Anda di halaman 1dari 44

SKENARIO 1

PENGLIHATAN TERGANGGU

Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang
lalu. Kadang – kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran – lingkaran cahaya. Pasien sudah
mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila
berjalan.
Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks
massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada
pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat
penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi
terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina.Hasil laboratorium memperlihatkan
glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl dan HbA1c
10,2 g/dl dan protein urin positif 3.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat
komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan
edukasi tentang perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam,
jenis olahraga yang sesuai, dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta
efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat.

1
KATA SULIT

1. Monofilament Semmes Weinstein


Pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya rasa nyeri.

2. Pemerikasaan Funduskopi
Pemeriksaan untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada fundus okuli dengan alat
bernama funduskop.

3. Mikroaneurisma
Pembengkakan seperti balon kecil karena pembesaran pembuluh darah kapiler yang
memasok darah ke retina di belakang mata.

4. Pemeriksaan Ankle Brachial Index


Pengukuran tekanan darah di kaki dan tangan lalu dibandingkan, dengan rumus
𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑜𝑙𝑖𝑘 𝑑𝑖 𝑘𝑎𝑘𝑖
., normalnya tekanan pada ankle lebih besar dari pada pada brachial.
𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑜𝑙𝑖𝑘 𝑑𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

5. Mikroangiopati
Angiopati pada pembuluh darah kecil.

6. HbA1c
Zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan monoglobulin yang menggambarkan
konsentrasi gula darah rata-rata.

7. Neuropati
Gangguan fungsional atau perubahan patologis pada sistem syaraf tepi.

8. Makroangiopati
Angiopati pada pembuluh darah kecil.

2
PERTANYAAN

1. Mengapa pasien mengeluh penglihatan terganggu, kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-
lingkaran cahaya?
2. Mengapa pasien mengeluh kesemutan dan nyeri saat jalan?
3. Mengapa pada pemeriksaan pasien terdapat protein urin positif 3?
4. Apa saja faktor resiko Diabetes Melitus tipe 2?
5. Mengapa asupan kalori harus dibatasi?
6. Bagaimana cara kerja insulin untuk mengontrol glukosa darah?
7. Mengapa pasien harus diberi insulin?
8. Mengapa terjadi kulitkering pada pasien?
9. Bagaimana olahraga yang dianjurkan untuk pasien?
10. Bagaimana pola makan yang benar menurut pandangan Islam?
11. Apa saja komplikasi penyakit selain yang disebutkan dalam skenario?
12. Bagaimana cara hitung indeks massa tubuh dan klasifikasinya?

3
JAWABAN

1. Adanya penumpukan pada pembuluh darah mata menyebabkan tekanan darah meningkat
berakibat perdarahan dan terjadi pembentukan jaringan parut sehingga terlihat bintik
hitam dan lingkaran cahaya.
2. Adanya penumpukan pada pembuluh darah sehingga aliran darah ke syaraf berkurang.
3. Karena salah satu komplikasi diabetes melitus tipe 2 yaitu neuropat, kapiler-kapiler
glomerulus anourisme sehingga tidak dapat lagi menyaring protein dan akhirnya protein
tersebut keluar bersama urin.
4. Keturunan, obesitas, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit, lingkungan.
5. Karena untuk membantu pancreas agar tidak memproduksi insulin lebih lagi dan
menghindari hiperglikemi.
6. Isnulin bekerja sebagai pembawa glukosa, sehingga insulin bekerja tergantung kadar
glukosa dalam darah, ketika glukosa dalam darah menurun maka akan terjadi
gluconeogenesis dan glikogenolisis, sedangkan apabila kadar glukosa darah meningkat
maka akan terjadi glikogenesis.
7. Jika gula dalam darah tinggi (karena pancreas tidak bisa meproduksi insulin yang
cukup), hasil HbA1c lebih dari 9%, apabila pasien tidak sembuh menggunakan obat oral.
8. Karena mengeluarkan urin terus menerus, sehingga mengalami dehidrasi, akibatnya kulit
menjadi kering, dapat juga karena glukosa yang tidak tersebar merata dalam tubuh, serta
banyak minum tetapitidak terkompensasi dengan baik.
9. 150 menit/ minggu, 3 kali seminggu yang mana tidak lebih dalam 2 hari tidak olahraga.
10. Makanlah sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang. Lambung di isi 1/3 air, 1/3
makanan, dan 1/3 udara.
11. Nefropati, hipertensi, gangren, glaukoma, infeksi, dan retinopati diabetik.
12. Bb (kg) : {𝑇𝑏 (𝑚)}2
IMT < 18,4 : Berat badan kurang
IMT 18,5 – 24,9 : Berat badan ideal
IMT 25 – 29,9 : Berat badan lebih
IMT 30 – 39,9 : Gemuk
IMT > 40 : Sangat gemuk

4
HIPOTESIS

Diabetes melitus tipe 2 dapat dikarenakan oleh faktor resiko yaitu keturunan, obesitas,
usia, jenis kelamin, riwayat penyakit, dan lingkungan. Apabila tidak ditangani dengan baik
dapat menyebabkan nefropati, hipertensi, gangren, glaukoma, infeksi, dan retinopati diabetik.
Penatalaksanaan dapat berupa pemberian insulin, pengaturan pola makan dan olahraga
teratur.

5
SASARAN BELAJAR

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas


LO 1.1. Makroskopis
LO 1.2. Mikroskopis
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Mellitus Tipe 2
LO 3.1. Definisi
LO 3.2. Epidemiologi
LO 3.3. Etiologi
LO 3.4. Patofisiologi
LO 3.5. Manifestasi Klinis
LO 3.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO 3.7 Penatalaksanaan
LO 3.8. Komplikasi
LO 3.9. Prognosis
LO 3.10. Pencegahan
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetik
LO 4.1. Definisi
LO 4.2. Epidemiologi
LO 4.3. Etiologi
LO 4.4. Patofisiologi
LO 4.5. Manifestasi Klinis
LO 4.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO 4.7. Penatalaksanaan
LO 4.8. Komplikasi
LO 4.9. Prognosis
LO 4.10. Pencegahan
LI.5. Memahami dan Menjelaskan Penghitungan Kalori Pada Penderita Diabetes Mellitus
LI.6. Memahami dan Menjelaskan Makanan Berdasarkan Pendangan Islam

6
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas
LO 1.1. Makroskopis

Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran
kiri atas. Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang ± 25 cm,
dan berat 120 g. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di
belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi
dalam caput, collum, corpus, cauda.
Pancreas dapat dibagi dalam:
 Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagiancekung
duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san venamesenterica
superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
 Collum Pancreatis, merupakan bagian pancreas yang mengecil danmenghubungkan caput
dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak didepan pangkal vena portae hepatis
dan tempat dipercabangkannya arteriamesenterica superior dari aorta.
 Corpus Pancreatis, berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.
 Cauda Pancreatis, berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis danmengadakan
hubungan dengan hilum lienale.

Ductus Pancreaticus
a. Ductus Pancreaticus Mayor (WIRSUNGI)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak
cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar
pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni
mayor Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari
ductus choledochus.
b. Ductus Pancreaticus Minor (SANTORINI)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke
duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.

Vaskularisasi

7
Arteriae
a. a. pancreaticoduodenalis superior (cabang a. gastroduodenalis )
b. a. pancreaticoduodenalis inferior (cabang a. mesenterica cranialis)
c. a. pancreatica magna, a.pancretica caudalis dan inferior (cabang a. lienalis)

Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.

Gambar. Skema Vaskularisasi Percabangan Aorta Abdominalis

Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen
akhirnya mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci dan mesenterica superiores.

Persyarafan
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).

LO 1.2. Memahami dan Menjelaskan Antaomi Pankreas secara Mikroskopik

8
Gambar. Anatomi Mikroskopik Pankreas
(Sumber : https://www.netterimages.com/pancreas-anatomy-and-histology-labeled-hansen-
ca-2e-physiology-frank-h-netter-40039.html)

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :


(1) Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2) Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi mensekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50μ, sedangkan yang terbesar 300μ, terbanyak adalah yang besarnya 100-
225μ. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.
Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel
yang tersebar di seluruh organ.
Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut, Sloane
(2003) :
a. Sel α, jumlah sekitar 20-40%, memproduksi glukagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.
b. Sel ß mensekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.
c. Sel δ mensekresi somatostatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
d. Sel γ mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang
tidak jelas.

9
LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin

Fisiologi
a. Sintesis insulin
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin)
pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam
gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan
bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide)
yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi
rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa
jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam
rangsangan terhadap sel beta.

b. Sekresi insulin
Proses sekresi insulin, terjadi setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa.
Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati
membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah
senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses
metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari
luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel
beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati
membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul
glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian
membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap
selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel.
Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang
menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh
tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca
sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi
proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat
dijelaskan.

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya


disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat
oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan
tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri,
tidakpada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea
receptor(SUR) pada membran sel beta.

10
Glucose Ca2+
K+ channel Channel Insulin
GLUT-2 shut
Release
Opens


Glucose K+ 
↑↑
Glucose-6-phosphate Insulin + C peptide
Depolarization Cleavage
of membrane enzymes
ATP Proinsulin
Glucose signaling
preproinsulin
Preproinsulin
B. cell Insulin Synthesis

Gambar. Prosess
Gb.1 Mekanisme Sekresi
sekresi danselSintesis
insulin pada
Glukosa ( Kramer,95 )
beta akibatInsulin
stimulasi

c. Dinamika Sekresi Insulin


 Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang
terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir
juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi,
karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang
biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan
adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya
berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan
demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan
berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang
berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut
setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial (postprandial spike) dengan
segala akibat yang ditimbulkannya termasuk hiperinsulinemia kompensatif.

 Sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali
meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama, seberapa
tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar
glukosa darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi
semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1
sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi
dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin
tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar
glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal. Dalam prospektif
perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1. Pada
gambar dibawah ini (Gb. 2) diperlihatkan dinamika sekresi insulin pada keadaan
normal, Toleransi Glukosa Terganggu ( Impaired Glucose Tolerance = IGT ), dan
Diabetes Mellitus Tipe 2.

11
Intrave Second
Insu nous Phase IGT
lin glucose Norm
First-
Secr Phase al
etio DM
n Ba

0 5 10 15 20 25 30( minute )
Gambar Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa
intravena pada keadaan normal dankeadaan disfungsi sel beta

(1). binding ke reseptor, (2). translokasi GLUT 4 ke membran sel, (3). transportasi
glukosa meningkat, (4).disosiasi insulin dari reseptor, (5). GLUT 4 kembali menjauhi
membran,(6). kembali kesuasana semula.
Gambar. Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa di jaringan
perifer (Girard, 1995)
(Sumber : repository.unand.ac.id)

d. Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Insulin

FAKTOR YANG MENINGKATKAN FAKTOR YANG


SEKRESI INSULIN MENURUNKAN SEKRESI
INSULIN

Peningkatan glukosa darah Penurunan kadar glukosa darah

Peningkatan asam lemak bebas Keadaan puasa

Peningkatan asam amino Somatostatin

Hormon gastrointestinal (gastrin, Aktivitas alfa adrenergic


kolesistokinin, sekretin, gastric inhibitory
product (GIP)

12
Hormon glukagon, hormon pertumbuhan, Leptin
kortisol

Stimulasi parasimpatis (asetilkolin) dan


beta adrenergik

Keadaan resistensi insulin: obesitas

Obat-obatan: sulfonilurea

e. Mekanisme kerja insulin


1. Efek pada karbohidrat
Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
meningkatkan penyimpanan karbohidrat :
 Insulin mempermudah masuknya glukosa kedalam sebagian besar sel. Beberapa
jaringan yang tidak tergantung insulin yaitu otak, otot yang aktif, hati.
 Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di
otot maupun hati
 Insulin menghambat glikogenolisis , penguraian glikogen menjadi glukosa
(glukagon) . dengan menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan
penyimpanan karbohidrat dan menurunkan penguraian glukosa oleh hati
 Insulin menghambat glukoneogenesis untuk menurunkan pengeluaran glukosa
oleh hati.
Dengan dua cara :
 Menurunkan jumlah asam amino didalam darah yang tersedia bagi hati
untuk glukoneogenesis
 Menghambat enzim – enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam
amino menjadi glukosa

2. Efek pada lemak


Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan
mendorong pembentukan trigliserida
 Insulin meningkatkan transportasi glukosa kedalam sel jaringan adiposa.
Glukosa berfungsi sebagai prekusor untuk pembentukan asam lemak dan
gliserol , yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida
 Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan asam
lemak dari turunan glukosa
 Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari darah kedalam sel
jaringan adiposa
 Insulin menghambat lipolisis , sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam
lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah
Efek efek itu mendororng pengeluaraan glukosa dan asam lemak dari darah
dan meningkatkan penyimpanan keduanya sebagai trigliserida

13
3. Efek pada protein
Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis
protein sebagai berikut :
 Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah kedalam otot
dan jaringan lain, efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan
menghasilkan bahan pembangun untuk sistesis protein didalam sel
 Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino kedalam protein
dengan merangsang perangkat pembuat protein didalam sel
 Insulin menghambat penguraian protein
 Akibat kolektif efek ini adalah efek anabolik protein . karena itu, insulin
esensial bagi pertumbuhan normal

Biokimia

Insulin disintesis sebagai preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan


merupakan prototype untuk peptide yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar.
Rangkaian pre- yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul
tersebut ke dalam sisterna reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini
menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang
diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfide yang sempurna. Molekul proinsulin
menjalani serangkaian pemecahan peptide yang tapak-spesifik sehingga terbentuk insulin
yang matur dan peptide C dengan jumlah ekuimolar.

Gambar. Biokimia Insulin

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Mellitus Tipe 2

LO 3.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

LO 3.2 Epidemiologi
Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih berisiko
mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa
tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan
prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka kejadian diabetes

14
melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi kejadiandiabetes melitus tipe
2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetesmellitus dan hanya 5% dari jumlah
tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1.

LO 3.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel β dan
resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati.
Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain. Berarti sel β pancreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
Beberapa faktor resiko yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer &
Bare, 2002) antara lain:
 Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena
gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik.
 Usia
Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis,
DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat
badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin.
 Gaya hidup stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis
untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini mempunyai efek
penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj
mereka yang beresiko mengidap penyakit DM tipe II.
 Pola makan yang salah
Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat
mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin).Obesitas bukan karena
makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang
terlalu banyak, sehingga cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat
berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk.
 Sindroma Metabolik
Menurut WHO dan National Cholesterol Education Program : Adult Treatment
Panel III, orang yang menderita sindroma metabolic adalah mereka yang punya
kelainan seperti : tekanan darah tinggi lebig dari 160/90mmHg, trigliseridaa darah lebih
dari 150mg/dl, kolesterol HDL <40 mg/dl, obesitas sentral dengan BMI lebih dari 30,
lingkar pinggang melebihi 102 cm pada pria atau melebihi 88 cm pada wanita, atau
sudah terdapat mikroalbuminuria.
 Kurang Gerak Badan
Olahraga atau aktivitas fisik membantu untuk mengontrol berat badan. Glukosa
darah dibakar menjadi energi, sel-sel tubuh menjadi lebih sensitive terhadap

15
insulin.peredaran darah lebih baik dan resiko terjadinya diabetes tipe 2 akan turun
sampai 50%.
 Faktor Kehamilan
Diabetes pada ibu hamil dapat terjadi pada 2-5 % kehamilan. Biasanya diabetes akan
hilang setelah anak lahir. Ibu hamil dengan diabetes dapat melahirkan bayi besar
dengan berat badan lebih dari 4 kg. Apabila ini terjadi, sangat besar kemungkinan si ibu
akan mengidap diabetes tipe 2 kelak.
 Infeksi
Infeksi virus dapat juga dijadikan penyebab timbulnya diabetes mellitus. Adapun
virus-virus tersebut adalah virus cytomegalovirus, virus rubella dan virus coxsackie.

LO 3.4 Patofisiologi
a. Resistensi insulin
Penurunan kemampuan insulin untuk beraksi pada jaringan target perifer (terutama otot
dan hati) merupakan ciri yang menonjol pada DM tipe II dan merupakan kombinasi dari
kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi insulin mengganggu penggunaan glukosa
oleh jaringan yang sensitif insulin dan meningkatkan keluaran glukosa hepatik, keduanya
menyebabkan hiperglikemia.
Pada prinsipnya resistensi insulin dapat terjadi di tingkat reseptor insulin atau di salah
satu jalur sinyal pascareseptor. Pada DM tipe II jarang terjadi defek kualitatif dan
kuantitatif pada reseptor insulin. Oleh karena itu, resistensi insulin diperkirakan terutama
berperan dalam pembentukan sinyal pascareseptor (ClareSalzler, et al., 2007).
Polimorfisme pada IRS-1 mungkin berhubungan dengan intoleransi glukosa,
meningkatkan kemungkinan bahwa polimorfisme dalam berbagai molekul postreceptor
dapat menyebabkan resistensi insulin. Patogenesis resistensi insulin saat ini berfokus
pada defek sinyal PI-3-kinase, yang menurunkan translokasi GLUT 4 pada membran
plasma, diantara kelainan lainnya. Asam lemak bebas juga memberikan kontribusi pada
patogenesis DM tipe II. Asam lemak bebas menurunkan ambilan glukosa pada adiposit
dan otot serta meningkatkan keluaran glukosa hepatik yang terkait dengan resistensi
insulin

b. Gangguan Sekresi Insulin


Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang berarti jika
dibandingkan dengan yang terjadi pada DM tipe I. Pada awal perjalanan penyakit DM
tipe II, sekresi insulin tampaknya normal dan kadar insulin plasma tidak berkurang.
Namun pola sekresi insulin yang berdenyut dan osilatif lenyap, dan fase pertama sekresi
insulin (yang cepat) yang dipicu oleh glukosa menurun.
Secara kolektif hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya gangguan sekresi
insulin yang tipe II, dan bukan defisiensi sintesa insulin. Namun pada perjalanan
penyakit berikutnya, terjadi defisiensi absolut yang ringan sampai sedang, yang lebih
ringan dibanding DM tipe I . Penyebab defisiensi insulin pada DM tipe II masih belum
sepenuhnya jelas. Berdasarkan data mengenai hewan percobaan dengan DM tipe II,
diperkirakan mula-mula resistensi insulin menyebabkan peningkatan kompensatorik
massa sel beta dan produksi insulinnya. Pada mereka yang memiliki kerentanan genetik
16
terhadap DM tipe II, kompensasi ini gagal. Pada perjalanan penyakit selanjutnya terjadi
kehilangan 20 - 50% sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan
dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Namun, tampaknya terjadi
gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta. Dasar molekuler gangguan sekresi
insulin yang dirangsang oleh glukosa ini masih belum dipahami.
Peningkatan asam lemak bebas (NEFA = non-esterified fatty acids) juga mempengaruhi
sel beta. Secara akut, NEFA menginduksi sekresi insulin setelah makan, sedangkan
pajanan kronik terhadap NEFA menyebabkan penurunan sekresi insulin yang melibatkan
lipotoksisitas yang menginduksi apoptosis sel islet dan/ atau menginduksi uncoupling
protein-2 (UCP-2) yang menurunkan membran potensial, sintesa ATP dan sekresi
insulin. Mekanisme lain kegagalan sel beta pada DM tipe II dilaporkan berkaitan dengan
pengendapan amiloid di islet. Pada 90% pasien DM tipe II ditemukan endapan amiloid
pada autopsi. Amilin, komponen utama amiloid yang mengendap ini, secara normal
dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan bersama dengan insulin sebagai
respons terhadap pemberian glukosa. Hiperinsulinemia yang disebabkan resistensi
insulin pada fase awal DM tipe II menyebabkan peningkatan produksi amilin, yang
kemudian mengendap sebagai amiloid di islet. Amiloid yang mengelilingi sel beta
mungkin menyebabkan sel beta agak refrakter dalam menerima sinyal glukosa. Yang
lebih penting, amiloid bersifat toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan
menyebabkan kerusakan sel beta yang ditemukan pada kasus DM tipe II tahap lanjut.

17
LO 3.5 Manifestasi Klinis

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM


perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini :
 Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
 Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus


apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.

Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah : Poliuria,
Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996). Penjelasan sebagai berikut:
 Poliuria (Peningkatan pengeluaran urin)
 Polidipsia (Peningkatan rasa haus)
Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi
ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan
berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik
(sangat peka). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretik hormone)
dan menimbulkan rasa haus.
 Rasa lelah dan kelemahan otot
Akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama , katabolisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan gkukosa sebagai sumber energi.
 Polifagia (Peningkatan rasa lapar)
 Peningkatan angka infeksi
Akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi
glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.
 Kelainan kulit
Kelaianan kulit berupa gatal – gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan kulit seperti
di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.
 Kelaianan ginekologis
Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
 Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.
Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel
persarafan terutama perfifer mengalami kerusakan.
 Kelemahan tubuh

18
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan
oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secar optimal.
 Luka/ bisul yang tidak sembuh-sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur
makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan protein banyak
diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk
penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh
yg juga dapat disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita
diabetes melitus.
 Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi
Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat
kerusakan testosteron dan sistem yang berperan.
 Mata kabur
Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus vitreum.

LO 3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun
angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-
ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan
khusus.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada
hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

19
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah
2 jam < 140 mg/dL.

Kriteria diagnosis DM :
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu
kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi
dengan baik.

Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap
tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring
dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Pemeriksaan Fisik :
a. Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang
b. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index
(ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi
c. Pemeriksaan funduskopi
d. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
e. Pemeriksaan jantung
f. Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
h. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
i. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

20
Evaluasi Laboratoris / penunjang lain :
a. Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
b. A1C
c. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
d. Kreatinin serum
e. Albuminuria
f. Keton, sedimen, dan protein dalam urin
g. Elektrokardiogram
h. Foto sinar-x dada

Diagnosis Banding
A. Insulin Resistance
Resistensi Insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak
memadai untuk menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel
hati. resistensi insulin umumnya bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah terletak
pada respon sel terhadap insulin alih-alih produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari
insulin dan glukosa akibat resistensi insulin diyakini sebagai asal usul sindrom
metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk komplikasinya.
B. Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai
reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi
peningkatan glukosa darah dari pada rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah,
atau rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996),
hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa darahpuasa lebih
dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini adalah fenomena yangtidak berdiri
sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multipleyang
berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).
C. Glucose intolerance
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa
8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah
menunjukkan salah satu dari tersebut dibawah ini :
1. Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan
adanya disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram
glukosa pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl
sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena
risiko untuk mendapat Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat
besar. Disebut TGT jika gula darah setelah makan tidak normal, atau berkisar antara
140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal.
2. Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)
Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes.
Disebut GPT jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori)
tidak normal, atau berkisar 100-125 mg/dL.

21
LO 3.7 Tatalaksana

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang


diabetes. Adapun tujuan penatalaksaannya terbagi atas :
 Jangka pendek  hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang  tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. (PERKENI, 2006)

Farmakologis
1. Obat Antidiabetik Oral
A. Pemicu Sekresi Insulin
 Golongan Sulfonilurea
o Generasi 1 : Tolbutamid, Tolazamid, Asetoheksimid
o Generasi 2 : Glipizis, Gliklazid dan Glimepirid
o Mekanisme kerja : Merangsang sekresi insuolin dari granul el beta Langerhans
melalui interaksi dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel beta
yang menimbulkan depolarisasi senhingga membuka kanal Ca. Ion Ca yang
masuk akan merangsang granula sel beta mensekresi insulin.
o Efek Samping : Jangka panjang menimbulkan hipoglikemia, mual muntah,
gangguan saraf pusat, diare
o Farmakokinetik : Absorpsi saluran cerna efektif, makanan dan hiperglikemia
mengurangi absorpsi
o Di metabolisme di hepar
o Kontra Indikasi : Pasien gangguan hepar
o Indikasi : berhasil untuk pasien dengan DM timbul di atas 40 tahun.
o Interaksi : meningkatkan risiko hipoglikemia jika digunakan bersamaan
insulin, alkohol, sulfonamid, salisilat dosis besar, kloramfenikol, anabolic
steroid.
 Metiglinid
o Repalinid dan nateglinid
o Mekanisme sama dengan Sulfonilurea, menutup kanal ATP-independent di sel
beta pankreas.
o Farmakokinetik : absorpi cepar dan kadar puncak 1 jam. Metabolisme di hati.
o Efek samping : Hipoglikemia.

B. Peningkat sensitivitas Insulin


 Biguanid
o Fenformin, buformin, metformin

22
o Mekanisme kerja : menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan
sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin karena adanya aktivase
kinase di sel.
o Farmakokinetik : dalam darah tidak terikat protein plasma, waktu paruh 2 jam.
o Efek samping : mual, muntah, diare, peningkatan asam laktat dalam darah.
o Indikasi :Diabetes dewasa, bukan pengganti insulin endogen.
o Kontra Indikasi : kehamilan, pasien penyakit hepar berat, penyakit ginjal
dengan uremua dan PJK serta penyakit paru dengan hipoksia kronik.
 Tiazolidinedion
o Mekanisme kerja : Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa
perifer.
o Kontra Indikasi : Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung
karena meningkatkan retensi cairan.
C. Penghambat Alfa Glukosidase
 Acarbose
o Farmokinetik : bekerja lokal pada saluran pencernaan, di metabolisme oleh
aktifitas enzim pencernaan.
o Mekanisme kerja : memperlambat pemecahandan penyerapan karbohidrat
kompleks dengan menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada
dingding enterosit proksimal usus halus sehingga terjadi penurunan glukosa
post prandial.
o Indikasi : digunakan sebagai monoteapi karena tidak menyebabkan
hipoglikemia
o Efek Samping : daire, faltulance
o Kontra indikasi : irritable bowl syndrome, obstruksi salurancerna, sirosis,
gangguan fungsi ginjal.
D. Golongan Incretin
Dua hormon incretin yang dikeluarkan saluran cerna adalah
a. GIP : oleh sel K duodenum
b. GLP-1 : oleh sel L mukosa usus dan sel alfa pankreas berfungsi menekan sel alfa
pankreas dalam mensekresikan glukagon.
Kedua hormon ini meningkatkan sekresi insulin.
E. Penghambat Dipeptidyl Peptidase IV (Penghambat DPP-IV)
Diharapkan dapat memperpanjang masa kerja GLP-1
GLP-1 Mimetik dan Analog: Berbentuk injeksi subkutan.

23
Alogaritme Penatalaksaaan DM tanpa dekompensasi

24
2. Terapi Insulin
a. Sediaan :Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin
dulakukan dengan IV, IM, SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan berdifusi ke
sirkulasi perifer yang seharusnya langsung masuk ke sirkulasi portal, karena efek
langsung hormone ini pada hepar menjadi kurang.
b. Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak dapat
diatasi dengan diet/ antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin adalah selain
untuk menormalkan kadar insulin juga untuk memperbaiki semua aspek metabolism.
c. Dosis : Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari keadaan
pasien.
- Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB
- Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt sblm
makan pagi, dan 4-5 U sebelum makan malam.
- DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.
d. ES : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem,
kembung,dll.
e. Interaksi : antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin, GH, Tiroid,
estrogen, glucagon,dll)

Insulin diperlukan pada keadaan:


 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetik
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

25
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi beberapa jenis, yakni:


 Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
 Insulin kerja pendek (short acting insulin)
 Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
 Insulin kerja panjang (long acting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Efek samping terapi insulin


 Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
 Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM.
 Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin:


 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi
insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.
 Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada
keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan.
 Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
 Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal
(puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah
insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).
 Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan
menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
 Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C belum
mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (meal-
related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial
adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting).
Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam
bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal +
2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).
26
 Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa
darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek
(golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus
(acarbose).
 Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Cara Penyuntikan Insulin


 Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan
arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
 Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.
 Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan
kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat
sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain,
dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.
 Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan
benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
 Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan
jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.
 Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah
unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan
memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100
unit/mL).

Non Farmakologis
1. Edukasi
DM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan.
Timkes mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku sehat. Pengetahuan
tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
- Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan
atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.
- Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu
dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau
90 menit/minggu dengan latihan aerobic berat (mencapai denyutjantung>70%
maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.

27
LO 3.8 Komplikasi

Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1
adalah:
1. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa
juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan
pasien akan mengalami hal berikut:
a. Hiperglikemia
b. Hiperketonemia
c. Asidosis metabolik

Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis,peningkatan lipolisis dan


peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan
hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan
mengalami syok.
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma
dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien
maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan
DKA dapat dilakukan sedini mungkin.
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi 8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan
4. Takikardi 11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur
7. Hipotermia 14. Koma (10%)

2. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)


Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita
diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif,
hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:
a. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
b. Dehidrasi berat
c. Uremia

28
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera
ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK
dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.
• Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting
adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari
dosis insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.7

3. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)


Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan
kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang
dilakukan Karsono dkk, memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5
kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar
belakang DM. Meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan
insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak
memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.

Kronis
1. Makroangiopati
 Pembuluh darah jantung
 Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.
Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering
tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama
muncul.
 Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
 Retinopati diabetic
 Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
memberatnya retinopati. Terapi aspi-rin tidak mencegah timbulnya retinopati
 Nefropati diabetic
 Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan me-ngurangi risiko nefropati
 Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) jugaakan mengurangi risiko
terjadinya nefropati
3. Neuropati
 Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neu-ropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisikotinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
 Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit di malam hari.
 Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perludilakukan skrining untuk
mendeteksi adanya polineuropatidistal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,
dengan monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.

29
 Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatankaki yang memadai akan
menurunkan risiko amputasi.
 Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine,antidepresan trisiklik, atau
gabapentin.
 Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi
perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit
iniseringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.

LO 3.9 Pencegahan

Menurut WHO, ada tiga jenis atau tiga tahap, yaitu


a. Pencegahan primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemi pada individu di
populasi umum.
b. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin dengan penyaringan populasi risiko tinggi
sehingga pasien yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring untuk mencegah
komplikasi selagi masih reversible
c. Pencegahan tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi, meliputi
- Mencegah timbulnya komplikasi
- Mencegah progresi dari komplikasi agar tidak menjadi kegagalan organ
- Mencegah kecacatan tubuh

LO 3.10 Prognosis

Kematian berisiko dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan diabetes tipe
2 dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang dengan diabetes melitus tipe 2
akan mati karena penyakit jantung dan 15% dari stroke. Angka kematian akibat penyakit
kardiovaskuler hingga lima kali lebih tinggi pada orang dengan diabetes dibandingkan orang

30
tanpa diabetes. Untuk setiap kenaikan 1% pada level HbA1c, resiko kematian dari penyebab
diabetes meningkat terkait dengan 21%.

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetik

LO 4.1 Definisi
Retinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati yang mengenai arteriola prekapiler
retina, kapiler dan venula, akan tetapi pembuluh darah yang besarpun dapat terkena. Keadaan
ini merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus yang menyebabkan kerusakan pada
mata dimana secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata
sehingga mengalami kebocoran.

LO 4.2 Epidemiologi
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia
melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada
tahun 2010 menjadi154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam
mengalami kebutaan.4 TheDiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada
18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita
DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM
proliferatif.

LO 4.3 Etiologi
Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan diderita
lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi
retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan
mikroaneurisma dapat menimbulkan perdarahan.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
1. Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri.
2. Adanya komposisi darah abnormal.
3. Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombi.
4. Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnya
terjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan
eksudasi dinding haemorhagic dengan udem perikapiler.
5. Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan
jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruang
vitreoretinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi.
6. Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksia relatif
di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
7. Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal.
8. Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes.

31
LO 4.4 Patofisiologi

Gambar 15. Patofisiologi Retinopati Diabetik

Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi


melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oksigen
intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak
perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric
oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem-
perparah kerusakan.
Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi
dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi
sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim
endotel.
Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C
(PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi
oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang
memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut
menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina.
Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada
retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga
merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran
basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit.
Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.

32
LO 4.5 Manifestasi Klinis

Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :


• Kesulitan membaca
• Penglihatan kabur
• Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
• Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
• Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
• Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa :
• Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan
bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus
posterior.
• Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.
• Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok.
• Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
iregular, kekuning-kuningan Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
• Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan
berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan
dengan iskemia retina.
• Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak dipermukaan
jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok , dalam, berkelompok, dan
ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke
daerahpreretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini
dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid ( preretinal ) maupun
perdarahan badan kaca.
• Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga
sangat mengganggu tajam penglihatan

33
Gambar. Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula (A) dan
Retinopati DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina (B)

LO 4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui


pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan
dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American
Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan
tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat di- lakukan oleh dokter umum terlatih
sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan
fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan
ditemukan edema makula, retinopati DM non-proliferatif derajat berat dan retinopati DM
proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis
mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus,
tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus
photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan opti- cal coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila
perlu.
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit
terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi.
Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh
perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.

Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM


Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan
pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta
untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi
midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan
kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum.
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk
berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi)
34
pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri
dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa
dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.
Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang
berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm
dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna
diskus optik, dan melihat cupdisc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc
berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien
lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma,
eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat
menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.

LO 4.7 Tatalaksana

Nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita


retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus
menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-
sedang dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk
mencegah per- burukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi
setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk
menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan
pascatindakan. Panretinal laser photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita
retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula
signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi
pilihan
Ada tiga pengobatan utama untuk retinopati diabetes, yang sangat efektif dalam
mengurangi kehilangan penglihatan dari penyakit ini. Pada kenyataannya, bahkan orang
dengan retinopathy memiliki kesempatan 90% dari menjaga visi mereka ketika mereka
mendapatkan perawatan sebelum retina rusak parah. Ketiga perawatan bedah laser, injeksi
triamcinolone ke dalam mata dan vitrectomy.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun pengobatan ini sangat sukses, mereka tidak
menyembuhkan diabetes retinopati. Perhatian harus dilakukan dalam perawatan dengan
pembedahan laser karena menyebabkan hilangnya jaringan retina. Hal ini sering lebih
bijaksana untuk menyuntik triamcinolone. Pada beberapa pasien itu menghasilkan
peningkatan ditandai dari visi, terutama jika ada edema makula. Menghindari penggunaan
tembakau dan koreksi dari hipertensi terkait langkah-langkah terapi yang penting dalam
pengelolaan diabetes retinopati :
1. Laser photocoagulation
Laser photocoagulation dapat digunakan dalam dua skenario untuk perawatan retinopati
diabetes. Hal ini banyak digunakan untuk tahap awal retinopati proliferatif.
2. Panretinal photocoagulation

35
Panretinal photocoagulation, atau PRP (juga disebut pencar perawatan laser), digunakan
untuk mengobati diabetes retinopati proliferatif (PDR). Tujuannya adalah untuk
menciptakan 1.000 - 2.000 luka bakar di retina dengan harapan mengurangi permintaan
oksigen retina, dan karenanya kemungkinan iskemia. Dalam mengobati retinopati diabetes
maju, luka bakar yang digunakan untuk menghancurkan pembuluh darah abnormal yang
terbentuk di retina. Hal ini telah ditunjukkan untuk mengurangi resiko kehilangan
penglihatan berat untuk mata pada risiko dengan 50%.

Sebelum laser, dokter mata pupil dan berlaku tetes anestesi untuk mematikan mata.
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin juga mati rasa daerah di belakang mata untuk
mencegah ketidaknyamanan apapun. Pasien duduk menghadap mesin laser sementara
dokter memegang lensa khusus untuk mata. Dokter dapat menggunakan laser titik tunggal
atau laser memindai pola untuk dua pola dimensi seperti kotak, cincin dan busur. Selama
prosedur, pasien dapat melihat kilatan cahaya. Ini berkedip akhirnya dapat menciptakan
sensasi menyengat tidak nyaman bagi pasien. Setelah perawatan laser, pasien harus
disarankan untuk tidak drive untuk beberapa jam sementara murid-murid masih melebar.
Visi mungkin tetap agak kabur untuk sisa hari itu, meskipun tidak boleh ada banyak
kepedihan di mata.
Pasien mungkin kehilangan sebagian penglihatan periferal mereka setelah operasi ini,
tetapi prosedurnya menyimpan sisa dari pandangan pasien. Operasi laser juga dapat sedikit
mengurangi warna dan penglihatan pada malam hari.
Seseorang dengan retinopati proliferatif akan selalu berisiko untuk perdarahan baru,
serta glaukoma, komplikasi dari pembuluh darah baru. Ini berarti bahwa beberapa
perawatan mungkin diperlukan untuk melindungi penglihatan.

3. Intravitreal triamcinolone acetonide


Triamcinolone adalah persiapan yang panjang steroid akting. Ketika disuntikkan dalam
rongga vitreous, itu mengurangi edema makula (penebalan retina pada makula)
disebabkan karena maculopathy diabetes, dan hasil dalam peningkatan ketajaman visual.
Efek dari triamcinolone bersifat sementara, yang berlangsung sampai tiga bulan, yang
memerlukan suntikan berulang untuk menjaga efek yang menguntungkan. Komplikasi
injeksi triamcinolone intravitreal termasuk katarak, glaukoma diinduksi steroid dan
endophthalmitis

4. Vitrectomy
Alih-alih operasi laser, beberapa orang membutuhkan operasi mata disebut vitrectomy
untuk memulihkan penglihatan. Sebuah vitrectomy dilakukan ketika ada banyak darah di
vitreous. Ini melibatkan menghapus vitreous keruh dan menggantinya dengan larutan
garam. Studi menunjukkan bahwa orang yang memiliki vitrectomy segera setelah
perdarahan besar lebih mungkin untuk melindungi visi mereka dari seseorang yang
menunggu untuk memiliki operasi.

Awal vitrectomy sangat efektif pada orang dengan insulin-dependent diabetes, yang
mungkin berada pada risiko lebih besar kebutaan dari pendarahan ke dalam mata.
36
Vitrectomy sering dilakukan dengan anestesi lokal. Dokter membuat sayatan kecil di
sclera, atau putih mata. Selanjutnya, alat kecil ditempatkan ke dalam mata untuk
menghapus vitreous dan masukkan larutan garam ke dalam mata. Pasien mungkin dapat
pulang segera setelah vitrectomy, atau mungkin diminta untuk tinggal di rumah sakit
semalam. Setelah operasi, mata akan merah dan sensitif, dan pasien biasanya harus
memakai penutup mata yang selama beberapa hari atau minggu untuk melindungi mata.
Obat tetes mata juga diresepkan untuk melindungi terhadap infeksi.

Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit.


 Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali.
 Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula
yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan.
 Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula
signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan.
Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan.
 Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani
panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4
bulan pascatindakan.
 Panretinal laser photocoagulation harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM
proliferatif.
 Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka
kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan

LO 4.8 Komplikasi Akut dan Kronik

1. Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis)


Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya
hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar
mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya
terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk
membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari
akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga
menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure meningkat dan
keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi menarik
iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata
depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi
radang intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita
retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika
dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan
sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler
sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.

2. Glaukoma neovaskular

37
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi
akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman
trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan
intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik,
glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya
berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris
(rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina
akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering
adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil
sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskuler
pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary
body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan
akuos dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.

3. Perdarahan vitreus rekuren


Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.Perdarahan
vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga
vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh
sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran
perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel termasuk
didalamnya adalah anterior, middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien
biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk secara
jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada
perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous
sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang
vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.

4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan
pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan
gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta
menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
Pencegahan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama
untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat
perburukan retinopati. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini
meliputi :
Control glukosa darah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan
kadar glukosa darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko perkembangan
retinopati diabetic dan juga progesifitasnya.
a. Control tekanan darah
b. Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan)
c. Laser koagulasi
Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah
penanganan
retinopati diabetik. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah
dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan
klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR (Non-proliferatife Diabetic
Retinopathy) dan PDR ( Proliferative Diabetic Retinopathy ) dan juga untuk beberapa
38
tipe makulopati. Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan
bahwa foto koagulasi lokasi sistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum
diidentifikasi, faktor vasoformatif pada penyakit proliverative. Penanganan ini harus
dilakukan pada stadium awal. Foto koagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang
signifikan secara klinis disebut fotokoagulasi macula, mana kalo fto koagulasi luas untu
NPDR disebut foto koagulasi panretinal.

LO 4.9 Pencegahan

Ada beberapa pencegahan menurut WHO,1994:


1. Pencegahan primer
Semua aktivitas yang dilakukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu
yang beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
2. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin,misalnya dengan tes penyaringan terutama
pada populasi beresiko tinggi dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah
komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel
3. Pencegahan tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu.
Usaha ini meliputi : mencegah timbulnya komplikasi, mencegah progresi dari pada
komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ, mencegah kecacatan tubuh

Strategi pencegahan
Ada 2 macam strategi yang dijalankan :
1. Pendekatan populasi/masyarakat
Bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang dimaksud adalah mendidik
masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup beresiko
2. Pendekatan individu beresiko tinggi
Ditujukan pada individu-individu yang beresiko menderita DM kelak misal
:obesitas,hipertensi,riwayat keluarga DM,riwayat melahirkan bayi >4000 gram, riwayat
DM saat kehamilan dan dislipdemia.

LO 4.10 Prognosis Retinopati Diabetik

a. pasien dengan retinopati diabetic nonproliferatif (RDNP) memiliki prognosis yang baik
sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun.
b. Separuh pasien RDNP berat akan berkembang menjadi RDP dalam 1 tahun dimana 15%
diantaranya tergolong RDP dengan risiko tinggi
c. Deteksi Dini Retinopati DM
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7 menetapkan beberapa
rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan
anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan
mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM
di- tegakkan. Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap
oleh dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata
penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis
mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil
pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda
retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan
mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena

39
risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima
penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.

Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna akan memiliki
prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan
perfusi yang relatif baik.

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Perhitungan Kebutuhan Kalori pada Diabetes


Mellitus Tipe 2

Jenis bahan makanan:


 Karbohidrat.
Rekomendasi pemberian karbohidrat :
 Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
 Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
 Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari
total kebutuhan kalori perhari.
 Julah serat 25-50 gram per hari.
 Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih
dari total kebutuhan kalori perhari.
 Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,
acesulfame, dan sukralosa.
 Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
 Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
 Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.
 Protein.
Rekomendasi pemberian protein :
 Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
 Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
 Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg
BB/hari.
 Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari
dan tidak kurang dari 40gram.
 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibanding protein hewani.
 Lemak.
Rekomendasi Pemberian Lemak:
 Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari
total kebutuhan kalori per hari.
 Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kalori perhari.

40
 Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
 Batasi asam lemak bentuk trans.
 Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang.
 Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori
perhari.

Penghitungan Jumlah Kalori


Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan
kegiatan jasmani. Penetuan stasus gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus
Brocca.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
Menghitung indeks massa tubuh (IMT) dengan rumus:
IMT = Berat badan (kg) / (Tinggi badan (m))²
Contoh : BB : 50 kg, TB 160cm
IMT = 50/(1,60)² = 50/2,56 = 19,53

Klasifikasi nilai IMT :


IMT Status Gizi Kategori
< 17.0 Gizi Kurang Sangat Kurus
17.0 - 18.5 Gizi Kurang Kurus
18.5 - 25.0 Gizi Baik Normal
25.0 - 27.0 Gizi Lebih Gemuk
> 27.0 Gizi Lebih Sangat Gemuk

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca


Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
Berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.
Penentuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%
1. Berat badan kurang BB <90% BBI
2. Berat badan normal BB 90-110% BBI
3. Berat badan lebih BB 110-120% BBI
4. Gemuk BB>120% BBI
Perhitungan jumlah kalori: Ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan
kegiatan jasmani.
Kalori/kg BB ideal

Status Gizi Kerja santai Sedang berat


Gemuk 25 30 35
Normal 30 35 40

Kurus 35 40 40-50

41
Contoh: Pasien seorang laki-laki 48thn, tinggi 160cm dan bb 63kg, pekerjaan sbg penjaga
toko.
 BBI= (TBcm-100)kg-10% = 60-6 = 54
 Status gizi= (BBaktual-BBI)x100% = (63-54)x100% = 116% (termasuk BB lebih)
BB kurang BB <90% BBI
BB normal BB 90-110% BBI
BB lebih BB 110-120% BBI
Gemuk BB >120% BBI
 Jumlah kebutuhan kalori per hari.
 Kebutuhan kalori bassal= BBIx30 kalori = 54x30 kal = 1620 kalori
 Kebutuhan aktifitas +20% 20%x1620=324 kalori
 Koreksi usia -5% 5% x 1620 = 81 kalori
 Koreksi BB -10% 10% x 1620 =162 kalori
 Jadi total kenutuhan kalori penderita 1620+324-81-162 = 1701 di bulatkan jadi 1700.
 Distribusi makanan :
 KH 60% = 60% x 1700 = 1020 kalori karbohidrat setara dengan 255 gram karbo.
 Protein 20% = 20% x 1700 = 340 kalori protein setara dengan 85 gram protein.
 Lemak 20% = 20% c 1700 = 340 kalori lemak stara dengan 37.7 gram lemak.

Penentuan kebutuhan kalori perhari:


1. Kebutuhan basal:
 Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalori
 Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian:
 Umur diatas 40 tahun : -5%
 Aktivitas ringan : +10%
 Aktifitas sedang : +20%
 Aktifitas berat : +30%
 Berat badan gemuk : -20%
 Berat badan lebih : -10%
 Berat badan kurus : +10%
3. Stress metabolik : +10-30%
4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%),
serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda
dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan
untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.

42
LI 6. Memahami dan Menjelaskan Makanan Berdasarkan Pandangan Islam

Halal artinya boleh, jadi makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk
dimakan menurut ketentuan syari’at Islam. segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-
buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah hahal dimakan, kecuali apabila ada nash Al-
Quran atau Al-Hadits yang menghatamkannya. Ada kemungkinan sesuatu itu menjadi haram
karena memberi mudharat bagi kehidupan manusia seperti racun, barang-barang yang
menjijikan dan sebagainya.

ِ ِّ ‫اس ُكلُوا ِّم َّما فِّي ا ح َََل ًًل أْلَ أر‬


‫ض َط ِّيبًا‬ ُِ َّ‫يَاأَيُّهَا الن‬

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS.
Al-Baqarah : 168).
Rasulullah SAW, ditanya tentang minyak sanin, keju dan kulit binatang yang dipergunakan
untuk perhiasan atau tempat duduk. Rasulullah SAW bersabda : Apa yang dihalalkan oleh
Allah dalam Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan Allah di dalam Kitab-Nya
adalah haram, dan apa yang didiamkan (tidak diterangkan), maka barang itu termasuk yang
dimaafkan”. (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi).
Berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi SAW, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis
makanan yang halal ialah :
 Semua makanan yang baik, tidak kotor dan tidak menjijikan.
 Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
 Semua makanan yang tidak memberi mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani
dan tidak merusak akal, moral, dan aqidah.
 Binatang yang hidup di dalam air, baik air laut maupun air tawar.

43
DAFTAR PUSAKA

American Diabetes Association. 2012. Diagnosis and Clasiffication of Diabetes Melitus.


Diabetes Care, Volume 35, Supplement 1, January 2012.
Aryenti, Sofwan Achmad. 2018. Diktat Antomi Endokrin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
Guyton dan Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta: EGC.
Khardori, R etc. 2014. Type 2 Diabetes Mellitus.
http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#aw2aab6b2b6
Murray, Robert K.,dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.
PERKENI.2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia.
Price, A.S. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol.2 Edisi 6. Jakarta :
EGC
Setiati, Siti, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi ke 6. Jakarta:
InternaPublishing.
Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, edisi 8. Jakarta: EGC
Sitompul, Ratna. Retinopati Diabetik. Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. IDI
http://indodiabetes.com/piramida-makanan-diabetes.html
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/nutrition/2075036-diet-tepat-bagi-penderita-
diabetes/#ixzz27Kvc4pO3
http://care.diabetesjournals.org/content/36/Supplement_1/S11.full
http://www.makanansehat.web.id/2012/12/makanan-sehat-dalam-islam-dan-pola.html
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,11-id,38094-lang,id-c,syariah-
t,Hukum+Menggunakan+Insulin-.phpx
http://clinicaldepartments.musc.edu/medicine/divisions/endocrinology/dsc/ADA%20Standard
s%20of%20Medical%20Care%20in%20Diabetes%202013.pdf

44

Anda mungkin juga menyukai