Anda di halaman 1dari 22

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.A

Umur : 38 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Komp Mabesad

Pekerjaan : Anggota TNI AD

Pendidikan : SLTA

Tgl. Pemeriksaan : 25 Oktober 2018

II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 25 September 2018

Keluhan Utama : Rasa mengganjal pada mata

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke poliklinik mata dengan keluhan Rasa mengganjal
pada mata kanan. Keluhan Rasa mengganjal pada mata kanan dirasakan
sudah ±1 minggu namun keluhan semakin memberat sejak 3 hari terakhir
SMRS.
Rasa mengganjal disertai dengan gatal. Pasien mengatakan keluhan
terkadang disertai dengan mata merah dan sering berair tetapi tidak pernah
ada rasa pasir saat pagi hari. Keluhan disertai dengan rasa nyeri ataupun
gatal, keluhan disertai dengan penurunan penglihatan pada mata kanan.
Pasien tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus.
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat TB Paru.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit mata yang sama.

Riwayat Obat-obatan :
Pasien tidak sedang menggunakan obat tetes mata.

Riwayat Operasi :
Pasien tidak pernah operasi mata sebelumnya.

Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku sering mengusap matanya dengan keras hingga merah.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital:
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 88 x/ menit
 Pernapasan : 20 x/ menit
 Suhu : 36.5 OC
Status Generalis : dalam batas normal.

1
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Visus VOD: 6/6 VOS: 6/6

Koreksi TTK TTK

Muscle Balance Orthotropia

Gerakan Bola Mata Normal ke segala arah Normal ke segala arah

Palpebra Superior Entropion -, ektropion -, Entropion -, ektropion -,


lagoftalmus -, ptosis -, lagoftalmus -, ptosis -,
blefarospasme - blefarospasme -

Palpebra Inferior Entropion -, ektropion -, Entropion -, ektropion -,


lagoftalmus -, ptosis -, lagoftalmus -, ptosis -,
blefarospasme - blefarospasme -

Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

App. Lakrimal Punctum terbuka, Punctum terbuka, sumbatan (-)


sumbatan (-)

Konjungtiva Tarsal Corpal -, folikel -, papil - Corpal -, folikel -, papil -


Superior

Konjungtiva Tarsal Corpal -, folikel -, papil - Corpal -, folikel -, papil -


Inferior

Konjungtiva Bulbi Tenang Tenang

Kornea Jernih, tidak terlihat Jernih, tidak terlihat adanya erosi


adanya erosi atau ulkus. atau ulkus.

COA Sel flare (+) Sel flare (+)

2
Pupil Bulat, isokor Bulat, isokor

Diameter ±2 mm ±2 mm

RC Direk/Indirek +/+ +/+

Iris Sinekia posterior(+) Sinekiia posterior (-)

Lensa Keruh tidak rata, Shadow Keruh tidak rata, Shadow Test (-)
test (+)

Visus : VOD = 6/6

VOS = 6/6

Tonometri palpasi : TIO OD=OS dalam batas normal

Tonometri Schiotz : TIO OD=OS dalam batas normal

Pemeriksaan lain : tidak dilakukan

Gambar 3. Sel flare (+) pada pemeriksaan Slit Lamp

3
IV. Resume

Pasien laki-laki, berusia 38 tahun datang ke poliklinik mata dengan


keluhan rasa mengganjal pada mata kanan semakin memberat sejak 3 hari
SMRS. Keluhan disertai dengan rasa gatal, penurunan penglihatan pada
mata kanan. Pasien memiliki tidak riwayat hipertensi yang terkontrol dan
meminum obat.

Pada pemeriksaan oftalmologi


OD: lensa tida keruh dengan cell flare (+)..
Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 6/6
VOS= 6/6
Tonometer palpasi = TIO ODS dalam batas normal.

V. Diagnosis
Iridosiklitis

VI. Diagnosis Banding

a. Konjungtivitis.
b. Keratitis atau keratokonjungtivitis
VII. Usulan Pemeriksaan Penunjang
Rencana Pemeriksaan : -
VIII. Rencana Penatalaksanaan
cendoxitrol
Metilprednisolon
Cendotropin

4
IX. Prognosis

OD OS

Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad Functionam ad bonam ad bonam

Quo ad Sanactionam ad bonam ad bonam

Quo ad Cosmetica ad bonam ad bonam

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 . Anatomi

Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding

bola mata terdiri atas sclera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa,

uvea, badan kaca dan retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola

mata setelah sclera dan tenon. Uvea merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris,

badan siliar dan koroid.7 Bagian ini adalah lapisan vaskular tengah mata dan

dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini ikut memasukkan darah ke retina(2).

a). Iris

Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu


permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak
bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera

6
anterior dari kamera posterior, yang masing-masing berisi aqueus humor. Di
dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen
pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan
epitel pigmen retina ke arah anterior(2).

Pasok darah ke iris adalah dari sirkulus major iris. Kapiler-kapiler iris
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya tidak
membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Persarafan iris adalah
melalui serat-serat di dalam nervus siliares(2). Iris mengendalikan banyaknya
cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh
keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan
melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas
simpatik(2).

b). Korpus Siliaris

Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan


melintang, membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris
(sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak
ombak,pars plikata dan zona posterior yang datar, pars plana. Prosesus siliaris
berasal dari pars plikata. Prosesus siliaris ini terutama terbentuk dari kapiler-
kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vortex. Kapiler-kapilernya besar
dan berlobang-lobang sehingga membocorkan floresein yang disuntikkan secara
intravena. Ada 2 lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di sebelah
dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen
di sebelah luar, yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina.
Prosesus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk
aqueus humor(2).

c). Khoroid

7
Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera.
Khoroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid; besar, sedang dan
kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam khoroid, semakin lebar
lumennya. Bagian dalam pembuluh darah khoroid dikenal sebagai khoriokapilaris.
Darah dari pembuluh darah khoroid dialirkan melalui empat vena vortex, satu di
masing-masing kuadran posterior. Khoroid di sebelah dalam dibatasi oleh
membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di
antara khoroid dan sklera. Khoroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus
optikus. Ke anterior, khoroid bersambung dengan korpus siliare. Agregat
pembuluh darah khoroid memperdarahi bagian luar retina yang mendasarinya(2).

2.2 Definisi

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar
(pars plicata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata,
kornea dan sklera. Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang
disebut iritis atau mengenai badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan
disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis anterior.3,4

2.3. Epidemiologi

Di Indonesia belum ada data akurat mengenai jumlah kasus uveitis. Di


Amerika Serikat ditemukan angka kejadian uveitis anterior adalah 8-12 orang dari
100.000 penduduk per tahun. Insidennya meningkat pada usia 20-50 tahun dan
paling banyak pada usia sekitar 30-an.4

Menurut American Optometric Association (AOA), berdasarkan


etiologinya ada beberapa factor resiko yang menyertai kejadian uveitis anterior
antara lain, penderita toxoplasmosis dan yang berhubungan dengan hewan
perantara toxoplasma. Beberapa penyakit menular seksual juga meningkatkan
angka kejadian uveitis anterior seperti sifilis, HIV, dan sindroma Reiter(3).

2.4. Etiologi

8
Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau
agen lain dari luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun,
keganasan, mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya
infeksi tuberkulosis, herper simpleks. Etiologi uveitis dibagi dalam :1,3
Berdasarkan spesifitas penyebab :
1. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi,
ataupun parasit yang spesifik.
2. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau
antigen yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen
antibodi dengan predileksi pada traktus uvea.

Berdasarkan asalnya:
1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi
intraokuler, ataupun iatrogenik.
2. Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan,
mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya
infeksi tuberkulosis, herpes simpleks.

2.5. Klasifikasi

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi
uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara
anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. Penyakit peradangan traktus uvealis
umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan.
Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.1,3,5

9
1. Klasifikasi berdasarkan Anatomis
a) Uveitis anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris
atau disebut juga dengan iridosiklitis.

b) Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang
disertai dengan peradangan vitreous.
c) Uveitis posterior
Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.
d) Panuveitis
Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.

2. Klasifikasi berdasarkan Klinis

10
a) Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat
simptomatik.
b) Uveitis kronik
Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.

3. Klasifikasi berdasarkan Etiologis


a) Uveitis infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri
b) Uveitis non-infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.

4. Klasifikasi berdasarkan patologis


a) Uveitis non-granulomatosa
Infiltrat dominan limfosit pada koroid.
b) Uveitis granulomatosa
Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus

2.6. Patofisiologi
Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya
dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi
perikorneal atau pericorneal vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini
akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit
lamp) hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil
dengan gerak Brown (efek Tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses
keradangan akut.5
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang di dalam BMD yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke

11
dalam BMD, dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama
(kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea,
disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic precipitate,yaitu:6

1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang
difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan


berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan
fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian
anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang
disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang
disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut
oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular
oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mat belakang
ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan
akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans. Selanjutnya
tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma
sekunder.
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang
menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila
peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat
dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca)
ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul
tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).5,6
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera
ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang
semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi
akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.

12
2.7 Gambaran Klinis

Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri,
penurunan tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis
gejala uveitis anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses
radang yang hebat sedang terjadi.1,6,7
1). Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa

Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit,


injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau
injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus.
Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea
dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit
seluler pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan
petunjuk bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan
inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium
KP, large KP dan fresh KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster
danFuch’s uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis
anterior akut maupun kronis. Large KPbiasanya jenis mutton fat biasanya erdapat
pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna
putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu,akan berubah menjadi lebih
pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin
dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil
menjadi tidak teratur.

2). Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa

Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan


berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea.
Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil
sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior.
KP mutton fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior

13
kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul
Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh
stroma iris disebut nodul Busacca.

2.8. Diagnosis

Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,


pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

1). Anamnesis

Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien,


misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat
penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien.3,8

Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain:

 Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika

mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah
pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang
segera setelah muncul.
 Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang
dapat menambah rasa tidak nyaman pasien
 Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
 Pandangan kabur (blurring)
 Umumnya unilateral

2). Pemeriksaan Oftalmologi

 Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun


 Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada
mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan

14
produksi cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO
juga dapat meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow)cairan akuos.
 Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus
yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
 Kornea : KP (+), udema stroma kornea
 Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion.
Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses
inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada
pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4
ditentukan dari:
 0 : tidak ditemukan sel
 +1 : 5-10 sel
 +2 : 11-20 sel
 +3 : 21-50 sel
 +4 : > 50 sel

Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah
iris yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan
indikasi bagi pengobatan.9 Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan
pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut:

 0 : tidak ditemukan flare


 +1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
 +2 : moderat, iris terlihat bersih
 +3 : iris dan lensa terlihat keruh
 +4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos

Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit


terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.

 Iris : dapat ditemukan sinekia posterior

15
 Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat
pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat
ditemukan bila pasien mengalami iritis berulang.

3). Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk


uveitis anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon
terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior
tetap tidak responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk menemukan
diagnosis etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto
rontgen sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis
ankilosa. Pada kelompok usia yang lebih muda, artritis reumatoid juvenil harus selalu
dipertimbangkan khususnya pada kasuskasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah
untuk antinuclear antibody dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya
dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis
dengan KP mutton fatmemberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks
sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta
serum angiotensineconverting enzyme sangat membantu.9,10

Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan


pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan perkiraan
akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27 ditemukan pada
sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit
terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibodi
terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya,
seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam usaha penegakan
diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau konsultasi dengan bagian lain
seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto rontgen, ahli penyakit anak atau
penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus uveitis

16
akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis dengan
fokus infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.7

2.9 Diagnosis Banding

Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:


a. Konjungtivitis.
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada
kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi
siliaris.
b. Keratitis atau keratokonjungtivitis.
Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada rasa
sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan
herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
c. Glaukoma akut.
Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior dan
korneanya “beruap”.

2.10 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk


mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah
terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula,
pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan
terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Adapun terapi uveitis anterior dapat
dikelompokkan menjadi :6,8,9

Terapi non spesifik


1. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat
pemberian midriatikum.
2. Kompres hangat

17
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk
meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.
3. Midritikum/ sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks,
sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat panyembuhan. Selain itu,
midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun
melepaskan sinekia yang telah ada. Midriatikum yang biasanya digunakan
adalah:
- Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
- Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
- Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

4.Antiinflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis
sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler :
- Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
- Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
- Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
- Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg per
hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang
mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal selama lebih
dari dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.

Terapi spesifik

18
a. Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior
telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang
sering diberikan berupa antibiotik, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid
Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid secara per oral dengan
Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul.
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan
diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa
memandang penyebabnya.

Terapi terhadap komplikasi

a. Sinekia posterior dan anterior


Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior,
perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

b. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada

Terapi konservatif :
Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam
Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam

Terapi bedah :
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.
 Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi
perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau
PAS) dilakukan bedah filtrasi.
 Sudut terbuka : bedah filtrasi
2.11 . Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:2,10

a. Sinekia anterior perifer.

19
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang
menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera
anterior) sehingga dapat menimbulkan glaucoma.

b. Sinekia posterior
Dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humor di
belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan.
c. Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak
Katarak merupakan komplikasi lebih lanjut yang serius, yang dapat dilihat
setelah serangan uveitis anterior yang berulang. Hal ini selalu memberikan
efek awal pada daerah subcapsular posterior dari lensa dan sayangnya, dapat
menganggu penglihatan pada stadium dini. Katarak juga dapat terjadi pada
penggunaan steroid topical dan sistemik jangka panjang.
d. Edema kistoid makular dan degenerasi makula
Dapat timbul pada uveitis anterior yang berkepanjangan.

2.12 Prognosis

Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis


secara awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama
jika ada penyebab sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih
waspada terhadap tanda dan mengobati dengan segera. Prognosis visual pada iritis
kebanyakan akan pulih dengan baik, tanpa adanya katarak, glaucoma atau
posterior uveitis.7,10

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Moorthy RS. 2008-2009 Basic and Clinical Science Course Section 9: Intraocular
Inflamation and uveitis. American Academy of ophthalmology. 2007.\
2. Vaughan DG. Anatomi & Embriologi Mata: Oftalmologi Umum (General
Opthalmology). Edisi 14. Widya Medica. Jakarta.
3. Vaughan DG. Traktus Uvealis & Sklera In: Oftalmologi Umum (General
Opthalmology). Edisi 14. Widya Medica. Jakarta.
4. Ming, Stew., Constable, I., Color Atlas of Ophtamology. 3th Edition. World Sciens.
New York. 2004.p.65.
5. Paramita, Galuh P. 2010. Uveitis Anterior. Available from
URL: http://www.fkumycase.net/wiki/index.php?page=mata+%22+uveitis+anterior
%22.html
6. Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. Hal. 172-4.
7. Trad MJ. Anterior uveitis. [Serial online]. [march, 24 2000]. Available
from:URL:http://www.optometry.co.uk./journal/23564/anterior_uveitis.html
8. Lang, GK. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme. Stuttgart-New York. 2000.
hal 211.
9. Teoh PC. Anterior uveitis as a clinical presentation of orbital inflammatory disease
in an adult. Vol 50. Edisi 229 [serial online]. [Januari 2009]. Available
from: URL:http://www.singaporemedj.com/2009/50/e229.html
10. Amoaku and Browning. Common Eye Diseases and their Management. 3th edition.
Springer-Verlag. London. 2006.p.143.

21

Anda mungkin juga menyukai