Disusun Oleh:
Febiola Claudini Della Primmimedika
P1337430117003
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah anatomi radiologi dengan judul
Makalah ini dibuat untuk mengetahui Pemeriksaan Sinus Paranasal dengan Patologi
Rinosinusitis Kronis juga untuk memenuhi salah satu tugas Anatomi Radiologi.
makalah ini dengan baik berkat bimbingan dari dosen anatomi radiologi Bapak Luthfi Rusyadi
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu
penulis mohon saran dan masukan dari semua pihak. Penulis berharap makalah ini dapat
Penulis
2
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan......................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................... 17
LAMPIRAN.............................................................................................................. 19
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus
frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini dilapisi
lapisan mukosa yang merupakan lanjutan mukosa rongga hidung dan bermuara di
rongga hidung melalui ostium masing-masing. Pada kondisi anatomi dan fisiologis
normal, sinus terisi udara dan pada gambaran radiograf akan tampak hitam
(radiolucent). Sering dijumpai pasien dengan keluhan nyeri pada bagian pernafasan,
bahkan nyeri tersebut menjalar sampai pada bagian wajah. Gangguan tersebut
dikenal dengan RSK yang juga diartikan sebagai gangguan akibat inflamasi mukosa
hidung dan sinus paranasalis. Adanya permasalahan yang timbul karena adanya
gangguan fungsi pernafasan, maka perlu dilakukan adanya penegakkan diagnosa. Salah
mucus dan mempertinggi pertumbuhan bakteri dan virus. Infeksi kemudian menyebar
hidung dan sinus paranasalis yang sering dilaporkan pada kunjungan berobat baik ke
5
dokter umum maupun dokter Spesialis THT. Prevalensi rhinosinusitis kronis meningkat
seiring peningkatan usia dengan prevalensi rata-rata 2,7% pada usia 20-29 tahun dan
6,6% pada usia 50-59 tahun. Namun setelah usia 60 tahun, prevalensi ini mengalami
RinoSinusitis Kronis?
Rinosinusitis Kronis
RinoSinusitis Kronis.
1.3.3 Untuk mengetahui hasil evaluasi radiograf Sinus Paranasal dengan patologi
RinoSinusitis Kronis.
6
1.4 MANFAAT PENULISAN
14.1 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah
wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya
Kronis dan mengevaluasi hasil radiograf dari Sinusitis dengan membedakan gambar
radiograf Sinus normal dan Sinusitis. Dan dapat memberi saran dan kritik yang
membangun penulis dan pembaca sehingga dapat membedakan gambaran sinus normal
dengan sinusitis, juga dapat meningkatkan mutu dan kualitas radiograf secara optimal.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sinus Paranasal adalah Rongga Sinus yang mengandung udara dan dibagi menjadi
tulang frontal, ethmoidal, dan sphenoidal. Disebut sinus paranasal karena terbentuk dari
mukosa hidung. Sinus mulai berkembang di awal kehidupan janin, pada awalnya
muncul sebagai sacculations kecil dari mukosa dan dari meatus nasal dan reses. Ketika
kantong, atau kantung tumbuh, secara bertahap membentuk sinus dan didalamnya terisi
1. Sinus Maxillary adalah Sinus terbesar. Sinus maksilaris, berpasangan dan terletak di
rahang atas. Meskipun sinus maksilaris tampak berbentuk segi empat pada gambar
lateral, mereka hampir berbentuk piramidal dan hanya memiliki tiga dinding. Kedua
sinus maksila bervariasi dalam ukuran tetapi biasanya simetris. Pada orang dewasa,
8
setiap sinus maksilaris memiliki tinggi sekitar 3,5 cm dan lebar 2,5 hingga 3
cm(Merrill’s, 2016)
2. Sinus frontal adalah sinus terbesar kedua, dan terletak di antara tulang frontal. Sinus
frontal sangat bervariasi dalam ukuran dan bentuk. Sinus ini mempunyai ukuran sekitar
2 hingga 2,5 cm. Seperti sinus maksilaris, sinus frontal mengalir ke meatus nasal
tengah(Merrill’s, 2016).
3. Sinus ethmoidal terletak di bagian lateral tulang ethmoid. Mereka terdiri dari berbagai
jumlah sel udara yang dibagi menjadi tiga kelompok utama: anterior, middle, dan
posterior. Sel-sel ethmoidal anterior dan middle bervariasi dalam jumlahnya dari dua
hingga delapan, dan setiap rongga sinus terhubung ke meatus nasal tengah. Sel-sel
posterior bervariasi dalam jumlahnya dari dua hingga enam atau lebih dan mengalir ke
sphenoidal bervariasi dalam ukuran dan bentuk dan biasanya asimetris. Mereka terletak
tepat di bawah sella turcica dan membentang antara dorsum sellae sampai sel-sel udara
hidung(Merrill’s, 2016).
9
2.2 Patologi Sinus Paranasal
Indikasi klinis pada Sinus Paranasal yang perlu diketahui adalah Sinusitis (Merrill’s,
2016):
berlangsung hanya dalam jangka waktu yang pendek (biasanya 4 minggu), dan hal itu
Sinusitis kronis atau disebut juga dengan RinoSinusitis Kronis adalah kondisi di
mana rongga di sekitar saluran hidung (sinus) meradang dan membengkak selama
setidaknya 12 minggu, sulit untuk hilang walaupun telah dilakukan perawatan. Kadang,
kondisi ini bisa mengganggu saluran pernapasan dan menyebabkan penumpukan lendir.
Malah terkadang jika bernapas melalui hidung akan menjadi sulit, area di sekitar mata
dan wajah dapat terasa bengkak, dan dapat mengalami nyeri pada wajah. Kondisi sinus
kronis dapat diakibatkan oleh infeksi, pertumbuhan pada sinus (polip hidung) atau
penyimpangan septum hidung. Kondisi ini paling umum menyerang remaja dan
10
2.3 Prosedur Pemeriksaan Radiografi Sinus Paranasal
a. Pengertian
secara radiografi dengan menggunakan sinar-x pada sinus paranasal untuk melihat
b. Persiapan Pemeriksaan
1) Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus, hanya melepas benda-benda logam yang dapat
pasien tersebut.
a) Pesawat sinar-x
b) Marker
d) Gonald shield
e) CR
f) Printer
Posisi Pasien
11
Posisi Objek
(a) Mid Sagital Plane (MSP) lurus pada pertengahan meja pemeriksaan
(d) Mengatur kepala sehingga OML membentuk sudut 370 dari bidang
IR.
Pengaturan Sinar
2) Titik bidik (CP) : Sinar masuk melalui parietal dan keluar menuju
acanthion
4) Ukuran kaset : 35 x 43 cm
12
Gambar 2.3 Hasil Radiograf Sinus Paranasal
Sinus Sphenoidalis
Septum Nasi
Tulang Fasia
Evaluasi Radiograf
Batas lateral kepala dengan batas lateral orbita kiri dan kanan tidak berjarak sama,
13
Hasil Bacaan Dokter Radiologi
Kesimpulan :
Rhinitis
14
2.4.2. Proteksi bagi petugas
15
BAB IV
4.1 Simpulan
Kronis” diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk pemeriksaan radiografi sinus
proyeksi Waters open mouth. Hal itu dikarenakan proyeksi tersebut dianggap lebih bisa
untuk menegakkan diagnosa dan mengevaluasi kasus rinosinusitis kronis pada pasien.
Dapat disimpulkan bahwa hasil radiograf untuk sinus normal akan berwarna hitam
(radiolucent) karena berisi udara, sedangkan untuk gambaran dengan patologi sinusitis bik
itu akut maupun kronis akan memberikan gambaran berwarna putih (radioopaque) karena
berisi cairan, yang dapat menyumbat sirkulasi udara didalam mukosa sinus. Dan dapat
Pada pemeriksaan radiografi sinus paranasal pada kasus rinosinusitis kronis ini,
hasil radiograf sudah dapat dievaluasi oleh dokter radiologi dan sudah mampu memberikan
16
4.2 Saran
sinus dalam satu gambaran radiograf. Sebelum pemeriksaan sebaiknya semua benda
logam diarea kepala pasien dilepas. Untuk proyeksi Waters open mouth sebaiknya
kepala pasien diekstensikan optimal agar OML membentuk sudut 370 terhadap IR. Dan
sebaiknya mulut pasien dibuka semaksimal mungkin agar sinus sphenoid tampak pada
gambar radiograf.
17
DAFTAR PUSTAKA
Rollins, Bruice W. Log dan Barbara J Smith. 2016. Merrill’s Atlas of Radiographic Positioning
18
LAMPIRAN
Gambar 2.4 Permintaan foto pasien Gambar 2.5 Hasil Bacaan Dokter
ss
19