Anda di halaman 1dari 21

THE WHAT AND WHY OF CORPORATE AUDIT THEORY

AND
DOUBT, VERIFICATION AND CORPORATE AUDITING

Paper
Disusun Untuk Memenuhi Tugas matakuliah Auditing dan Atestasi

Oleh Kelompok 1:
Nurcahyono 176020300111019
Aurora Rathyani Meilsa P. 176020300111042

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2018
A PENDAHULUAN
Setiap perusahaan yang melaporkan keuangannya kepada publik (pengguna informasi
keuangan atau masyarakat secara umum), mengharuskan untuk dilaksanakan audit hal ini
dikarenakan ada keraguan atas informasi yang disajikan oleh perusahaan. Sehingga dengan
adanya audit dapat menghilangkan keraguan-keraguan dari shareholder, hal ini dikarenakan
laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor telah melewati tahap verifikasi sehingga
dianggap relevan dan reliabel.
Auditing merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi
dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan, (Mulyadi, 2002).
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah menjelaskan lebih rinci terkait dengan apa
dan mengapa dari teori audit perusahaan dan keraguan, verifikasi dan audit perusahaan,
sehingga pembaca dapat mengetahui dengan jelas terkait dengan Audit perusahaan.

B PEMBAHASAN
Chapter 1: APA DAN MENGAPA DARI TEORI AUDIT PERUSAHAAN
1. Apa dan Mengapa dari Teori Audit Perusahaan
Tujuan dari bab ini adalah untuk memberikan penjelasan teoritis dan analisis tentang
praktik audit perusahaan. Audit dibutuhkan agar meningkatkan kepercayaan stakeholder
terhadap kualitas informasi keuangan, terutama bagi investor (pemilik) dan kreditor. Dalam
bab ini juga juga menyajikan peran auditor jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, sosial dan
politik. Fokus utama dalam bab ini adalah audit perusahaan, karena praktek ini memiliki ruang
lingkup yang luas dan bagian yang penting dari tata kelola perusahaan, yaitu menyangkut
pengawasan oleh publik dan kritik perusahaan atas kegagalan.

2. Kebutuhan Teori Audit dalam Aktivitas Manusia


Diskusi dalam keitan teori audit dan aktivitas manusia tidak terbatas menjelaskan dan
mendiskripsikan mengenai praktik audit dalam perusahaan, namun yang menjadi penting
didiskusikan adalah mengenai riview dan analisis kritis dan rasional dalam audit. Teori Audit
menurut Sterling (1970) merupakan kerangka berfikir yang menghubungkan antar pernyataan
dalam hal mengelola, menjelaskan dan memprediksi keadaan yang sebenarnya. Tujuannya
untuk memahami elemen-elemen apasaja yang terlibat dan bagaimana hal tersebut membantu
manajemen.

3. Peran Teori Audit


Sebuah teori melalui gagasan-gagasan yang tampaknya terpisah untuk disusun menjadi
kumpulan yang terhubung dalam membentuk satu kesatuan pengetahuan. Keberadaan
pengetahuan semacam itu biasanya dinyatakan sebagai salah satu ciri utama kegiatan
profesional. Menurut Hines (1989) menyatakan bahwa sebuah profesi bisa dikatakan penting
apabila memiliki struktur ilmu pengetahuan didalamnya, karena tanpa teori, dimana hubungan
teori dengan praktek akan sulit dijelaskan dan dielaborasi. Dengan adanya teori maka
diharapkan praktek yang terjadi lebih mudah dan diterima oleh akal.
Munculnya teori bukan tanpa masalah. Dalam prakteknya, penyatuan ide-ide dan
prilaku dari setiap individu dan organisasi yang relevan menjadi suatu struktur teoretis yang
koheren sangatlah sulit, namun sebaliknya hal ini akan menimbulkan penolakan, perdebatan,
dan perubahan. Dimana teori dibangun untuk menjelaskan fenomena yang dapat diobservasi.
Tidak semua teori yang ada dapat diterima dan dipertahankan, hal ini dikarenakan teori
hanyalah suatu alat yang menyediakan suatu gagasan baru dan praktek yang berpotensi, yang
kemudian dipertimbangkan untuk menggantikan teori sebelumnya, dengan kata lain peran teori
sebagai katalisator bisa saja berubah. Sebuah teori juga berperan sebagai petunjuk terhadap
isu-isu yang terjadi untuk memudahkan orang yang mengelola dan mengendalikan, terutama
teori membantu memprediksi aspek yang dibutuhkan individu dan oranisasi.

4. Kebutuhan akan Teori Audit Bagi Perusahaan


Kebutuhan untuk berteori seperti itu diringkas dengan baik oleh Mautz dan Sharaf
(1961):
“Kita memiliki kecenderungan yang kuat dalam audit untuk mengadopsi
pendekatan pragmatis. Apapun bentuk yang baik untuk diadopsi dan sangat dianjurkan;
apa yang belum ditemukan bisa diaplikasikan agar memiliki sedikit daya tarik. Sampai
batas tertentu ini adalah kecenderungan alami, namun kita harus menyimpannya dalam
batas. Kita harus terus menguji praktik dan prosedur kita, tidak hanya dalam praktik
nyata, tapi juga pendekatan yang mungkin untuk masalah yang baru. Jika kita melupakan
landasan teoritis audit dan membiarkannya menjadi kumpulan prosedur hafalan dan
praktik yang mengingatkan pada sejarah awalnya, tidak hanya akan kehilangan
bentuknya di mata dunia, namun akan kehilangan metode terbaik untuk menyelesaikan
sebagian besar masalah yang dihadapinya.”
Dari teori tertentu dalam bab ini, auditor perusahaan memiliki efek pada praktik audit
yang nyata. Objek penelitian utama adalah fungsi teknis yang kompleks dan dilakukan oleh
seseorang yang ahli dalam bidang akuntansi. Fungsi semacam itu dapat ditafsirkan secara luas
sebagai sarana untuk menerapkan tata kelola perusahaan dan akuntabilitas nya yang berupa
mengendalikan perilaku perusahaan secara umum, dan meminta pertanggungjawaban manajer.
Bagian ini bertujuan untuk membantu pembaca memahami peran masing-masing teori
yang diuraikan di atas saat mereka menerapkan audit perusahaan. Secara khusus, mencoba
untuk memberikan dasar untuk memahami dan mempertanyakan potensi akuntansi keuangan
yang ditekankan pada saat ini.
Dalam melakukan audit perusahaan sangat berkaitan erat dengan aspek ekonomi,
politik dan sosial, hal ini didukung oleh Burchell dkk (1980), yang memperluas pandangan
akuntansi dalam aktivitas audit perusahaan, aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan tidak
hanya dianggap sebagai fungsi teknis saja, dan auditor harus bersifat netral dalam melakukan
pemeriksaan atas laporan keuangan sehingga laporan keuangan yang telah diaudit dapat
digunakan oleh semua pihak, serta secara khusus auditor dapat membentu merumuskan
keputusan ekonomi, cara pengendalian organisasi dalam bisnis.
Audit perusahaan juga berfungsi untuk mengidentifikasi ketidakpatuhan perusahaan
terhadap undang-undang, sehingga auditor perusahaan berusaha untuk mengkonfirmasi
kualitas informasi keuangan yang dilaporkan dan yang dianggap berguna dalam berbagai situisi
pengambilan keputusan ekonomi. Audit perusahaan juga dapat dilihat sebagai bagian penting
dari manajer perusahaan yang memegang peran sebagai pengendali perusahaan yang
bertanggung jawab kepada pemilik modal dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Sehingga, auditor berperan sebagai alat untuk melindungi kepentingan semua pihak baik yang
berkepentingan secara financial maupun non financial.
Tanggapan secara teoritis, mengenai gagasan audit perusahaan yang dibahas dalam
bagian ini seharusnya dianggap sebagai rangkaian yang unik. Ada banyak teori audit
perusahaan yang dapat di pertanggungjawabkan, masing-masing tergantung berdasarkan dasar
serangkaian konsep normatif dalam perilaku suatu perusahaan.
Agen sebagai manajer (pengelola) mereka dipercayakan oleh pemilik perusahaan untuk
menggunakan dan mengelola sumber daya ekonomi yang dimiliki. Kepercayaan semacam itu
juga berdampak pada kesejahteraan setiap pihak yang berkepentingan, sehingga dalam
menjaga kepercayaan pemilik munculah audit perusahaan, dimana audit juga berfungsi sebagai
sarana penting untuk menyediakan tata kelola perusahaan yang baik. Flint (1988) berpendapat:
“Konsep audit adalah pemeriksaan khusus yang dilakukan oleh orang lain yang tidak
terlibat dalam aktivitas perusahaan dan bersifat independen yang bertujuan menilai
kinerja yang dilaksanakan dengan yang dilaporkan; hal ini juga sebagai mekanisme
kontrol yang dilakukan publik”.
Dinyatakan secara lebih rinci, argumen teoritis yang paling mendasar dalam bagian ini
adalah bahwa bentuk audit perusahaan saat ini adalah fungsi teknis dan kompleks dimana
auditor memverifikasi dan melaporkan kualitas laporan keuangan yang diungkapkan oleh
manajemen perusahaan secara terbuka kepada konstituen eksternal, sebagai bagian dari
pertanggungjawaban keuangannya.

5. Fokus Akuntansi Keuangan Terhadap Teori Audit


Tujuan audit terhadap akuntansi keuangan pada umumnya adalah untuk menilai
akuntabilitas bagi perusahaan. Tujuan audit akuntansi keuangan menurut Mauts dan Sharaf
(1961):
“Audit dan akuntansi cenderung terkait. Hal ini karena hampir secara universal di
berbagai organisasi, akuntabilitas digunakan sebagai dasar pengelolaan sumber daya
keuangan dan didalam perusahaan pertanggungjawaban manajemen ditunjukkan oleh
penyusunan laporan pereodik yang melaporkan aktivitas dalam pengelolaan
sumberdaya.”
Relevansi audit dan akuntansi keuangan menurut study, Sherer dan Kent (1983),
mengajukan audit untuk menguji efisiensi operasi, kualitas sistem informatiom manajemen,
dan perilaku sosial organisasi. Tinker (1985) berpendapat bahwa auditor harus terlibat dalam
mengadili konflik sosial yang melibatkan organisasi perusahaan dan masyarakat tempat
mereka beroperasi. Setelah itu, ada baiknya untuk mengubah praktik pelaporan tradisional
untuk memasukkan isu-isu lingkungan. Willmott (1991) mengidentifikasi publik yang jauh
lebih luas daripada kelompok kepemilikan konvensional karena auditor bertindak sebagai
profesi monopoli yang cenderung menciptakan kerugian kesejahteraan bagi penerima manfaat
audit. Briloff (1990) menunjukkan, pada bukti untuk melindungi kepentingan umum. Sikka,
Willmott dan Lowe (1989) mengkritik akuntan dan auditor karena mengatur praktik mereka
untuk mempertahankan fleksibilitas akuntansi yang diinginkan oleh laporan manajerial
perusahaan. Dan Mills dan Bettner (1992) menyatakan bahwa melakukan pembakaran
ritualistik, menciptakan realitas stabilitas dan ketertiban namun dan sekaligus
menyembunyikan konflik sosial.

6. Kontribusi Terhadap Teori Audit


Audit memiliki peran didalam ruang edukasi, dimana audit yang diberikan oleh akuntan
pendidik melalui cara latihan mengaudit melalui teks. Sikka (1987) berpendapat bahwa
pembelajaran dengan cenderung lebih baik praktek daripada berbasis teks dikarenakan mereka
akan menganalisis audit berdasarkan kerangka konseptual. Dan beberapa penelitian audit
ditunjukkan oleh; Mautz dan Sharaf (1961), AAA (1973), Schandl (1978), Sherer dan Kent
(1983), Wallace (+985), Lee (1986), Wolnizer (1987), Flint (1988), dan Ruud (1989).

7. Teori Audit Normatif dan Positif


Teori normatif dan positif dalam akuntansi berkaitan dengan audit. Teori normatif
identik dengan kata “apa yang harus dilakukan” sedangkan teori positif “apa yang dimaksud
dengan”, sehingga secara eksplisit yang menjadi perhatian adalah kemampuan penelitian
akuntansi dan auditing secara ilmiah dalam melakukan observasi (penelitian) pada praktek
audit dilapangan / dunia nyata (Watts dan Zimmerma, 1986).
Pada tahun 1986, literatur yang berkembang berisi berbagai studi dengan menggunakan
teori yang berbasis keuangan atau teori regulasi untuk menjelaskan praktik akuntansi dan
auditing yang terjadi.

8. Analisa Keuangan dan Audit Perusahaan


Alasan utama untuk mengambil sikap normatif dalam bagian ini adalah melihat
signifikansi dan penekanan deskriptif kerangka konseptual yang baru dibangun oleh pembuat
kebijakan akuntansi sebagai pelaporan keuangan perusahaan. Kerangka ini mencakup konsep
secara eksplisit sebagai kualitas laporan inforamasi akuntansi sehubungan dengan para
penggunanya (khususnya yang berkaitan dengan relevansi informasi dan reliabilitas).
Isu spesifik dalam bagian ini adalah kualitas pelaporan yang harus dilakukan auditor
perusahaan dalam mencari dan membuktikan sehubungan dengan laporan keuangan yang
dilaporkan? Secara khusus, sejauh mana auditor perusahaan bertanggung jawab mengenai
kerangka konseptual akuntansi.
Sebagai tambahan, seperti halnya dengan isu praktik audit, bagian ini mencoba untuk
meminimalkan penjelasan tentang peraturan yang rinci dan spesifik serta bergantung secara
geografis untuk audit perusahaan. Dalam dunia yang cepat berubah, dan dengan meningkatnya
intervensi oleh negara dalam urusan bisnis perusahaan dengan peraturan yang kompleks,
dan memastikan bahwa audit perusahaan berorientasi pada tujuan, postulat dan konsep yang
ditetapkan.

9. Struktur Dasar Teori Audit


Bagian ini berkaitan dengan sifat dan peran audit dalam masyarakat kontemporer dan
aktivitas bisnis perusahaan secara khusus. Penjelasan dan diskusi berkaitan dengan persepsi
tentang fungsi audit seperti apa yang ingin dicapai dalam praktik, bagaimana upaya untuk
mencapai tujuan ini, siapa yang mendapat keuntungan dari pencapaian dan masalah utama
yang terkait dengan aktivitas tersebut. Misi tekstual ini dilakukan dengan penjelasan dan
diskusi sejumlah topik terkait, yang jika digabungkan merupakan kerangka kerja normatif dari
teori audit perusahaan, dalam arti bahwa konsep yang ditawarkan diarahkan dari pernyataan
tujuan menuju serangkaian prinsip dasar yang dianggap mampu mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Dengan kata lain, teori audit secara logis dimulai dengan persepsi dan keterpisahan
peran utama dan tujuan audit perusahaan. Ha ini dijelaskan dalam konteks materi pokok dan
lingkungan, konteks ini mencakup aspek-aspek yang dapat didefinisikan dari bisnis
perusahaan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam istilah akuntansi keuangan, serta
peraturan dalam penyejian informasi keuangan yang memuat pernyataan-pernyataan dan yang
akan diverifikasi dan dilaporkan oleh auditor perusahaan. Dan yang termasuk kontekstual
adalah produsen dan penerima manfaat dari verifikasi dan pelaporan tersebut yaitu, rasa
hormat, orang- orang dan organisasi yang bertanggung jawab atas produksi informasi
keuangan yang dilaporkan, dan juga pihak-pihak yang menjadi sasarannya.
Selain pengenalan awal, sejarah audit perusahaan dipelajari secara umum
untuk mengamati perubahan signifikan dalam peran, tujuan, subjek, dan penerima audit, dan
untuk menyajikan pemahaman kontekstual tentang fungsi kontemporer. Pandangan sejarah
semacam itu memberikan perspektif terhadap isu terkini dan solusi yang diajukan.
Langkah selanjutnya dalam analisis mengeksplorasi dalil dasar atau proposisi aktual
audit perusahaan. Menurut definisi, asumsi tentang fungsi yang ditentukan ini berasal dari
peran dan tujuannya yang dinyatakan, dan memberikan dukungan teoretis untuk konsep utama
dalam audit. Selanjutnya postulat audit perusahaan dalam struktur teoritis sangat diperlukan
untuk validitas dan kredibilitas teori tersebut. Jika postulat yang dinyatakan tidak dapat
dilihat dan tidak valid, maka tujuan dasar audit perusahaan tidak dapat diharapkan untuk
dipenuhi. Dengan kata lain, postulat adalah cara yang berguna untuk menilai kewajaran dan
validitas konsep konsep untuk melakukan audit perusahaan.
Elemen terakhir dalam analisis teoritis yang dibahas dalam analisis teoritis dibahas
dalam bagian ini mengenai konsep utama audit perusahaan yang mengalir dari tujuan
yang ditetapkan dan postulat terkait. Konsep-konsep ini relatif sedikit tapi mempertimbangkan
inti teori / hubungan mereka antara tujuan yang ditentukan untuk auditor perusahaan, dan cara
praktis yang berusaha mencapainya. Tanpa spesifikasi dan penerimaan konsep kunci
ini, paktik audit perusahaan direduksi menjadi serangkaian teknik audit terperinci tanpa tujuan
yang jelas atau eksplisit.

10. Sifat dan Peran Audit Perusahaan


Sifat dasar dan peran audit perusahaan dijelaskan dalam konteks keraguan dan
ketidakpastia, sehingga peran audit dibutuhkan untuk memverifikasi keraguan dan
ketidakpastian tersebut. Secara khusus, konsekuensi ekonomi yang terkait dengan verifikasi,
memiliki peran yang potensial yang dimainkannya dalam memantau perilaku, dan efek sosial
yang ditimbulkan atas aktivitas yang dilaksanakan.
Audit perusahaan secara khusus dibahas sebagai mekanisme sosial untuk membantu
memantau dan mengendalikan perilaku manajerial perusahaan, dan sebagai alat politik negara
yang secara eksplisit menandakan keinginannya untuk menyediakan sarana tata kelola
perusahaan. Secara ekonomi, auditor perusahaan diamati sebagai agen, sehingga bertindak
sebagai adjudikator dalam hubungan kontraktual yang memungkinkn berpotensi
konflik. Dengan kata lain,auditor perusahaan melakukan sejumlah peran menguatkan
informasi keuangan yang dilaporkan perusahaan.

11. Tujuan Audit Perusahaan


Seperti yang telah dijelaskan di atas, tujuan utama audit perusahaan dinyatakan dalam
bentuk konsep normatif yang berasal dari kualitas yang yang ditentukan oleh pembuat
kebijakan akuntansi untuk laporan keuangan perusahaan. Konsekuensi dari pendekatan ini
adalah bahwa tugas utama auditor perusahaan terutama dirasakan sebagai tindakan yang
membantu dalam tata kelola perusahaan dan akuntabilitas manajerial. Namun, yang lebih
spesifik lagi, melakukan verifikasi dan melaporkan relevansi dan keandalan informasi
keuangan yang diungkapkan setiap tahun oleh entitas perusahaan kepada pemegang saham dan
pihak terkait lainnya. Setelah beberapa tahun mendapatkan konsep dalam literatur akademis,
kualitas atau karakteristik pelaporan keuangan sekarang secara reguler muncul dalam literatur
kebijakan pelaporan keuangan kontemporer sebagai dasar penilaian untuk pembuatan
pernyataan fonetis perusahaan. Sehingga terbentuklah konsep standar pelaporan keuangan,
misalnya, dalam pernyataan FASB (1980) tentang kriteria kualitatif untuk pelaporan keuangan
AS, dan pernyataan prinsip akuntansi ASB (1991) yang diusulkan di Inggris.
Pendekatan normatif terhadap audit perusahaan, bagaimanapun, harus dinyatakan
dalam konteks pertanggungjawaban dan akuntabilitas yang spesifik untuk pelaporan keuangan
perusahaan yang menentukan kualitas akhir yang diharapkan dari informasi akuntansi yang
diungkapkan dengan persyaratan legal misalnya, 'pengungkapan wajar' di Amerika Serikat
(AICPA, 1992), sebuah 'pandangan yang benar dan wajar' di Inggris (Companies Act, 1985).
Hal ini menunjukkan tujuan audit perusahaan agak berbeda dari yang ditentukan oleh
para ilmuwan teori audit modern. Mauts dan Sharaf (1961), melihat audit terkait dengan
kepatuhan terhadap prinsip akuntansi dan keterbukaan akuntansi yang berlaku umum. Posisi
tersebut konsisten dengan praktik audit AS saat ini. AICPA (1992) menyatakan bahwa
"keadilan" dari laporan keuangan harus dinilai dalam kerangka "standar akuntansi yang berlaku
umum", sebuah istilah krusial yang mencakup praktik akuntansi yang berlaku saat ini. Tujuan
audit yang ditentukan dalam bab ini, bagaimanapun, lebih sesuai dengan apa yang ungkapkan
Wolnizer (1987) yang berpendapat bahwa audit harus memberikan kepastian bahwa laporam
keuangan yang terverifikasi adalah representasi independen dari posisi keuangan, dan karena
itu dapat diandalkan; dan Ruud (1989) yang merekomendasikan tujuan auditing sebagai
verifikasi korespondensi informasi yang dilaporkan dengan kenyataan ekonomi.

12. Sejarah Audit Perusahaan


Sejarah audit menunjukkan perkembangan bertahap fungsi dari aktivitas sukarela,
individu secara mendasar, terhadap peran yang biasanya diatur oleh negara dan diatur secara
profesional. Fungsi audiit juga telah mengembangkan fraksi yang pada awalnya berkaitan
dengan verifikasi kejadian fisik dan objek yang didominasi, seperti dalam sistem pengumpulan
pajak Romawi atau dalam administrasi pengawas bahasa Inggris, untuk memastikan pelaporan
kepatuhan terhadap peraturan prosedur akuntansi yang berlaku umum dan pengungkapan.
Tujuan utama studi sejarah audit ini adalah untuk menunjukkan bahwa gagasan kontemporer
dalam audit perusahaan berawal dari masa yang lebih awal. Dan khususnya, audit perusahaan
hari ini adalah puncak dari gagasan ratusan tahun yang lalu. Audit perusahaan seharusnya tidak
dianggap sebagai konsekuensi alami dari aktivitas dan pemikiran pada waktu kewaktu. Seperti
yang diungkapkan Hopwood (1987):
“Dari akuntansi prespektif auditing dapat dijadikan sebagai penciptaan residu
konsekuensi organisasi yang dapat mengubah prasyarat untuk perubahan organisasi
berikutnya. Seolah-olah transformasi organisasi menjadi kaku yang tidak hanya
berinteraksi dengan masa lalu organisasi tapi juga mengubah posiblititas untuk kehadiran
organisasi, dan juga di masa depan.”

13. Beberapa postulat audit perusahaan


Postulat adalah setiap anggapan dasar yang digunakan sebagai titik tolak dalam
pengembangan suatu disiplin. Postulat diperlukan sebagai asumsi yang harus diterima terlebih
dahulu, terlepas dari kesesuaian atau tidaknya dengan kenyataan, sebelum dikemukakan
preposisi-preposisi lainnya. Di bidang akuntansi, asumsi dasar seperti “monetary assumption,”
“going concern,” atau “periodicity,” merupakan asumsi yang harus diterima sebelum akuntansi
berbicara pada level konsep, seperti “revenue recognition” atau “matching cost against revenue
concept.”
Mautz dan Sharaf (1961) postulat dalam auditing berfungsi sebagai anggapan dasar
yang semestinya harus dipegang sebelum audit dilaksanakan. Anggapan dasar ini bisa saja
berbeda dengan kenyataan atau hasil verifikasinya, namun sebelum hasil verifikasi itu
diperoleh tidak semestinya berpendapat menyimpang dari asumsi dasar ini. Postulat audit
menurut Mautz dan Sharaf (1961):
a Asersi atau objek audit harus verifiable atau auditable.
b Auditor yang bertugas memiliki hubungan netral dan tidak mempunyai konflik dengan
objek audit.
c Asersi atau objek audit harus dipandang bebas dari kekeliruan sampai proses
pembuktian diselesaikan dan menunjukkan sebaliknya.
d Suatu sistem pengendalian internal dipandang eksis dan berjalan semestinya sampai
diperoleh bukti bahwa telah terjadi hal sebaliknya.
e Penerapan ketentuan yang berlaku (seperti standar akuntansi) diasumsikan telah
berjalan dengan konsisten sampai diperoleh bukti meyakinkan bahwa telah terjadi hal
hal sebaliknya.
f Setiap auditor berfungsi secara eksklusif dalam menjalankan tugasnya.
g Setiap auditor senantiasa diasumsikan profesional dalam pelaksanaan tugasnya dan
tingkah lakunya.
Menurut Lee dalam bukunya Corporate Audit Theory ada tiga kelompok postulat
sebagai dasar teori dalam auditing yaitu :
1. Postulat yang berkaitan dengan aspek keberadaan audit.
2. Postulat yang berfokus pada tindakan auditor dan aspek perilaku.
3. Postulat yang berfokus pada prosedur audit atau fungsional audit.
Postulat audit mendukung verifikasi laporan keuangan perusahaan yang menganggap
bahwa fungsi tersebut sangat diperlukan dan layak dilakukan. Untuk memahami tujuan dan
fungsinya, misalnya, diasumsikan bahwa audit perusahaan perlu memverifikasi relevansi dan
keandalan laporan keuangan perusahaan untuk menentukan presentasi kewajarannya, atau
kebenaran dan keadilan, karena ini akan memberi menfaat terutama bagi individu dan
organisasi yang menerima pernyataan, seperti bagian dari tata kelola perusahaan dan
akuntabilitas manajerial serta yang menentukan bahwa setiap aktivitas yang dilakukan
bermakna, misalkan dalam hal akses terhadap bukti, keterampilan teknis yang tersedia, dan
biaya yang melebihi manfaat. Jika dalam suatu kondisi pengguna laporan keuangan tidak
perduli dengan relevansi dan keandalan informasi atau audit perusahaan tidak dapat
memverifikasi laporan keuangan suatu periode, maka audit perusahaan tidak layak dan tidak
diperbolehkan dijadikan tujuan utama dari fungsi audit.

14. Konsep Audit perusahaan


Mautz dan Sharaf (1961), menggambarkan pentingnya konsep dalam struktur teori
audit, dalam melakukan identifikasi, maka mereka melakukan generalisasi yang dirumuskan
dari pengamatan dan pengalaman dan yang menjadi dasar dalam struktur teoritis. Mereka
mengambil deskripsi sederhana dan pernyataan formal, dan memberikan pemahaman tentang
struktur. Mereka memfokuskan pada studi teoritikal audit perusahaan. Misalnya, pernyataan
American Accounting Assosiation (AAA,1973), memberikan ilustrasi secara institusioanl
memberikan fokus tentang hal tersebut.
Konsep audit perusahaan dikategorikan dalam dua cara, kelompok pertama mencakup
beberapa pengertian khusus yang berkaitan dengan perilaku auditor perusahaan. Menurut Flint
(1998) di bawah label generik kompetensi yang dimiliki auditor, dimana auditor harus memiliki
pengetahuan, pelatihan, keterampilan, dan pengalaman yang cukup dalam menyelesaikan audit
perusahaan. Selain itu kategori perilaku juga mencakup konsep umum independensi auditor
yang ditentukan oleh kebanyakan teoretikus sebagai bagian utama dari keseluruhan proses
audit (misalnya, Mautz dan Sharaf, 1961, Sherer dan Kent, 1983, Wolnizer, 1987 dan Flint,
1998) Apa yang disepakati oleh para penulis ini adalah bahwa auditor perusahaan harus cukup
independen dalam pikiran dan bertindak secara obyektif dalam melaporkan audit perusahaan.
Bagian terakhir dari kategori perilaku konsep audit perusahaan adalah tanggung jawab
auditor atau audit care. Aspek teori audit ini berpendapat bahwa auditor perusahaan dapat
dimintai pertanggungjawaban atas kualitas pekerjaan mereka dan tingkat kepedulian yang telah
mereka lakukan dalam menyelesaikan pekerjaan itu. Misalnya, Mautz dan Sharaf (1961)
menulis, auditor perusahaan dengan kepedulian dan kehati-hatian dalam melakukan praktik
audit akan bertindak dengan wajar. Flint (1998,) di sisi lain, menggambarkan konsep tersebut
dengan mengacu pada apakah praktik auditor secara individu telah memenuhi standar yang
diharapkan pada saat audit.
Kelompok kedua dari konsep audit perusahaan berkaitan dengan aspek fungsi teknis.
Dalam hal ini terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yaitu pertama terkait dengan kualitas
pelaporan yang diharapkan dan ditentukan mengenai informasi keuangan yang harus
dilaporkan oleh auditor dan yang kedua mencakup persyaratan untuk mendapatkan bukti audit
yang sesuai dan memadai untuk menghasilkan kualitas yang ditentukan dari informasi yang
dilaporkan agar dapat diverifikasi dan dilaporkan oleh auditor.
Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, kualitas yang diharapkan dari informasi
keuangan yang dilaporkan, dan yang harus diperiksa oleh auditor perusahaan diungkapkan
dalam bagian ini menyangkut peraturan umum dan persyaratan hukum yang kurang matang
sehingga terkait penyajian secara wajar atau pandangan yang benar dan adil dan didalam
peraturan tentang relevansi dan keandalannya. Secara lebih spesifik, ini berarti bahwa
informasi tersebut diharapkan dapat mempengaruhi model keputusan yang mungkin diambil
oleh pengguna laporan keuangan, dan mewakili atau sesuai dengan kejadian ekonomi dan
objek yang dimaksudkan untuk menggambarkannya.
Konsep audit perusahaan yang berkaitan dengan kualitas informasi yang dapat
diverifikasi telah diungkapkan selama bertahun-tahun oleh para penulis dengan cara yang
berbeda namun belum saling terhubung. Misalnya, Mauts dan Sharaf (1961)
menggambarkannya sebagai presentasi yang wajar, dan menjelaskannya sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan persyaratan pengungkapan minimum. Penulis lain, masih
kurang spesifik dan jelas dalam pengakuan mereka akan konsep semacam itu. Flint (1998),
misalnya, hanya secara singkat menyebutkan standar pelaporan keuangan dalam konteks
postulat audit yang menyatakan bahwa standar tersebut harus dianggap cukup dipahami agar
dapat berjalan secara operasional. Ruud (1989) gagal untuk menyatakan konsep tersebut secara
langsung atau eksplisit. Dan Wolnizer (1987) mengikuti pendekatan serupa terhadap Ruud
ketika dia menentukan 'kekhasan teknis' laporan keuangan yaitu kemampuan mereka yang
digunakan dalam kaitan dengan korespondensi dengan keadaan keuangan aktual dari urusan
pelaporan organisasi perusahaan.
Konsep teknis kedua adalah bukti audit yang memadai atau dapat diidentifikasi dalam
literatur audit. Dalam bagian ini, dalam melakukan audit perusahaan maka auditor harus
identifikasi, pengumpulan dan mengevaluasi bukti yang cukup dan sesuai untuk mendukung
pendapat auditor mengenai relevansi dan keandalan informasi yang dilaporkan, hal ini sesuai
dengan pandangan yang diungkapkan Mautz dan Sharaf (1961) yang menggambarkan
kebutuhan audit akan bahan bukti yang kompeten, Wolnizer (1987) menyatakan kebutuhan
audit tentang bukti yang independen agar mengotentikasi korespondensi antara pernyataan dan
fakta, dan Flint (1988) yang menyatakan bahwa tanpa bukti tidak ada audit.

15. Teori audit perusahaan dan masalah audit


Ketika menguraikan teori audit perusahaan, sejumlah masalah utama yang melekat
dalam fungsi semacam itu bisa dikenali, hal ini dikategorikan dalam hal ekspektasi eksplisit
dan implisit tertentu dari auditor perusahaan dan fungsi audit. Harapan semacam itu dipegang
oleh kepentingan eksternal dalam organisasi perusahaan, dan juga oleh negara dan praktisi
politiknya. Masalah umum dalam hal ini adalah bahwa berbagai individu dan organisasi di
masyarakat mengharapkan hasil dan manfaat tertentu dari keberadaan dan pengoperasian
fungsi audit perusahaan. Sikka et al, (1992) menggambarkan sebagai perbedaan orientasi antara
pembeli dan penjual jasa audit. Secara khusus auditor perusahaan tidak mampu atau
berkeinginan sebagai penjual untuk memenuhi tujuan audit yang diharapkan oleh pembeli.
Hasilnya adalah ketidakcocokan harapan dan prestasi yang membuat kredibilitas dan nilai audit
perusahaan diragukan.
Masalah dalam audit dapat dibagi dalam dua tema yang luas, dimana yang pertama
kekhawatiran terkait dengan ‘apa’ yang diharapkan auditor perusahaan tercapai dalam fungsi
audit dan yang kedua harapan 'bagaimana' auditor perusahaan berperilaku berkenaan dengan
aktivitas audit. Semua dapat dirumuskan secara tunggal dan disebut tekanan audit, dimana sifat
peran auditor perusahaan dalam masyarakat menempatkan mereka dalam posisi sebagai
seorang yang profesional, namun, mereka berada di bawah tekanan untuk mencapai suatu
kebenaran dengan cara-cara yang di mungkin bertentangan, baik dengan bagaimana mereka
memandang peran mereka dan bagaimana mereka dapat memuaskan penggunanya.
16. Masalah dan harapan audit Perusahaan secara spesifik
Ada berbagai harapan yang berkaitan dengan sifat, peran dan fungsi audit perusahaan,
dan masing-masing tampaknya menimbulkan masalah bagi auditor.
 Apa informasi akuntansi yang relevan sehubungan dengan model keputusan pengguna, dan
bagaimana auditor perusahaan menentukan hal ini? Para pembuat kebijakan akuntansi
baru-baru ini menentukan relevansi sebagai kualitas utama yang diharapkan dari informasi
keuangan yang dilaporkan
 Berkenaan dengan kualitas keandalan, bagaimana auditor internal melakukan autentikasi
atau tidak melaporkan informasi yang representatif dan mewakili kejadian suatu objek
ekonomi yang mendasari pelaporannya? Harapan terkait dengan pelaporan informasi yang
representatif yang telah dibuat oleh pemangku kepentingan (misalnya, FASB, 1980,
paragraf 59, dan 63, dan ASB, 1991b, paragraf 28). Tetapi tidak ada indikasi yang jelas
tentang bagaimana hal itu harus ditafsirkan dalam praktik oleh auditor dan lainnya
(misalnya, Lee, 1992a).
 Jika auditor perusahaan lebih memperhatikan bentuk hukum dan teknis dari akuntansi dan
pelaporan (sebagaimana tercermin dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum). Daripada
substansi ekonominya (sebagaimana tersirat dalam kriteria kebijakan pelaporan saat ini)?
Ada kekhawatiran yang semakin meningkat tentang dominasi dalam akuntansi keuangan
mengenai prosedur yang mencerminkan hukum atau teknis, namun gagal memastikan
substansi dari pelaporan suatu peristiwa dan objek ekonomi (Routhardford, 1988).
 Sampai sejauh mana auditor perusahaan harus bertanggung jawab atas deteksi kecurangan,
dan untuk melaporkan tindakan ilegal dan anti-sosial yang dilakukan perusahaan? Harapan
publik mulai dipastikan bahwa auditor perusahaan harus bertanggung jawab atas masalah
ini, meskipun ada penolakan secara konsisten atas tanggung jawab penuh oleh profesi
akuntansi (misalnya, Connon, 1986).
 Jika perusahaan yang diaudit dalam kesulitan keuangan atau operasional, apakah
auditornya memiliki kewajiban untuk menyelidiki dan melaporkan hal ini? Auditor
perusahaan saat ini diharapkan dapat menilai apakah organisasi tersebut berkepentingan
sebelum mengeluarkan pendapat atas laporan keuangannya dan untuk kualitas laporan
sesuai atau tidak tidak (misalnya, AICPA, 1991, p.197, di AS, dan APC, 1985 di Inggris).
Masalah dalam konteks ini berpusat pada masalah ekonomi dan keuangan untuk kualifikasi
pelaporan perusahaan, dan tekanan pada auditor tidak memenuhi syarat karena efek ini
(misalnya, Peel, 1989).
 Haruskah auditor perusahaan mewajibkan untuk melakukan audit sesuai standar, terlepas
dari ukuran organisasi perusahaan yang bersangkutan? Bila dibandingkan dengan
perusahaan besar, entitas yang lebih kecil memiliki karakteristik kontrol, manajemen dan
kepemilikan yang berbeda sehingga menyarankan proses audit disederhanakan (misalnya,
halaman, 1991 a).
 Ada juga bentuk masalah yang terkait dengan perilaku auditor perusahaan. Misalnya, apa
yang dimaksud dengan independensi auditor dalam keadaan tertentu, dan bagaimana
auditor secara efektif mempertahankan posisi independen? Dia harus independen dalam
fakta dan laporan, namun menetapkan dualitas dalam praktik dalam salah satu masalah
dalam audit (misalnya, Moizer, 1991).
 Kepada siapa auditor perusahaan bertanggung jawab di luar situasi pertanggungjawaban
kontrak yang tertulis terhadap pemilik perusahaan? Ada banyak kasus pengadilan selama
bertahun-tahun yang berusaha menyelesaikan masalah tanggung jawab auditor kepada
pihak yang dikontrak dan tidak dikontrak, namun posisinya terus tidak jelas dalam praktik
(misalnya, Gwilliam, 1991).
 Bisakah auditor perusahaan membedakan antara dua risiko yang terpisah? Risiko pertama
menyangkut pengambilan keputusan audit terkait dengan pengumpulan, evaluasi dan
pelaporan bukti audit. Dan yang kedua berkaitan dengan risiko bisnis, dalam arti
mempertimbangkan konsekuensi ekonomi dari penilaian audit dalam hal tuntutan hukum
potensial (misalnya, Johnson, 1992).
 Jika auditor perusahaan memiliki peran kepada masyarakat yang lebih luas maka situasi
saat ini apakah membuktikan kualitas informasi keuangan yang dilaporkan? Persepsi
auditor perusahaan terhadap eksposur litigasi mereka, dan penalti keuangan yang terkait
dengan hal ini, dapat menjadi hambatan bagi perluasan peran mereka. Lebih spesifik lagi,
pertanyaannya adalah apakah tugas audit, harus berurusan dengan masalah perusahaan lain
yang relevan dengan berbagai kepentingan eksternal yang melampaui pemegang saham
(misalnya, Willmott, 1991).
 Mengingat jumlah kegagalan perusahaan besar dalam beberapa tahun terakhir yang telah
mengundang kecurigaan kegagalan audit, sejauh mana auditor perusahaan berusaha
memenuhi kontak sosial mereka untuk melindungi kepentingan publik sehubungan dengan
kecurangan manajerial dan mempertahankan independensinya (misalnya , Briloff, 1998;
dan Mitchell di al., 1991)?
Chapter 2: KERAGUAN, VERIFIKASI DAN AUDIT PERUSAHAAN
1. Overview
Menyediakan perluasan materi mengenai audit sebelum melanjutkan ke tujuan
berikutnya, hal ini dilakukan dengan cara yang pertama: memperhatikan topik audit secara
umum, kemudian mengembangkan beberapa macam penjelasan dan diskusi disertai dengan
konteks organisasi perusahaan yang spesifik. Tujuan spesifik dari chapter ini menyajikan
perkembangan audit perusahaan dalam masyarakat umum dan khususnya dalam perusahaan
itu sendiri.

2. Keraguan, Ketidakpastian, verifikasi dan Audit


Untuk memahami sifat dan tujuan praktik audit suatu perusahaan, perlu untuk
memahami dua hal yang relatif sederhana dan saling terkait yaitu :
 Mengidentifikasi faktor-faktor yang muncul dalam aktivitas manusia yang memicu
keraguan dan ketidakpastian.
 Munculnya keraguan dan ketidakpastian, sehingga membutuhkan verifikasi audit untuk
mengurangi atau menghapus faktor penyebab tersebut.
Bukti yang mendukung proposisi ini bisa diobservasi dalam aktivitas manusia sehari-
hari dan contohnya kemuadian akan dibahas pada chapter ini. Verifikasi adalah suatu hal yang
bisa dilakukan dalam praktek manusia. Ketika hal itu menjadi suatu yang formal dan memiliki
sebuah kerangka yang menghubungkan antara gagasan dan praktek, maka hal tersebut dapat
dikatakan sebagai struktur dasar dalam audit.
Bukanlah tidak beralasan untuk menyarankan bahwa ciri aktivitas manusia yang teratur
dan konsisten dalam melakukan tindakan, memberikan informasi tentang tindakan, dapat
mempengaruhi pemikiran dan perilaku orang lain. Karena konsekuensi pengaruh-pengaruh ini
yang berdampak pada perilaku manusia, ada pertanyaan yang tak terelakkan dan sering kali
otomatis mengenai kredibilitas tindakan atau informasi yang bersangkutan. Dengan kata lain,
keraguan tentang 'sesuatu' di dunia nyata diciptakan, dan ketidakpastian yang dihasilkan perlu
ditentukan. Hal ini memerlukan beberapa dari proses verifikasi untuk menetapkan atau
menyangkal kredibilitas 'sesuatu' yang bersangkutan.
Bergantung pada sifat keraguan dan keadaan, verifikasi terjadi secara intuitif atau
intruksi, langsung atau tidak langsung, ahli atau kasar, secara eksplisit atau implisit, dan formal
atau informal. Apapun mekanismenya, verifikasi dapat digambarkan sebagai bentuk audit yang
dilakukan dengan tujuan menetapkan tingkat korespondensi antara objek keraguan dan
beberapa kriteria yang dapat diterima dan dapat dinilai. Semakin besar korespondensi atau
kesepakatan antara objek dan kriterianya, semakin besar kemungkinan untuk menghilangkan
atau mengurangi keraguan dan akibatnya ketidakpastian mengenai hal itu.
Kebutuhan manusia untuk mengurangi atau menghilangkan keraguan adalah apa yang
membentuk praktik dasar proses verifikasi secara umum, dalam fungsi audit khususnya.
Kebutuhan ini juga menentukan peran sosial, ekonomi dan psikis audit secara umum dalam
melaksanakan verifikasi. Verifikasi dalam auditing berfungsi menstabilkan dalam prilaku dan
kebiasaan dari manajemen, Murphy (1943) menyatakan: Kapasitas untuk melindungi
informasi, menilai reabilitas keaslian dan menggunakan kecerdasan dalam penyelidikan adalah
alasan yang penting dalam aktivitas manusia. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
tujuan dilaksanakannya audit atas suatu perusahaan adalah untuk menghilangkan keraguan
shareholders dan pihak-pihak lainnya mengenai informasi keuangan yang disajiakan.

3. Contoh Keraguan, Ketidakpastian dan Verifikasi


 Seorang pasien mencari diagnosis ahli tambahan mengenai kondisinya atas pengobatan
yang telah diresepkan oleh dokter sebelumnya. Yang diragukan dalam situasi ini adalah,
diagnosis medis dan resep yang diberikan.
 Sebuah perusahaan penerbit manuskrip mencari ahli dasar dengan yang menolak dan
menerima naskah untuk dipublikasikan. Kemampuan pemasaran dan penjualan dari
naskah ini merupakan keraguan awal dari suatu perusahaan penerbit.
 Aksi slow-mention di ulang dalam sebuah pertandingan sepakbola. Subjek keraguan
yang ditunjukkan dalam kasus ini adalah tindakan yang diambil oleh wasit, yang
dipertanyakan oleh pemain, pelatih dan penonton.
 Penilaian eksternal program doktor sebuah universitas dilakukan dengan mengevaluasi
mahasiswa terkait kinerja pengajar tersebut. Relevansi dan kualitas silabus adalah hal
yang diragukan dalam program yang ada disebuah universitas.
 Survey properti dilakukan oleh orang yang akan membeli bangunan. Kondisi property,
sebagaimana yang didiskripsikan di dalam brosur oleh agen adalah ketidakpastian
pembeli potensial.

Dalam masing-masing kasus ini, ada keraguan yang relatif jelas yang mengakibatkan
ketidakpastian tentang fenomena yang diamati. Fenomena semacam itu bisa berupa benda fisik
yang memiliki kualitas nyata dan tidak berubah subtantial dalam jangka pendek, seperti
manuskrip yang diserahkan ke penerbit. Atau bisa juga berupa peristiwa masa lalu yang
melibatkan tindakan nyata yang diamati dan dicatat, namun tidak memiliki kemampuan saat
ini, seperti tindakan dalam permainan bola. Hal ini juga dapat berhubungan secara tidak
langsung dengan fenomena yang lebih tidak berwujud dan tidak mudah diamati yang berubah
dengan cepat dan material seiring berjalannya waktu, seperti dalam kasus kesehatan pasien ini.
Dari contoh-contoh diatas situasi yang menciptakan permintaan untuk beberapa bentuk
verifikasi sangat bervariasi. Semua kasus yang dikutip berkaitan dengan beberapa fenomena
dunia nyata yang perlu diamati untuk mencapai ukuran verifikasi. Namun, beberapa fenomena
dapat diamati, dan karena itu diverifikasi, lebih mudah daripada yang lain. Variasi ini sebagian
berkaitan dengan sifat dari fenomena individual (khususnya yang bersifat berwujud atau tidak
berwujud, atau sebaliknya, ini adalah aspek fisik dunia nyata atau deskripsi yang terakhir),
pengaruh waktu terhadapnya (perubahan bentuk dari waktu ke waktu dapat berarti hanya
berlaku pada saat tertentu saja), dan ketersediaan bukti yang sesuai untuk diverifikasi
(terkadang situasinya kaya dengan bukti, di sisi yang lain tidak).
Contoh di atas juga mengungkapkan bahwa situasi keraguan, ketidakpastian dan
verifikasi biasanya melibatkan segitiga hubungan manusia. Hal yang mendasar, ada hubungan
antara keraguan dan pencipta keraguan yaitu, satu orang (atau orang lain) tidak yakin tentang
keadaan, kualitas atau kondisi dari fenomena yang menjadi tanggung jawab orang kedua (pihak
yang lain). Misalnya, calon pembeli properti tidak nyaman dengan klaim yang dibuat oleh
vendor dan agennya mengenai kondisi bangunan, sehingga verifikasi dilaksanakan oleh pihak
ketiga yang dianggap memiliki pandangan objektif.

4. Verifikasi dan Fungsi Audit


Verifikasi dilakukan melalui prosedur yang dapat diamati dan dilaporkan. Verifikasi
digunakan untuk mengurangi ketidakpastian, istilah yang muncul biasanya dikaitkan dengan
aktivitas yang secara eksplisit dan bersifat secara audit yaitu melibatkan seseorang yang
digambarkan sebagai auditor. Selain itu, dalam situasi yang paling obyektif sesuai untuk
deskripsi sebagai audit, identifikasi individu sebagai auditor terlihat jelas karena mereka
dipekerjakan untuk melakukan kegiatan yang secara khusus disebut audit.
Contoh yang sering kita jumpai dalam akuntansi adalah penggunaan akuntan
profesional dengan bebas memberikan opini secara eksplisit terkait dengan kualitas laporan
kauangan yang dipublikasikan kepada pengguna. Sehingga keraguan dan ketidakpastiann atas
laporan keuangan yang dipulikasikan dapat dihilangkan, sehingga degan melalui proses
tersebut informasi keuangan telah memenuhi standar kualitas yang ditentukan. Audit dapat
didefinisikan sebagai berikut:
 Menurut APC (1980)
Audit adalah pemeriksaan independen dan pengungkapan opini atas laporan keuangan
dengan menunjuk auditor dalam melakukan proses audit dengan patuh dan relevan menurut
undang-undang.
 American Accounting Assciation (AAA, 1973)
Menyatakan bahwa audit adalah proses kritis yang didesain untuk menilai informasi
ekonomi yang berguna. Fungsi Audit adalah proses yang sistematik dan objektif yang
mengevaluasi bukti mengenai tindakan ekonomi dan suatu kejadian, serta memastikan
kesesuaian antara asersi (yang diklaim) dan kriteria yang dibangun dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak yang terkait.
 Wallace (1985)
Audit atas laporan keuangan memperhatikan fungsi agensi dan biaya dalam situasi dimana
agen (direktur atau manajer) tidak dipercayai oleh prinsipal (shareholder) untuk mengelola
sumberdaya dan aktivitas operasional perusahaan, lalu meminta penguatan melalui laporan
setelahnya.
 Ball (1989)
Auditor dapat dilihat sebagai arbiter untuk menentukan konsistensi laporan keuangan oleh
agen dengan ditentukan prosedur akuntansi yang berlaku.
 Amstrong (1991)
Interpretasi dari audit adalah bagian dari agensi yang menganggap hubungan pemilik
dengan manajeman berdasarkan loyalitas dan kesetiaan.

5. Laporan Keuangan dan Verifikasi


Verifikasi atas laporan keuang adalah suatu ide yang telah lama dilaksanakan, dan telah
di praktekkan dalam hampir setiap dekade yang melibatkan aktivitas ekonomi hal ini telah
dibuktikan oleh Brown (1905) dan Littlaton dan Zimmarman (1962). Di UK dan US
pelaksanakan audit telah dilaksanakan sejak abad ke-19 (Lee, 1990 dan Boockhold, 1983)
dengan pendapat bahwa laporan keuangan sangat kuat dan memiliki bentuk secara eksplisit
dapat diverifikasi sebagai kualitas utama yang diharapkan dalam laporan keuangan.
Misalkan penelitian yang dilakukan oleh AAA dan Paton dan Littleton (1947)
menyatakan verifikasi atas bukti audit adalah salah satu konsep penting dalam akuntansi. Dan
Accounting Standar Commite (ASC, 1975) menyatakan bahwa kredibilitas informasi keuagan
meningkat jika diverifikasi secara independen. Solomon (1989) dalam institut Chartered
Accountant mengungkapkan keandalan dalam konteks akuntansi mensyaratkan tidak hanya
mengungkap laporan keuangan secara wajar namun harus mewakili dari setiap aktivitas yang
dilakukan.
FASB (1980) mengungkapkan pernyataan yang dapat diverifikasi merupakan
karakteristik kualitas dari informasi akuntansi dan sub konsep yang lebih utama dalam
menentukan kriteria yang reliabel. Dan lebih lanjut terkait dengan reliabel dan verifiabel dapat
dilihat pada jurnal Chambers (1966) dan Sterling (1985). Mereka menyatakan bahwa reabilitas
cukup berkaiaten dengan angka dan fenomena yang dilaporkan serta laporan keuangan harus
dapat diverifikasi untuk meyakinkan kesesuaiannya.

6. Relevansi, Reliability dan verifikasi


Fokus utama kegiatan yang dilakukan oleh seorang auditor adalah melihat relevansi
laporan keuangan yang dilaporkan sehingga mempengaruhi keputusan orang-orang yang
berkepentingan dan reliabilitas dalam pengungkapkan fenomena ekonomi secara wajar,
Sehingga dengan fungsi tersebut dapat mengurangi keraguan dan ketidakpastian sehubungan
dengan laporan keuangan yang disajikan manajemen.
Peran auditor perusahaan adalah untuk mengetahui proses verifikasi yang didesain
untuk melaporkan ketaatan laporan keuangan yang dipublikasikan dengan kriteria yang
berkualitas dan dengan demikian menghapus keraguan dan ketidakpastian mengenai
pernyataan-pernyataan sebagai bagian dari corporate governance dan akuntabilitas manejerial.

C KESIMPULAN
 Teori audit merupakan kerangka berfikir yang menghubungkan antar pernyataan dalam hal
mengelola manjelaskan dan memperdiki keadaan yang sebenarnya. Dan Audit dibutuhkan
agar meningkatkan kepercayaan stakeholder terhadap kualitas informasi keuangan,
terutama bagi investor (pemilik) dan kreditor.
 Audit perusahaan berfungsi untuk mengidentifikasi ketidakpatuhan perusahaan terhadap
undang-undang, sehingga auditor perusahaan berusaha untuk mengkonfirmasi kualitas
informasi keuangan yang dilaporkan dan yang dianggap berguna dalam berbagai situisi
pengambilan keputusan ekonomi.
 Teori normatif dan positif dalam akuntansi berkaitan dengan audit. Teori normatif identik
dengan kata “apa yang harus dilakukan” sedangkan teori positif “apa yang dimaksud
dengan”.
 Postulat dalam auditing berfungsi sebagai anggapan dasar yang semestinya harus dipegang
sebelum audit dilaksanakan. Anggapan dasar ini bisa saja berbeda dengan kenyataan atau
hasil verifikasinya, namun sebelum hasil verifikasi itu diperoleh tidak semestinya
berpendapat menyimpang dari asumsi dasar ini.
 Konsep audit perusahaan dikategorikan dalam dua cara, kelompok pertama mencakup
beberapa pengertian khusus yang berkaitan dengan perilaku auditor perusahaan dan
kelompok kedua dari konsep audit perusahaan berkaitan dengan aspek fungsi teknis.
 Verifikasi dalam auditing berfungsi menstabilkan dalam prilaku dan kebiasaan dari
manajemen, Murphy (1943) menyatakan: Kapasitas untuk melindungi informasi, menilai
reabilitas keaslian dan menggunakan kecerdasan dalam penyelidikan adalah alasan yang
penting dalam aktivitas manusia.
 Audit adalah pemeriksaan independen dan pengungkapan opini atas laporan keuangan
dengan menunjuk auditor dalam melakukan proses audit dengan patuh dan relevan menurut
undang-undang.

Referensi
Tom Lee (1994). Corporate Audit Theory. Chapman & I. London

Anda mungkin juga menyukai