Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ANATOMI RADIOLOGI

SINUS PARANASAL DENGAN PATOLOGI RINOSINUSITIS KRONIS


Disusun Guna Memenuhi Tugas Anatomi Radiologi

Disusun Oleh:
Febiola Claudini Della Primmimedika
P1337430117003

Dosen Mata Kuliah:


Luthfi Rusyadi ,SKM., MH.Kes., M.Sc.

PROGRAM STUDI D-III


TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI SEMARANG
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya

sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah anatomi radiologi dengan judul

“Sinus Paranasal dengan Patologi Rinosinusitis Kronis”.

Makalah ini dibuat untuk mengetahui Pemeriksaan Sinus Paranasal dengan Patologi

Rinosinusitis Kronis juga untuk memenuhi salah satu tugas Anatomi Radiologi.

Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya atas terselesaikannya

makalah ini dengan baik berkat bimbingan dari dosen anatomi radiologi Bapak Luthfi Rusyadi

,SKM., MH.Kes., M.Sc.

Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu

penulis mohon saran dan masukan dari semua pihak. Penulis berharap makalah ini dapat

bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Semarang, Desember 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 5

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 5

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 6

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................ 6

1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 8

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasalis.......................................... 8

2.2 Patologi Sinus paranasalis................................................................. 10

2.3 Prosedur Pemeriksaan Radiografi Sinus Paranasalis ........................ 11

2.4 Proteksi Radiasi ................................................................................. 14

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 16

A. Kesimpulan......................................................................................... 16

B. Saran ................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18

LAMPIRAN.............................................................................................................. 19

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Sinus Paranasal.................................................................................. 8

Gambar 2.2 Sinusitis Kronis................................................................................................ 10

Gambar 2.3 Hasil Radiograf Sinus Paranasal.................................................................... 13

Gambar 2.4 Permintaan Foto Pasien................................................................................... 19

Gambar 2.5 Hasil Bacaan Dokter Radiologi....................................................................... 19

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus

frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini dilapisi

lapisan mukosa yang merupakan lanjutan mukosa rongga hidung dan bermuara di

rongga hidung melalui ostium masing-masing. Pada kondisi anatomi dan fisiologis

normal, sinus terisi udara dan pada gambaran radiograf akan tampak hitam

(radiolucent). Sering dijumpai pasien dengan keluhan nyeri pada bagian pernafasan,

bahkan nyeri tersebut menjalar sampai pada bagian wajah. Gangguan tersebut

merupakan kumpulan gejala-gejala yang dinamakan RhinoSinusitis Kronis atau lebih

dikenal dengan RSK yang juga diartikan sebagai gangguan akibat inflamasi mukosa

hidung dan sinus paranasalis. Adanya permasalahan yang timbul karena adanya

gangguan fungsi pernafasan, maka perlu dilakukan adanya penegakkan diagnosa. Salah

satunya dengan menggunakan foto sinar-X pada bagian wajah.

Rhinosinusitis maxillaris kronis adalah peradangan sinus maxillaris yang telah

menimbulkan perubahan histologis pada mukosa, yakni fibrosis, metaplasia skuamosa,

regenerasi, metaplasia dan jaringan parut.

Pada sinusitis kronis, sumber infeksi berulang cenderung berupa stenotik.

Inflamasi menyebabkan saling menempelnya mukosa yang berhadapan dalam ruang

yang sempit, akibatnya terjadi gangguan transport mucocilia, menyebabkan retensi

mucus dan mempertinggi pertumbuhan bakteri dan virus. Infeksi kemudian menyebar

ke sinus yang berdekatan. Rhinosinusitis kronis merupakan kondisi inflamasi pada

hidung dan sinus paranasalis yang sering dilaporkan pada kunjungan berobat baik ke
5
dokter umum maupun dokter Spesialis THT. Prevalensi rhinosinusitis kronis meningkat

seiring peningkatan usia dengan prevalensi rata-rata 2,7% pada usia 20-29 tahun dan

6,6% pada usia 50-59 tahun. Namun setelah usia 60 tahun, prevalensi ini mengalami

penurunan mencapai rata-rata 4,7%. (Budiman, 2010).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan RinoSinusitis?

1.2.2 Bagaimana pemeriksaan radiologi Sinus Paranasal dengan patologi

RinoSinusitis Kronis?

1.2.3 Bagaimana hasil evaluasi radiograf Sinus Paranasal dengan patologi

Rinosinusitis Kronis

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah sebagi berikut:

1.3.1 Untuk mengetahui yang dimaksud dengan RinoSinusitis.

1.3.2 Untuk mengetahui pemeriksaan radiologi Sinus Paranasal dengan patologi

RinoSinusitis Kronis.

1.3.3 Untuk mengetahui hasil evaluasi radiograf Sinus Paranasal dengan patologi

RinoSinusitis Kronis.

6
1.4 MANFAAT PENULISAN

14.1 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah

wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya

mengenai pemeriksaan radiografi Sinus Paranasal dengan patologi Rinosinusitis

Kronis dan mengevaluasi hasil radiograf dari Sinusitis dengan membedakan gambar

radiograf Sinus normal dan Sinusitis. Dan dapat memberi saran dan kritik yang

membangun penulis dan pembaca sehingga dapat membedakan gambaran sinus normal

dengan sinusitis, juga dapat meningkatkan mutu dan kualitas radiograf secara optimal.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal

Sinus Paranasal adalah Rongga Sinus yang mengandung udara dan dibagi menjadi

tulang frontal, ethmoidal, dan sphenoidal. Disebut sinus paranasal karena terbentuk dari

mukosa hidung. Sinus mulai berkembang di awal kehidupan janin, pada awalnya

muncul sebagai sacculations kecil dari mukosa dan dari meatus nasal dan reses. Ketika

kantong, atau kantung tumbuh, secara bertahap membentuk sinus dan didalamnya terisi

udara. Sinus maksila biasanya berkembang cukup baik(Merrill’s, 2016).

Gambar 2.1 Anatomi Sinus Paranasal

1. Sinus Maxillary adalah Sinus terbesar. Sinus maksilaris, berpasangan dan terletak di

rahang atas. Meskipun sinus maksilaris tampak berbentuk segi empat pada gambar

lateral, mereka hampir berbentuk piramidal dan hanya memiliki tiga dinding. Kedua

sinus maksila bervariasi dalam ukuran tetapi biasanya simetris. Pada orang dewasa,

8
setiap sinus maksilaris memiliki tinggi sekitar 3,5 cm dan lebar 2,5 hingga 3

cm(Merrill’s, 2016)

2. Sinus frontal adalah sinus terbesar kedua, dan terletak di antara tulang frontal. Sinus

frontal sangat bervariasi dalam ukuran dan bentuk. Sinus ini mempunyai ukuran sekitar

2 hingga 2,5 cm. Seperti sinus maksilaris, sinus frontal mengalir ke meatus nasal

tengah(Merrill’s, 2016).

3. Sinus ethmoidal terletak di bagian lateral tulang ethmoid. Mereka terdiri dari berbagai

jumlah sel udara yang dibagi menjadi tiga kelompok utama: anterior, middle, dan

posterior. Sel-sel ethmoidal anterior dan middle bervariasi dalam jumlahnya dari dua

hingga delapan, dan setiap rongga sinus terhubung ke meatus nasal tengah. Sel-sel

posterior bervariasi dalam jumlahnya dari dua hingga enam atau lebih dan mengalir ke

meatus nasal superior(Merrill’s, 2016).

4. Sinus sphenoidal biasanya berpasangan dan menempati tulang sphenoid. Sinus

sphenoidal bervariasi dalam ukuran dan bentuk dan biasanya asimetris. Mereka terletak

tepat di bawah sella turcica dan membentang antara dorsum sellae sampai sel-sel udara

ethmoidal posterior. Sinus sphenoidal membuka ke celah phenoethmoidal dari rongga

hidung(Merrill’s, 2016).

9
2.2 Patologi Sinus Paranasal

Indikasi klinis pada Sinus Paranasal yang perlu diketahui adalah Sinusitis (Merrill’s,

2016):

Sinusitis adalah infeksi dan pembengkakan pada sinus akibat adanya

penyumbatan di dalamnya. Gejala sinusitis dapat terjadi secara tiba-tiba dan

berlangsung hanya dalam jangka waktu yang pendek (biasanya 4 minggu), dan hal itu

biasanya disebut sinusitis akut.

Sinusitis kronis atau disebut juga dengan RinoSinusitis Kronis adalah kondisi di

mana rongga di sekitar saluran hidung (sinus) meradang dan membengkak selama

setidaknya 12 minggu, sulit untuk hilang walaupun telah dilakukan perawatan. Kadang,

kondisi ini bisa mengganggu saluran pernapasan dan menyebabkan penumpukan lendir.

Malah terkadang jika bernapas melalui hidung akan menjadi sulit, area di sekitar mata

dan wajah dapat terasa bengkak, dan dapat mengalami nyeri pada wajah. Kondisi sinus

kronis dapat diakibatkan oleh infeksi, pertumbuhan pada sinus (polip hidung) atau

penyimpangan septum hidung. Kondisi ini paling umum menyerang remaja dan

dewasa, namun juga dapat menyerang anak-anak.

Gambar 2.2 Sinusitis Kronis

10
2.3 Prosedur Pemeriksaan Radiografi Sinus Paranasal

a. Pengertian

Pemeriksaan radiografi sinus paranasal merupakan suatu teknik pemeriksaan

secara radiografi dengan menggunakan sinar-x pada sinus paranasal untuk melihat

anatomi ataupun kelainan-kelainan pada sinus paranasal.

b. Persiapan Pemeriksaan

1) Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus, hanya melepas benda-benda logam yang dapat

menimbulkan artefak di daerah kepala seperti anting-anting, jepit rambut, dan

kacamata. Selain itu juga sebelum pemeriksaan petugas harus memberitahu

prosedur pemeriksaan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahpahamaan dari

pasien tersebut.

2) Persiapan Alat dan Bahan

a) Pesawat sinar-x

b) Marker

c) Kaset dan film ukuran 24 x 30 cm

d) Gonald shield

e) CR

f) Printer

c. Proyeksi Pemeriksaan Sinus Paranasal

Sinus Paranasal Proyeksi Waters (Open Mouth)

 Posisi Pasien

Pasien duduk menghadap bucky stand dengan kedua tangan

berpegangan pada sisi samping bucky stand.

11
 Posisi Objek

(a) Mid Sagital Plane (MSP) lurus pada pertengahan meja pemeriksaan

atau Image Receptor (IR).

(b) Mengekstensikan leher pasien.

(c) Menempatkan dagu dan hidung menempel pada bucky stand.

(d) Mengatur kepala sehingga OML membentuk sudut 370 dari bidang

IR.

(e) Memberi arahan pada pasien untuk membuka mulut semaksimal

mungkin dan tidak bergerak.

 Pengaturan Sinar

1) Arah sinar (CR) : Horizontal lurus menuju IR

2) Titik bidik (CP) : Sinar masuk melalui parietal dan keluar menuju

acanthion

3) Focus Film Distance : 100 cm

4) Ukuran kaset : 35 x 43 cm

5) Eksposi : saat pasien tidak bergerak

6) Faktor eksposi : 80 kV, 200 mA, 0,20 s

12
Gambar 2.3 Hasil Radiograf Sinus Paranasal

 Anatomi yang Harus Tampak

 Sinus Frontalis kanan-kiri

 Sinus Maksilaris kanan-kiri

 Sinus Sphenoidalis

 Sinus Ethmoidalis kanan-kiri

 Septum Nasi

 Tulang Fasia

 Evaluasi Radiograf

 Kolimasi tepat mencakup area sinus.

 Sinus Sphenoid tampak dengan proyeksi Open Mouth.

 Piramida petrosa yang tampak lebih rendah dari sinus maksilaris.

 Batas lateral kepala dengan batas lateral orbita kiri dan kanan tidak berjarak sama,

ditandai dengan adanya rotasi.

13
 Hasil Bacaan Dokter Radiologi

Sinus frontalis D/S : Normal

Sinus ethmoidalis D/S: Normal

Sinus maxillaris D : Tampak gambaran air fluid level

Sinus maxillaris S : Normal

Sinus sphenoidalis : Normal

Cavum nasi : Tampak penebalan mukosa cavum nasi

Septum nasi : Ditengah

Tulang fasia : Normal

Kesimpulan :

 Sinusitis akut maxillaris kanan

 Rhinitis

2.4 Proteksi Radiasi

2.4.1. Proteksi bagi pasien

 Pemeriksaan dengan sinar-x hanya dilakukan atas permintaan dokter

 Mengatur luas lapangan pemeriksaan sesuai dengan kebutuhan

 Menggunakan faktor eksposi yang tepat untuk menghindari pengulangan foto

 Tidak terjadi pengulangan foto karena kesalahan

 Waktu penyinaran sesingkat mungkin

 Pasien menggunakan apron

 Pasien hamil pada triwulan pertama ditunda pemeriksaannya

14
2.4.2. Proteksi bagi petugas

 Tidak menggunakan berkas sinar–x yang mengarah ke petugas

 Berlindung dibalik tabir / tirai saat melakukan eksposi

 Menggunakan alat monitoring radiasi secara continue selama bertugas

2.4.3. Proteksi bagi masyarakat umum

 Pintu pemeriksaan tertutup rapat

 Tidak mengarahkan sinar sumber sinar – X keruangan umum

 Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk ke ruang pemeriksaan

 Apabila diperlukan orang lain untuk membantu jalannya pemeriksaan, orang

tersebut harus menggunakan apron.

15
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Dari makalah dengan judul “Sinus Paranasal dengan Patologi Rinosinusitis

Kronis” diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk pemeriksaan radiografi sinus

paranasal dengan patologi rinosinusitis kronis dapat digunakan teknik pemeriksaan

proyeksi Waters open mouth. Hal itu dikarenakan proyeksi tersebut dianggap lebih bisa

untuk menegakkan diagnosa dan mengevaluasi kasus rinosinusitis kronis pada pasien.

Dapat disimpulkan bahwa hasil radiograf untuk sinus normal akan berwarna hitam

(radiolucent) karena berisi udara, sedangkan untuk gambaran dengan patologi sinusitis bik

itu akut maupun kronis akan memberikan gambaran berwarna putih (radioopaque) karena

berisi cairan, yang dapat menyumbat sirkulasi udara didalam mukosa sinus. Dan dapat

menyebabkan seseorang kesulitan bernafas hingga sakit pada bagian wajah.

Pada pemeriksaan radiografi sinus paranasal pada kasus rinosinusitis kronis ini,

hasil radiograf sudah dapat dievaluasi oleh dokter radiologi dan sudah mampu memberikan

cukup informasi yang dibutuhkan.

16
4.2 Saran

Pemeriksaan radiografi sinus paranasalis dengan patologi rinosinusitis kronis

sebaiknya menggunakan proyeksi Waters open mouth untuk menggambarkan keempat

sinus dalam satu gambaran radiograf. Sebelum pemeriksaan sebaiknya semua benda

logam diarea kepala pasien dilepas. Untuk proyeksi Waters open mouth sebaiknya

kepala pasien diekstensikan optimal agar OML membentuk sudut 370 terhadap IR. Dan

sebaiknya mulut pasien dibuka semaksimal mungkin agar sinus sphenoid tampak pada

gambar radiograf.

17
DAFTAR PUSTAKA

Rollins, Bruice W. Log dan Barbara J Smith. 2016. Merrill’s Atlas of Radiographic Positioning

and Procedures. Thirteenth Edition Vol. II. Mosby Elsevier.

18
LAMPIRAN

Gambar 2.4 Permintaan foto pasien Gambar 2.5 Hasil Bacaan Dokter

ss

19

Anda mungkin juga menyukai