Anda di halaman 1dari 18

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Provinsi Aceh termasuk salah satu wilayah yang memiliki tingkat rawan
bencana yang tinggi, hal ini dipengaruhi oleh letak geologi. Gempa bumi yang
terjadi pada Rabu tanggal 7 Desember 2016 sekitar pukul 05.03 WIB yang
melanda Kabupaten Pidie Jaya dan sekitarnya berada pada koordinat 5.25 LU
dan 96.24 BT, tepatnya di darat pada jarak 18 kilometer tenggara Sigli Kabupaten
Pidie dan 2 kilometer utara Meureudu Kabupaten Pidie Jaya pada kedalaman 15
kmdengan berkekuatan 6,5 SR. Berdasarkan data yang dihimpun Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) dampak yang sangat besar terjadi pada
perumahan penduduk setidaknya terdapat 11.668 rumah rusak diantaranya 2.992
rusak berat, 94 rusak sedang, dan 8.582 rusak ringan.
Rekontruksi pada pembangunan perumahan masyarakat pasca gempa
biasanya melibatkan dua metode, metode tersebut adalah rekonstruksi in-situ dan
rekonstruksi yang dialokasikan kembali. Sampai saat ini tahap rekonstruksi pasca
bencana gempa di Kabupaten Pidie Jaya sedang berlangsung. Berdasarkan Inpres
No.5 Tahun 2017 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca
Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh, bahwa pemulihan
dan pembangunan kembali sarana berupa sekolah dan sekolah agama diselesaikan
paling lambat pada akhir bulan Desember 2017, dan sarana lainnya diselesaikan
paling lambat bulan Desember 2018, sementara berdasarkan rencana aksi Badan
Nasional Penanggulangan Bencana daerah Pidie Jaya di mulai pada tahun
2017sampai dengan tahun 2019.
Metode yang di gunakan pada masa rekontruksi pasca gempa di
Kabupaten Pidie Jaya pada umumnya menggunakan rekontruksi in-situ dengan
berbasis partisipasi masyarakat, rekontruksi in-situ berarti masyarakat atau desa
dibangun kembali dan penduduknya menetap di wilayah semula, adapun maksud
dari rekontuksi perumahan berbasis masyarakat adalah menjadikan masyarakat
sebagai subyek pelaksanaan rekonstruksi rumah paska gempa bumi, sehingga
mampu membangun rumah dengan dana dan sumber daya yang ada (Ariansyah
2006) . Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor :
19/PRT/M/2006 pasal 6 menyatakan Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi

1
dilakukan langsung oleh masyarakat dengan difasilitasi Pemerintah Daerah yang
dibantu oleh konsultan manajemen wilayah dan fasilitator perumahan, serta
dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi.. Steinberg, 2007, menyatakan pelaksanaan
rekonstruksi perumahan berbasis masyarakat menjadi tulang punggung dalam
pembangunan yang berkelanjutan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka permasalahan
yang dihadapi pada tahap rekonstruksi pasca bencana di Kabupaten Pidie Jaya
adalah:
a. Proses pelaksanaan rekontruksi perumahan sampai sekarang belum
berjalan sesuai dengan inpres no 5 tahun 2017 dan rencana aksi Bandan
Nasionan Penangulangan Bencana Daerah Kabupaten Pidie Jaya,
b. Mutu perumahan yang di bangun dengan sistem berbasis masyarakat
apakah sudah sesuai dengan standat yang telah di tetapkan,
c. Apakah waktu pembangunan perumahan sudah sesui dengan waktu yang
telah di rencanakan.

1.3. Tujuan dan Lingkup Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui penyebab belum terlaksanaya
proses rekontruksi perumahan penduduk pasca gempa di Kabupaten Pidie Jaya,
mengetahui apakah mutu pembangunan perumahan pasca gempa Pidie Jaya sudah
sesuai dengan standart yang sudah ada, mengetahui waktu pelaksanaan
pembangunan perumahan apakah sudah sesuai dengan waktu yang telah di
rencanakan. Lingkup penelitian adalah para stakeholder dan masyarakat yang
terlibat dalam pembangunan rumah masyarakat dengan metode in-situ dan metode
partisipasi masyarakat di Kabupaten Pidie Jaya.

1.4. Metode Penelitian


Metode pengumpulan data menggunakan data skunder dan primer. Data
skunder terdiri dari data rumah yang rusak yang diperoleh dari BPBD Kabupaten
Pidie Jaya dan telaah perpustakaan.

2
Data primer dikumpulkan dengan menyebarkan kuisioner kepada
responden dengan skala penilaian likert dan wawancara terpimpin untuk
mendapatkan data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terlambatnya waktu
mulai dan belum berjalannya dengan baik proses manajemen proyek pada
pelaksanaan rekonstruksi rumah masyarakat korban gempa. Proses manajemen
proyek didapatkan dengan membandingkan antara kajian perpustakaan dengan
hasil wawancara kepada responden. Pengumpulan data primer direncanakan
selama 1 bulan dengan cara peneliti membimbing responden secara langsung
dalam menjawab kuisioner dan wawancara.
Metode pengolahan data menggunakan metode statistik yang terdiri dari
validitas kuisoner, analisa regresi linear berganda Metode komparasi digunakan
untuk membandingkan antara proses manajemen proyek berdasrakan literatur dan
manajemen proyek yang diterapkan di lapangan dengan menggunakan bagan alir.

1.5. Hasil dan Manfaat Penelitian


Hasil penelitian yang direncanakan adalah adanya pola manajemen proyek
dan teridentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi dalam berlangsungnya
rekonstruksi pembangunan rumah korban gempa di Kabupaten Pidie Jaya. Hasil
penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat untuk
membangun kembali perumahan pada masa rekonstruksi dengan yang lebih baik
lagi di masa yang akan datang.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Penanggulangan Bencana


Berdasarkan Peraturan Kepala badan nasional penanggulangan Bencana
Nomor 4 tahun 2008 Tentang Pedoman penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Purnomo (2009)
menyatakan bahwa bencana adalah situasi yang kedatangannya tidak terduga oleh

3
kita sebelumnya, dimana dalam kondisi itu bisa terjadi kerusakan, kematian bagi
manusia atau benda-benda maupun rumah serta segala perabot. Menurut
International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR-2000:24) bencana
adalah suatu kejadian yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia,
terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa
manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan, kejadian ini terjadi diluar
kemampuan masyarakat dengan segala sumber dayanya.
Johnson, sebagaimana dikutip oleh Pidarta mengemukakan bahwa
manajemen adalah proses mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak
berhubungan menjadi sistem total untuk menyalesaikan suatu tujuan. (Abdul
Choliq, 2011: 1). Stoner, sebagaimana dikutip oleh Handoko, menyebutkan
bahwa “manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan usaha-usaha para anggota dan penggunaan sumber daya-sumber
daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
(Abdul Choliq, 2011:2). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
manajemen adalah serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam
mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk
mencapai tujuan.
Berdasarkan Undang Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana Penyelenggaraan, penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Pada kondisi ini diperlukan
bantuan dari semua pihak untuk membantu pemulihan secara segera. Sesuai
dengan Undang Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
penangaan bencana pada tahap pasca bencana terdiri dari tahap rehabilitasi dan
rekonstruksi. (Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi
Pasca Bencana). Pada dasarnya tahapan penanggulangan bencana terdiri dari 3
tahapan yaitu pra bencana (kesiapsiagaan, mitigasi dan peningkatan kapasitas)
yang meliputi situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi bencana,
saat tanggap darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana, dan pasca

4
bencana (rehabilitasi dan rekonstruksi) yang dilakukan dalam saat setelah terjadi
bencana. Gambar di bawah ini menjelaskan tahapan penanggulangan bencana.

Gambar 2.1. Siklus Penanggulangan Bencana di Indonesia


Sumber : Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4
tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

2.2 Manajemen Proyek konstruksi


Proyek adalah bentuk usaha dalam mencapai tujuan yang ditentukan dan
dibatasi oleh waktu dan juga sumber daya yang terbatas. Proyek konstruksi
adalah pembangunan sebuah infrastruktur yang mempunyai batas waktu
pelaksanaannnya dengan sumberdaya terbatas (PMI, 2008). Dikutip dalam
Hidayat & Egbu 2010 menyatakan bahwa sebuah proyek dapat didefinisikan
sebagai item pekerjaan besar atau penting, yang melibatkan biaya, personil, dan
peralatan usaha satu kali, dengan hasil spesifik dan unik (Kerzner 2003; Benator
& Thumann 2003), dan dengan rencana yang tepat (Dhillon 2002). Proyek
manajemen memainkan peran penting untuk memastikan proyek rekonstruksi
selesai dengan sukses.
Manajemen proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan, keahlian dan
keterampilan, cara teknis terbaik dan dengan sumber daya yang terbatas, untuk
mencapai sasaran dan tujuan yang telah di tentukan agar mendapatkan hasil yang
optimal dalam hal knerja biaya, mutu, da waktu serta keselamatn kerja (Husen

5
2009) . Ervianto, 2005 menyatakn bahwa semua perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, dan koordinasi suatu proyek untuk menjamin pelaksanaan
proyeksecara tepat waktu, tepat biaya dan tepat mutu.
Dimyati & Nurjaman, 2014 Siklus hidup proyek merupakan suatu metode
yang digunakan untuk menggambarkan sebuah proyek direncanakan, dikontrol,
dan diawasi sejak proyek disepakati untuk dikerjakan hingga tujuan akhir proyek
tercapai. Terdapat tahapan kegiatan utama yang dilakukan dalam siklus hidup
proyek yaitu : Tahap inisiasi proyek merupakan tahap awal kegiatan proyek sejak
sebuah proyek disepakati untuk dikerjakan, tahap perencanaan ketika ruang
lingkup proyek telah ditetapkan dan tim proyek terbentuk maka aktivitas proyek
mulai memasuki tahap perencanaan, tahap eksekusi (pelaksanaan proyek) dengan
definisi proyek yang jelas dan terperinci, maka aktivitas proyek siap untuk
memasuki tahap eksekusi atau pelaksanaan proyek, tahap tenutupan tahap ini
merupakan akhir dari aktivitas proyek, organisasi proyek tahap ini merupakan
tahapan sebuah proyek sebelum kemudian ditutup (penyelesaian).
Fungsi manajemen proyek sebagai suatu proses, manajemen mengenal
urutan pelaksanaan yang logis, yang menggambarkan bahwa tindakan manajemen
diarahkan pada pencapaian sasaran yang telah ditetapkan karena penetapan tujuan
(sasaran) merupakan tindakan manajemen yang pertama, diikuti tindakan
perencanaan (planning), organisasi (organizing) dan koordinasi (coordinating),
pelaksanaan (actuating) dan pengawasan dan pengendalian (controlling) dengan
pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara efisien dan efektif. (Dimyati &
Nurjaman, 2014:27-30). Secara umum, fungsi manajemen antara lain adalah :
Fungsi perencanaan (planning) manfaat fungsi perencanaan tersebut adalah
sebagai alat pengawas ataupun pengendali kegiatan, serta sarana untuk memilih
dan menetapkan kegiatan yang diperlukan, Fungsi Organisasi (Organizing) pada
umumnya fungsi organisasi adalah mempersatukan kumpulan kegiatan manusia
yang mempunyai pekerjaan masing-masing, saling berhubungan satu sama lain
dengan tata cara tertentu dan berinteraksi dengan lingkungannya dalam rangka
mendukung tercapainya tujuan, Fungsi pelaksanaan (actuating) Fungsi
pelaksanaan adalah menyelaraskan seluruh anggota organisasi dalam kegiatan
pelaksanaan, serta mengupayakan agar seluruh anggota organisasi dapat bekerja

6
sama dalam pencapaian tujuan bersama, Fungsi pengendalian (controlling) Fungsi
pengendalian adalah mengukur kualitas penampilan dan penganalisisan serta
pengevaluasian penampilan yang diikuti dengan tindakan perbaikan yang harus
diambil terhadap penyimpangan yangterjadi (di luar batas toleransi).
Secara luas diakui bahwa rekonstruksi pasca bencana akan lebih efektif
dengan perwujudan perencanaan bencana terjadi (Le Masurier, 2006; Sutton dan
Haigh, 2011; Amin dan Goldstein, 2008; Smith, 2010) menyatakan bahwa
Perencanaan harus diartikulasikan jelas dengan menyiapkan rencana pengelolaan
bencana dalam konsultasi dengan semua stakeholder. Le Masurier (2006)
menyoroti bahwa kerangka kerja yang jelas harus ditetapkan sebelum bencana
terjadi untuk menjadi paling efektif. Dalam meninjau pelajaran yang dipelajari
dari rekonstruksi perumahan di Indonesia, BBR (2009) mencatat bahwa kerangka
pengiriman harus mempertimbangkan dua elemen-elemen kunci: wewenang
untuk bertindak; dan durasi untuk menyampaikan.
Saiful dkk (2016) dan Nurisra dkk (2016) menyatakan bahwa manajemen
risiko memegang peranan penting dalam penyelenggaraan proyek konstruksi,
beberapa penelitian telah dilakukan pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pasca
tsunami dan gempa pada kurun waktu 2005-2009 dan menunjukan bahwa potensi
risiko paling dominan adalah kenaikan biaya material (manajemen biaya),
kesalahan perhitungan volume pekerjaan (manajemen sumberdaya manusia), dan
kebijakan pemerintah dalam kenaikan BBM (faktor exsternal). Penyelenggaraan
penanggulangan bencana di Indonesia telah ditetapkan berdasarkan PP No 21
Tahun 2008 untuk tercapainya waktu, biaya dan mutu sesuai dengan tujuan
pelaksanaan penanggulangan kebencanaan. Kontribusi yang akan dihasilkan dari
penelitian ini adalah mendapatkan model waktu, mutu, dan biaya dalam
pembangunan perumahan yang menggunakan metode dengan partisipasi
masyarakat pada tahap rekonstruksi pasca bencana yang sesuai dengan aturan,
hukum, prosedur pelaksanaan proyek di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh.

7
2.3. Tahap Rekontruksi
Berdasarkan Peraturan Kepala badan nasional penanggulangan Bencana
Nomor 4 tahun 2008 Tentang Pedoman penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana, rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum
dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. Attalla, Hegazy, &
Elbeltagi, 2004 menyatakan rekontruksi adalah yang melibatkan perluasan,
penambahan, renovasi interior, atau peningkatan kinerja fungsional fasilitas.
Labadie (2008) menambahkan bahwa rekonstruksi dapat merujuk pada pemulihan
layanan dasar dan infrastruktur pendukung kehidupan normal (dikutip dalam
Ismail dkk 2014).
Berdasarkan inpres nomor 5 tahun 2017 rekontruksi pasca bencana gempa
di Kabupaten Pidie Jaya meliputi antara lain adalah : pembangunan kembali
prasarana dan sarana, pembangunan kembali sarana sosial masyarakat,
pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, penerapan
rancangbangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dantahan
bencana, partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha, danmasyarakat, peningkatan kondisisosial, ekonomi, dan budaya,
peningkatan fungsi pelayanan publik, peningkatan pelayanan utama dalam
masyarakat.

2.4 Pembangunan dengan metode in – situ dan relokasi

2.5. Perumahan Berbasis Masyarakat


Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Pemukiman. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana
dan prasarana lingkungan. Ariansyah, 2006 menyatakan pembangunan
Perumahan berbasis masyarakat yakni menjadikan masyarakat sebagai subyek

8
pelaksanaan rekonstruksi rumah paska gempa bumi, sehingga mampu
membangun rumah dengan dana dan sumber daya yang ada. Menurut Marco dan
Anwar (2008) konsep community driven reconstruction akan lebihefektif jika
diterapkan pada pembangunan pasca bencana. Dengan pelibatan masyarakat,
proses pembangunan rumah bisa lebih cepat, timbul rasa memiliki dan mampu
menggerakkan energisosial-kolektif.
Dikutip dari Jha (2010) menyatakan bahwa rekonstruksi berbasis
masyarakat/komunitas dapat berupa bantuan keuangan atau material yang
disalurkan melalui organisasi masyarakat yang secara aktif terlibat dalam
pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Mengacu kepada model
keterlibatan masyarakat yang diajukan oleh Davidson et al. (2007), Ophiyandri et
al. (2010) menyatakan bahwa dalam rekonstruksi rumah pasca bencana suatu
program dapat disebut sebagai program yang berbasis komunitas adalah apabila
keterlibatan masyarakat berada pada tingkat dalam bentuk kolaborasi atau
pemberdayaan seperti gambar di bawah ini

Gambar 2.2. Level minimum partisipasi masyarakat

Partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat korban bencana pada proses


rekonstruksi merupakan hal yang penting dan krusial karena masyarakat dianggap
aktor yang paling mengetahui dan memahami kondisi kependudukan di lokasi
bencana. Selain itu, partisipasi masyarakat pun berfungsi untuk memfasilitasi
diskusi antara masyarakat dengan pihak eksternal agar tercapai persamaan
persepsi dan tujuan (Olshansky et al., 2006; Phillips, 2009) sehingga partisipasi

9
masyarakat ini dapat menjadi wadah yang dapat mewujudkan kerjasama antara
masyarakat dan pemerintah. Adanya partisipasi masyarakat, dapatmemperbaiki
hubungan antara pemerintah dan masyarakat karena timbulnya kerjasama dalam
hal pemulihan sosial-ekonomi, pendistribusian bantuan, dan lainnya. Hubungan
yang terjalin antara masyarakat dan pemerintah dalam proses ini menunjukkan
bahwa pemerintah sebenarnya tidak dapat berdiri tanpa bantuan masyarakat
karena adanya keterbatasan pemerintah dalam mengakomodasi berbagai
kepentingan maupun sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah (Ozden, 2006).
Keefektifan dari partisipasi tersebut dapat ditingkatkan dengan motivasi
dan dilaksanakan secara kontinu (Paton dan Johnston, 2006). Proses partisipasi ini
diharapkan dapat mencapai hasil yang kosensus dan mencapai kesepakatan
bersama (Phillips, 2009). Adanya peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
program pemerintah dapat menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab di
masyarakat (Paton dan Johnston, 2006) serta mencerdaskan masyakat lokal dalam
menangani suatu masalah, terutama dalam hal kebencanaan. Akan tetapi, hingga
saat ini partisipasi masyarakat masih sebatas pada pelaksanaan program-program
teknis dan belum dilibatkan pada proses evaluasi kerja dan perencanaan program
mitigasi bencana di masa depan. Implikasi kedepannya, diharapkan masyarakat
dapat ikut terlibat, bukan hanya pada proses rekonstruksi tetapi sejak perencanaan
awal penanganan bencana hingga evaluasi keberjalanan rencana aksi
penanggulangan bencana.
Berdasarkan rencana aksi yang dilakukan oleh Satuan Kerja
Rehabilitasi/Rekonstruksi Rumah Paska Gempa Bumi Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahapan-tahapan yang di lakukan dalam pembangunan rumah
barbasis masyarakat antara lain : Pembentukan Pokmas untuk mempersiapkan
warga yang akan menerima dana bantuan untuk rekonstruksi rumah paska gempa
bumi, Penentuan prioritas/kebijakan pelaksanaan rekonstruksi rumah bagi
masyarakat, Penyusunan proposal pencairan dana, dan Pelaksanaan pembangunan
rumah oleh masyarakat

10
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam Pelaksanaan Manajemen
Proyek Konstruksi Pada Tahap Rekonstruksi
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan rumah bantuan secara
partisipatif adalahdengan melihat tingkat hunian dan kondisi sosial ekonomi
penghuni pasca dua tahun selesainya. dikutip dari Sagala et al. (2013 (in press))
menyatakan untuk mencapai keberhasilan dari setiap fase rekonstruksi perumahan
pasca bencana, peran dari aktor-aktor yang terlibat sangatlah penting. Aktor-aktor
yang terlibat beserta perannya dalam proses rekonstruksi, antara lain: pihak
Pemerintah (Pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga perangkat desa)
memiliki peran yang strategis dan teknis, yaitu mengkoordinasikan pelaksanaan
rekonstruksi, baik kepada dinas-dinas terkait maupun teknis dilapangan; Lembaga
nonpemerintah berperan lebih kepada penyediaan pendanaan dan hunian
sementara korban bencana gempa bumi; Masyarakat berpartisipasi dalam
pengoperasian dan pemeliharaan serta pengawas pada proses rekonstruksi
perumahan. Dalam hal pendanaan proses rekonstruksi perumahan pasca bencana
gempa bumi, pemerintah mengalokasikan APBN, APBD Provinsi dan APBD
Kabupaten.
Untuk mencapaikeberhasilan dalam proses pemulihan pasca bencana
khususnya rekonstruksi perumahan ada eberapa faktor yang harus dipenuhi,
seperti partisipasi masyarakat (Aldrich, 2010; Barakat, 2003; Kweit dan Kweit,
2004; Olshansky et al., 2006; Paton dan Johnston, 2006; Phillips, 2009; Yasui,
2007); sumber daya manusia (Barakat, 2003; Chang et al., 2010); aspek finansial
(Barakat, 2003; Chang et al., 2010; Phillips, 2009; Wu dan Lindell, 2004) dan
keberlanjutan (Barakat, 2003; Rubin, 1985; Wu dan Lindell, 2004). Silva (2010)
"rekonstruksi pasca bencana adalah proses yang kompleks". Selain jelas skala
pekerjaan yang diperlukan harus dilakukan, ada berbagai isu dalam
rekonstruksi pasca bencana yang mempengaruhi perkembangan tepat waktu.
Lloyd-Jones (2006) mengidentifikasi kesenjangan besar dalam pendanaan,
pengelolaan dan pengiriman, antara bantuan kemanusiaan jangka pendek dan
jangka panjang rekonstruksi. Kulatunga (2011) Daftar beberapa tantangan
dalam mengelola rekonstruksi pasca bencana, termasuk kapasitas, pendanaan,
akuntabilitas, beberapa aktor, munculnya baru organisasi, serta komunikasi

11
dan informasi, Silva (2010) menunjukkan bahwa "walaupun tidak ada
kekurangan dana, atau organisasi-organisasi yang bersedia untuk berkontribusi
terhadap rekonstruksi, membatasi faktor dalam pengiriman dan skala terbukti
menjadi ketersediaan bahan dan kekurangan keterampilan konstruksi.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi, Objek dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Pidie Jaya yang mengalami rusak


terparah yakni di pasar Ulee Glee Kecamatan Bandar Dua yang akan di jadikan
tempat untuk wawancara dan pengisian

Objek dari penelitian adalah pelaksanaan rekontruksi perumahan korban


gempa dengan metode in-situ dan berbasis partisipasi masyarakat. yang dibiaya
oleh pemerintah dari sumber pendanaan APBD, APBK, APNK dan dana hibah
pemeritah pusat, sesuai dengan peraturan gubernur nomor 147 tahun 2016.
Subjek penelitian adalah mereka yang terlibat dalam penyelenggaraan proyek
konstruksi perumahan masyarakat korban gempa dari unsur pemerintah, swasta
serta masyarakat.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan didapat dari hasil pengumpulan data skunder dan
primer seperti diuraikan di bawah ini:

A. Data skunder diperoleh dari studi literatur dari penelitian terdahulu, peraturan
yang berlaku tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia
dan dari pengguna jasa yaitu BPBD, dan masyarakat yang terlibat dalam
penyelenggaraan pembangunan perumahanpasca gempa Pidie Jaya. Data-data
pendukung utama dalam penelitian ini tersebut terdiri dari dokumen proses
penyelenggaraan rekonstruksi yang dimulai dari penetapan panitia, organisasi
masyarakat penerima dana bantuan pembangunan rumah, data rumah yang
rusak. Semua data itu digunakan untuk menguraikan proses manajemen
konstruksi perumahan masyarakat korban gempa. Sumber data diperoleh dari
BPBD Kabupaten Pidie Jaya.

12
B. Data Primer diperoleh dari penyebaran kuisioner dan wawancara kepada
responden. Responden terdiri dari........... dengan jumlah responden ditentukan
menggunakan metode solvin.... .cantumkan rumusnya di bab 2. Data yang
dikumpulkan terdiridari:
1. Karakteristik responden
Sebutkan kegunaan dari karakteristik responden ini ...data apa
saja/, nama, usia, pekerjaan, data rumah yang rusak....jelaskan
bagaimana metode pengisian kuisioner ini.....Kuisioner dapat
dilihat pada Lampiran.....
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi lambannya dimulai pelaksanaan
rekonstruksi perumahan masyarakat. Variabel yang digunakan
dalam penyebaran kuisioner diambil berdasarkan beberapa literatur
yang berkaitan dengan pelaksanaan rekonstruksi perumahan
masyarakat korban bencana seperti diuraikan pada tabel di bawah
ini

Kode Variabel Sumber

W1 Belum siapnya
perencanaan
kesiapan
menghadapi
bencana

W2 Ormas yang
terkena dampak
bencana tidak
peduli dengan....

Rencana aksi yang


lama

13
penyelesaiannya

Wawancara terpimpin digunakan dalam pengumpulan data tersebut yang akan


menyelesaikan permasalahan. Wawancara terpimpin diuraikan seperti di bawah
ini.

No Pertanyaan untuk wawancara terpimpin

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses manajemen konstruksi


Sama spt diatas ......

3.3 Metode Pengolahan Data

Data-data yang sudah dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan


beberapa metode sesuai dengan output yang akan dihasilkan seperti diuraikan di
bawah ini:

1. Karakteristik responden dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif


sehingga memggambarkan karakteristik responden, frekuensi pengukuran
jawaban, dan untuk mengetahui nilai rata-rata (mean) dari masing-masing
variabel dalam menuturkan pemecahan masalah. Direncanakan responden
sebanyak 100 orang yang dipilih dengan kriteria sebagai ahli dalam
penyelenggaraan proyek konstruksi pasca bencana.
2. Data identifikasi faktor-faktor manajemen proyek yang mempengaruhi dalam
penyelenggaraan proyek konstruksi tahap rekonstruksi. Data ini dianalisis
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Variabel di analisis dengan menggunakan Analsis Frequency Index (FI)
untuk menunjukkan frekuensi dari faktor-faktor manajemen proyek.

14
- Dari hasil FI maka selanjutnya dapat dilakukan penilaian terhadap faktor-
faktor tersebut dengan skala penilaian sebagai berikut:
Tabel 4. Klasifikasi dan skala penilaian
Responden Ke- Penilaian Bobot
i
1 Sangat Rendah 0,000≤FI≤0,125
2 Rendah 0,125≤FI≤0,375
3 Sedang 0,375≤FI≤0,625
4 Tinggi 0,625≤FI≤0,875
5 Sangat Tinggi 0,875≤FI≤1,000

- Faktor dan variabel tersebut yang memiliki frekuensi tinggi diuji lagi
dengan Analysis Varians (Anova) untuk menunjukkan pengaruh setiap
variabel terhadap tingkat kesuksesan manajemen proyek tahap
rekonstruksi dan kemungkinan terjadinya. Dalam penelitian ini digunakan
jenis Anova dua arah karena ada permasalahan/kasus melibatkan dua
faktor. Analisis varian dua arah bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
efek atau pengaruh dari dua faktor tersebut.
- Kesimpulan dibuat dari hasil analisis berupa informasi faktor-faktor
manajemen proyek yang paling dominan terhadap kesuksesan
penyelenggaraan proyek konstruksi di daerah bencana.
3. Hasil analisis pada langkah ke 2 akan dianalisis untuk disusun model
manajemen proyek dengan mennggunakan metode Delphi. Metode Delphi
adalah metode sistematis dalam mengumpulkan pendapat dari sekelompok
pakar melalui serangkaian kuisioner, dimana ada mekanisme feedback melalui
putaran pertanyaan yang diadakan sambil menjaga anonimitas tanggapan
responden (para ahli). Teknik ini dirancang sebagai proses komunikasi
kelompok yang bertujuan untuk mencapai
4. konvergensi pendapat tentang isu isu nyata. Pertanyaan melalui tiga putaran
untuk mengambil keputusan model manajemen proyek konstruksi yang cocok
yang akan digunakan pada tahap rekonstruksi untuk masa yang akan datang.

15
Manajemen Peralatan

Manajemen Waktu Manajemen Mutu


Manajemen Biaya

-Durasi pekerjaan yang logis -Standar mutu


-Perencanaan biaya -Urutan pekerjaan yang logis -Penjaminan mutu
-Biaya pelaksanaan - Perencanaan jadwal proyek -Pengendalian mutu
-Pengendalian biaya dan lain-lain - Pengendalian jadwal dan lain-lain
proyek dan lain-lain
Model
Manajemen
-Komunikasi dengan -Ketersediaan material
stakehoder -Perencanaan SDM
-Ketersdiaan SDM -Akses penyediaan
-Cara komunikasi material dan lain-lain
-Laporan kinerja proyek -Kualifikasi dan Jumlah SDM
-Memberi informasi dll -Peningkatan kopetensi, dll
Manajemen Material
Manajemen Komunikasi Manajemen Sumber Daya Manusia

Kebijakan Pemerintah

Gambar 2. Fish Bone penelitian

3.4 Fish Bone dan Bagan Alir Penelitian

16
MULAI

Studi Pendahuluan dan


Perumusan Masalah

Literatur Review

Rancangan Kuisioner dan uji validitas & reabilitas

Pengumpulan data tahap I

- Data skunder
- Data primer (Penyebaran dan pengumpulan
data untuk kuisiner )

Pengolahan danAnalisis Data Tahap 1

- Analisis FI
- Analisis Tingkat Kesuksesan
- Uji Anova

Rancangan Kuisioner C dengan methode delphi

Penyebaran dan pengumpulan data untuk 3


kali putaran dengan methode delphi

Perumusan Hasil, Kesimpulan dan


Rekomendasi Model

SELESAI

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian

17
(kutipan sumber literatur lihat format penulisan TGA boleh juga di lihat di
internet......cara penulisannya misalnya Malahayati dkk, 218 menyatakan
bahwa....

Dalam Daftar Pustaka kalau jurnal

Malahayati, N., Nurisra, & Maulina, F., 2018., Hubungan antra Waktu dan
Biaya Pada Proyek Konstruksi Dedung Di Kota Banda Aceh., Jurnal Teknik
Sipil Vol. I .....Banda Aceh

18

Anda mungkin juga menyukai