Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

MEMAHAMI MUQADDIMAH ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN


RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH

Oleh:

1. DEWI TRI WIJAYANTI (201510060311045)


2. LUKI AISYAH (201510060311059)
3. ANGGITA (201510060311070)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2017/2018
A. PENDAHULUAN
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di
Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8
Dzulhijjah 1330 H). Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk
mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang
menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini
pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda
berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan
diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang
dikenal sebagai Hogere School Moehammadijah dan selanjutnya berganti
nama menjadi Kweek School Moehammadijah (sekarang dikenal dengan
Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta khusus laki-laki, yang
bertempat di Jalan S Parman no 68 Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan
dan Madrasah Mu'allimat Muhammadiyah Yogyakarta khusus Perempuan,
di Suronatan Yogyakarta yang keduanya skarang menjadi Sekolah Kader
Muhammadiyah) yang bertempat di Yogyakarta dan dibawahi langsung
oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya. Usaha : (1) Untuk mencapai maksud dan tujuan,
Muhammadiyah melaksanakan Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan
Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan. (2) Usaha
Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan
kegiatan, yang macam dan penyelenggaraannya diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga. (3) Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha,
program, dan kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah.
Pemikiran yang terkandung dalam Mukadimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah terdiri atas enam hal yang bersifat fundamental atau mendasar,
yakni: (1) Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah;
(2) Hidup manusia bermasyarakat; (3) Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam
dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan
ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat; (4) Menegakkan dan men-
junjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah
kepada Allah dan ihsan kepada kemanusiaan; (5) 'Ittiba kepada langkah
perjuangan Nabi Muhammad Saw, (6) Melancarkan amal usaha dan
perjuangan dengan ketertiban organisasi.
Anggaran Rumah Tangga (1) Anggaran Rumah Tangga menjelaskan dan
mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam Anggaran Dasar. (2) Anggaran
Rumah Tangga dibuat oleh Pimpinan Pusat berdasarkan Anggaran Dasar
dan disahkan oleh Tanwir. (3) Dalam keadaan yang sangat memerlukan
perubahan, Pimpinan Pusat dapat mengubah Anggaran Rumah Tangga dan
berlaku sampai disahkan oleh Tanwir.

B. SEJARAH MUHAMMADIYAH
Bagi Muhammadiyah, konsep Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah dapat dikatakan sebagai rumusan ideologi Muhammadiyah
dalam bentuk prinsip-prinsip. Konsep ini dirumuskan pada tahun 1942 pada
era Ki Bagus Hadikusumo dan termasuk dalam hal mendasar karena
dirumuskan untuk mensistematisasi langkah dan pemikiran KH Ahmad
Dahlan dan Muhammadiyah sebelum itu. Selain itu konsep Muqammadiyah
juga dirumuskan sebagai jawaban atas kecenderungan melemahnya ruh
islam di kalangan warga Muhammadiyah. Tersusunnya konsep
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dan dapat diterimanya
dalam Muktamar Muhammadiyah, mempunyai sejarah tersendiri. Mungkin
tidak banyak orang tahu, kalau Mukaddimah A.D Muhammadiyah
mempunyai kaitan langsung atau tidak langsung dengan tersusunnya
rumusan UUM 1945, termasuk rumusan “Pembukaan”nya. Mengapa ?
karena Ketua Muhammadiyah saat itu, yaitu Ki Bagus Hadikusumo dalam
kedudukannya sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) terlibat langsung baik dalam merumuskan UUK 1945 maupun
Pembukaannya. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 beliau sebagai
anggota PPKI juga ikut menetapkan siterimanya UUD tersebut dan
Pembukannya.
Ki Bagus Hadikusumo lahr dengan nama Hidayat, lahir di kauman
Yogyakarta, 24 Nopember 1890 dan wafat 3 September 1945. Ia putra
ketiga dari lima bersaudara Raden Kaji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem
putihan (pejabat) agama Islam di Keraton Yogyakarta. Ki Bagus mula-mula
memperoleh pendidikan agama dari orang tua dan beberapa kyai di
Kauman. Setamat sekolah ongko loro, Ki Bagus belajar di pondok pesantren
Wonokromol Yogyakarta. Di Muhammadiyah, Ki Bagus pernah menjadi
ketua Majelis Tabligh (1922), anggota komisi MPM Hoofdbestuur
Muhammadiyah (1926) dan Ketua PP Muhammadiyah (1942 – 1953). Ia
dikenal sebagai penulis. Ia pernah menulis beberapa, di antaranya Islam
sebagai Dasar Negara, Risalah Katresnan Sejati (1935), Pustaka Hadi
(1936), Poestaka Islam (1940), Pustaka Ichan (1941) dan Pustaka Iman
(1954).
Sebagai tokoh yang memiliki kepedulian terhadap nasib rakyat dan
umat Islam Ki Bagus pernah aktif di Partai Islam Indonesia (PII), Majelis
Islam A’la Indonesia (MIAI), dan Masyumi. Lewat partai ini dia menjadi
anggota BPUPKI yang di bentuk pada tanggal 29 April 1942. Di lembaga
ini beliau memiliki peran penting dalam mempersiapkan kelahiran Negara
Republik Indonesia dan mengawal keberadaannya sampai tahun 1954.
Tertariknya oleh pembukannya UUD 1945, Ki Bagus Hadikusumo
kemudian berpendapat perlunya disusun pula Mukaddimah A.D.
Muhammadiyah. Untuk itubeliau berusaha mengungkap kembali pokok-
pokok pikiran yang dulu dijadikan dasae amal usaha perjuangan K.H
Ahmad Dahlan dengan mempergunakan wadah Muhammadiyah. Dalam
menyusun Muqaddimah A.D Muhammadiyah ini beliau di bantu oleh
anggota PP Muhammadiyah yang lain, seperti Kyai A. Badawi, Yunus Anis
dan sebagainya. Sebetulnya, selain konsep Muqaddimah A.D
Muhammadiyah yang disusun oleh Ki Bagus Hadikusumo, juga ada konsep
yang sama yang disusun oleh Hamka. Tetapi yang diterima dan disahkan
oleh Muktamar, yakni Muktamar Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta
tahun 1950 ialah konsep Muqaddimah yang disusun oleh Ki Bagus
Hadikusumo, setelah melewati penyempurnaan redaksional yang dilakukan
oleh sebuah tim yang d ebntuk oleh sidang Tanwir. Tim penyempurnaan
terdiri dari Hamka, K.H. Farid Ma’ruf, Mr. Kasman Singodimejo dan Zain
Jambek (Harun, 1986, dan Kamal Pasha dkk, tanpa tahun: 65)
1. Pokok-Pokok Pikiran Muqaddimah A.D Muhammadiyah
Muqaddimah A.D Muhammadiyah mengandung 6 macam pokok
pikiran, yang masing-masing dengan penjelasannya sebagai berikut:
Pokok Pikiran Pertama : Hidup manusia haruslah mentauhidkan Allah,
bertuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada Allah.

‫ ل أنَّه فاعْل ْم‬,‫ّللا إِ َّل ِإ َٰله‬


َّ
Artinya : “Ketahuilah bahwasannya tidak ada Tuhan yang disembah
melainkan Allah (Q.S Muhammad : 19)

Manusia adalah salah satu dari makhluk Allah SWT. Sebagai makhluk
Allah, manusia diciptakan tidak untuk main-main, tetapi untuk sutu
tujuan tertentu. Karena itu sudah seharusnya apabila manusia
menyesuaikan hidup dan kehidupannya sejalan dengan dan untuk apa
manusia diciptakan oleh Allah. Maka wajiblah manusia mentauhidkan
Allah, yang berarti bertuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya
kepada Allah semata.

Pokok Pikiran Kedua : “Hidup manusia adalah bermasyarakat”


Bagi manusia hidup bermasyarakat adalah sesuatu yang tidak mungkin
dapat dihindari. Bahkan hal itu merupakan sunnatullah, sebagaimana
diisyaratkan dalam Al-Qur’an, karena manusia diciptakan oleh Allah
bersuku-suku berbangsa-bangsa supaya saling kenal-mengenal. (QS.
Al-Hujurat/49:13)
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa
di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”
Sebagian dari ahli-ahli filsafat seperti Aristoteles dan Thomas Aquinas
berkata pula, bahwa manusia itu menurut kodratnya adalah satu
makhluk social yang mencari kesempurnaan hidupnya di dalam dan
melalui masyarakat (A. Lysen, 1980).
Hidup bermasyarakat merupakan keharusan pula bagi manusia, kalau
pokok pikiran kedua ini dihubungkan dengan pokok pikiran pertama.
Tidak mungkin manusia mampu mentauhidkan Allah secara sempurna
dan beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada Allah, jika juga tidak
membina hubungan baiknya dengan masyarakat sekitar dalam Islam
diajarkan, tidak cukup membina “habl min Allah” tetapi juga harus
membina “habl min al-nas”.

Pokok Pikiran Ketiga : “Hanya hukun Allah satu-satunya hukum yang


dapat dijadikan sendi pembentuk pribadi utama, dan mengatur tertib
hisup bersama menuju kehidupan bahagia sejahtera yang hakiki dunia
dan akhirat.”
Pokok pikiran ketiga ini adalah keyakinan dan sekaligus juga pandangan
hidup Muhammadiyah. Islam adalah agama yang benar, sesuai dengan
al-Qur’an (QS. Al Imran/3:19)

Artinya : “Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah


Islam”
Dan karena Islam agama yang benar, maka siapapun yang tidak
menganut agama yang benar ini tentulah akan merugi di akhirat nanti
(QS. Al Imran/3:85)
Artinya : “Barang siapa mencari agama lain selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya dan sia di
akhirat terasuk orang-orang yang rugi.”
Di samping itu, Islam adalah agama wahyu dari Allah, bukan agama
budaya yang hanya rekayasa manusia. Karena itu sudah pada tempatnya
kalau hukum Allah yakni hukum Islam yang berasal dari wahyu Allah
inilah satu-satunya hukum yang dapat dijadikan sendi pembentukan
pribadi utama dan pengatur tertib hidup menuju kehidupan bahagia dan
sejahtera yang hakiki dunia akhirat.
Keyakinan dan pandangan hidup Muhammadiyah yang demikian ini
diperkuat oleh kenyataan, bahwa Islam tidak hanya agama ibadah, tetapi
juga suatu way of life yang lengkap sempurna. Mengakui hal ini, seorang
orientalis yang bernama V.M. Dean berkata dalam sebuah bukunya,
“Islam adalah suatu perpaduan yang sempurna antara agama, sistem
politik, pandangan hidup serta penafsiran sejarah. (Kamal Pasha, dkk.
Tanpa tahun 1971:72)”

Pokok Pikiran Keempat : “Berjuang menegakkan dan menjunjung


tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya adalah kewajiban bagi orang yang mengaku bertuhan kepada
Allah”
Pokok pikiran keempat ini adalah konsekuesi dari keyakinan dan
pandangan hidup Muhammadiyah yang terkandung dalam pokok
pikiran ketiga. Mengapa konsekuensi ? Keyakinan yang menjadi
pandangan hidup adalah perlu direalisasikan supaya dapat terwujud
dalam kenyataan. Untuk itu jelals sekali perlu perjuangan. Bukankah
dalam Islam ada ajaran untuk berjihad “Li-i’laihi” kalimat “Allah hiya
al-‘ulya” Rasanya sangat mustahil “masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya dapat terwujud di Indonesia mengingta sangat majemuknya
masyarakat di Indonesia kalau kita tidak berjuang untuk itu. Firman
Allah menyebutkan :

Artinya : “Orang mukmin itu ialah orang-orang yang beriman kepada


Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah
orang-orang yang benar.” (QS. Al Hujurat/49:15).

Pokok Pikiran Kelima : “Perjuangan menegakkan dan menjunjung


tinggi agama Islam
Untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya hanya
akan berhasil bila mengikuti jejak perjuangan para Nabi, terutama
perjuangan Nabi Muhammadiyah Saw.”
Kalau pokok pikiran keempat menggariskan keharusan dilakukannya
perjuangan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam,
maka pokok pikiran kelima menggariskan bagaimana cara dan akhlak
perjuangan itu harus dilakukan untuk menegakkan dan menjunjung
tinggi agama islam.
Sudah barang tentu bagi setiap pejuang muslim, tidak ada cara dan
contoh yang patut dijadikan teladan kecuali harus meneladani cara-cara
perjuangan para Nabi, terutama Nabi Muhammad SAW. Mengapa
demikian ? Jawabannya ialah sebagaimana yang disebutkan dalam
firman Allah SWT :
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al
Azhar/33:21)

Persyarikatan pada tahun 1912 didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan


dengan sengaja diberi nama “Muhammadiyah” tidak lain karena
didorong harapan, supaya persyarikatan tersebut dalam berjuang dapat
mencontoh jejak langkah perjuangan Nabi Muhammad, dan itu tidak
bisa di tawar-tawar lagi, bahkan merupakan kepribadian
Muhammadiyah.

Pokok Pikiran Keenam : “Perjuangan mewujudkan maksud dan tujuan


di atas hanya akan dapat tercapai apabila dilaksanakan dengan
berorganisasi”
Pokok pikiran keenam menekankan, betapa pentingnya berorganisasi,
sebab “perjuangan hanya akan dapat tercapai apabila dilaksanakan
dengan berorganisasi.” Berjuang dengan berorganisasi jelas sangat
penting, sebab seperti dikatakan dalam pepatah, “kebenaran yang tidak
diatur dengan baik dapat dikalahkan oleh kebathilan tetapi diatur dengan
baik.” (alhaqq bi la nizham, yaghlibuhu al-bathil bi al-nizham).
Berjuang dengan berorganisasi tidak sekedar penting, bahkan
sesungguhnya suatu keharusan. Kaidah ushul al-fikih menyebuutkan,
“apabila suatu kewajiban tidak dapat diselesaikan kecuali dengan
adanya sesuatu yang lain, maka adanya sesuatu yang lain tersebut
hukumnya adalah wajib.” Kemudian perhatikan juga firman Allah SWT
yang menerangkan, bahwa”

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang


di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti
suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. Al Shaf/61:4)
Paling tidak berjuang dengan jalan berorganisasi selain mempermudah
mencapai tujuan, juga sangat efisien dalam pelaksanaannya, hemat
tenaga, hemat waktu dan hemat biaya.
Muhammadiyah sebagai suatu organisasi, agar dinamika
keorganisasiannya tepat, benar, tertib dan lancar memerlukan
seperangkat peraturan seperti anggaran dasar (termasuk
mukaddimahnya), anggaran rumah tangga, kaidah-kaidah serta
peraturan-peraturan lainnya.

C. IDENTITAS DAN ASAS MUHAMMADIYAH

Identitas atau hakekat dari muhammadiyah adalah gerakan islam,


dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid, bersumber pada Al-Quran dah
Sunnah. Asas muhammadiyah ialah islam1. Sedangkan maksud dan
tujuanya ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam sehingga
terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Dalam mencapai
maksud dan tujuanya serta mewujudkan misi yang ideal tersebut,
muhammadiyah melakukan usaha-usaha yang bersifat pokok, yang
kemudian diwujudkan dalam amal, progam dan kegiatan. Berikut adalah
Anggaran Dasar Muhammadiyah. 1

1
Anggaran Dasar Muhammadiyah bab II, pasal 4
Anggaran Dasar

BAB I
NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1
Nama

Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah.

Pasal 2
Pendiri

Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8


Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan tanggal 18 November 1912 Miladiyah
di Yogyakarta untuk jangka waktu tidak terbatas.

Pasal 3
Tempat Kedudukan

Muhammadiyah berkedudukan di Yogyakarta.

BAB II
IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG

Pasal 4
Identitas dan Asas

(1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar
dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.
(2) Muhammadiyah berasas Islam.

Pasal 5
Lambang

Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar utama dua belas, di


tengah bertuliskan (Muhammadiyah) dan dilingkari kalimat (Asyhadu an lã
ilãha illa Allãh wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allãh )
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN SERTA USAHA

Pasal 6
Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung


tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya.

Pasal 7
Usaha

(1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan


Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam
usaha di segala bidang kehidupan.
(2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan
kegiatan, yang macam dan penyelenggaraannya diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
(3) Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program, dan
kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah.

Muhammadiyah sejak berdiri tahun 1912 telah menentukan jati dirinya


sebagai gerakan islam yang melaksanakan dakwah dan tajdid. Dakwah
dilakukan untuk menyuruh pada yang ma’ruf (al amr bi al ma’ruf) dan mencegah
dari yang munkar (al nahyu ‘an al munkar), sebagaimana tersurat dalam Al-
Quran Surat Al-Imran 104 yang artinya, “Adakanlah dari kamu sekalian,
golongan yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada kebaikan dan
mencegah dari pada keburukan, Mereka itulah golongan yang beruntung” (QS
Al-Imran:104). Gerakan Muhammadiyah bahkan memiliki karakter sebagai
tajdid sebagaimana dipelopori sendiri oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan sang
Majaddid. Tajdid Muhammadiyah menurut Majelis Tarjih dan pengembangan
islam (2000-2005) memiliki dua dimensi, yakni pemurnian (purifikasi) dan
pembaruan atau pengembangan (dinamisasi), dengan makna lain berdimensi
dakwah dan tajdid.

Langkah-langkah dakwah dan tajdid Muhammadiyah tersebut tercermin


dalam kepeloporan mendirikan sekolah islam modern, pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan dengan mendirikan PKU (Penolong Kesengsaraan Oemoem, kini
menjadi Pembina Kesejahteraan Umat). Penyentunan anak yatim dan miskin
melalui gerakan Al-ma’un, dan mendrobak praktik dan pemikiran islam yang
jumud (statis,beku) dengan ijtihad. Karena itu dalam masyarakat umum
muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaharuan (tajdid), bahkan tajdid
sudah melekat dalam Muhammadiyah. Karena kepeloporan dalam pembaharuan
itu maka Muhammadiyah dikenal sebagai reformasi atau moderenisasi Islam.

Gerakan Muhammadiyah yang berkarakter dakwah dan tajdid tersebut


dilakukan melalui sistem organisasi (jam’iyyah) dan bersifat ekspansi
(penyebaran, perluasan). Kata-kata “waltakum minkum ummatum” dalam Al-
Imran 104 yang sering disebut sebagai “ayat Muhammadiyah”. Merupakan
pemaknaan baru mengenai kepentingan menggerakkan Islam melalui organisasi
atau perserikatan. Sedangkan dimensi perluasan tersurat sebagaimana tujuan
awal Muhammadiyah , “menyebarluaskan ajaran Kanjeng Nabi Muhammad ke
seluruh wilayah karesidenan Yogyakarta”, dan sejak 1914 bahkan untuk seluruh
Indonesia. Disitulah dinamis sekaligus karakter Muhammadiyah sebagai sebuah
gerakan Islam.

Dari perjalanan awal Muhammadiyah tersebut maka jelas sekali karakter


yang kuat dari perserikatan yaitu sebagai Gerakan Islam yang menjalankan
dakwah dan tajdid melalui sistem organisasi yang selalu dinamis dan
berkemajuan. Muhammadiyah telah hadir sebagai gerakan yang
menyebarluaskan Islam yang berkemajuan dengan tetap berpegang teguh pada
prinsip-prinsip Islam yang kokoh berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Shahihan
(maqbulah). Muhammadiyah melakukan gerakan “al-Quran wa al-Sunnah” al
ruju’ila (kembali kepada Al-Quran dan Al-Sunnah), bukan semata-mata untuk
pemurnian belakan tetapi sekaligus pembaharuan dalam menjawab dan
memandu kehidupan ditengah perkembangan zaman.

Dengan demikian karakter gerakan Muhammadiyah itu dakwah dan tajdid,


yang juga mengandung dimensi pemurnian (tandhif al’-aqidah al’Islamiyah)
sekaligus pembaruan (tajdid fi al-Islam). Bukan semata-mata dakwah tapi juga
pembaharuan serta bukan semata-mata pembaharuan tetapi juga berdakwah.
Bukan semata-mata pembaharuan tetapi juga pemurnian. Pemurnian berarti
“pengontentikan”, kembali pada Islam yang benar-benar murni atau asli
sebagaimana ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shahihah (maqbulah),
dengan mengembangkan ijtihah sesuai dengan manhaj Tarjih. Inilah yang
membedakan dengan gerakan islam yang lain.

Karakter pembaharuan inilah yang membedakan Muhammadiyah dengan


gerakan-gerakan Islam lainnya, hatta dengan gerakan modernis lainya seperti
persatuan Islam yang sama-sama beraliran modern. Deliar Noer
mengkategorikan Muhammadiyah sebagai gerakan modern yang memiliki sifat
toleran, sedangkan persatuan Islam bersifat keras. Lebih jauh lagi, berbeda
dengan Muhammadiyah, persatuan Islam secara ideologis mirip dengan
organisasi ikhwanul Muslimin di Mesir dan jama’ati-islam di Pakistan, hukum
secara harfiah. KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah juga
berbeda dengan pembaruan-pembaruan dunia Islam yang beraliran keras, Kyai
Dahlan lebih memiliki kesamaan dengan Muhammad Abduh dan Ahmad Khan
yang moderat dan berani mengambil aspek-aspek modern barat untuk kemajuan
umat Islam, ketiganya sama-sama ingin membangun umat dan dunia Islam lebih
maju. Kyai Dahlan dengan muhammadiyahnya tidak bergerak dibidang politik,
yang membedakan dengan serikat Islam (catatan kaki).

Artinya, jika dihubungkan dengan situasi saat ini maka Muhammadiyah


secara tertimologis memiliki perbedaan dengan gerakan-gerakan Islam yang
berkarakter seperti Persatuan Islam, ikhwanul Muslimin, serikat Islam paham
ideologis serta organisasi yang serupa yang kini berkembang dan meluap di
lingkungan umat Islam baik yang mengaplikasiskan “harkah-harkah” dakwah
atau politik atau bahkan menampilkam kedua-duanya sekaligus. Perbedaan ini
tidak untuk merentangkan tali perselisihan sesame umat Islam, tapi untuk lebih
memahami diri sendiri dan mengenal orang lain agar lebih jelas dalam bergerak,
tidak saling menggangu sebaliknya dapat saling toleransi satu sama lain dengan
semangat ukhuwah. Bergeraklah di tempat masing-masing dengan sebaik-
baiknya hormati “rumah” dan paham yang lain, tanpa harus mengklaim “Islam”
atau “tidak Islam”.
Dengan karakter dakwah tajdid itu, maka Muhammadiyah berhasil dalam
meneguhkan keyakinan Islam yang kuat di kalangan umat Islam, sekaligus
membawa pada kemajuan hidup. Jadi bukan sekedar meneguhkan keyakinan
semata, bukan sekedar memurnikan paham agama, tetapi membawa kemajuan
dan pembaharuan. Jadi Muhammadiyah menjadi gerakan Islam yang
memurnikan ajaran sekaligus memajukan kehidupan umat Islam dan umat
manusia pada umumnya.

Dalam pandangan Nurcholis Madjid, Kyai Dahlan adalah sosok pencari


kebenaran yang hakiki, yang secara cerdas mampu menangkap makna tersirat
Al-Manar dan langkah tajdidnya bersifat break trought Kyai Dahlan menurut
Mukti dalam buku pembaharuan yang sangat spesifik ialah gerakan yang dalam
menampilkan amanlan-amalan kemasyarakatan dalam format kelembagaan
(sekolah,rumah sakit, panti asuhan dll) termasuk dalam melahirkan gerakan
perempuan (Aisyiah) ke ruang public.

Terlepas atau terkait dalam sebuah polarisasi dalam Muhammadiyah


terdapat dialektika pemikiran yang tak akan pernah berhenti sebagai gerakan
Islam. Di satu pihak Muhammadiyah secara niscaya dan fundamental dituntut
untuk berpijak pada keotrntikan ajaran Islam sebagaiamana yang sesungguhnya.
Pada saat yang sama Muhammadiyah di tuntut mengembangkan ijtihad atau
tajdid untuk menjawab tantangan baru dalam dinamika zaman yang selalu hadir
sebagai sunatullah yang bersifat kauniyyah. Dalam posisi dan peran gerakan
yang demikain sebenarnya, Muhammadiyah akan tetap memiliki karakter
khusus dalam dinamika Islam dan kebangsaan di negeri ini maupun dalam
peraturan dunia kontemporer, yakni menampilakan Islam yang otentik dan
berkemajuan.

Di pihak lain perkembangan dunia juga diwarnai krisis moral dan berbagai
bencana kemanusiaan lainnya, yang memerlukan peran profetik (kerisalahan)
agama yang bersifat nilai dan spiritualitas. Disinilah dimensi-dimensi pemurnian
keislaman diperlukan, karena tidak dapat dijangkau oleh gerakan intelektual.
Muhammadiyah menampilkan Islam yang otentik dan berkemajuan
sebagaimana domain “tandhif” dan “tajdid”. Maka diperlukan perangkat-
perangkat konseptual, epistemology, dan metodologi yang lengkap dan
multiperspektif, sehingga gerakan pemurnian dan pembaharuan Muhammadiyah
dapat masuk ke ruang public yang lebih luas dengan tetap kokoh dalam
jatidirinya.

D. KEANGGOTAAN MUHAMMADIYAH

Keanggotaan Muhammadiyah secara resmi diatur dalam Anggaran Dasar (AD)


Muhammadiyah Bab IV, pasal 8, ayat 1, dimana sebagai anggota
Muhammadiyah terdiri atas: Anggota Biasa, Anggota Luar Biasa, dan Anggota
Kehormatan.

1. Anggota Biasa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut


a) Warga negara Indonesia beragama Islam
b) Laki-laki atau perempuan berumur 17 tahun atau sudah menikah
c) Menyetujui maksud dan tujuan Muhammadiyah
d) Bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah
e) Mendaftarkan diri dan membayarkan uang pangkal
2. Anggota Luas Biasa
Ialah seseorang bukan warga negara Indonesia, beragama Islam, setuju
dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah serta bersedia mandukung amal
usahanya.
3. Anggota Kehormatan
Ialah seseorang beragama Islam, berjasa terhadap Muhammadiyah dan atau
karena kewibawaan dan keahliannya diperlukan atau bersedia membantu
Muhammadiyah. Sebagai anggota Muhammadiyah mempunyai hak dan
kewajiban yang diatur secara rinci dalam Anggaran Rumah Tangga (ART)
Muhammadiyah pasal 4.

Menurut ketua LPCR, Phil Ahmad (PP Muhammadiyah) jumlah Anggota


Biasa yang mempunyai Nomor baku Muhammadiyah (NBM) berkisar 5-7
% dari total umat Islam Indonesia atau sekitar 15 juta orang 2, tetapi anggota
yang tidak resmi atau simpatisan melaksanakan ibadah seperti yang
difahami Muhammadiyah berkisar anatara 30-40 juta dari jumlah umat
2
Islam Indonesia. Jumlah ini bi jumlah umat Islam Indonesia. Jumlah ini
bias dilihat dari mereka yang melaksanakan sholat Idh di lapangan.

E. KEORGANISASIAN MUHAMMADIYAH

Susunan dan penetapan organisasi Muhammadiyah diatur dalam AD


Muhammadiyah Bab V. Susunan organisasi Muhammadiyah diatur dalam AD
Muhammadiyah Bab V Pasal 9 yang terdiri atas : ranting, cabang, daerah,
wilayah, pusat. Adapun penjelasan susunan diatas tercantum dalam anggaran
Rumah Tangga Muhammadiyah (ARTM).

1. Ranting (Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, pasal 5)


Ranting adalah kesatuan anggota di suatu tempat atau kawasan yang terdiri
atas sekurang-kurangnya 15 orang yang berfungsi melakukan pembinaan
dan pemberdayaan anggota. Syarat pendirian ranting sekurang-kurangnya
mempunyai:
a. Pengajian / kursus anggota berkala, sekurang-kurangnya sekali dalam
sebulan
b. Pengajian / kursus umum berkala, sekurang-kurangnya sekali dalam
sebulan
c. Mushalla / surau / langgar sebagai pusat kegiatan
d. Jama’ah

Pengesahan pendirian Ranting dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan


oleh pimpinan daerah atas usul anggota setelah mendengar pertimbangan
pimpinan cabang.

Pendirian suatu ranting yang merupakan pemisahan dari ranting yang telah
ada dilakukan dengan persetujuan pimpinan ranting yang bersangkutan atau
atas keputusan musyawarah cabang/musyawarah pimpinan tingkat cabang.

2. Cabang (Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, pasal 6)

2
Hasil lembaga Survey Indonesia (LSI) dan The Asia Foundation (TAFF)
Cabang : kesatuan ranting di suatu tempat yang terdiri atas sekurang-
kurangnya tiga ranting yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi ranting
b. Penyelenggaraan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan amal usaha

Syarat Pendirian cabang sekurang-kurangnya mempunyai:

a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota pimpinan cabang dan unsur


pembantu pimpinannya, pimpinan ranting, serta pimpinan organisasi
otonom tingkat cabang, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus Muballigh / Muballighat dalam lingkungan
cabangnya, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Korps Muballigh / Muballighat cabang, sekurang-kurangnya 10 orang
d. Taman pendidikan Al-Quran / madrasahdiniyah / sekolah dasar
e. Kegiatan dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan
f. Kantor

Pengesahan pendirian cabang dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan


oleh pimpinan wilayah atas usul ranting setelah cabang yang merupakan
pemisahan dari cabang yang telah ada dilakukan dengan persetujuan
pimpinan cabang yang bersangkutan atau atas keputusan musyawarah
daerah / musyawarah pimpinan tingkat daerah.

3. Daerah (Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, pasal 7)


Daerah : kesatuan cabang dalam satu kota atau kabupaten yang terdiri atas
sekurang-kurangnya tiga cabang yang berfungsi :
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi cabang
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan
Muhammadiyah
d. Perencanaan program dan kegiatan
Syarat pendirian daerah sekurang-kurangnya mempunyai:

a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota pimpinan daerah sekurang-


kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kusus Muballigh / Mubhallighat tingkat daerah sekurang-
kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran islam
d. Korps Muballigh . Muballighat daerah, sekurang-kurangnya 20 orang
e. kursus kader pimpinan tingkat daerah
f. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama / Madrasah Tsanawiyah
g. Amal usaha dalam bidang sosial, ekonomi dan kesehatan
h. Kantor

Pengesahan pendirian daerah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat atas usul


cabang setelah memperhatikan pertimbangan pimpinan wilayah. Pendirian
suatu daerah yang merupakan pemisahan dari daerah yang telah ada
dilakukan melalui dan atas keputusan Musyawarah Daerah / Musyawarah
Pimpinan Tingkat Daerah.

4. Wilayah (Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, pasal 8)


Wilayah adalah kesatuan daerah di propinsi yang terdiri atas sekurang-
kurangnya tiga daerah yang berfungsi:
a. Pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi daerah
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan
Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan

Syarat pendirian wilayah sekurang-kurangnya mempunyai:

a. Pengajian / kursus berkala untuk anggota pimpinan wilayah dan unsur


pembantu pimpinannya serta pimpinan organisasi otonom tingkat
wilayah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian / kursus muballigh / muballighat tingkat wilayah sekurang-
kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran islam
d. Korps muballigh / muballighat sekurang-kurangnya 30 orang
e. Kursus kader pimpinan tingkat wilayah
f. Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah / Mu’allimin / Mu’allimat /
Pondok Pesantren.
g. Amal usaha dalam bidang sosial, ekonomi dan kesehatan
h. Kantor

Pengesahan pendirian wilayah ditetapkan oleh pimpinan pusat atas usul


daerah yang bersangkutan. Pendirian suatu wilayah yang merupakan
pemisahan dari wilayah yang telah ada dilakukan melalui dan atas
keputusan musyawarah wilayah / musyawarah pimpinan tingkat wilayah.

5. Pusat (Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, pasal 9)


Pusat adalah kesatuan wilayah dalam negara Republik Indonesia yang
berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi wilayah
b. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan
Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan program dan kegiatan

F. PERAN CABANG DAN RANTING SEBAGAI UJUNG TOMBAK


ORGANISASI MUHAMMADIYAH
Memasuki abad kedua, Muhammadiyah di hadapkan pada tugas dan
tantangan yang makin berat, bukan hanya karena makin kompleksnya
perkembangan masyarakat yang menuntut berbagai penyesuaian, namun
juga kemunculan banyak organisasi islam baru yang mengharuskan
Muhammadiyah memperbaharui strategi dakwah dan perjuangannya. Salah
satu tantangan tersebut adalah penataan dakwah dan perjuangan ditingkat
akar rumput melalui pengembangan cabang dan ranting. Secara hirarki
keorganisasian, cabang dan ranting adalah level organisasi yang paling
bawah, sehingga sering juga dilihat dari logika garis wewenang dimana
pimpinan cabang dan ranting sekedar pihak yang menunggu dan
menjalankan perintah pimpinan di atasnya.
Padahal seharusnya cabang dan ranting berperan sebagai ujung
tombak dalam kinerja organisasi. Pertama, cabang dan ranting merupakan
ujung tombak dalam rekrutmen anggota dan kaderisasi. Kedua, ujung
tombak dalam dakwah keagamaan. Ketiga, ujung tombak dalam ukhuwah
dengan organisasi lain, maupun dalam perjumpaan dengan organisasi sosial
yang lain. Keempat, ujung tombak dalam kuantitas organisasinya.
Secara kuantitas jumlah cabang dan terutama ranting masih
terhitung minim. Dari 5.263 jumlah kecamatan di indonesia, baru 3.221
yang memiliki cabang Muhammadiyah atau sekitar 61%. Sementara di
tingkat ranting kondisinya jauh lebih parah, karena baru ada 8.107 ranting
Muhammadiyah dari 62.806 jumlah desa yang ada, atau hanya 12% 3. Dari
angka-angka diatas tampak bahwa pengaruh dan popularitas
Muhammadiyah belum tercemin dalam kuantitas organisatorisnya.
Secara kualitas jauh lebih unggul dari ormas Islam yang lain, namun
bagi warga Muhammadiyah masih jauh dari harapan. Pertama, secara
organisasi masih rapuh karena masih banyak cabang dan ranting yang
menjalankan tertib organisasi, dalam hal administrasi, keuangan dan
kegiatan. Kedua, belum adanya tertib organisasi menyebabkan
kepengurusan cabang dan ranting rentan konflik internal, terutama terkait
dalam pengelolaan amal usaha. Ketiga, lemah inisiatif, cenderung pasif
menunggu intruksi dari atas. Keempat, kondisi diatas diperarah oleh fakta
bahwa sumber daya manusia pimpinan cabang dan ranting masih banyak di
dominasi oleh kalangan usia lanjut. Kelima, akibatnya cabang dan ranting
cenderung kegiatannya monoton, kurang mampu merespon perkembangan
dan tuntutan lokalitas. Keenam, kondisi diatas membuat organisasi
memiliki daya saing yang rendah dibandingkan ormas Islam baru yang
banyak bermunculan, yang telah banyak mengambil alih jamaah maupun
amal usaha Muhammadiyah.

3
Phil Ahmad-Norma Permata. *mengenal Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
Muhammadiyah*. Suara Muhammadiyah, No.11/th. Ke-96, 1-15 Juni
Sebuah organisasi relatif mapan, memiliki sistem, ada mekanisme,
dan tentu ada nilai-nilai dasar yang disebut corporate culture, budaya
korporat. Kemudian organisasi juga memiliki program-program yang dapat
dicapai dari waktu ke waktu. Organisasi muhammadiyah memiliki syarat
sebuah organisasi, tetapi muhammadiyah sebenarnya lebih tinggi dari
sekedar organisasi. Tri dimensi gerakan muhammadiyah; gerakan islam,
gerakan dakwah dan gerakan tajdid sudah menjadi identitas dan karena
sebuah gerakan maka menurut Din Samsudin (2010) membentuk dua sumbu
utama, yaitu sistematika dan dinamika atau dibalik dari proses dinamis dan
sistematis. Artinya dari waktu ke waktu semakin maju untuk mecapai
tujuan. Maka berlaku sebuah prinsip tentang waktu. Didalam ilmu sejarah
dan sosiologi disebut sebagai continuitu and change. Sebuah proses yang
berkesinambungan, tetapi harus senantiasa membawa perubahan. Dalam
perubahan ada hal-hal yang tetap bisa dipertahankan (al-tsawabit), tetapi
perlu ada hal-hal baru, itu baru sejalan dengan watak sejara. Kalau sebuah
gerakan hanya linear saja, hanya keberlangsungan saja, tanpa membawa
perubahan (change) maka dia tidak memiliki dinamika dan sistematika.
Kondisi cabang dan ranting muhammadiyah diatas terjadi karena
kurangnya kaderisasi, dimana kaderisasi merupakan keharusan dan sebagai
nafas organisasi. Kesinambungan sangat ditentukan oleh adanya pelanjut.
Kalau tidak ada kaderisasi, tentunya gerakan ini tidak dapat berlanjut.
Adanya organisasi-organisasi kader, khususnya Angkatan Muda
Muhammadiyah (IMM : Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) , (NA :
Nasyiatul Aisyiah), (PM : Pemuda Muhammadiyah), ( IPM : Ikatan Pemuda
Muhammadiyah), termasuk Hizbul Wathan dan Tapak Suci, sangat
membantu dan berkomitmen sebagai pelanjut, pelangsung, dan
penyempurna Amal Usaha Muhammadiyah.
Oleh karena itu, Muhammadiyah wajib memperlihatkan, membina
dan memfasilitasi gerak langkah dari para kadernya agar apa yang menjadi
harapan dan cita-cita organisasi terus berlanjut dan berkesinambungan
dalam mewujudkan tujuan Muhammadiyah.
KESIMPULAN

Konsep Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dapat dikatakan


sebagai rumusan ideologi Muhammadiyah dalam bentuk prinsip-prinsip. Konsep
ini dirumuskan pada tahun 1942 pada era Ki Bagus Hadikusumo dan termasuk
dalam hal mendasar karena dirumuskan untuk mensistematisasi langkah dan
pemikiran KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah. Pokok-Pokok Pikiran
Muqaddimah A.D Muhammadiyah Muqaddimah A.D Muhammadiyah
mengandung 6 macam pokok pikiran, yang masing-masing dengan penjelasannya
sebagai berikut: Pokok Pikiran Pertama : Hidup manusia haruslah mentauhidkan
Allah, bertuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada Allah. Pokok
Pikiran Kedua : “Hidup manusia adalah bermasyarakat” Bagi manusia hidup
bermasyarakat adalah sesuatu yang tidak mungkin dapat dihindari. Bahkan hal itu
merupakan sunnatullah, sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur’an, karena
manusia diciptakan oleh Allah bersuku-suku berbangsa-bangsa supaya saling
kenal-mengenal. Pokok Pikiran Ketiga : “Hanya hukun Allah satu-satunya hukum
yang dapat dijadikan sendi pembentuk pribadi utama, dan mengatur tertib hisup
bersama menuju kehidupan bahagia sejahtera yang hakiki dunia dan akhirat.”
Pokok pikiran ketiga ini adalah keyakinan dan sekaligus juga pandangan hidup
Muhammadiyah. Islam adalah agama yang benar, sesuai dengan al-Qur’an. Pokok
Pikiran Keempat : “Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah kewajiban
bagi orang yang mengaku bertuhan kepada Allah”. Pokok Pikiran Kelima :
“Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam. Untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya hanya akan berhasil bila mengikuti jejak
perjuangan para Nabi, terutama perjuangan Nabi Muhammadiyah Saw.” Pokok
Pikiran Keenam : “Perjuangan mewujudkan maksud dan tujuan di atas hanya akan
dapat tercapai apabila dilaksanakan dengan berorganisasi” Pokok pikiran keenam
menekankan, betapa pentingnya berorganisasi, sebab “perjuangan hanya akan dapat
tercapai apabila dilaksanakan dengan berorganisasi.”

Identitas / hakikat Muhammadiyah adalah gerakan islam, dakhwah amar


ma’ruf nahi munkar dan tajdid, bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah. Asas Nabi
Muhammad adalah islam sedangkan maksud dan tujuannya adalah menegakkan
dan menjunjung tinggi agama islam dalam mencapau maksud dan tujuan serta
mewujudkan misi yang ideal tersebut muhammadiyah melakukan usaha-usaha
yang bersifat pokok, yang kemudian diwujudkan dalam amal usaha, program dan
kegiatan. Langkah-langkah dakwah dan tajdid muhammadiyah tersebut tercermin
dalam kepeloporan mendirikan sekolah islam modern pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan dengan mendirikan sekolah islam yang modern seperti saat ini, dan
kesejahrteraan dengan menddirikan PKU (penolong kesengsaraan Umat),
penyantunan anak – anak yatim piatu dan miskin melalui gerakan Al Ma’un dan
mendobrak praktik dan pemikiran islam yang statis atau beku, dengan ijtihad.
Karena dalam masyarakat umum muhammadiyah lebih dikenal sebagai gerakan
pembaharuan (tajdid) bahkan tajdid sudah melekat dalam Muhammadiyah. Karena
kepeloporan dalam pembaharuan itu maka Muhammadiyah dikenal sebagai
reformisme atau lebih ke modernisasi islam.
Gerakan muhammadiyah yang berkarakter dakwah dan tajdid tersebut dilakukan
melalui system organisasi dan bersifat ekspansi (penyebara luasan). Kata-kata
“waltakum minkum ummatun” dalam Al Imran 104 merupakan pemaknaan baru
mengenai kepentingan menggerakkan islam melalui organisasi atau persyarikatan.
Dari perjalanan awal muhammadiyah tersebut maka jelas sekali karakter yang kuat
persyarikatan, yaitu sebagai gerakan islam yang menjalankan dakwah dan tajdid
melalui sistem organisasi yang selalu dinamis dan berkemajuan. Muhammadiyah
telah hadir sebagai gerakan yang berpegang teguh pada prinsi-prinsip islam yang
kokoh berdasarkan Al Quran dan sunnah.

Keanggotaan Muhammadiyah secara resmi diatur dalam Anggaran Dasar


(AD) Muhammadiyah Bab IV, pasal 8, ayat 1, dimana sebagai anggota
Muhammadiyah terdiri atas: Anggota Biasa, Anggota Luar Biasa, dan Anggota
Kehormatan. Susunan organisasi Muhammadiyah diatur dalam AD
Muhammadiyah Bab V Pasal 9 yang terdiri atas : ranting, cabang, daerah, wilayah,
pusat. Ranting adalah kesatuan anggota di suatu tempat atau kawasan yang terdiri
atas sekurang-kurangnya 15 orang yang berfungsi melakukan pembinaan dan
pemberdayaan anggota. Cabang merupakan kesatuan ranting di suatu tempat yang
terdiri atas sekurang-kurangnya tiga ranting. Daerah merupakan kesatuan cabang
dalam satu kota atau kabupaten yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga cabang.
Wilayah adalah kesatuan daerah di propinsi yang terdiri atas sekurang-kurangnya
tiga daerah. Dan Pusat adalah kesatuan wilayah dalam negara Republik Indonesia.
Susunan organisasi Muhammadiyah diatas memiliki fungsi masing-masing yang
sudah dijelaskan sebelumnya. Cabang dan ranting berperan sebagai ujung tombak
dalam kinerja organisasi Muhammadiyah. Pertama, cabang dan ranting merupakan
ujung tombak dalam rekrutmen anggota dan kaderisasi. Kedua, ujung tombak
dalam dakwah keagamaan. Ketiga, ujung tombak dalam ukhuwah dengan
organisasi lain, maupun dalam perjumpaan dengan organisasi sosial yang lain.
Keempat, ujung tombak dalam kuantitas organisasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Amien, Saiful. 2012. Al-Islam Kemuhammadiyahan. Malang: UMM Press.

Universitas Muhammadiyah Malang, Pusat Dokumentasi dan Publikasi

Universitas Muhammadiyah Malang (Muhammadiyah Sejarah, Pemikiran dan


Amal Usaha)

Universitas Muhammadiyah Malang (Anggaran Dasar Muhammadiyah) :


Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai