Provinsi Aceh termasuk salah satu wilayah yang memiliki tingkat rawan
bencana yang tinggi, hal ini dipengaruhi oleh letak geologi. Gempa bumi yang
terjadi pada Rabu tanggal 7 Desember 2016 sekitar pukul 05.03 WIB yang
melanda Kabupaten Pidie Jaya dan sekitarnya berada pada koordinat 5.25 LU
dan 96.24 BT, tepatnya di darat pada jarak 18 kilometer tenggara Sigli Kabupaten
Pidie dan 2 kilometer utara Meureudu Kabupaten Pidie Jaya pada kedalaman 15
kmdengan berkekuatan 6,5 SR. Berdasarkan data yang dihimpun Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) dampak yang sangat besar terjadi pada
perumahan penduduk setidaknya terdapat 11.668 rumah rusak diantaranya 2.992
rusak berat, 94 rusak sedang, dan 8.582 rusak ringan.
Rekontruksi pada pembangunan perumahan masyarakat pasca gempa
biasanya melibatkan dua metode, metode tersebut adalah rekonstruksi in-situ dan
rekonstruksi yang dialokasikan kembali. Sampai saat ini tahap rekonstruksi pasca
bencana gempa di Kabupaten Pidie Jaya sedang berlangsung. Berdasarkan Inpres
No.5 Tahun 2017 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh, bahwa pemulihan
dan pembangunan kembali sarana berupa sekolah dan sekolah agama diselesaikan
paling lambat pada akhir bulan Desember 2017, dan sarana lainnya diselesaikan
paling lambat bulan Desember 2018, sementara berdasarkan rencana aksi Badan
Nasional Penanggulangan Bencana daerah Pidie Jaya di mulai pada tahun
2017sampai dengan tahun 2019.
Metode yang di gunakan pada masa rekontruksi pasca gempa di
Kabupaten Pidie Jaya pada umumnya menggunakan rekontruksi in-situ dengan
berbasis partisipasi masyarakat, rekontruksi in-situ berarti masyarakat atau desa
dibangun kembali dan penduduknya menetap di wilayah semula, adapun maksud
dari rekontuksi perumahan berbasis masyarakat adalah menjadikan masyarakat
sebagai subyek pelaksanaan rekonstruksi rumah paska gempa bumi, sehingga
mampu membangun rumah dengan dana dan sumber daya yang ada (Ariansyah
2006) . Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor :
19/PRT/M/2006 pasal 6 menyatakan Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
1
dilakukan langsung oleh masyarakat dengan difasilitasi Pemerintah Daerah yang
dibantu oleh konsultan manajemen wilayah dan fasilitator perumahan, serta
dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi.. Steinberg, 2007, menyatakan pelaksanaan
rekonstruksi perumahan berbasis masyarakat menjadi tulang punggung dalam
pembangunan yang berkelanjutan.
2
Data primer dikumpulkan dengan menyebarkan kuisioner kepada
responden dengan skala penilaian likert dan wawancara terpimpin untuk
mendapatkan data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terlambatnya waktu
mulai dan belum berjalannya dengan baik proses manajemen proyek pada
pelaksanaan rekonstruksi rumah masyarakat korban gempa. Proses manajemen
proyek didapatkan dengan membandingkan antara kajian perpustakaan dengan
hasil wawancara kepada responden. Pengumpulan data primer direncanakan
selama 1 bulan dengan cara peneliti membimbing responden secara langsung
dalam menjawab kuisioner dan wawancara.
Metode pengolahan data menggunakan metode statistik yang terdiri dari
validitas kuisoner, analisa regresi linear berganda Metode komparasi digunakan
untuk membandingkan antara proses manajemen proyek berdasrakan literatur dan
manajemen proyek yang diterapkan di lapangan dengan menggunakan bagan alir.
3
kita sebelumnya, dimana dalam kondisi itu bisa terjadi kerusakan, kematian bagi
manusia atau benda-benda maupun rumah serta segala perabot. Menurut
International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR-2000:24) bencana
adalah suatu kejadian yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia,
terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa
manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan, kejadian ini terjadi diluar
kemampuan masyarakat dengan segala sumber dayanya.
Johnson, sebagaimana dikutip oleh Pidarta mengemukakan bahwa
manajemen adalah proses mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak
berhubungan menjadi sistem total untuk menyalesaikan suatu tujuan. (Abdul
Choliq, 2011: 1). Stoner, sebagaimana dikutip oleh Handoko, menyebutkan
bahwa “manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan usaha-usaha para anggota dan penggunaan sumber daya-sumber
daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
(Abdul Choliq, 2011:2). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
manajemen adalah serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam
mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk
mencapai tujuan.
Berdasarkan Undang Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana Penyelenggaraan, penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Pada kondisi ini diperlukan
bantuan dari semua pihak untuk membantu pemulihan secara segera. Sesuai
dengan Undang Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
penangaan bencana pada tahap pasca bencana terdiri dari tahap rehabilitasi dan
rekonstruksi. (Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi
Pasca Bencana). Pada dasarnya tahapan penanggulangan bencana terdiri dari 3
tahapan yaitu pra bencana (kesiapsiagaan, mitigasi dan peningkatan kapasitas)
yang meliputi situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi bencana,
saat tanggap darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana, dan pasca
4
bencana (rehabilitasi dan rekonstruksi) yang dilakukan dalam saat setelah terjadi
bencana. Gambar di bawah ini menjelaskan tahapan penanggulangan bencana.
5
2009) . Ervianto, 2005 menyatakn bahwa semua perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, dan koordinasi suatu proyek untuk menjamin pelaksanaan
proyeksecara tepat waktu, tepat biaya dan tepat mutu.
Dimyati & Nurjaman, 2014 Siklus hidup proyek merupakan suatu metode
yang digunakan untuk menggambarkan sebuah proyek direncanakan, dikontrol,
dan diawasi sejak proyek disepakati untuk dikerjakan hingga tujuan akhir proyek
tercapai. Terdapat tahapan kegiatan utama yang dilakukan dalam siklus hidup
proyek yaitu : Tahap inisiasi proyek merupakan tahap awal kegiatan proyek sejak
sebuah proyek disepakati untuk dikerjakan, tahap perencanaan ketika ruang
lingkup proyek telah ditetapkan dan tim proyek terbentuk maka aktivitas proyek
mulai memasuki tahap perencanaan, tahap eksekusi (pelaksanaan proyek) dengan
definisi proyek yang jelas dan terperinci, maka aktivitas proyek siap untuk
memasuki tahap eksekusi atau pelaksanaan proyek, tahap tenutupan tahap ini
merupakan akhir dari aktivitas proyek, organisasi proyek tahap ini merupakan
tahapan sebuah proyek sebelum kemudian ditutup (penyelesaian).
Fungsi manajemen proyek sebagai suatu proses, manajemen mengenal
urutan pelaksanaan yang logis, yang menggambarkan bahwa tindakan manajemen
diarahkan pada pencapaian sasaran yang telah ditetapkan karena penetapan tujuan
(sasaran) merupakan tindakan manajemen yang pertama, diikuti tindakan
perencanaan (planning), organisasi (organizing) dan koordinasi (coordinating),
pelaksanaan (actuating) dan pengawasan dan pengendalian (controlling) dengan
pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara efisien dan efektif. (Dimyati &
Nurjaman, 2014:27-30). Secara umum, fungsi manajemen antara lain adalah :
Fungsi perencanaan (planning) manfaat fungsi perencanaan tersebut adalah
sebagai alat pengawas ataupun pengendali kegiatan, serta sarana untuk memilih
dan menetapkan kegiatan yang diperlukan, Fungsi Organisasi (Organizing) pada
umumnya fungsi organisasi adalah mempersatukan kumpulan kegiatan manusia
yang mempunyai pekerjaan masing-masing, saling berhubungan satu sama lain
dengan tata cara tertentu dan berinteraksi dengan lingkungannya dalam rangka
mendukung tercapainya tujuan, Fungsi pelaksanaan (actuating) Fungsi
pelaksanaan adalah menyelaraskan seluruh anggota organisasi dalam kegiatan
pelaksanaan, serta mengupayakan agar seluruh anggota organisasi dapat bekerja
6
sama dalam pencapaian tujuan bersama, Fungsi pengendalian (controlling) Fungsi
pengendalian adalah mengukur kualitas penampilan dan penganalisisan serta
pengevaluasian penampilan yang diikuti dengan tindakan perbaikan yang harus
diambil terhadap penyimpangan yangterjadi (di luar batas toleransi).
Secara luas diakui bahwa rekonstruksi pasca bencana akan lebih efektif
dengan perwujudan perencanaan bencana terjadi (Le Masurier, 2006; Sutton dan
Haigh, 2011; Amin dan Goldstein, 2008; Smith, 2010) menyatakan bahwa
Perencanaan harus diartikulasikan jelas dengan menyiapkan rencana pengelolaan
bencana dalam konsultasi dengan semua stakeholder. Le Masurier (2006)
menyoroti bahwa kerangka kerja yang jelas harus ditetapkan sebelum bencana
terjadi untuk menjadi paling efektif. Dalam meninjau pelajaran yang dipelajari
dari rekonstruksi perumahan di Indonesia, BBR (2009) mencatat bahwa kerangka
pengiriman harus mempertimbangkan dua elemen-elemen kunci: wewenang
untuk bertindak; dan durasi untuk menyampaikan.
Saiful dkk (2016) dan Nurisra dkk (2016) menyatakan bahwa manajemen
risiko memegang peranan penting dalam penyelenggaraan proyek konstruksi,
beberapa penelitian telah dilakukan pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pasca
tsunami dan gempa pada kurun waktu 2005-2009 dan menunjukan bahwa potensi
risiko paling dominan adalah kenaikan biaya material (manajemen biaya),
kesalahan perhitungan volume pekerjaan (manajemen sumberdaya manusia), dan
kebijakan pemerintah dalam kenaikan BBM (faktor exsternal). Penyelenggaraan
penanggulangan bencana di Indonesia telah ditetapkan berdasarkan PP No 21
Tahun 2008 untuk tercapainya waktu, biaya dan mutu sesuai dengan tujuan
pelaksanaan penanggulangan kebencanaan. Kontribusi yang akan dihasilkan dari
penelitian ini adalah mendapatkan model waktu, mutu, dan biaya dalam
pembangunan perumahan yang menggunakan metode dengan partisipasi
masyarakat pada tahap rekonstruksi pasca bencana yang sesuai dengan aturan,
hukum, prosedur pelaksanaan proyek di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh.
7
2.3. Tahap Rekontruksi
Berdasarkan Peraturan Kepala badan nasional penanggulangan Bencana
Nomor 4 tahun 2008 Tentang Pedoman penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana, rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum
dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. Attalla, Hegazy, &
Elbeltagi, 2004 menyatakan rekontruksi adalah yang melibatkan perluasan,
penambahan, renovasi interior, atau peningkatan kinerja fungsional fasilitas.
Labadie (2008) menambahkan bahwa rekonstruksi dapat merujuk pada pemulihan
layanan dasar dan infrastruktur pendukung kehidupan normal (dikutip dalam
Ismail dkk 2014).
Berdasarkan inpres nomor 5 tahun 2017 rekontruksi pasca bencana gempa
di Kabupaten Pidie Jaya meliputi antara lain adalah : pembangunan kembali
prasarana dan sarana, pembangunan kembali sarana sosial masyarakat,
pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, penerapan
rancangbangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dantahan
bencana, partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha, danmasyarakat, peningkatan kondisisosial, ekonomi, dan budaya,
peningkatan fungsi pelayanan publik, peningkatan pelayanan utama dalam
masyarakat.
8
pelaksanaan rekonstruksi rumah paska gempa bumi, sehingga mampu
membangun rumah dengan dana dan sumber daya yang ada. Menurut Marco dan
Anwar (2008) konsep community driven reconstruction akan lebihefektif jika
diterapkan pada pembangunan pasca bencana. Dengan pelibatan masyarakat,
proses pembangunan rumah bisa lebih cepat, timbul rasa memiliki dan mampu
menggerakkan energisosial-kolektif.
Dikutip dari Jha (2010) menyatakan bahwa rekonstruksi berbasis
masyarakat/komunitas dapat berupa bantuan keuangan atau material yang
disalurkan melalui organisasi masyarakat yang secara aktif terlibat dalam
pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Mengacu kepada model
keterlibatan masyarakat yang diajukan oleh Davidson et al. (2007), Ophiyandri et
al. (2010) menyatakan bahwa dalam rekonstruksi rumah pasca bencana suatu
program dapat disebut sebagai program yang berbasis komunitas adalah apabila
keterlibatan masyarakat berada pada tingkat dalam bentuk kolaborasi atau
pemberdayaan seperti gambar di bawah ini
9
masyarakat ini dapat menjadi wadah yang dapat mewujudkan kerjasama antara
masyarakat dan pemerintah. Adanya partisipasi masyarakat, dapatmemperbaiki
hubungan antara pemerintah dan masyarakat karena timbulnya kerjasama dalam
hal pemulihan sosial-ekonomi, pendistribusian bantuan, dan lainnya. Hubungan
yang terjalin antara masyarakat dan pemerintah dalam proses ini menunjukkan
bahwa pemerintah sebenarnya tidak dapat berdiri tanpa bantuan masyarakat
karena adanya keterbatasan pemerintah dalam mengakomodasi berbagai
kepentingan maupun sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah (Ozden, 2006).
Keefektifan dari partisipasi tersebut dapat ditingkatkan dengan motivasi
dan dilaksanakan secara kontinu (Paton dan Johnston, 2006). Proses partisipasi ini
diharapkan dapat mencapai hasil yang kosensus dan mencapai kesepakatan
bersama (Phillips, 2009). Adanya peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
program pemerintah dapat menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab di
masyarakat (Paton dan Johnston, 2006) serta mencerdaskan masyakat lokal dalam
menangani suatu masalah, terutama dalam hal kebencanaan. Akan tetapi, hingga
saat ini partisipasi masyarakat masih sebatas pada pelaksanaan program-program
teknis dan belum dilibatkan pada proses evaluasi kerja dan perencanaan program
mitigasi bencana di masa depan. Implikasi kedepannya, diharapkan masyarakat
dapat ikut terlibat, bukan hanya pada proses rekonstruksi tetapi sejak perencanaan
awal penanganan bencana hingga evaluasi keberjalanan rencana aksi
penanggulangan bencana.
Berdasarkan rencana aksi yang dilakukan oleh Satuan Kerja
Rehabilitasi/Rekonstruksi Rumah Paska Gempa Bumi Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahapan-tahapan yang di lakukan dalam pembangunan rumah
barbasis masyarakat antara lain : Pembentukan Pokmas untuk mempersiapkan
warga yang akan menerima dana bantuan untuk rekonstruksi rumah paska gempa
bumi, Penentuan prioritas/kebijakan pelaksanaan rekonstruksi rumah bagi
masyarakat, Penyusunan proposal pencairan dana, dan Pelaksanaan pembangunan
rumah oleh masyarakat
10
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam Pelaksanaan Manajemen
Proyek Konstruksi Pada Tahap Rekonstruksi
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan rumah bantuan secara
partisipatif adalahdengan melihat tingkat hunian dan kondisi sosial ekonomi
penghuni pasca dua tahun selesainya. dikutip dari Sagala et al. (2013 (in press))
menyatakan untuk mencapai keberhasilan dari setiap fase rekonstruksi perumahan
pasca bencana, peran dari aktor-aktor yang terlibat sangatlah penting. Aktor-aktor
yang terlibat beserta perannya dalam proses rekonstruksi, antara lain: pihak
Pemerintah (Pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga perangkat desa)
memiliki peran yang strategis dan teknis, yaitu mengkoordinasikan pelaksanaan
rekonstruksi, baik kepada dinas-dinas terkait maupun teknis dilapangan; Lembaga
nonpemerintah berperan lebih kepada penyediaan pendanaan dan hunian
sementara korban bencana gempa bumi; Masyarakat berpartisipasi dalam
pengoperasian dan pemeliharaan serta pengawas pada proses rekonstruksi
perumahan. Dalam hal pendanaan proses rekonstruksi perumahan pasca bencana
gempa bumi, pemerintah mengalokasikan APBN, APBD Provinsi dan APBD
Kabupaten.
Untuk mencapaikeberhasilan dalam proses pemulihan pasca bencana
khususnya rekonstruksi perumahan ada eberapa faktor yang harus dipenuhi,
seperti partisipasi masyarakat (Aldrich, 2010; Barakat, 2003; Kweit dan Kweit,
2004; Olshansky et al., 2006; Paton dan Johnston, 2006; Phillips, 2009; Yasui,
2007); sumber daya manusia (Barakat, 2003; Chang et al., 2010); aspek finansial
(Barakat, 2003; Chang et al., 2010; Phillips, 2009; Wu dan Lindell, 2004) dan
keberlanjutan (Barakat, 2003; Rubin, 1985; Wu dan Lindell, 2004). Silva (2010)
"rekonstruksi pasca bencana adalah proses yang kompleks". Selain jelas skala
pekerjaan yang diperlukan harus dilakukan, ada berbagai isu dalam
rekonstruksi pasca bencana yang mempengaruhi perkembangan tepat waktu.
Lloyd-Jones (2006) mengidentifikasi kesenjangan besar dalam pendanaan,
pengelolaan dan pengiriman, antara bantuan kemanusiaan jangka pendek dan
jangka panjang rekonstruksi. Kulatunga (2011) Daftar beberapa tantangan
dalam mengelola rekonstruksi pasca bencana, termasuk kapasitas, pendanaan,
akuntabilitas, beberapa aktor, munculnya baru organisasi, serta komunikasi
11
dan informasi, Silva (2010) menunjukkan bahwa "walaupun tidak ada
kekurangan dana, atau organisasi-organisasi yang bersedia untuk berkontribusi
terhadap rekonstruksi, membatasi faktor dalam pengiriman dan skala terbukti
menjadi ketersediaan bahan dan kekurangan keterampilan konstruksi.
Data yang digunakan didapat dari hasil pengumpulan data skunder dan
primer seperti diuraikan di bawah ini:
A. Data skunder diperoleh dari studi literatur dari penelitian terdahulu, peraturan
yang berlaku tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia
dan dari pengguna jasa yaitu BPBD, dan masyarakat yang terlibat dalam
penyelenggaraan pembangunan perumahanpasca gempa Pidie Jaya. Data-data
pendukung utama dalam penelitian ini tersebut terdiri dari dokumen proses
penyelenggaraan rekonstruksi yang dimulai dari penetapan panitia, organisasi
masyarakat penerima dana bantuan pembangunan rumah, data rumah yang
rusak. Semua data itu digunakan untuk menguraikan proses manajemen
konstruksi perumahan masyarakat korban gempa. Sumber data diperoleh dari
BPBD Kabupaten Pidie Jaya.
12
B. Data Primer diperoleh dari penyebaran kuisioner dan wawancara kepada
responden. Responden terdiri dari........... dengan jumlah responden ditentukan
menggunakan metode solvin.... .cantumkan rumusnya di bab 2. Data yang
dikumpulkan terdiridari:
1. Karakteristik responden
Sebutkan kegunaan dari karakteristik responden ini ...data apa
saja/, nama, usia, pekerjaan, data rumah yang rusak....jelaskan
bagaimana metode pengisian kuisioner ini.....Kuisioner dapat
dilihat pada Lampiran.....
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi lambannya dimulai pelaksanaan
rekonstruksi perumahan masyarakat. Variabel yang digunakan
dalam penyebaran kuisioner diambil berdasarkan beberapa literatur
yang berkaitan dengan pelaksanaan rekonstruksi perumahan
masyarakat korban bencana seperti diuraikan pada tabel di bawah
ini
W1 Belum siapnya
perencanaan
kesiapan
menghadapi
bencana
W2 Ormas yang
terkena dampak
bencana tidak
peduli dengan....
13
penyelesaiannya
14
- Dari hasil FI maka selanjutnya dapat dilakukan penilaian terhadap faktor-
faktor tersebut dengan skala penilaian sebagai berikut:
Tabel 4. Klasifikasi dan skala penilaian
Responden Ke- Penilaian Bobot
i
1 Sangat Rendah 0,000≤FI≤0,125
2 Rendah 0,125≤FI≤0,375
3 Sedang 0,375≤FI≤0,625
4 Tinggi 0,625≤FI≤0,875
5 Sangat Tinggi 0,875≤FI≤1,000
- Faktor dan variabel tersebut yang memiliki frekuensi tinggi diuji lagi
dengan Analysis Varians (Anova) untuk menunjukkan pengaruh setiap
variabel terhadap tingkat kesuksesan manajemen proyek tahap
rekonstruksi dan kemungkinan terjadinya. Dalam penelitian ini digunakan
jenis Anova dua arah karena ada permasalahan/kasus melibatkan dua
faktor. Analisis varian dua arah bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
efek atau pengaruh dari dua faktor tersebut.
- Kesimpulan dibuat dari hasil analisis berupa informasi faktor-faktor
manajemen proyek yang paling dominan terhadap kesuksesan
penyelenggaraan proyek konstruksi di daerah bencana.
3. Hasil analisis pada langkah ke 2 akan dianalisis untuk disusun model
manajemen proyek dengan mennggunakan metode Delphi. Metode Delphi
adalah metode sistematis dalam mengumpulkan pendapat dari sekelompok
pakar melalui serangkaian kuisioner, dimana ada mekanisme feedback melalui
putaran pertanyaan yang diadakan sambil menjaga anonimitas tanggapan
responden (para ahli). Teknik ini dirancang sebagai proses komunikasi
kelompok yang bertujuan untuk mencapai
4. konvergensi pendapat tentang isu isu nyata. Pertanyaan melalui tiga putaran
untuk mengambil keputusan model manajemen proyek konstruksi yang cocok
yang akan digunakan pada tahap rekonstruksi untuk masa yang akan datang.
15
Manajemen Peralatan
Kebijakan Pemerintah
16
MULAI
Literatur Review
- Data skunder
- Data primer (Penyebaran dan pengumpulan
data untuk kuisiner )
- Analisis FI
- Analisis Tingkat Kesuksesan
- Uji Anova
SELESAI
17
(kutipan sumber literatur lihat format penulisan TGA boleh juga di lihat di
internet......cara penulisannya misalnya Malahayati dkk, 218 menyatakan
bahwa....
Malahayati, N., Nurisra, & Maulina, F., 2018., Hubungan antra Waktu dan
Biaya Pada Proyek Konstruksi Dedung Di Kota Banda Aceh., Jurnal Teknik
Sipil Vol. I .....Banda Aceh
18