Anda di halaman 1dari 36

Presentasi Kasus

TUMOR GANAS GINGIVA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Bedah Fakultas Kedokteran
Unsyiah/RSUD dr. ZainoelAbidin Banda Aceh

Disusun oleh:

Sri Tursina
1407101030030

BAGIAN/ SMF BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1
Tumor ganas (kanker) adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan
adanya pertumbuhan jaringan atau organ yang tidak terorganisir dan membentuk
suatu massa yang pada umumnya terjadi akibat penyimpangan genetik pada
onkogen (gen yang meningkatkan pertumbuhan), antionkogen (gen yang
menghambat pertumbuhan) dan gen yang mengatur apoptosis (kematian sel)
sehingga terjadi pembelahan sel yang berlebihan dan tidak terkendali. Sel-sel
tersebut juga memiliki kemampuan untuk menyerang jaringan lainnya, baik
dengan pertumbuhan langsung di jaringan sekitarnya (invasi) maupun dengan
melakukan migrasi ke tempat yang lebih jauh melalui pembuluh darah atau sistem
limfa (metastasis). Saat ini, kasus terjadinya tumor ganas semakin meningkat
karena seringkali terdeteksi pada stadium lanjut, yaitu setelah timbul gejala klinis
yang dirasakan oleh penderita. Gejala klinis yang kurang jelas, terutama pada
stadium awal membuat penentuan diagnosis secara klinis kurang dapat
diandalkan. Penelitian di seluruh dunia melaporkan bahwa rongga mulut
merupakan satu dari sepuluh lokasi tubuh yang paling sering terkena kanker serta
menempati peringkat ketiga setelah kanker lambung dan kanker serviks. (1)
Tumor rongga mulut memiliki penyebab multifaktorial dan melibatkan
proses yang bertahap berupa; inisiasi, promosi dan perkembangan tumor.
Diagnosis dini dari tumor rongga mulut merupakan faktor penting yang bertujuan
untuk terapi kuratif, prognosis yang lebih baik, kepentingan kosmetik dan
mengurangi kecacatan serta kelangsungan hidup yang lebih lama pada
penderitanya. Walaupun terdapat perkembangan dalam mendiagnosa dan
melakukan terapi, tingkat abnormalitas dan mortalitas yang diakibatkan oleh
tumor rongga mulut masih tinggi. Hal tersebut disebabkan terutama karena
kurangnya deteksi dini dan identifikasi pada kelompok risiko tinggi serta
kegagalan untuk mengontrol lesi primer dan metastasis nodus limfa servikal. (1,2)
Definisi tumor rongga mulut menurut klasifikasi tumor, nodus, metastasis
(TNM) dari Sistem Tumor Maligna berdasarkan International Union Against
Cancer (IUAC) dan American Joint Committee of Cancer (AJCC) adalah tumor
yang terjadi pada bagian mukosa bukal, palatum, dasar mulut, triangularis
retromolar dan gingiva pada rahang atas dan bawah. Tumor pada gingiva adalah
tumor ganas yang jarang terjadi dan hanya menyumbang sebagian kecil insidensi

2
dari semua tumor mulut. Insidensi tumor gingiva di Eropa dan Amerika Serikat
adalah kurang dari 10 %, tetapi di Jepang insidensi tumor gingiva cukup tinggi
dengan menempati tempat kedua setelah kanker lidah yang paling sering terjadi.
Usia rata-rata penderita tumor gingiva adalah 60-70 tahun namun pada negara
berkembang umumnya terjadi dibawah usia tersebut. (1,2)
Gingiva merupakan lapisan mukosa rongga mulut yang melindungi prosesus
alveolaris pada rahang dan mengelilingi daerah sekitar leher gigi. Gingiva
tersusun oleh epitel berkeratin dan jaringan ikat yang berfungsi untuk melindungi
jaringan dibawah perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut.
Oleh karena tingkat abnormalitas dan mortalitas yang diakibatkan oleh tumor
rongga mulut, termasuk gingiva semakin meningkat terutama pada negara-negara
berkembang, dibutuhkan perhatian serius untuk dapat melakukan deteksi dini dan
mengidentifikasi kelompok resiko tinggi sehingga prognosis penyakit ini akan
menjadi lebih baik. (1,2)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Gingiva
2.1.1 Definisi
Gingiva merupakan bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi
dan menutupi pinggir (ridge alveolasi) yang merupakan bagian dari apparatus
pendukung gigi, periodonsium dan membentuk hubungan dengan gigi. Gingiva
dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan rongga mulut yang
merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan dan daerah awal masuknya
makanan dalam sistem pencernaan. (3) Jaringan rongga mulut terpapar terhadap
sejumlah besar stimulus, temperatur dan konsistensi makanan dan minuman,
komposisi kimiawi, asam dan basa yang sangat bervariasi. (4)

2.1.2 Anatomi Gingiva

Gambar 1. Bagian-bagian Gingiva

Bagian-bagian dari gingiva menurut Manson dan Eley adalah sebagai


berikut (3):

4
1. Mukosa alveolar adalah suatu mukoperiosteum yang melekat erat dengan
tulang alveolar di bawahnya. Mukosa alveolar terpisah dari periosteum melalui
perantara jaringan ikat longgar yang sangat vaskular sehingga umumnya
berwarna merah tua.
2. Pertautan mukogingiva atau mucogingival junction adalah pemisah antara
perlekatan gingiva dengan mukosa alveolar.
3. Perlekatan gingiva atau attached gingiva meluas dari alur gingiva bebas ke
pertautan mukogingiva yang akan bertemu dengan mukosa alveolar.
Permukaan attached gingiva berwarna merah muda dan mempunyai stippling
yang mirip seperti kulit jeruk. Lebar attached gingiva bervariasi dari 0-9 mm.
Attached gingiva biasanya tersempit pada daerah kaninus dan premolar bawah
dan terlebar pada daerah insisivus (3-5 mm).
4. Alur gingiva bebas atau free gingival groove dengan batas dari permukaan tepi
gingiva yang halus dan membentuk lekukan sedalam 1-2 mm di sekitar leher
gigi dan eksternal leher gingiva yang mempunyai kedalaman 0-2 mm.
5. Interdental gingiva adalah gingiva antara gigi-geligi yang umumnya konkaf
dan membentuk lajur yang menghubungkan papila labial dan papila lingual.
Epitelium lajur biasanya sangat tipis, tidak mengalami keratinisasi dan
terbentuk hanya dari beberapa lapis sel. Daerah interdental berperan sangat
penting karena merupakan daerah pertahanan bakteri yang paling persisten dan
strukturnya menyebabkan daerah ini sangat peka dan menjadi tempat
timbulnya lesi awal pada gingivitis.

2.1.3 Gambaran Fisiologis Gingiva


Gambaran fisiologis gingival perlu dipaparkan sebagai dasar untuk mengetahui
perubahan patologis yang terjadi pada gingiva. Menurut Putri gambaran gingiva
normal terdiri dari (4):
1. Warna Gingiva
Warna gingiva normal umumnya berwarna merah jambu (coral pink) yang
diakibatkan oleh adanya suplai darah dan derajat lapisan keratin epitelium serta
sel-sel pigmen. Warna ini bervariasi pada setiap orang dan erat hubungannya
dengan pigmentasi kutaneous. Pigmentasi pada gingiva biasanya terjadi pada
individu yang memiliki warna kulit gelap. Pigmentasi pada attached gingiva

5
mulai dari coklat sampai hitam. Warna pada alveolar mukosa lebih merah
disebabkan oleh mukosa alveolar tidak mempunyai lapisan keratin dan
epitelnya tipis.
2. Ukuran Gingiva
Ukuran gingiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler dan suplai
darah. Perubahan ukuran gingiva merupakan gambaran yang paling sering
dijumpai pada penyakit periodontal.
3. Kontur Gingiva
Kontur dan ukuran gingiva sangat bervariasi. Keadaan ini dipengaruhi oleh
bentuk dan susunan gigi geligi pada lengkungnya, lokalisasi dan luas area
kontak proksimal dan dimensi interdental gingiva oral maupun vestibular.
Interdental papil menutupi bagian interdental gingiva sehingga tampak lancip.
4. Konsistensi Gingiva
Gingiva melekat erat ke struktur dibawahnya dan tidak mempunyai lapisan
submukosa sehingga gingiva tidak dapat digerakkan dan kenyal.
5. Tekstur Gingiva
Permukaan attached gingiva berbintik-bintik seperti kulit jeruk. Bintik- bintik
ini biasanya disebut stippling. Stippling akan terlihat jelas apabila permukaan
gingiva dikeringkan.

Gambar 2. Keadaan Gingiva yang Sehat (5)


2.1.4 Gambaran Mikroskopik Gingiva

6
Tepi gingiva terdiri dari jaringan ikat fibrous, terbungkus oleh epitel
skuamous kompleks. Seperti epitel skuamous yang lain, epitel ini mengalami
pembaharuan konstan oleh sel reproduksi pada lapisan terdalam dan peluruhan
dari lapisan superfisial. Kedua aktivitas tersebut terjadi secara seimbang sehingga
ketebalan epitel akan tetap. Karakteristik dari lapisan epitel skuamous: (6)
1. Lapisan basal atau sel formatif terdiri dari sel kolumner dan kuboid.
2. Lapisan spinosum (stratum spinosum) atau sel-sel runcing terdiri dari sel-sel
berbentuk poligonal.
3. Lapisan granuler (stratum granulosum) terdiri dari sel-sel yang tersebar dengan
banyak partikel keratohialin.
4. Lapisan tanduk (stratum corneum) terdiri dari sel-selnya pipih dan berkeratin
ataupun berparakeratin.

2.1.5 Vaskularisasi, Aliran Limfatik dan Inervasi Gingiva


Pembuluh darah arteri mencapai gingiva melalui 3 jalan yang berbeda : (6)
1. Cabang arteri alveolar
2. Cabang arteri intraseptal masuk daerah krista procesus alveolar.
3. Pembuluh-pembuluh darah pada ligamen periodontal bercabang keluar kearah
daerah gingiva. Drainase limfatik dimulai pada papila jaringan ikat dan
terserap ke dalam nodus limfatikus regional. Dari gingiva mandibula menuju
nodus limfatikus serviks, submandibula, dan submentalis; dari gingiva maksila
menuju nodus limfatikus servikal profunda.
4. Inervasi gingiva dibentuk oleh cabang-cabang dari nervus trigeminus.
Sejumlah akhiran saraf pada jaringan ikat gingival berfungsi sebagai
korpuskulum taktil serta reseptor nyeri dan suhu.

2.2 Tumor Gingiva


Tumor gingiva adalah pertumbuhan dari jaringan abnormal pada struktur
gingiva. Tumor gingiva termasuk salah satu dari tumor oral. Tumor ini dapat
terjadi pada bibir, pipi, jaringan dasar mulut palatum, lidah dan tulang pada wajah.
Jaringan tumor ini dapat berupa jaringan epitel, jaringan ikat dan jaringan saraf.
(6,7)

2.3 Epidemiologi

7
Insidensi tumor gingiva di Eropa dan Amerika Serikat adalah kurang dari
10%, tetapi di Jepang insidensi tumor gingiva cukup tinggi dengan menempati
tempat kedua setelah tumor lidah yang paling sering terjadi. Perbandingan angka
kejadian antara laki-laki dan wanita yaitu 6:12. Tumor yang sering terjadi pada
rongga mulut adalah jenis karsinoma sel skuamosa.7 Usia rata-rata penderita tumor
gingiva adalah 60-70 tahun namun pada negara berkembang umumnya terjadi
dibawah usia tersebut (8,9)
Stadium klinis tumor, nodul dan metastasis (TNM) dari karsinoma sel
skuamosa oral dalam menegakkan diagnosis memiliki peranan penting untuk
mengetahui prognosis pasien. Namun sekitar 60%-65% dari pasien tumor oral
telah berada pada stadium III dan IV. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis
dikarenakan oleh terlambatnya pasien dilakukan pemeriksaan. (9)

2.4 Etiologi
Jenis tumor yang sering mengenai gingiva adalah karsinoma sel skuamosa.
Karsinoma sel skuamosa oral termasuk dalam 3% dari seluruh kasus keganasan
dan lebih dari 90% merupakan kanker pada rongga mulut dan orofaring. (8,9)
Ditemukan bahwa penyebab dan faktor risiko untuk kanker mulut adalah
penggunaan tembakau, konsumsi alkohol, pertahanan sistem imun dan riwayat
kebiasaan diet yang dapat menyebabkan kanker, faktor genetik dan virus seperti
human papilloma virus, Epstein–Barr virus dan hepatitis virus. (8) Karsinoma sel
skuamosa oral paling banyak menyerang laki-laki dewasa yang berumur 60-70
tahun. (8,9)

2.5 Klasifikasi Tumor Gingiva

2.5.1 Tumor Jinak Gingiva


Epulis adalah keadaan umum yang secara klinis digunakan untuk menandai
suatu tumor gingiva. Banyak kasus yang diduga sebagai suatu epulis namun
ternyata hanya suatu inflamasi biasa. Dalam suatu survei, dari 257 kejadian tumor
pada rongga mulut, sekitar 8%-nya terjadi pada gingiva. (7)

A. Fibroma

8
Fibroma pada gingiva merupakan kejadian yang jarang ditemui. Muncul dari
jaringan ikat gingiva atau ligamen periodontal. Tumbuh secara lambat,
berbentuk bulat, keras, bernodul-nodul, kadang lunak dan bervaskularisasi
serta memiliki tangkai. Beberapa lesi sering salah didiagnosis sebagai fibroma
yang sebenarnya hanya merupakan suatu inflamasi gingiva biasa. (7)
B. Papiloma
Papiloma adalah pertumbuhan jinak dari epitel pada permukaan gingiva yang
tidak selalu berhubungan dengan human papilloma virus (HPV). Papiloma
pada gingiva tumbuh soliter seperti kutil atau bunga kol, kadang kecil dan
tepisah-pisah dengan permukaan yang tidak beraturan. (7)
C. Peripheral Giant Cell Granuloma
Muncul dari intradental atau dari tepi gingiva. Bentuknya bervariasi, memiliki
tangkai, berdungkul-dungkul, berlobulus dengan permukaan berlekuk-lekuk,
sering tampak ulserasi pada tepi gingiva serta asimptomatis. Pada beberapa
kasus dapat menginvasi secara lokal dan menyebabkan destruksi tulang. (7)
D. Central Giant Cell Granuloma
Tumbuh dirahang bawah dan menyebabkan timbulkan kavitas. Biasanya
menyebabkan suatu deformitas rahang bawah yang mengakibatkan gingiva
membesar. (7)
E. Leukoplakia
Menurut WHO leukoplakia secara klinik diartikan sebagai suatu plak yang
tidak bisa diambil dan tidak bisa didiagnosis sebagai penyakit lain.
Penyebabnya masih belum bisa dipastikan dengan jelas meskipun banyak
dihubungkan dengan tembakau atau tobacco. Beberapa faktor penyebab yang
mungkin adalah Candida albicans, HPV-16, HPV-18 dan trauma. Kebanyakan
leukoplakia bersifat jinak (80%) dan yang lainnya bersifat maligna atau
premaligna (20%).
F. Kista gingiva
Kista yang sering terjadi yaitu kista yang berukuran kecil dan jarang mencapai
ukuran yang signifikan. Terjadi pembesaran lokal yang melibatkan tepi
gingiva. Kista sering terjadi di daerah mandibula, kaninus dan premolar. Kista

9
gingiva bersifat asimtomatis, namun lesinya dapat meluas dan menyebabkan
erosi pada permukaan tulang alveolar. (7)
G. Massa jinak lain
Termasuk diantaranya adalah nevus, mioblastoma, hemangioma, neurilemoma,
neurifibroma, mukosel dan ameloblastoma. (7)

2.5.2 Tumor ganas gingiva


1. Karsinoma
Kanker dapat tumbuh secara eksofitik dan tidak teratur atau berbentuk ulkus
yang datar. Sering tidak ada gejala sampai adanya komplikasi karena inflamasi
yang disebabkan oleh neoplasma itu sendiri. Terkadang gejala muncul setelah
ekstraksi gigi. Massanya dapat menginvasi ke tulang sampai ligamen
periodontal. Metastasis biasanya terbatas pada regio supraklavikula walaupun
bisa menuju paru, hati atau tulang. (7)
2. Melanoma Malignan
Merupakan tumor yang jarang terjadi. Biasanya terjadi pada palatum durum
dan gingiva daerah maksila pada usia lanjut. Berasal dari sel melanoblas
gingiva, pipi atau palatum. Lesinya berwarna gelap, berbentuk nodul atau datar,
tumbuh serta bermetastasis dengan cepat. Sering bermetastasis ke tulang dan
limfonodi servikal ataupun aksial. (7)
3. Sarkoma
Fibrosarkoma, limfosarkoma dan retikulum sel karsinoma pada gingiva
merupakan kasus yang jarang terjadi. Sarkoma kaposi sering terjadi pada
rongga mulut pasien dengan penyakit AIDS dan pada resipien transplantasi
ginjal yang mengalami immunosupresi. (7)
4. Metastasis
Tumor metastasis jarang terjadi pada rongga mulut. Beberapa kejadian
metastasis pada rongga mulut yang dilaporkan dapat berasal dari kolon, paru,
melanoma, ginjal, kondrosarkoma dan tumor testis. (7)

10
2.6 Staging Tumor
Mengacu pada literatur, klasifikasi pertama dari tumor ganas dibuat oleh
Pierre Denoix’s pada tahun 1944 dan disebut dengan klasifikasi tumor, nodus dan
metastasis (TNM). T didasarkan atas pembesaran tumor primer, N menunjukkan
keterlibatan nodus limfe dan M menunjukkan adanya metastasis. Tabel 1
menunjukkan klasifikasi dari TNM dan table 2 menunjukkan gambaran dari
staging. (10)

Tabel 1. Klasifikasi TNM (10)

Tabel 2. Pengelompokan Staging (10)

11
2.7 Patofisiologi
Karena gingiva adalah lokasi umum pembentukan kalkulus dan kumpulan
mikroorganisme (setiap 1 mm dari plak gigi, terdapat lebih dari 10 bakteri),
gingiva adalah lokasi yang paling rentan untuk mengalami iritasi kronis dan
peradangan. Simiantonaki et al. mengamati efek rangsangan proinflamasi
(lipopolisakarida) pada tumor mediated-cell yang menginduksi adhesi sel molekul
endotel in vitro. Temuan mereka menunjukkan bahwa stimulasi proinflamasi
bakteri mungkin memainkan peranan penting dalam metastasis tumor. Dengan
demikian, kebersihan mulut yang buruk terkait dengan peradangan kronis dapat
memicu perkembangan dan invasi dari kanker mulut. Namun, korelasi ini
memerlukan penelitian lebih lanjut. (11)
Untuk saat ini, mekanisme etiologi sebenarnya dari kanker belum dapat
dijelaskan. Tapi ada beberapa faktor yang muncul untuk berkontribusi pada
pembentukan kanker mulut. Di Taiwan, faktor risiko umum adalah rokok,
mengunyah sirih dan peminum alkohol. Sebenarnya, kebiasaan tersebut
memberitahu kita untuk kemungkinan kanker mulut dapat berkembang.
Sebaliknya, ada korelasi yang signifikan antara oral behaviour dan lokasi tumor.
Misalnya, para perokok lebih sering ditemukan pada mukosa bukal dan lidah, dan
pengunyah sirih di daerah vestibular bukal untuk waktu yang lama dan
meningkatkan risiko proliferasi kanker mulut, terutama dari mukosa bukal dan
gingiva. (12)
Mengunyah sirih telah lama menjadi kebiasaan sosial di Taiwan dan negara-
negara Asia dan tropis lainnya. Di Taiwan, diperkirakan 10% dari populasi
penduduk memiliki kebiasaan mengunyah sirih. Baik hanya dengan mengunyah
sirih saja maupun dicampur dengan bahan cair lainnya. Sebuah sirih biasanya
terdiri dari 3 bahan: pinang, daun dari sirih merica, dan dipulaskan pasta kapur
yang diperoleh dari kerang, karang, atau batu kapur. (12) Bahan kombinasi
tersebut lebih karsinogenik daripada hanya sirih saja. Adapun alkohol, dapat
bertindak sebagai pelarut yang bersifat karsinogenik. Alkohol juga memiliki
kemampuan untuk mengiritasi mukosa. Jadi konsumsi alkohol dianggap berperan
dalam proliferasi kanker. (12)

12
Faktor pasien termasuk status gizi, penyakit yang berhubungan, dan oral
behaviour, sedangkan faktor tumor termasuk ukurannya, lokasi, histologi, dan
perilaku biologis. Pada kanker gingiva, invasi awal biasanya dimulai pada struktur
tulang alveolar. Sel kanker cepat menyusup dan berproliferasi sepanjang membran
periodontal, sehingga dapat menghancurkan tulang pendukung. (12)
2.8 Manifestasi Klinik
Kanker gingiva awalnya sering asimtomatik, tetapi berikutnya terdapat
edema intraoral atau massa, ulserasi, nyeri, immobilitas gigi, atau luka ekstraksi
gigi yang tidak sembuh. Pada stadium awal tumor sering terdapat lesi inflamasi
periodontium, yang sering membuat penegakan diagnostik terlambat. (2)

2.9 Diagnosis
Pemeriksaan diagnostik yang tersedia untuk menegakkan diagnosis kanker
gingiva antara lain: anamnesis, pemeriksaan fisik, radiografi panoramik,
orthopantograms (OPG), bone scintigraphy, computed tomography (CT), positron
emission tomography (PET–CT) and magnetic resonanceimaging (MRI),
ultrasound-guided fine-needle aspiration cytology (FNAC) and biopsi. Untuk
menentukan derajat tumor maligna di kepala dan leher, CT-scan merupakan
pemeriksaan standar walaupun tidak ada satu pun modalitas yang dapat
memprediksikan invasi pada tulang. (2)

2.10 Penatalaksanaan
Pemilihan terapi terbaik untuk tumor gingiva tergantung pada faktor pasien
dan faktor tumor. Faktor pasien mencakup status gizi, penyakit yang berhubungan
dan oral behaviour, sedangkan faktor tumor termasuk ukuran, tempat, histologi
dan perilaku biologis. Pengobatan tumor gingiva yang utama adalah pembedahan.
Diseksi leher radikal atau modifikasinya adalah pengobatan standar untuk stadium
penyakit yang telah mengalami metastasis. Radioterapi biasanya tidak dijadikan
modalitas pilihan pertama untuk pengobatan kanker gingivobukal. Radioterapi
biasanya digunakan sebagai terapi adjuvan paska operasi atau pengobatan definitif
untuk kanker stadium lanjut dengan atau tanpa kemoterapi. Kemoterapi telah
digunakan sebagai neoadjuvan dan terapi adjuvan pada kasus-kasus lanjutan
untuk mengurangi pertumbuhan tumor dan menghambat penyebarannya. (12,13)

13
Lesi kanker yang lebih kecil biasanya dilakukan pembedahan dengan eksisi
yang luas dan terapi radiasi berfungsi sebagai back up untuk mencegah
kekambuhan. Untuk karsinoma dari gingiva, oleh karena jaraknya yang
berdekatan dengan periosteum dan tulang biasanya mendukung invasi awal dari
struktur tersebut. Tumor tersebut kadang-kadang cepat menyusup disepanjang
membran periodontal, sehingga menghancurkan tulang yang menunjang struktur
gingiva. Tindakan pembedahan yang telah dikonfirmasi validitasnya pada
keadaan tersebut adalah reseksi marginal tulang dikombinasikan dengan diseksi
leher yang dimodifikasi. Pada unwell-differentiated lesion, terapi yang lebih
efektif digunakan adalah terapi radiasi. (14)

2.10.1 Pembedahan
Pada beberapa kasus dengan keterlibatan tulang alveolar yang minimal,
mandibulektomi parsial dapat dipertimbangkan agar terpeliharanya kontinuitas
mandibula. Diseksi leher dapat digunakan pada sisa perawatan kanker yang
rekuren di leher. Eksisi lesi displastik dan malignan dapat disempurnakan dengan
terapi radiasi. Terapi radiasi untuk lesi ini ditolerir dengan baik dan biasanya
menurunkan waktu perawatan di rumah sakit, tetapi memiliki kekurangan, yaitu
terbatasnya perkiraan mengenai tepi pembedahan untuk konfirmasi secara
histopatologis. Manajemen lanjutan pembedahan meliputi pembedahan dengan
pendekatan baru dan pembedahan baru untuk rekonstruksi, seperti vaskularisasi
flap, rekonstruksi mikrovaskular bebas dan anastomosis neurologis dari
cangkokan bebas. Rekonstruksi dengan menggunakan implan ossenintegrasi
bertujuan untuk memberikan prostesis yang stabil dan estetis yang lebih tinggi
dan hasil fungsional. Kemampuan untuk menempatkan implan pada tulang yang
disinari merupakan pilihan untuk rehabilitasi. (13)

2.10.2Radioterapi
Karsinoma sel skuamosa biasanya radiosensitif dan mempunyai lesi awal
dengan tingkat kesembuhan yang tinggi. Pada umumnya, tumor yang lebih
berdiferensiasi maka mempunyai kecepatan daya respon yang lebih kecil terhadap
radioterapi. Tumor eksofitik dan tumor yang teroksigenasi dengan baik lebih
radiosensitif, sedangkan tumor besar yang invasif dengan fraksi pertumbuhan
yang kecil memunyai respon yang lebih sedikit. Karsinoma sel skuamosa yang

14
dibatasi oleh mukosa mempunyai daya sembuh lebih tinggi dengan radioterapi,
akan tetapi penyebaran tumor sampai ke tulang mengurangi kemungkinan
penyembuhan dengan radioterapi. Metastasis servikal yang kecil dapat
dikendalikan hanya dengan radioterapi saja, walaupun keterlibatan nodus servikal
yang lebih lanjut lebih baik diatasi dengan terapi kombinasi. Untuk mendapatkan
efek terapeutik, radioterapi diberikan dengan pembagian harian. Hiperfraksionasi
radiasi (biasanya dosis dua kali sehari) digunakan secara luas untuk mengurangi
komplikasi kronik yang timbul walaupun komplikasi akut lebih parah. Efek
biologis radioterapi tergantung pada jumlah dosis yang diberikan perhari, total
waktu perawatan dan dosis total.
Radioterapi mempunyai keuntungan dalam perawatan karsinoma in situ
karena mencegah pembuangan jaringan dan dapat digunakan sebagai pilihan
perawatan pada tumor T1 dan T2. Radiasi dapat diberikan pada lesi yang
terlokalisasi dengan menggunakan teknik implan (brakiterapi) atau pada regio
kepala dan leher dengan menggunakan external beam radiation. Terapi external
beam dapat memberikan cara tertentu untuk melindungi jaringan normal yang
berbatasan dengan tumor yang tidak terlibat. Inovasi pada radioterapi meliputi
intensity-modulated radiation therapy (IMRT), menggunakan pancaran radiasi
dengan berbagai intensitas, yang memberikan kemampuan untuk menyesuaikan
dengan dosis yang diresepkan terhadap bentuk dan jaringan target dalam tiga
dimensi, mengurangi dosis untuk jaringan normal sekitarnya. IMRT idealnya
cocok untuk malignansi pada kepala dan leher yang dekat dengan struktur yang
penting seperti batang otak, ciasma optika dan kelenjar ludah.
Concurrent Chemotherapy and Radiotherapy (CCRT) dan IMRT menjadi
standard perawatan pada karsinoma sel skuamosa. CCRT meningkatkan laju
penyembuhan, tetapi dihubungkan dengan peningkatan toksisitas yang
menyertainya.

2.10.3Kemoterapi
Kemoterapi digunakan sebagai terapi awal sebelum dilakukan terapi lokal
bersama dengan radioterapi (CCRT) dan kemoterapi pembantu setelah perawatan
lokal. Tujuan kemoterapi yakni untuk mengurangi tumor awal dan memberikan
perawatan dini pada mikrometastasis. Efek toksik kemoterapi meliputi mukositis,

15
nausea, muntah dan penekanan sumsum tulang. Obat-obatan utama kemoterapi itu
sendiri maupun untuk terapi kombinasi yaitu antara lain methotrexate, bleomycin,
Tasol dan turunannya, turunan platinum (cisplatin dan carboplatin) dan 5-
fluorouracil. Protokol kemoterapi dan radioterapi yang dilakukan bersamaan, saat
ini telah menjadi standar sebagai perawatan pada stadium tiga dan empat dengan
prognosis yang buruk apabila dirawat dengan pembedahan.

2.10.4Kombinasi Kemoterapi dan Radioterapi


Keuntungan radioterapi berpotensi untuk membasmi sel-sel tumor yang
teroksiogenasi dengan baik pada perifer tumor dan untuk mengatur penyakit
subklinis regional. Pembedahan lebih ditekankan pada pengaturan massa tumor
yang berproses secara relatif pada sel-sel hipoksik yang radio-resisten dan tumor
yang melibatkan tulang. Terapi kombinasi dapat menghasilkan keselamatan yang
baik pada kasus-kasus tumor tingkat lanjut dan pada tumor yang menunjukkan
tingkah laku biologis yang agresif. Keuntungan dari radioterapi preoperatif, yaitu
destruksi sel-sel tumor perifer, potensi pengendalian penyakit subklinis dan
kemungkinan mengubah lesi yang tidak dapat dioperasi menjadi dapat dioperasi.
Kerugiannya meliputi, penundaan pembedahan dan penundaan penyembuhan
paska operasi. Kemoradioterapi pasca operasi dapat digunakan untuk merawat sel-
sel yang tersisa pada pembedahan dan untuk mengendalikan penyakit subklinis.

2.11 Komplikasi
Berdasarkan pada stadium dan lokasi, lesi tumor gingiva dapat
menyebabkan gejala nyeri dan resorpsi tulang yang berdekatan yang terlihat
sebagai gambaran " moth-eaten " pada radiografi. Pada stadium lanjut, tumor
gingiva dapat menjadi agresif dan memiliki akses yang mudah untuk menyebar ke
fossa infratemporal sehingga dapat menyebabkan gejala intrakanial. Selain itu,
metastasis juga dapat terjadi ke nodus limfa leher dan organ-organ di bawah
klavikula. (12)

2.12 Prognosis
Tumor gingiva memiliki prognosis yang relatif buruk. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi prognosis tumor gingiva termasuk riwayat ekstraksi gigi,
ukuran tumor primer, invasi tulang, metastasis nodus limfe leher, stadium klinis

16
dan invasi perineural. Indikator yang paling penting dalam menentukan prognosis
adalah stadium klinis penyakit. Tingkat kesembuhan selama 5 tahun untuk
karsinoma intraoral adalah sebesar 76% jika metastasis belum terjadi pada saat
diagnosis (stadium I dan II), 41% ketika nodus leher terlibat (stadium III) dan
hanya 9% ketika terjadi metastasis di bawah klavikula (stadium IV). (15)
Tumor pada gingiva cenderung mirip dengan proses inflamasi jinak pada
gingiva. Jika tumor berdekatan dengan gigi, mirip dengan penyakit periodontal
dan granuloma piogenik dan menyebabkan mobilitas gigi. Klinis tumor sering
terlihat setelah dilakukan tindakan invasif seperti ekstraksi atau kuretase gigi.
Dengan demikian, karsinoma sel skuamosa gingiva biasanya terlambat
didiagnosis. Dalam penelitian Eun-Joo (2011), menemukan bahwa tumor yang
berkaitan dengan adanya riwayat ekstraksi gigi sebelumnya atau kuretase
cenderung lebih luas daripada apa yang diperkirakan dari pencitraan radiologi.
Dalam studi tersebut, pasien yang menjalani prosedur invasif menunjukkan
tingkat yang lebih tinggi untuk terjadinya invasi tulang oleh tumor primer.
Terlepas dari kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan selama 40 tahun terakhir,
tingkat kelangsungan hidup 5 tahun secara keseluruhan untuk kanker sel
skuamosa mulut dan orofaring hanya sedikit membaik dan tetap sekitar 50%.
Dengan demikian, diagnosis dini dan pengobatan karsinoma oleh penyedia
layanan kesehatan sangat penting dalam mencapai prognosis yang baik. (16,15)

17
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. F
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pekerjaan : Guru
Alamat : Aceh Timur
CM : 1077666
Tanggal Masuk : 5-2-2016
Tanggal Pemeriksaan : 9-2-2016

3.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Benjolan pada gusi rahang bawah sebelah kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan timbul benjolan pada gusi rahang bawah
sebelah kiri sejak ± 2 bulan yang lalu. Awalnya pasien hanya mengeluhkan sakit
gigi biasa, namun lama kelamaan gusi membengkak dan semakin membesar.
Benjolan terasa nyeri dan berdenyut terus menerus. Nyeri memberat saat pasien
mengunyah dan terkena sikat gigi serta berkurang ketika meminum obat anti
nyeri. Pasien mengaku benjolan sempat tiba-tiba berdarah, jumlah darah yang
keluar ± 1 gelas. Pasien juga mengeluhkan susah menelan, penurunan berat badan
sebanyak 4 kg dalam waktu 1 bulan serta badan lemas. Riwayat gusi berdarah dan
sering sariawan ada. Keluhan demam dan gigi berlubang tidak ada.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat sakit
gigi berulang ada. Pasien memiliki riwayat Diabetes Mellitus tipe 2 yang telah
diderita sejak ± 10 tahun yang lalu.

18
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
e. Riwayat Pemakaian Obat
Pasien pernah membeli obat di apotik untuk mengurangi rasa nyeri pada
benjolan, namun lupa nama obatnya.
f. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien sering menggunakan suntil untuk menggosok gigi sejak ± 30 tahun
yang lalu.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Pasien
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 87 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,50C (aksila)

b. Status Lokalis (THT)

Pemeriksaan Dextra Sinistra


Aurikula Tanda radang (-) Tanda radang (-)
Nyeri tekan tragus (-) Nyeri tekan tragus (-)
Preaurikula fistel (-) fistel (-)
Retroaurikula Abses (-) fistel (-) Abses (-) Fistel (-)
Auris (Otoskopi)
Dextra Sinistra
Meatus aurikula Lapang Lapang
eksterna (MAE) Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Serumen (+) Serumen (+)
Sekret (-) Sekret (-)
Membran timpani Intak, refleks cahaya Intak, refleks cahaya arah
arah jam 5 jam 7

19
Cavum Nasi (Rinoskopi Anterior)
Dextra Sinistra
Mukosa Merah muda
Sekret Tidak ada
Massa Tidak ada
Terpasang NGT
Konka Inferior Eutrofi
Septum nasi Tidak ada deviasi
Pasase udara Ada
Cavum Oris
Mukosa Normal (merah muda)
Gigi geligi
87654321 12345678
87654321 Tertutup massa
Lingua Leukoplakia (+)
Gingiva Massa ukuran 5x3x1 cm pada gingiva sinistra
inferior, berbenjol-benjol, hiperemis (+), infiltrat (+)
Orofaring
Dextra Sinistra
Tonsil T1 T1
Kripta Tidak melebar Tidak melebar
Detritus Tidak ada Tidak ada
Perlengketan Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Faring
Mukosa Merah muda Merah muda
Granul Tidak ada Tidak ada
Bulging Tidak ada Tidak ada
Reflek muntah Ada Ada
Arkus faring Simetris Simetris
Palatum
Intak

20
Maksilofasial
Simetris Positif Positif
Parese n. kranialis V Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Hematom Tidak ada Tidak ada
KGB colli
Upper juguler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
Mid juguler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
Lower juguler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
Sub mandibula Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
Sub mental Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
Supra Klavikula Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

Foto Klinis

21
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

3.4.1 Laboratorium
Darah Rutin (9 Februari 2016)

Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan


Haemoglobin 10,9 gr/dl 14,0- 17,0 gr/dl
Eritrosit 4,0 6/mm3* 4,7-6,1. 106/mm3
Leukosit 15,2 103/mm3 4,5-10,5.103/ul
Trombosit 236 103/mm3 150-400.103/ul
Hematokrit 33 37-47%

Elektrolit (17/1/2016
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Natrium 136 mmol/L 135-145 mmol/L
Kalium 3,8 mmol/L 3,5-4,5 mmol/L
Klorida 106 mmol/L 90-110 mmol/L

Ginjal Hipertensi (17/1/2016)


Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Ureum 15 13-43 mg/dl
Kreatinin 0,35 0,51-0,95 mg/dl
Kadar Gula Darah 370 <200 mg/dL
Sewaktu

Kimia Klinik (17/1/2016)


Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Hb-A1c 7,20 % < 6,5 %

22
3.4.2 Foto Thoraks (15/1/2016)

Interpretasi :
Cor : Bentuk dan ukuran normal
Pulmo : Tak tampak kelainan
Sinus phrenococostalis kanan dan kiri tajam

Kesan : Foto thoraks normal

23
3.4.3 Head CT scan

Interpretasi :
Tak tampak perluasan ke intrakranial.
Dengan pemberian kontras tampak heterogenous kontras enhancement.
Tampak lesi isodens dengan kalsifikasi di sinus maksilaris kiri.

Kesimpulan: Massa solid ukuran 4x5x5 cm di gingiva kiri meluas ke mandibula


kiri menyebabkan destruksi os mandibula.

24
3.4.4 CT Scan 3D

Interpretasi :

Tampak massa di mandibula sinistra yang disertai dengan lesi osteolitik di os


mandibula sinistra berbatas tegas.

Kesimpulan:
Massa di mandibula sinistra dengan destruksi di os mandibula sinistra.

3.5 DIAGNOSIS BANDING


1. Tumor Ganas Gingiva Inferior Sinistra T4N0M0 (Stage IV) + Diabetes Mellitus
Tipe 2 + Anemia Ringan
2. Tumor Jinak Gingiva Inferior Sinistra + Diabetes Mellitus Tipe 2 + Anemia
Ringan

3.6 DIAGNOSIS PRE-OPERASI


Tumor Ganas Gingiva Inferior Sinistra T4N0M0 (Stage IV) + Diabetes
Mellitus Tipe 2 + Anemia Ringan

3.7 TATALAKSANA PRE-OPERATIF


Farmakoterapi
1. IVFD RL 20 gtt/i
2. Duralgesic Patch 25 ɱg / 3 hari
3. Inj. Omeprazole 30 mg/24 jam bolus
4. Inj. Novorapid 3 unit/4 jam subkutan

25
Non-Farmakoterapi
Diet sonde Diabetes Mellitus

3.8 TATALAKSANA OPERATIF


Telah dilakukan ekstirpasi tumor ganas gingiva inferior sinistra +
mandibulektomi sinistra + ORIF a/r mandibula sinistra terhadap pasien ini pada
hari selasa tanggal 9 Februari 2016.

Laporan Pembedahan
1. Pasien tidur dalam posisi supine dengan general anestesi.
2. Dilakukan desinfeksi pada daerah operasi dengan povidone iodine kemudian
ditutup dengan duek steril.
3. Dilakukan insisi dibawah submandibula sinistra sepanjang ± 7 cm, diperdalam
secara tajam dan tumpul, perdarahan diatasi dengan kauter dan suction.
4. Lapisan kulit dan otot dipisahkan secara tumpul sampai massa teridentifikasi.
5. Massa diangkat dengan mengikutsertakan/ memotong angulus mandibula,
perdarahan dirawat (kauter, bone wexing).
6. Massa dianalisis di laboratorium patologi anatomi.
7. Dilakukan rekonstruksi dan penutupan luka, dilanjutkan oleh sejawat bedah
plastik dengan menggunakan plate screw.

26
(A) (B)
(A) Jaringan tumor ukuran 5x3x1 cm sebelum di eksisi dan (B) setelah di eksisi

Pemasangan plate screw pada mandibula paska mandibulektomi

27
3.9 TATALAKSANA POST-OPERATIF
Farmakoterapi
1. IVFD RL 20 gtt/i
2. Inj. Cefotaksim 1g/12 jam bolus
3. Inj. Transamin 500 mg/ 6 jam bolus
4. Inj. Vitamin K 10 mg/ 12 jam bolus
5. Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam bolus
6. Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam bolus
7. Inj. Novorapid 3 unit/4 jam subkutan

Non-Farmakoterapi
Diet sonde Diabetes Mellitus Tinggi Protein Rendah Kalori

3.10 PATOLOGI ANATOMI PASKA OPERASI (16/2/2016)


Mikroskopis: Tampak sel-sel dengan inti pleomorfik, hyperkromatik. N/C ratio
dan mitosis dengan susunan asinus yang menyusup di antara jaringan ikat. Pada
potongan lain tampak jaringan otot bergaris, lemak dan sel-sel radang limfosit.

Kesimpulan: Suatu invasive moderately differentiated adenocarcinoma dengan


radang kronis.

3.11 DIAGNOSIS PASKA OPERASI


Adenokarsinoma Gingiva Inferior Sinistra T4N0M0 (Stage IV) + Diabetes
Mellitus Tipe 2 + Anemia Ringan

3.12 PLANNING
Dirujuk ke Medan untuk rencana radioterapi.

3.13 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad malam
Quo ad Functionam : dubia ad malam

28
3.14 FOLLOW UP PASCA OPERASI

Pemeriksaan 10 Februari 11 Februari 12 Februari 13 Februari 2016


2016 2016 2016
Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada daerah
daerah bekas daerah bekas daerah bekas bekas operasi
operasi, nyeri operasi mulai operasi minimal, pasien
sewaktu berkurang, berkurang, sudah mulai dapat
Keluhan menoleh ke mulut masih pasien sudah membuka mulut.
kanan dan kiri, tidak dapat mulai dapat
berdenyut- dibuka. membuka mulut
denyut, mulut sedikit.
tidak dapat
dibuka.
Cavum Oris

Mukosa Tidak dapat Tidak dapat Merah muda Merah muda


dinilai dinilai
Pada bagian Pada bagian Pada bagian Tampak gigi
depan tampak depan tampak depan tampak kekuningan,
gigi kekuningan, gigi kekuningan, gigi kekuningan, lengkap, karies
sedangkan pada sedangkan pada sedangkan pada tidak ada
bagian dalam bagian dalam bagian dalam
tidak dapat masih sulit sulit dinilai
Gigi geligi
karena pasien
dinilai dinilai karena
masih
karena pasien pasien masih
merasakan nyeri
masih belum merasakan nyeri saat membuka
dapat membuka saat membuka mulut lebar.
mulut. mulut lebar.

Lingua Tidak dapat Tidak dapat Leukoplakia (+) Leukoplakia (+),


dinilai dinilai
Tidak dapat Tidak dapat Massa tidak ada, Massa tidak ada,
dinilai dinilai perdarahan aktif tampak area bekas
Gingiva tidak ada operasi, bekuan
darah ada,
perdarahan aktif
tidak ada
Orofaring

Tonsil Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat T1


dinilai dinilai dinilai
Kripta Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat Tidak melebar
dinilai dinilai dinilai
Detritus Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat Tidak ada
dinilai dinilai dinilai
Perlengketan Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat Tidak ada
dinilai dinilai dinilai
Sikatrik Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat Tidak ada
dinilai dinilai dinilai

29
Palatum Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat Intak
dinilai dinilai dinilai
Faring
Mukosa Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat Merah muda
dinilai dinilai dinilai
Granul Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat Tidak ada
dinilai dinilai dinilai
Bulging Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat Tidak ada
dinilai dinilai dinilai
Reflek muntah Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat Ada
dinilai dinilai dinilai
Arkus faring Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat Simetris
dinilai dinilai dinilai

30
BAB IV
DISKUSI KASUS

Pasien datang dengan keluhan timbul benjolan pada gusi rahang bawah
sebelah kiri sejak ± 2 bulan yang lalu. Awalnya pasien hanya mengeluhkan sakit
gigi biasa, namun lama kelamaan gusi membengkak dan semakin membesar.
Benjolan terasa nyeri dan berdenyut terus menerus. Dari teori yang didapatkan,
gejala klinis Tumor gingiva terdapat pembesaran gingival (gingival enlargement)
yaitu jaringan gusi membesar secara berlebihan di antara gigi dan atau pada
daerah leher gigi. Tumor gingiva awalnya sering asimtomatik, tetapi selanjutnya
dapat ditemukan edema intraoral atau massa, ulserasi, nyeri, immobilitas gigi,
atau luka ekstraksi gigi yang tidak sembuh. Tumor ini pada stadium awal sering
terdapat lesi inflamasi periodontium, yang sering membuat diagnostik terlambat.
(17)
Pada kasus ini pasien adalah seorang wanita berusia 55 tahun, pasien
memiliki kebiasaan mengunyah suntil sejak remaja. Berdasarkan teori, tumor
gingiva lebih sering melibatkan mandibula daripada maxilla. Hal ini terutama
terjadi pada wanita dengan usia diatas 50 tahun. Bagaimanapun beberapa
penelitian melaporkan adanya insidens tertinggi pada pria. Satu hal yang penting
untuk diketahui bahwa tumor gingival dapat menyebabkan terjadinya
keganasan,berisiko tinggi untuk terjadinya metastasis dan menyebabkan kematian.
Pada saat ini mekanisme etiologi sebenarnya dari kanker belum dapat dijelaskan.
Tapi ada beberapa faktor yang muncul untuk berkontribusi terjadinya Tumor
gingiva. Di India, faktor risiko umum adalah actinic radiation, merokok,
mengunyah sirih pinang, penggunaan tembakau dan mengonsumsi alkohol.
(17,11). Mengunyah sirih telah lama menjadi kebiasaan sosial di Taiwan dan
negara-negara Asia dan tropis lainnya. Di Taiwan, diperkirakan 10% dari populasi
mengunyah sirih. Hal ini dapat dikunyah hanya sirih saja tetapi yang paling umum
dengan mencampur dengan bahan cair lainnya. Sebuah sirih biasanya terdiri dari 3
bahan: pinang, daun dari sirih merica, dan dipulaskan pasta kapur yang diperoleh
dari kerang, karang, atau batu kapur. (11) Kombinasi bahan lebih karsinogenik
daripada sirih digunakan sendirian.

31
Pasien memiliki riwayat DM Tipe II dan memiliki riwayat sariawan.
Berdasarkan penelitian di India adanya hubungan diabetes sebagai faktor risiko
terjadinya tumor gingival. Diabetes mellitus menyebabkan perubahan
immunologic dan metabolik pada mukosa oral. Banyak studi yang menunjukkan
adanya hubungan diabetes dengan penyakit periodontal dan penyakit inflamasi
pada mukosa oral. Terdapat 2 hipotesis mengenai hubungan antara DM dengan
tumor gingival. Pertama, hiperinsulinemia menyebabkan angiogenesis dan
peningkatan stimulasi mitogenic pathway melalui insulin dan reseptor insulin like
growth factor. Kedua, Hiperglikemia berperan penting dalam menginduksi
carcinogenesis. Hiperglikemia menghasilkan stress oksidatif yang menyebakan
terjadinya glikasi protein, autooksidasi glukosa dan metabolism polyol yang
akhirnya bisa menyebabkan kerusakan pada DNA. Hal ini dapat menginduksi
carcinogenesis. Beberapa kasus pada pasien diabetes menunjukkan adanya lesi
pre-cancer yaitu erythroplakia dan leukoplakia. Diabetes adalah kelainan sistemik
kronik yang memiliki pengaruh utama pada lingkungan cavitas oral. Komplikasi
diabetes pada oral yaitu gingivitis, periodintitis, Periradicular Inflammatory
Osteolytic Lesions, kehilangan gigi, Xerostomia, dan lesi pada mukosa oral dan
lidah. Terdapat beberapa lesi mukosa oral dan lidah pada penderita DM, yaitu
mucocele, lingual varicosity, eritematous candidiasis, xerostomia, atrofi papilla
lingua, hyperkeratosis, traumatic ulcer dan lain-lain. (8)
Pada pasien ini dilakukan pembedahan dan pasien dirujuk ke Medan untuk
dilakukan radioterapi. Berdasarkan teori untuk terapi tumor gingival ditentukan
berdasarkan stadium.dari penyakit. Stadium I-II dilakukan pembedahan atau
radioterapi (tunggal), sedangkan pada stadium III-IV dilakukan kombinasi terapi
yaitu bedah dengan radioterapi. Pada pasien ini stadium sudah masuk dalam
kategori stadium III-IV.
Oleh karena itu pentingnya edukasi pada pasien ini untuk mencegah
penyakit tersebut dengan cara meminimalisir atau menjauhi factor risiko, seperti :
hindari merokok dan mengkonsumsi alcohol, hindari penggunaan sirih yang sudah
tercampur zat tambahan, penyikatan gigi secara teratur minimal 2x/hari dan
berkumur setelah makan. Untuk edukasi post-operative sama halnya yaitu dengan
menjauhi faktor risiko,

32
Pada pasien dilakukan pemeriksaan histopatologi dan didapatkan suatu
Invasive Moderately Differentiated Adenocarcinoma dengan radang kronis.
Berdasarkan beberapa studi jenis tumor gingival yang paling banyak adalah
gingival squamous cell carcinoma (SCC). SCC adalah tumor ganas yang paling
sering melibatkan mukosa oral, dimana lebih dari 90% dari semua lesi maligna di
mulut. Beberapa penelitian melaporkan bahwa metastasis tumor maligna pada
mulut dan rahang terjadi secara sekunder yang predominan Adenocarcinoma
(sekitar 70% dari 25 kasus). Sehingga belum ada penelitian yang menyatakan
adanya adenocarsinoma dengan tumor primer berasal dari gingival. (18)

33
BAB V
KESIMPULAN

Jenis tumor yang sering mengenai gingiva adalah karsinoma sel skuamosa.
Karsinoma sel skuamosa oral lebih dari 90% merupakan kanker pada rongga
mulut dan orofaring. Beberapa penyebab dan faktor resiko tumor mulut adalah
penggunaan tembakau, konsumsi alkohol, pertahanan sistem imun, riwayat
kebiasaan diet yang dapat menyebabkan kanker, faktor genetik, dan infeksi virus,
seperti human papilloma virus, Epstein–Barr virus serta virus hepatitis.
Kebersihan mulut yang buruk juga terkait dengan peradangan kronis yang dapat
memicu perkembangan dan invasi dari tumor mulut.
Tumor pada gingiva adalah tumor yang jarang terjadi dan hanya
menyumbang sebagian kecil insidensi dari semua tumor mulut. Pada tumor
gingiva, invasi awal biasanya dimulai pada struktur tulang alveolar. Tumor
gingiva pada awalnya sering asimtomatik sehingga penegakan diagnostik
umumnya terlambat Diagnosis dini dan identifikasi pada kelompok risiko tinggi
dari tumor rongga mulut, termasuk tumor gingiva merupakan faktor penting yang
bertujuan untuk terapi kuratif, prognosis yang lebih baik, kepentingan kosmetik
dan mengurangi kecacatan serta kelangsungan hidup yang lebih lama pada
penderitanya. Pemilihan terapi terbaik untuk tumor gingiva tergantung pada faktor
pasien yang mencakup status gizi, penyakit yang berhubungan dan kebiasaan oral
serta faktor tumor yang mencakup ukuran, tempat, histologi, dan perilaku
biologis. Pengobatan tumor gingiva yang terutama adalah pembedahan. Tumor
gingiva memiliki prognosis yang relatif buruk.

34
Daftar Pustaka

1. Rakhewar P.S., Kanjalkar V, Syed R. Gingival Squamous Cell Carcinoma: A


Case Report. Journal of Dental and Medical Science (JDMS). 2012 Sep-Okt;
1(6): p. 21-23.

2. Bark R, Mercke C, Munck-Wikland E, Wisniewski NA, Hammarstedt-


Nordenvall L. Cancer of The Gingiva. Springer. 2015 Januari.

3. Manson J, Eley B. Buku Ajar Periodonti Jakarta: EGC; 2013.

4. Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah M. Imu Pencegahan Penyakit Jaringan


Keras dan Jaringan Pendukung Gigi Jakarta: EGC; 2010.

5. Nield-Gehrig , Jill S, Willmann , Donald E. Foundations of Periodontics for


the Dental Hygienist USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2011.

6. C. Clinical Periodontology Philadelphia: WB Saunders; 2012.

7. Coletta R, Granner E. Hereditary gingival fibromatosis USA: J Periodontol;


2006.

8. Pandit S, Gonsalves M, Karkera B, Jasphin S. Diabetes: Risk Factor for Oral


Cancer. International Journal of Advanced Health Sciences. 2015; 1(10): p.
25-28.

9. Akbulut N, Oztas B, Kursun S, Evirgen S. Delayed Diagnosis of Oral


Squamous Cel Carcinoma: a Case Series. Journal of Medical Case Reports.
2011; 5(1): p. 291.

10. Bolesina N, Fabian L, Femopase , Silvia A, Rosana A, Olmos M. Oral


Squamos Cell Carcinoma Clinical Aspects Kroatia: Intech Open ; 2012.

11. Cabral LA, Carvalho LF, Salgado JA, Brandão AA, Almeida JD. Gingival
Squamous Cell Carcinoma: a Case Report. J Oral Maxillofac Res. 2010; 1(3):
p. 1-6.

12. Cabral LA, Carvalho LF, Salgado JA, Brandão AA, Almeida JD. Gingival
Squamous Cell Carcinoma: a Case Report. JOURNAL OF ORAL &
MAXILLOFACIAL RESEARCH. 2010; 1(3): p. 1-6.

13. Guo Z, Wang S, Zhang Q, Wei M, Chen W, Zeng Z. Treatment and prognosis
of gingival carcinoma: a report of 116 cases. Laboratory of Oncology. 2008;
27(3): p. 307-310.

35
14. Pei-Yu L, Auyeung L, Huang SC. Squamous Cell Carcinoma of the
Mandibular Gingiva. Case Report. Kaohsiung, Taiwan: Chang Gung
Memorial Hospital, Department of Pathology; 2003.

15. Altundal H, Seneift K, Celebiler O, T. Squamous cell carcinoma of the


mandibular alveolar ridge. OHDMBSC. 2004; 3(1): p. 27-30.

16. Choi EJ, Zhang X, Kim HJ, Nam W, Cha IH. Prognosis of Gingival
Squamous Cell Carcinoma Diagnosed after Invasive Procedures. Asian Pacific
Journal of Cancer Prevention. 2011; 12(1): p. 2649-2652.

17. Rakhewar P, Kanjalkar V, Syed R. Gingival Squamous Cell Carcinoma: A


Case Report. JDMS. 2012; 1(6): p. 21-23.

18. Kanth MR, Prakash AR, Reddy R, Bai S, Babu R. Metastasis of Lung
Adenocarcinoma to the Gingiva: A Rare Case Report. Iran J Med Sci. 2015;
40(3): p. 287-291.

19. Eley B, Manson J. Periodontics Fifth edition London: An imprint of Elsevier


Ltd; 2004.

20. Ongole R, Praveen B. Clinical Manual for Oral Medicine and Radiology New
Delh: Jaypee Brother Medical Publishers (P) LTD; 2007.

21. Warnakulasuriya S, Dietrich T, Bornstein M, Piedro E, Preshaw P. Oral health


risks of tobacco use and effects of cessation. International Dental Journal.
2010; 60(1).

22. Mullaly B. The Influence of Tobacco Smoking on the Onset of Periodontitis


in Young Persons. Tobacco Induced Disease. 2004; 2(1).

36

Anda mungkin juga menyukai