Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

PRAKTIKUM P E N C A P A N II

Pencapan Discharge Pada Kain Kapas Menggunakan


Zat Warna Bejana Pada Dasar Reaktif

Disusun Oleh :

Nama : Zulfikar Ari P ( 11020055)

Oktaviani Gultom ( 11020053)

Irma Nurmuslimah ( 11020037)

Group / Kel : 3K – 3 / 6

Dosen : Sasmaya, s.Teks

Assisten : Maya .,S.ST

Yolanda I.,S.ST

Tanggal Praktikum : 10 Desember 2013

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL

BANDUNG

2013
Pencapan Discharge Pada Kain Kapas Menggunakan Zat Warna Bejana Pada
Dasar Reaktif

I. MAKSUD DAN TUJUAN


1.1 Maksud

Maksud dari dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui


hasil pencapan discharge pada kapas yang dilakukan dengan menggunakan zat
warna bejana pada dasar reaktif.

1.2. Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendapatkan hasil pencapan


discharge pada kapas yang dilakukan dengan menggunakan zat warna bejana
pada dasar reaktif yang merata dan permanen dengan menggunakan variasi
resep pencapan.

II. TEORI DASAR

 Pencapan Etsa / discharge

Pencapan etsa atau pencapan rusak merupakan salah satu metode


pencapan khusus. Dengan metode ini bahan yang telah berwarna baik dengan
dicelup maupun dicap sebagai warna dasar, dicap dengan pasta cap yang
mengandung zat perusak sehingga warna putih tekstil semula akan tampak
kembali (etsa putih). Apabila pada pasta cap ditambahkan zat warna yang
tahan terhadap zat perusak, maka bahan yang dicap akan berwarna lain (etsa
warna).

Zat warna dasar dipilih zat warna yang tidak tahan terhadap zat
perusak atau zat pengetsa, sedangkan untuk zat warna cap motif dipilih zat
warna yang tahan terhadap zat pengetsa. Zat warna yang digunakan sebagai
zat warna dasar biasanya terdiri dari kromofor gugus azo yang kurang /tidak
tahan terhadap zat pengetsa, meskipun rumus bangun zat warna keseluruhan
sangat menentukan ketahanan terhadap zat pengetsa.

Untuk pemilihan zat warna yang digunakan untuk motif dipilih zat
warna yang tahan terhadap zat pengetsa yang pada umumnya bergugus
antrakinon, ptalosianin atau trifelnilmetan, yang pemilihannya tergantung
dari yang diinginkan, zat pereduksi yang digunakan, dan bahan tekstilnya.

Zat pengetsa yang digunakan adalah zat pereduksi. Secara garis besar
ada beberapa jenis zat pengetsa yang dipergunakan. Hal ini tergantung dari
zat warna yang dipakai, dan serat tekstil yang digunakan. Zat pengetsa
berfungsi sebagai zat perusak zat warna dasar. Dalam pencapan etsa ini
jumlah penggunaan zat pereduksi optimum yang digunakan tergantung dari :

1. Zat warna yang akan dietsa


2. Tua muda warna dasar
3. Jenis kain yang akan dicap.

 Serat Kapas

Kapas (dari bahasa Hindi kapas, sendirinya dari bahasa


Sanskerta karpasa adalah serat halus yang menyelubungi biji beberapa jenis
Gossypium (biasa disebut "pohon"/tanaman kapas), tumbuhan 'semak' yang
berasal dari daerah tropika dan subtropika. Serat kapas menjadi bahan
penting dalam industri tekstil. Serat itu dapat dipintal menjadi benang dan
ditenun menjadi kain. Produk tekstil dari serat kapas biasa disebut
sebagai katun (benang maupun kainnya).

Serat kapas merupakan produk yang berharga karena hanya sekitar 10%
dari berat kotor (bruto) produk hilang dalam pemrosesan.
Apabila lemak, protein, malam (lilin), dan lain-lain residu disingkirkan, sisanya
adalah polimer selulosa murni dan alami. Selulosa ini tersusun sedemikian
rupa sehingga memberikan kapas kekuatan, daya tahan (durabilitas), dan daya
serap yang unik namun disukai orang. Tekstil yang terbuat dari kapas (katun)
bersifat menghangatkan di kala dingin dan menyejukkan di kala panas
(menyerap keringat).
Serat kapas merupakan serat alam yang berasal dari serat tumbuh-
tumbuhan yang tergolong kedalam serat selulosa alam yang diambil dari
buahnya. Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman yang termasuk
dalam jenis Gossypium. Species yang berkembang menjadi tanaman industri
kapas ialah Gossypium hirstum, yang kemudian dikenal sebagai kapas Upland
atau kapas Amerika. Serat kapas merupakan sumber bahan baku utama
pembuat kain katun termasuk kain rajut bahan pembuat kaos murah.

Struktur Fisik Serat Kapas

Bentuk dan ukuran penampang melintang serat kapas dipengaruhi oleh


tingkat kedewasaan serat yang dapat dilihat dari tebal tipisnya dinding sel.
Serat makin dewasa dinding selnya makin tebal. Untuk menyatakan
kedewasaan serat dapat dipergunakan perbandingan antara tebal dinding
dengan diameter serat. Serat dianggap dewasa apabila tebal dinding lebih
dari lumennya.

Pada satu biji kapas banyak sekali serat, yang saat tumbuhnya tidak
bersamaan sehingga menghasilkan tebal dinding yang tidak sama. Seperlima
dari jumlah serat kapas normal adalah serat yang belum dewasa. Serat yang
belum dewasa adalah serat yang pertumbuhannya terhenti karena suatu
sebab,misalnya kondisi pertumbuhan yang jelek, letak buah pada tanaman
kapas dimana bnuah yang paling atas tumbuh paling akhir, kerusakan karena
serangga dan udara dingin, buah yang tidak dapat membuka dan lain-lain.
Serat yang belum dewasa kekuatannya rendah dan apabila jumlahnya terlalu
banyak, dalam pengolahan akan menimbulkan limbah yang besar.

Struktur Kimia Serat Kapas

Apapun sumbernya derivat selulosa secara prinsif memiliki struktur


kimia yang sama. Hal ini bisa terlihat pada analisa hidrolisis, asetolisis dan
metilasi yang menunjukan bahwa selulosa pada dasarnya mengandung residu
anhidroglukosa. Subsequent tersebut menyesun molekul
glukosa(monosakarida) dalam bentuk β-glukopironase dan berikatan bersama-
sama yang dihubungkan pada posisi 1 dan 4 atom karbon molekulnya. Formula
unit pengulanganya menyerupai selobiosa (disakarida) yang kemudian
membentuk selulosa (polisakarida).
Sifat Fisika Serat Kapas

o Warna

Warna serat kapas secara umum adalah putih cream, tetapi sesungguhnya
terdapat bermacam-macam warna putih. Pengaruh mikroorganisme
menyebabkan warna kapas menjadi suram. Dalam kondisi cuaca yang jelek ,
warna kap[as menjadi sangat gelap abu-abu kebiruan. Kapas yang
pertumbuhannya terhenti akan berwarna kekuningan. Warna kapas
merupakan salah satu factor penentu grade.

o Kekuatan

Kekuatan serat kapas terutama dipengaruh oleh kadar selulosa dalam serat,
panjang rantai dan orientasinya. Kekutan serat kapas perbundel rata- rata
adalah 96.700 pound per inci2 dengan minimum 70.000 dan maksimum
116.000 pound per inci2. Kekuatan serat bukan kapas pada umumnya
menurundalam keadaan basah, tetapi sebaliknya kekuatan serat kapas dalam
keadaan basah makin tinggi.

o Mulur

Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat-serat selulosa
alam, kira-kira dua kali mulur rami. Diantara serat alam hanya sutera dan wol
yang mempunyai mulur lebih tinggi dari kapas. Mulur serat kapas berkisar 4 –
13 % bergantung pada jenisnya dengan mulur rata-rata 7 %.

o Moisture Regain

Serat kapas mempunyai afinitas yang besar terhadap air, dan air mempunyai
pengaruh yang nyata pada sifat-sifat serat. Serat kapas yang sangat kering
bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture regain serat kapas
bervariasi dengan perubahan kelembaban relatif atmosfir sekelilingnya.
Moiture regain serat kapas pada kondisi standar berkisar antara 7 - 8,5 %

Sifat Kimia Serat Kapas

Serat kapas sebagian besar tersusun atas selulosa maka sifat-sifat


kimia kapas sama dengan sifat kimia selulosa. Serat kapas umumnya tahan
terhadap kondisi penyimpanan, pengolahan dan pemakaian yang normal,
tetapi beberapa zat pengoksidasi dan penghidrolisa menyebabkan kerusakan
dengan akibat penurunan kekuatan

Kerusakan karena oksidasi dengan terbentuknya oksiselulosa biasanya


terjadi dalam proses pemutihan yang berlebihan, penyinaran dalam keadaan
lembab atau pemanasan yang lama suhu diatas 140oC.

 Zat Warna Reaktif

Pada pencapan kali ini kain dasar yang digunakan terlebih dahulu
dicelup dengan zat warna reaktif. Zat warna reaktif adalah suatu zat
warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat, sehingga zat warna
tersebut merupakan bagian daripada serat.Olehkarena itu hasil pencapan
dengan menggunakan zat warna reaktif mempunyai ketahanan cuci yang
sangat baik. Demikian pula karena berat molekul zat warna reaktif kecil
maka kilapnya akan lebih baik daripada zat warna direk. Zat warna ini
dapat bereaksi dengan selulosa atau protein sehingga memberikan tahan
luntur warna yang baik. Reaktifitas zat warna ini bermacam-macam,
sehingga sebagian dapat digunakan pada suhu rendah sedangkan yang lain
harus digunakan pada suhu tinggi.

Stuktur zat warna reaktif yang larut dalam air mempunyai bagian-
bagian dengan fungsi tertentu. Kromofor zat warna reaktif biasanya system
azoAkinon. Dengan berat molekul yang kecil menyebabkan daya serap zat
warnanya kecil dan menimbulkan warna –warna yang muda. Adanya gugus
penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat warna
terhadap asam dan basa. Gugusan –gugusan reaktif merupakan bagian zat
warna yang mudah bereaksi dengan serat.
Disamping terjadi reaksi antar zat
warna dan serat dengan membentuk ikatan
primer kovalen yang merupakan ikatan
pseudoester atau eter, molekul airpun dapat
juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan
molekul zat warna, dengan memberikan
komponen zat warna yang tidak reaktif lagi.
Zat warna reaktif termasuk golongan zat
warna yang larut dalam air. Karena
mengadakan reaksi dengan serat selulosa,
maka hasil pencelupan zat warna reaktif
mempunyai ketahanan luntur yang sangat baik. Demikian pula karena berat
molekul kecil maka kilapnya baik. Berdasarkan cara pemakaiannya, zat warna
reaktif digolongkan menjadi dua golongan, yaitu :

1. Zat warna reaktif dingin

Yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan tinggi, dicelup pada
suhu rendah. Misalnya procion M, dengan sistem reaktif dikloro triazin.

2. Zat warna reaktif panas

Yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah, dicelup pada
suhu tinggi. Misalnya Procion H, Cibacron dengan sistem reaktif mono kloro
triazin, Remazol dengan sistem reaktif vinil sulfon.

Di dalam air, zat warna reaktif dapat terhidrolisa, sehingga sifat


reaktifnya hilang dan hal ini menyebabkan penurunan tahan cucinya.
Hidrolisa tersebut menurut reaksi sebagai berikut :

D - Cl +H2O D – OH + HCl

 Zat warna bejana

Pada praktikum ini proses pencapan menggunakan zat warna bejana


pada dasar kain yang telah dicelup reaktif. Zat warna bejana tidak larut di
dalam air dan tidak mungkin dapat digunakan untuk mencelup atau mencap
kain kapas tanpa diubah dulu struktur molekulnya. Zat warna bejana
mengandung gugus karbonil (> C = O) yang apabila direduksi akan terbentuk
senyawa leuko yang terdiri dari gugus > C – OH (enol).
Dasar pewarnaan zat warna bejana terdiri dari 4 tahap sebagai berikut :
1. Pembejanaan, yaitu membuat larutan bejana yang mengandung senyawa
leuko.
2. Pewarnaan serat tekstil dengan senyawa leuko.
3. Oksidasi senyawa leuko berubah menjadi senyawa asal.
4. Penyabunan, pencucian, pengeringan.

Struktur kimia zat warna bejana ada 2 golongan besar yaitu :


a. Golongan antrakuinon yang mempunyai struktur dasar sebagai
antrakuinon
b. Golongan indigoida yang mengandung khromofor – CO – C = CO- dan
pada umumnya merupakan derivat dari indigotin atau tioindigo.

Zat warna bejana jenis antrakuinon atau indanthrene mempunyai


beberapa macam reaksi waktu pembejanaan :

a. Senyawa indanthrene dapat direduksi pada kedua gugus karbonilnya atau


keempat gugus karbonilnya sehingga dengan perbedaan banyaknya gugus
karbonil yang direduksi maka akan menghasilkan perbedaan ketuaan
warna.

b. Dalam pembejanaan yang dipentingkan jumlah alkali untuk membentuk


garam leuko. Jika pH-nya dibawah 7 maka derivat antrahidrokinon akan
berpolimerisasi menjadi suatu oksantron. Senyawa ini tidak mudah
teroksidasi kembali kebentuk semula, tetapi lebih mudah tereduksi
menjadi senyawa antron yang akan berisomerisasi menjadi antranol.
Antranol akan teroksidasi memberikan hasil reaksi yang berbeda dengan
pigmen zat warna asal.

Zat warna bejana mempunyai sifat :

o Zat warna yang tidak larut dalam air sehingga tidak dapat mewarnai
langsung serat selulosa, tapi jika diubah dulu menjadi garam leuko dengan
bantuan zat reduktro dan alkali akan mempunyai substantifitas terhadap
serat. Untuk mengembalikan ke bentuk semula diperlukan
pengoksidasian..

o Senyawa leuko zat warna golongan antrakuinon hanya larut dalam larutan
alkali kuat sedang golongan indigo larut dalam larutan alkali lemah.
o Tahan luntur warna baik.

o Mempunyai ketahanan yang baik terhadap sinar dan tahan terhadap


larutan NaOH mendidih.

o Zat warna bejana yang berbentuk leuko sangat peka terhadap suhu
pengeringan setelah pencapan. Jika suhu pengeringan rendah maka kain
hasil cap yang masih agak basah dapat bertambah panas terutama yang
bertumpuk di bagian tengah, sehingga mengakibatkan terjadinya reaksi
penguraian yang tidak merata. Akibatnya hasil pencapan akan belang.
Kalau suhu pengeringan terlalu tinggi, maka tidak ada kesempatan zat
warna bejana masuk ke dalam serat dan sukar untuk mengambil air
sehingga tidak akan terjadi reaksi oksidasi kembali dan akibatnya warna
sebenarnya tidak timbul.

Pencapan dengan zat warna bejana pada umumnya mengahasilkan


produk pencapan dengan ketahan luntur warna yang tinggi terhadap hampir
semua jenis daya tahan luntur warna. Hal ini disebabkan karena molekul zat
warnanya yang cukup besar dan tidak larut dalam air.

Pengental yang digunakan dipilih yang tahan terhadap alkali


konsentrasi tinggi yang terkandung didalam pasta cap. Pengental yang umum
digunakan adalah campuran jenis strarch-eter dengan gum-tragancanth,
british gumatau yang sejenis. Campuran pengental tersebut memiliki
kelehihan-kelebihan antara lain hasil pewarnaan yang tinggi, tahan terhadap
alkali konsentrasi tinggi, mudah dihilangkan pada pencucian dll.

Zat higroskopis sekaligus sebagai zat pembantu pelarutan zat warna,


diperlukan untuk membantu penetrasi zat warna ke dalam serat dan fiksasi
zat warna. Zat pendispersi seperti Solution Salt B atau Solution Salt SV,
diperlukan untuk mambanti migrasi, penetrasi, perataan dan fiksasi zat warna
kedalam serat.

Alkali yang biasa digunakan pada pencapan zat warna bejana adalah
kalium karbonat, soda abu, soda kostik dan kalium hidroksida Sedangkan zat
pereduksi zat warna bejana yang banyak digunakan adalah natrium sulfoksilat
formaldehida. Jenis ini banyak dijumpai dalam perdagangan dengan merk
dagang seperti Ronggalit C, Formosul G, dll. Natrium hidrosulfit, glukosa dan
dekstrin digunakan dalam skala terbatas.
Mekanisme masuknya zat warna reaktif pada serat kapas

Dalam larutan reaktif zat warna akan berdifusi masuk kedalam


struktur selulousa dan sebagian lagi teradsorpsi pada antar muka selulousa-
air di dalam serat. Saat kesetimbangan tercapai, zat warna berada dalam
kondisi terdifusi masuk dan keluar serat dengan laju yang sama. Pada kondisi
larutan seperti ini, konsentrasi ion hidroksil dalam ion selulosat di dalam
larutan sangat rendah sehingga dikatakan bahwa ada proses yang bersifat
fisika.

Penambahan alkali ke dalam larutan akan mendorong pembentukan ion


selulosat sehingga menaikan konsentrasi hiingga satu jumlah yang cukup
berarti yang akan memungkinkan terjadinya reaksi antara zat warna dengan
serat. Ion selulosa (Sel-O-) akan menyerang atom karbon pada gugus reaktif
yang kekurangan elektron melalui mekanisme adisi atau substitusi
menghasilkan suatu ikatan kovalen antara serat dan zat warna reaktif.
Terbentuknya senyawa serat-zat warna menyebabkan adsorpsi berhenti dan
menyebabkan berkurangnya zat warna dalam larutan dan serat. Perbedaaan
konsentrasi zat warna berdifusi masuk kedalam serat dan memperbesar
penyerapan yang semula kecil. Tidak semua zat warna dapat teradsorpsi
beereaksi dengan serat. Biasanya hanya sekitar 60-70% zat warna yang akan
terfiksasi. Hal ini dikarenakan selain bereaksi dengan serat selulousa, zat
warna reaktif juga dapat bereaks dengan air yang disebut hidrolisis meskipun
jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan reaksi zat warna dengan serat.
Reaksi ini bertambah cepat dengan bertambahnya suhu dan alkali yang
menghasilkan zat warna yang tidak reaktif lagi.

Oleh karena itu, pada akhir proses pencucian dengan sabun untuk
mnghilangkan zat warna yang terhidrolisa dan tidak terfiksasi tersebut
sehingga diperoleh sifat tahan luntur yang lebih baik. Pencapan kapas (pada
kain poliester-kapas) dengan zat warna reaktif mengalami tahap-tahap sebagai
berikut :

1. Proses penyerapan

Pada tahap ini, molekul-molekul zat warna akan masuk kedalam, tetapi belum
mengadakan reaksi atau ikatan dengan serat. Mula-mula terjadi migrasi
molekul zat warna di dalam larutan. Molekul zat warna bergerak menuju
permukaan serat. Tahap selanjutnya terjadi proses adsorpsi pada permukaan
serat dengan adanya afinitas dari zat warna.

2. Proses fiksasi

Pada tahap ini, terjadi pemasukan zat warna dari permukaan serat kedalam
serat. Pada pencelupan kapas dengan zat warna reaktif akan terjadi ikatan
kovalen. Selain terjadi ikatan kovalen antara zat warna dengan serat, pada
proses fiksasi ini faktor yang harus diperhatikan adalah suhu baking.

Pada proses fiksasi ini terjadi pula reaksi hidrolisa zat warna reaktif
karena adanya reaksi antara zat warna, air dan alkali. Ketahanan zat warna
reaktif akan reaksi hidrolisa ini berbeda-beda. maka yang terjadi selanjutnya
adalah reaksi hidrolisa zat warna seperti reaksi :

D - Cl + H2O D-OH + HCl

D-OH tersebut tidak reaktif lagi, Hidrolisis tersebut mengakibatkan afinitas

zat warna semakin berkurang terhadap serat.

III. PERCOBAAN

 ALAT

o Gelas o Pipet Volume


o Meja pencapan o Solatipe
o Rakel kayu o Lap kain
o Pengaduk
 BAHAN

o Zat warna Dispersi o Zat pendispersi


(Dionik Orange dan Red) o NaOH
o Pengental o Na2CO3
o Urea

IV. Resep Pencapan


 Resep pad reaktif
- Zat warna reaktif : 40 g/l
- Pengental : 10 g/l
- Zat pemisah : 1 ml/l
- Zat anti reduksi : 5 ml/l
- NaCl : 40 g/l
- NaOH 38 0BE : 2 m/l
- Na2CO3 : 30 g/l
 Resep cap putih
- Na2S2O4 : 5 g/l
- Pengental induk : 700 g/l
- Balance ( air ) : x

1000
 Resep rintang cap warna
- Zat warna bejana : 20 g/l
- Pengental induk : 700 g/l
- Sapolin / ronggalit : 140 g/l
- Na2S2O4 : 5 - 10 g/l
- Balance ( air ) : x

1000
 Resep perhitungan :

Resep Cap putih rintang cap warna

Zat warna bejana 20 / 1000 x 25 = 0,5 gram -


Sapolin / ronggalit - 140 / 1000 x 25 = 3,5 ml
Pengental 700 / 1000 x 25 = 17,5 gram 700 / 1000 x 25 = 17,5 gram
Na2S2O4 (resep 1) 5 / 1000 x 25 = 0,05 gram 5 / 1000 x 25 = 0,05 gram
(resep 2) 10 / 1000 x 25 = 0,25 gram 10 / 1000 x 25 = 0,25 gram
(resep 3) 5 / 1000 x 25 = 0,05 gram 5 / 1000 x 25 = 0,05 gram

 Resep oksidasi
- H2O2 : 3 ml
- Suhu : 600C
- Waktu : 5 menit
V. DIAGRAM ALIR

proses pencapan
pencelupan pad Dry (etsa warna ) - pengeringan
(etsa putih)

Bilas Oksidasi Bilas Thermofiksasi


VI. CARA KERJA
1. Persiapan Alat dan Bahan
2. Pembuatan Pengental
3. Pembuatan larutan pencelupan
Zat-zat yang digunakan dilarutkan dalam air sesuai kebutuhan.

4. Pembuatan Pasta cap motif rintang warna – rintang putih


Zat-zat yang digunakan dilarutkan dalam air terlebih dahulu, kemudian
dicampurkan dengan pengental, lalu diaduk hingga rata.
5. Proses pencelupan kain kain kapas dengan zat warna reaktif untuk
dasar cap.

6. Proses Pencapan
a. Kain yang akan dicap dipasang pada meja cap dengan posisi terbuka
sempurna dan konstan pada meja cap.
b. Screen diletakkan tepat berada pada bahan yang akan dicap
c. Dengan bantuan rakel, pasta cap etsa putih pada screen pada bagian
pinggir kasa (tidak mengenai motif) secara merata pada seluruh
permukaan.
d. Frame ditahan agar mengepres pada bahan, kemudian dilakukan
proses pencapan dengan cara memoles screen dengan pasta cap
menggunakan rakel.
e. Pada proses pencapan, penarikan rakel harus kuat dan menekan ke
bawah agar dapat mendorong zat warna masuk ke motif.
f. screen dilepaskan ke atas.
g. Setelah selesai, biarkan pasta pada kain sedikit mongering kemudian
angkat secara hati-hati
7. Setelah dicap dengan pasta cap, bahan dikeringkan pada mesin stenter
8. Dilakukan proses termofiksasi dicap pada suhu 180 °C selama 3 menit.
9. Untuk menghilangkan sisa pasta cap dan zat lainnya, dilakukan proses
pencucian kemudian dilakukan pula proses cuci reduksi setelah itu cuci
panas, cuci dingin  pengeringan.
VII. FUNGSI ZAT

 Zat warna bejana : Memberi warna pada kain secara


merata dan permanen

 Zat warna reaktif : Memberi warna pada kain secara merata


dan permanen dengan pencelupan

 Pengental : melekatkan zat warna pada bahan tekstil


serta mengatur viskositas pasta cap sehingga diperoleh gambar yang
tajam, warna yang rata dan penetrasi yang baik.

 Teefol : Sabun untuk menghilangkan pengental,


zat warna yang tidak terfiksasi dan zat lain pada proses pencucian
sabun.

 Zat anti reduksi : mengurangi reduksi pengetal atau


redukstor terhadap zat warna

 Pengental : melekatkan zat warna pada bahan tekstil


serta mengatur viskositas pasta cap sehingga diperoleh gambar yang
tajam, warna yang rata dan penetrasi yang baik.

 Teefol : Sabun untuk menghilangkan pengental,


zat warna yang tidak terfiksasi dan zat lain pada proses pencucian sabu
 NaOH : sebagai alkali yang berfungi untuk
membuat suasana alkali pada larutan pereduksi sehingga proses reduksi
zat warna bejana berlangsung dengan sempurna.
 Na2 CO3 : berfungsi sebagai pembuat suasana alkali
pada pasta cap.
VIII. DATA PERCOBAAN

Nilai evaluasi bahan :

nilai evaluasi
variasi metoda pencapan
kerataan ketuaan ketajaman
Total
warna warna motif
Bahan 1 : Suhu thermofiksasi
7 6 7 20
1400C ( cap putih )
Bahan 2 : Suhu thermofiksasi
7 7 6 20
1500C ( cap putih )
Bahan 3 : Suhu thermofiksasi
7 8 5 20
1600C ( cap warna )

Bahan 1 setelah pencucian 7 6 6 19

Bahan 2 setelah pencucian 7 7 5 19

Bahan 3 setelah pencucian 7 8 4 19

evaluasi bahan :

Nilai evaluasi rentang 1 – 10 semakin besar nilainya semakin bagus hasil

evaluasinya.

GRAFIK PERCOBAAN

Grafik Pencapan Discharge Pada Kain Grafik Pencapan Discharge Pada


Kapas Menggunakan Zat Warna Kain Kapas Menggunakan Zat
Bejana Pada Dasar Reaktif Warna Bejana Pada Dasar Reaktif
10 10
8 8
kerataan kerataan
6 6
warna warna
4 4
ketuaan ketuaan
warna 2 warna
2
ketajaman 0 ketajaman
0
motif bahan 1 bahan 2 bahan 3 motif
bahan 1 bahan 2 bahan 3
Setelah Pencucian
Sebelum pencucian

Bahan 1 : suhu thermofiksasi 140 0C


Bahan 2 : suhu thermofiksasi 150 0C
Bahan 3 : suhu thermofiksasi 160 0C
IX. DISKUSI

Pada pencapan discharge pada kain kapas menggunakan zat warna

bejana Pada dasar reaktif dengan variasi suhu termofiksasi ( 140, 150 dan 160
0C ); variasi metoda bahan 1, 2 (cap rintang putih) dan bahan 3 (cap rintang

warna) yang telah dilakukan, ada beberapa pembahasan diantaranya :

Pada kain pertama dengan suhu thermofiksasi 140 0C menghasilkan

kain dengan ketuaan warna yang paling rendah diantara 2 variasi resep yang

lain. Kerataan warna cukup baik. Ketajaman motif yang didapat cukup baik

dibanding 2 bahan lainnya karna warna dasar cap bloknya berwarna merah

(tua) sedangkan motifnya tidak berwarna / putih . Jadi motif paling baik

terlihat pada kain dengan suhu termofiksasi yang rendah karna semakin tinggi

suhu termofiksasi warna dasarnya akan semakin tua ( warna dasar juga

terfikfsasi) .

Kain kedua dengan suhu thermofiksasi 150 0C menghasilkan kain

dengan ketuaan warna yang lebih baik dari resep pertama. Kerataan warna

sama dengan resep pertama dan ketiga. Kejataman motifnya cukup baik

karena suhu termofiksasi yang cukup tinggi sehingga warna dasar timbul

dengan warna yang hampir sama dengan motif. Motif yang timbul terlihat

lebih jelas disbanding dengan resep 1 hal ini bisa disebabkan karna

konsentrasi Na2S2O4 yang lebih banyak yaitu 10 g/l dibanding dengan resep

pertama sebanyak 5 g/l

Kain ketiga dengan suhu thermofiksasi 160 0C menghasilkan kerataan

warna yang baik. Ketuaa warnanya paling tua karena suhu fiksasi yang lebih

tinggi dibandingkan kedua resep yang lain sehingga warna pada kain tua dan

cenderung menutupi motif. Resep ketiga ini memiliki ketajaman motif paling

rendah karena suhu fiksasi yang tinggi menyebabkan warna dasar menjadi

timbul dan menyamai warna motif sehingga motif hampir tidak terlihat hal ini

juga bisa disebabkan konsentrasi larutan yang sedikit hanya sebanyak 25 m/l
dibanding pencapan-pencapan yang lain yang biasanya menggunakan

konsentrasi 50 m/l, sehingga zat warna bejana hanya sebanyak 0,5 g yang

menyebabkan warna kurang bisa masuk kedalam serat.

Pada pencapan kali ini, karna konsentrasi larutan yang digunakan

relatif kecil dibanding kelompok lainnya sehingga motif yang terlihat

cenderung samar; hal ini lebih berpengaruh pada resep 3 dengan metoda cap

rintang warna dan suhu Thermofiksasi 160 0C yang mengakibatkan motif

hampir tidak terlihat (tidak bangkit karna sedikitnya konsentrasi zat warna)

ditambah dengan tuanya warna dasar kain dengan suhu thermo 160 0C.

Ketuaan, kerataan dan ketajaman setelah pencucian. Kami membagi dua

bahan contoh uji, bagian pertama setelah dilakukan cuci reduksi langsung

dikeringkan, bagian yang lain di cuci dengan menggunakan sabun dan cuci

panas. Ketuaan. Kerataan dan ketajaman motif warna pada bahan relatif

sama hanya sedikit menurun. Ketajaman motif setiap bahan turun satu

nilainya namun berbanding lurus dengan sebelum pencucian.

X. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil evaluasi,resep yang baik adalah resep pertama

dengan kalkulasi nilai sebesar 20 dengan nilai ketajaman motif paling tinggi

yaitu 7.

- Semakin tinggi suhu termofiksasi, warna dasar kain akan semakin

tua
 Contoh uji bahan 1
 Contoh uji bahan 2
 Contoh uji bahan 3
DAFTAR PUSTAKA

[1] Arifin Lubis, S. Teks., dkk, Teknologi Pencapan Tekstil, STTT, Bandung,

1998.

[2] Agus suprapto, S.Teks.,M.Sc., dkk, BAHAN AJAR : TEKNOLOGI PENCAPAN

I , STTT, Bandung, 2006

[3] Ir. Rasyd Djufri, M. Sc., dkk, Teknologi Pengelantangan Pencelupan dan

Pencapan, STTT, Bandung, 1976.

[4] Purwanti, S. Teks., Pedoman Praktikum Pencapan dan Penyempurnaan, ITT,

Bandung, 1

Anda mungkin juga menyukai