. 2007. Ocular Circulation.
In: Duane's Foundations of Clinical Ophthalmology Vol. 2 Ed. William Tasman,
Edward A. Jaeger. Publisher: Lippincott Williams & Wilkins

5. American Academy of Ophthalmology. 2011. Retinal Vascular Disease. In:


Retina and Vitreous p.150-159. San Francisco: American Academy of
Ophthalmology.

6. Hamid, Sadaf.,Mirza, Sajid A., andShokh, Ishrat.2009. Etiology and


Management of Branch Retinal Vein Occlusion. World Appl. Sci. J. 2009;6(1);94-
99.

7. Karia, Niral. 2010.Retinal vein occlusion: pathophysiology and treatment


options. Clinical Ophtalmology 4:809-16

8. Ilyas, S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga, Cetakan ke-5
Jakarta: Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia.

Anda mungkin juga menyukai