Makalah Aik Kelompok 3
Makalah Aik Kelompok 3
Oleh:
B. SEJARAH MUHAMMADIYAH
Bagi Muhammadiyah, konsep Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah dapat dikatakan sebagai rumusan ideologi Muhammadiyah
dalam bentuk prinsip-prinsip. Konsep ini dirumuskan pada tahun 1942 pada
era Ki Bagus Hadikusumo dan termasuk dalam hal mendasar karena
dirumuskan untuk mensistematisasi langkah dan pemikiran KH Ahmad
Dahlan dan Muhammadiyah sebelum itu. Selain itu konsep Muqammadiyah
juga dirumuskan sebagai jawaban atas kecenderungan melemahnya ruh
islam di kalangan warga Muhammadiyah. Tersusunnya konsep
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dan dapat diterimanya
dalam Muktamar Muhammadiyah, mempunyai sejarah tersendiri. Mungkin
tidak banyak orang tahu, kalau Mukaddimah A.D Muhammadiyah
mempunyai kaitan langsung atau tidak langsung dengan tersusunnya
rumusan UUM 1945, termasuk rumusan “Pembukaan”nya. Mengapa ?
karena Ketua Muhammadiyah saat itu, yaitu Ki Bagus Hadikusumo dalam
kedudukannya sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) terlibat langsung baik dalam merumuskan UUK 1945 maupun
Pembukaannya. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 beliau sebagai
anggota PPKI juga ikut menetapkan siterimanya UUD tersebut dan
Pembukannya.
Ki Bagus Hadikusumo lahr dengan nama Hidayat, lahir di kauman
Yogyakarta, 24 Nopember 1890 dan wafat 3 September 1945. Ia putra
ketiga dari lima bersaudara Raden Kaji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem
putihan (pejabat) agama Islam di Keraton Yogyakarta. Ki Bagus mula-mula
memperoleh pendidikan agama dari orang tua dan beberapa kyai di
Kauman. Setamat sekolah ongko loro, Ki Bagus belajar di pondok pesantren
Wonokromol Yogyakarta. Di Muhammadiyah, Ki Bagus pernah menjadi
ketua Majelis Tabligh (1922), anggota komisi MPM Hoofdbestuur
Muhammadiyah (1926) dan Ketua PP Muhammadiyah (1942 – 1953). Ia
dikenal sebagai penulis. Ia pernah menulis beberapa, di antaranya Islam
sebagai Dasar Negara, Risalah Katresnan Sejati (1935), Pustaka Hadi
(1936), Poestaka Islam (1940), Pustaka Ichan (1941) dan Pustaka Iman
(1954).
Sebagai tokoh yang memiliki kepedulian terhadap nasib rakyat dan
umat Islam Ki Bagus pernah aktif di Partai Islam Indonesia (PII), Majelis
Islam A’la Indonesia (MIAI), dan Masyumi. Lewat partai ini dia menjadi
anggota BPUPKI yang di bentuk pada tanggal 29 April 1942. Di lembaga
ini beliau memiliki peran penting dalam mempersiapkan kelahiran Negara
Republik Indonesia dan mengawal keberadaannya sampai tahun 1954.
Tertariknya oleh pembukannya UUD 1945, Ki Bagus Hadikusumo
kemudian berpendapat perlunya disusun pula Mukaddimah A.D.
Muhammadiyah. Untuk itubeliau berusaha mengungkap kembali pokok-
pokok pikiran yang dulu dijadikan dasae amal usaha perjuangan K.H
Ahmad Dahlan dengan mempergunakan wadah Muhammadiyah. Dalam
menyusun Muqaddimah A.D Muhammadiyah ini beliau di bantu oleh
anggota PP Muhammadiyah yang lain, seperti Kyai A. Badawi, Yunus Anis
dan sebagainya. Sebetulnya, selain konsep Muqaddimah A.D
Muhammadiyah yang disusun oleh Ki Bagus Hadikusumo, juga ada konsep
yang sama yang disusun oleh Hamka. Tetapi yang diterima dan disahkan
oleh Muktamar, yakni Muktamar Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta
tahun 1950 ialah konsep Muqaddimah yang disusun oleh Ki Bagus
Hadikusumo, setelah melewati penyempurnaan redaksional yang dilakukan
oleh sebuah tim yang d ebntuk oleh sidang Tanwir. Tim penyempurnaan
terdiri dari Hamka, K.H. Farid Ma’ruf, Mr. Kasman Singodimejo dan Zain
Jambek (Harun, 1986, dan Kamal Pasha dkk, tanpa tahun: 65)
1. Pokok-Pokok Pikiran Muqaddimah A.D Muhammadiyah
Muqaddimah A.D Muhammadiyah mengandung 6 macam pokok
pikiran, yang masing-masing dengan penjelasannya sebagai berikut:
Pokok Pikiran Pertama : Hidup manusia haruslah mentauhidkan Allah,
bertuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada Allah.
Manusia adalah salah satu dari makhluk Allah SWT. Sebagai makhluk
Allah, manusia diciptakan tidak untuk main-main, tetapi untuk sutu
tujuan tertentu. Karena itu sudah seharusnya apabila manusia
menyesuaikan hidup dan kehidupannya sejalan dengan dan untuk apa
manusia diciptakan oleh Allah. Maka wajiblah manusia mentauhidkan
Allah, yang berarti bertuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya
kepada Allah semata.
1
Anggaran Dasar Muhammadiyah bab II, pasal 4
Anggaran Dasar
BAB I
NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Pasal 2
Pendiri
Pasal 3
Tempat Kedudukan
BAB II
IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG
Pasal 4
Identitas dan Asas
(1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar
dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.
(2) Muhammadiyah berasas Islam.
Pasal 5
Lambang
Pasal 6
Maksud dan Tujuan
Pasal 7
Usaha
Di pihak lain perkembangan dunia juga diwarnai krisis moral dan berbagai
bencana kemanusiaan lainnya, yang memerlukan peran profetik (kerisalahan)
agama yang bersifat nilai dan spiritualitas. Disinilah dimensi-dimensi pemurnian
keislaman diperlukan, karena tidak dapat dijangkau oleh gerakan intelektual.
Muhammadiyah menampilkan Islam yang otentik dan berkemajuan
sebagaimana domain “tandhif” dan “tajdid”. Maka diperlukan perangkat-
perangkat konseptual, epistemology, dan metodologi yang lengkap dan
multiperspektif, sehingga gerakan pemurnian dan pembaharuan Muhammadiyah
dapat masuk ke ruang public yang lebih luas dengan tetap kokoh dalam
jatidirinya.
D. KEANGGOTAAN MUHAMMADIYAH
E. KEORGANISASIAN MUHAMMADIYAH
Pendirian suatu ranting yang merupakan pemisahan dari ranting yang telah
ada dilakukan dengan persetujuan pimpinan ranting yang bersangkutan atau
atas keputusan musyawarah cabang/musyawarah pimpinan tingkat cabang.
2
Hasil lembaga Survey Indonesia (LSI) dan The Asia Foundation (TAFF)
Cabang : kesatuan ranting di suatu tempat yang terdiri atas sekurang-
kurangnya tiga ranting yang berfungsi:
a. Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi ranting
b. Penyelenggaraan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan amal usaha
3
Phil Ahmad-Norma Permata. *mengenal Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
Muhammadiyah*. Suara Muhammadiyah, No.11/th. Ke-96, 1-15 Juni
Sebuah organisasi relatif mapan, memiliki sistem, ada mekanisme,
dan tentu ada nilai-nilai dasar yang disebut corporate culture, budaya
korporat. Kemudian organisasi juga memiliki program-program yang dapat
dicapai dari waktu ke waktu. Organisasi muhammadiyah memiliki syarat
sebuah organisasi, tetapi muhammadiyah sebenarnya lebih tinggi dari
sekedar organisasi. Tri dimensi gerakan muhammadiyah; gerakan islam,
gerakan dakwah dan gerakan tajdid sudah menjadi identitas dan karena
sebuah gerakan maka menurut Din Samsudin (2010) membentuk dua sumbu
utama, yaitu sistematika dan dinamika atau dibalik dari proses dinamis dan
sistematis. Artinya dari waktu ke waktu semakin maju untuk mecapai
tujuan. Maka berlaku sebuah prinsip tentang waktu. Didalam ilmu sejarah
dan sosiologi disebut sebagai continuitu and change. Sebuah proses yang
berkesinambungan, tetapi harus senantiasa membawa perubahan. Dalam
perubahan ada hal-hal yang tetap bisa dipertahankan (al-tsawabit), tetapi
perlu ada hal-hal baru, itu baru sejalan dengan watak sejara. Kalau sebuah
gerakan hanya linear saja, hanya keberlangsungan saja, tanpa membawa
perubahan (change) maka dia tidak memiliki dinamika dan sistematika.
Kondisi cabang dan ranting muhammadiyah diatas terjadi karena
kurangnya kaderisasi, dimana kaderisasi merupakan keharusan dan sebagai
nafas organisasi. Kesinambungan sangat ditentukan oleh adanya pelanjut.
Kalau tidak ada kaderisasi, tentunya gerakan ini tidak dapat berlanjut.
Adanya organisasi-organisasi kader, khususnya Angkatan Muda
Muhammadiyah (IMM : Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) , (NA :
Nasyiatul Aisyiah), (PM : Pemuda Muhammadiyah), ( IPM : Ikatan Pemuda
Muhammadiyah), termasuk Hizbul Wathan dan Tapak Suci, sangat
membantu dan berkomitmen sebagai pelanjut, pelangsung, dan
penyempurna Amal Usaha Muhammadiyah.
Oleh karena itu, Muhammadiyah wajib memperlihatkan, membina
dan memfasilitasi gerak langkah dari para kadernya agar apa yang menjadi
harapan dan cita-cita organisasi terus berlanjut dan berkesinambungan
dalam mewujudkan tujuan Muhammadiyah.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA