PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persaingan di antara perusahaan-perusahaan akan membawa keuntungan bagi
konsumen karena persaingan yang semakin intensif akan mendorong perusahaan untuk
menghasilkan produk dengan harga yang lebih rendah, kualitas menjadi lebih tinggi, dan
semakin banyak pilihan. Selain itu, perkembangan teknologi informasi seperti internet, e-
commerce,dll membuat konsumen lebih mudah melakukan akses terhadap kualitas produk
dan jasa yang akan mereka beli. Tentu saja produk dan jasa yang akan mereka beli adalah
produk dengan kualitas terbaik dan harga yang relatif murah. Dengan demikian perusahaan
yang mampu eksis didunia bisnis adalah perusahaan yang dapat menghasilkan produk-
produk tersebut. Untuk menghadapi masalah tersebut, manajer harus mengetahui apa yang
diinginkan konsumen dan kapan mereka memerlukannya. Perusahaan harus mampu
menciptakan suatu sistem yang dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan
dengan mengeliminasi setiap pemborosan yang ada. Salah satu cara yang dapat dilakukan
oleh perusahaan untuk mewujudkan kondisi ini adalah dengan menerapkan sistem
pengendalian persediaan dan produksi Just In Time. Sekarang, Sistem Just In Time bukan
hanya sekedar wacana saja tetapi telah dapat diimplementasikan di beberapa perusahaan
baik diperusahaan luar negeri maupun perusahaan dalam negeri.
B. Rumusan Masalah
1. Konsep Just In Time
2. Implikasi Just In Time
3. Elemen Penting Sistem Just In Time
BAB II
PEMBAHASAN
A. Just In Time
Just In Time adalah sebuah filosofi manajemen yang berasal dari Jepang yang telah
diaplikasikan secara nyata sejak awal tahun 1970 pada perusahaan manufaktur di Jepang.
Pada awalnya Toyota Motor, Taichi Ono dan tangan kanannya Shigeo Shingo
mengadaptasi strategi Henry Ford yang disesuaikan dengan etos kerja masyarakat Jepang
sehingga lahirlah sebuah filosofi yang disebut sebagai Just In Time. (Mulla, 2009, hal. 115)
Just In Time pertama kali dikembangkan di negara Jepang oleh perusahaan Toyota
pada dekade yang lalu, dan kemudian diadopsi oleh banyak Perusahaan Manufaktur di
Jepang dan Amerika Serikat seperti: Hewlet Packard, IBM, dan Harley Davidson. Salah
satu pendekatan untuk mengeliminasi pemborosan dalam perusahaan manufaktur telah
muncul yaitu suatu filosofi operasi yng disebut Just In Time. Just In Time merupakan suatu
filosofi operasi manajemen, yaitu sumber daya, termasuk material personel, dan fasilitas
yang digunakan dalam keadaan tepat waktu.
Latar belakang munculnya just in time dapat ditelusuri pada keadaan negara Jepang
yang mengalami kekurangan sumber daya alam dan mempunyai ruang terbatas. Jepang
sangat tidak menyukai adanya pemborosan. Bertolak belakang dengan negara Jepang,
industri Barat melakukan penyimpanan barang yang berlebihan, mempunyai lingkungan
operasi yang kurang efisien, mengerjakan pekerjaan pencatatan akuntansi yang berlebihan
dengan menggunakan metode yang kurang efisien dalam memecahkan masalah yang
timbul dalam produksi. Akibatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk memproduksi
suatu produk menjadi lama, biaya operasi yang tinggi dan produk yang dihasilkan kurang
baik mutunya. Pemborosan diartikan sebagai barang yang cacat, memproduksi kembali
suatu produk dan bahan yang terbuang.
Menurut just in time pemborosan diartikan sebagai setiap penggunaan bahan yang
tidak dibutuhkan atau penggunaan bahan yang berlebihan dalam memproduksi suatu
produk seperti, cadangan persediaan, jam kerja, tenaga kerja produksi yang tidak
diperlukan, jamkerja ulang yang diperlukan untuk memperbaiki hasil produksi yang kurang
baik mutunta, hasil produksi yang sedikit, tata letak produk yang kurang baik, pekerjaan
pencatatan akuntansi yang berlebihan, bahan baku yang rusak, kebanyakan pemasok,
kebanyakan pesanan pembelian, kecepatan atau keterlambatan penerimaan bahan, fasilitas
penyimpanan yang terlalu besar, perencaan bahan yang tidak baik, mengganti pemasok dan
lain-lain.
Just In Time tidak mentoleransi adanya pemborosan. Just In Time merupakan suatu
sistem produksi yang didesain untuk mengeliminasi pemborosan dalam lingkungan
produksi. Menurut just in time pemborosan adalah sesuatu yang tidak memberi nilai tambah
secara langsung kepada nilai suatu produk. (Santoso, 2001, hal. 5)
Just In Time adalah sebuah filosofi pemecahan masalah secara berkelanjutan dan
memaksa yang mendukung produksi yang ramping (lean). Produksi yang ramping (lean
Production) memasok pelanggan persis sesuai dengan keinginan pelanggan ketika
pelanggan menginginkannya, tanpa pemborosan, melalui perbaikan berkelanjutan. Sasaran
utama just in time adalah meningkatkan produktivitas system produksi atau operasi dengan
cara menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai (pemborosan) bagi
suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada continuos improvement untuk
mencapai biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, kualitas dan
reabilitas produk yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produk akhir dan
memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok. Definisi Just In Time
didefinisikan sebagai sistem manajemen pabrikasi dan persediaan komprehensif dimana
bahan baku dan berbagai suku cadang dibeli dan diproduksi pada saat diproduksi pada saat
(just in time) akan digunakan dalam setiap tahap proses produksi/pabrikasi.
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan
kualitas, menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan
menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga
perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak
konsumen tepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem ini, perusahaan
memproduksinya hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi
biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat
menimbun barang. Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan
konsisten dalam meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu penggunaan istilah JIT
seringkali diartikan dengan “zero inventories”. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan
semua biaya (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang
dihasilkan. (Efrianti, 2014, hal. 101)
JIT merupakan suatu metode pemikiran produksi yang diprakarsai oleh Jepang,
konsep JIT adalah memproduksi item yang dibutuhkan pada saat yang tepat dan dalam
jumlah yang cermat. Dengan diterapkannya JIT melalui mekanisme kanban, diharapkan
dapat memecahkan permasalahan dalam penanganan persediaan bahan baku sehingga
dapat mencapai efisiensi biaya produksi dan meningkatkan laba perusahaan. Penerapan
Just In Time dapat memperbaiki aset produktivitas, pertumbuhan penjualan, karakteristik
perusahaan pada dunia bisnis modern. Just In Time hanya meminta unit yang dibutuhkan
tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan dan pada saat yang dibutuhkan. (Dania, 2015, hal.
2)
Ide-ide yang mendukung Just In Time adalah sebagai berikut: (a) Sederhana adalah
lebih baik, (b) Penekanan pada kualitas dan perbaikan yang berkesinambungan, (c)
Mempertahankan persediaan yang menjadi sumber pemborosan dan pekerjaan jelek yang
tersembunyi, (d) Setiap aktivitas atau fungsi yang tidak menambah nilai harus dihilangkan,
(e) Barang diproduksi apabila dibutuhkan, (f) Pekerja harus berketerampilan banyak dan
berpartisipasi dalam memperbaiki efisiensi dan kualitas produk. Sasaran utama just in time
adalah meningkatkan produktivitas system produksi atau operasi dengan cara
menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai (pemborosan) bagi
suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada continous improvement untuk
mencapai biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang tinggi, kualitas dan
realibitas produk yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produ akhir dan
memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok.
JIT memiliki 8 prinsip dasar, yaitu: (a) Seek a produce-to order production
schedule, (b) Seek unitary production, (c) Seek eliminate waste, (d) Seek continous product
flow improvement, (e) Seek product quality perfection, (f) Respect people, (g) Seek to
eliminate contingencies, (h) Maintain long term emphasis. Berdasarkan berbagai
pengertian tersebut dapat diketahui bahwa eliminasi pemborosan merupakan jantung dari
IT. Dengan mengeliminasi pemborosan, maka perusahaan akan menghasilkan produk yang
lebih baik dengan biaya yang lebih rendah. Berdasarkan uraian diatas maka indikator JIT
yang dimunculkan adalah biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih
tinggi, hubungan antara pelanggan dengan pemasok.
JIT adalah suatu filosofi bisnis yang khusus membahas bagaimana mengurangi
waktu produksi sekaligus mengurangi kegagalan produksi baik dalam proses manufaktur
maupun proses non-manufaktur. Istilah lain JIT adalah short-cycle atau lean
manufacturing. (Witjaksono, 2013, hal. 221). JIT adalah filosofi yang berfokus pada
kegiatan pekerjaa yang dibutuhkan atau yang diminta pada saat itu juga. JIT merupakan
suatu pendekatan manufaktur yang mempertahankan bahwa produk-produk harus ditarik
dari seluruh sistem dengan adanya permintaan, dan bukannya mendorong seluruh sistem
dengan skedul yang tetap untuk mengantisipasi permintaan (a pull system). JIT
berpengaruh dalam hal mengurangi persediaan sampai pada tingkat yang sangat rendah.
Usaha untuk mencapai tingkat persediaan sampai tingkat yang tidak signifikan sangat vital
bagi kesuksesan JIT. Namun demikian, gagasan untuk mencapai persediaan yang tidak
signifikan niscaya akan menentang alasan-alasan tradisional untuk menyimpan pesediaan
yang telah disebutkan sebelumnya. JIT memecahkan masalah kinerja tepat waktu dengan
cara mengurangi waktu tunggu, dan bukannya dengan meningkatkan persediaan. Waktu
tunggu dalam hal ini tidak hanya sampai pesanan diterima di perusahaan, namun sampai
bahan baku diolah menjadi barang jadi (output). Waktu tunggu yang lebih singkat akan
meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan pengiriman pada
tanggal yang diminta oleh pelanggan dan sekaligus dapat dengan cepat menghadapi
permintaan pasar. Dengan demikian, daya saing perusahaan meningkat. JIT mengurangi
waktu tunggu dengan menghindari kegagalan mesin, kerusakan bahan baku atau suku
cadang, tidak tersedianya bahan baku atau suku cadang, dan dengan menggunakan proses
manufaktur sel. Sel-sel manufaktur mengurangi jarak perjalanan antara mesin dan
persediaan.
Kebanyakan penghentian produksi terjadi karena salah satu dari tiga alasan berikut
ini, yaitu: kegagalan mesin, kerusakan bahan baku atau suku cadang, dan tidak tersedianya
bahan baku atau suku cadang. Penyimpanan persediaan merupakan salah satu solusi untuk
ketiga masalah tersebut. Mereka yang mendukung pendekatan JIT mengklaim bahwa
persediaan tidak memecahkan masalah melainkan hanya menyembunyikan atau menutup-
nutupi masalah-masalah tersebut. JIT dapat memecahkan masalah dengan menekankan
pemeliharaan preventif, total kontrol kualitas, dan dengan menjaga relasi yang baik dengan
supplier. Ada terdapat empat aspek penting dalam JIT:
1) Penghapusan semua kegiatan yang tidak menambah nilai produksi atau jasa.
2) Diperlukan suatu komitmen untuk tingkat kualitas yang lebih tinggi.
3) Diperlukan suatu komitmen untuk perbaikan terus menerus dalam efisiensi
kegiatan.
4) Penekanan pada penyederhanaan dan meningkatkan pengidentifikasian
terhadap aktivitas yang tidak menambah nilai.
Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa JIT adalah persediaan dengan nilai
nol atau mendekati nol, artinya perusahaan sebisa mungkin tidak menanggung biaya
penyimpanan. Bahan baku akam tetap datang pada saat dibutuhkan. Model yang demikian
tentu saja pemasoknya adalah pemasok yang setia dan profesional. Dengan model ini
terjadi efisiensi biaya persediaan bahan baku.
Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu penggunaan istilah JIT seringkali diartikan
dengan “zero inventories”. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya
(pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan.
Untuk mencapai tujuan JIT tersebut, diperlukan asumsi sebagai berikut:
1) Ukuran lot kecil
2) Konsistensi kualitas tinggi
3) Pekerja dapat diandalkan
4) Persediaan menjadi minimum atau sebisa mungkin menjadi nol
5) Mesin dapat diandalkan
6) Rencana produksi stabil
7) Kepastian jadwal operasi
8) Keseragaman komitmen dan pandangan antara manajemen perusahaan dan
karyawan, dimana memiliki komitmen yang tinggi terhadap penerapan JIT
yang dilakukan di perusahaan. (Sinuraya, 2011)
Dalam konsep Just In Time, menyatakan terdapat empat aspek fundamental dalam
konsep Just In Time, yaitu: (1). Menghilangkan segala aktivitas yang tidak memberikan
nilai tambah bagi seluruh produk atau jasa. Dalam hal ini mencakup seluruh aktivitas atau
sumber daya yang menjadi sasaran untuk pengurangan atau penghilangan, (2). Komitmen
tinggi terhadap mutu melakukan secara benar segala sesuatunya dari awal adalah esensial
manakala tidak ada waktu untuk mengerjakan ulang. Perusahaan perlu memiliki komitmen
untuk mencapai dan mempertahankan tingkat mutu yang tinggi dalam semua aspek
aktivitas-aktivitas perusahaan, (3). Upaya perbaikan yang berkelanjutan dalam efisiensi
aktivitas perusahaan. Perusahaan perlu mencanangkan komitmen terhadap perbaikan
berkesinambungan (continous improvement) pada semua aktivitas perusahaan dan
kegunaan data yang dihasilkan bagi manajemennya. Perbaikan yang berkesinambungan
adalah pengupayaan terus-menerus nilai yang kian besar yang diberikan kepada
pelanggan, (4). Penekanan pada penyederhanaan dan peningkatan visibilitas aktivitas nilai
tambah, hal ini membantu untuk mengidentifkasi aktivitas yang tidak menambah nilai.
(Putra, 2014, hal. 4-5)
2. Cellular Layout
Dalam sistem Just In Time, mesin-mesin diatur sedemikian rupa menyerupai
setengah lingkaran atau ditata dengan pola selular untuk tujuan efisiensi sehingga dapat
mengurangi berbagai pemborosan. Setiap sel dirancang untuk memproduksi satu produk
tertentu. Produk dipindahkan dari satu mesin ke mesin lainnya dari awal hingga akhir.
Setiap sel merupakan miniatur pabrik secara keseluruhan.
3. Pull System
Dalam pull system, proses produksi akan ditentukan oleh adanya permintaan dari
onsumen. Ketika permintaan konsumen masuk, bagian akhir dari perakitan akan
memberikan tanda ke bagian sebelumnya untuk mengirimkan sejumlah partisi atau bahan
yang dibutuhkan pada bagian tersebut. Demikian seterusnya, bagian di belakangnya akan
mengirimkan tanda ke bagian yang ada di belakangnya lagi untuk mengirimkan barang
setengah jadi sesuai dengan kebutuhan.
4. Quick Set up
Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan, mengubah
setting mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan pengujian. Dalam sistem Just In
Time, set up yang berulang-ulang tidak diperlukan lagi karena mesin telah dirancang
untuk satu jenis produk.
5. Small-lot Production
Perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time hanya akan berproduksi sesuai
dengan permintaan konsumen. Tidak seperti yang dilakukan dalam sistem tradisional
yang menerapkan sistem mass production. Produksi dalam jumlah yang kecil ini
dimaksudkan untuk mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu seperti biaya gudang, biaya
pemeliharaan barang, dan lain-lain.
6. Quality at The Source
Barang cacat dapat menimbulkan masalah besar dalam lingkungan Just In Time.
Jika sejumlah unit produk jadi yang dihasilkan mengandung produk cacat, perusahaan
tidak dapat mengirimkan sejumlah barang yang diminta oleh konsumen dan perusahaan
harus mengulang kembali proses produksi hanya untuk membuat pengganti produk yang
cacat saja. Kondisi ini akan menimbulkan adanya penundaan dalam pengiriman barang
kepada konsumen dan menimbulkan kekecewaan konsumen. Jadi, dalam lingkungan Just
In Time kualitas merupakan elemen yang sangat penting disamping elemen yang lain.
7. Supplier Networks
Just In Time sangat membutuhkan hubungan khusus antara pemasok dengan
perusahaan pembeli. Pemasok diharapkan mampu mengirim barang dalam frekuensi
yang lebih banyak dengan jumlah yang lebih kecil. Kedua belah pihak dituntut untuk
dapat bekerja sama guna mencapai keberhasilan bersama di masa mendatang.
Sistem Just In Time telah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di
dunia, seperti Toyota Motor Company di Jepang yang merupakan negara pencetus dari
ide ini, Dell Computer, Intel, Mc. Donald, Black and Decker, Goodyear, dan lain-lain.
Sistem ini tidak hanya bisa diterapkan di perusahaan manufaktur saja, tetapi juga dapat
diterapkan di jenis perusahaan lainnya, seperti perusahaan dagang maupun jasa. Di
Indonesia. Ada beberapa perusahaan yang telah mencoba untuk menerapkan sistem Just
In Time, seperti PT Astra Daihatsu Motor, PT Triangle Motor, PT Ardi Indah, dan lain-
lain. Diantara perusahaan-perusahaan tersebut, ada beberapa perusahaan yang telah
berhasil menerapkan sistem ini, seperti PT Astra Daihatsu Motor, perusahaan ini telah
berhasil meningkatkan kualitas produknya, mengurangi biaya, dan meningkatkan
partisipasi dari pekerja-pekerjanya. Bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, sistem ini
merupakan suatu hal yang baru karena hanya beberapa perusahaan yang mampu
menerapkannya dengan baik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan sistem ini sulit
untuk diterapkan di Indonesia, seperti ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, dan yang
paling penting adalah masalah dana. (Agustina, 2007, hal. 139-141)
G. Kanban
Di Jepang, Kanban berarti “kartu”. Para pekerja menggunakan seperangkat kartu
pengendali untuk memberi tanda saat bahan dan produk harus dipindahkan dari satu operasi
ke lini perakitan lainnya. Kanban digunakan dengan JIT untuk menurunkan “lead time”
secara signifikan, menurunkan persediaan dan meningkatkan produktivitas dengan
menghubungkan semua operasi produksi secara lancar tanpa terputus.
Dengan sistem Kanban, proses atau tahap sebelumnya tidak dapat mengirim suku
cadang atau komponen yang sedang diproses ke tahap berikutnya jika tidak diminta oleh
kartu kanban dari proses di bawahnya. Langkah berikutnya mengendalikan jumlah yang
diproduksi, Jadi tidak akan terjadi overproduksi, prioritas dalam produksi menjadi jelas dan
pengendalian persediaan menjadi lebih mudah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan
kualitas, menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan
menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga
perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak
konsumen tepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem ini, perusahaan
memproduksinya hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi
biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat
menimbun barang. Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan
konsisten dalam meningkatkan produktivitas. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan
semua biaya (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang
dihasilkan.
B. Saran
Demikianlah makalah ini pemakalah buat dengan sesungguhnya, untuk memenuhi
tugas mata kuliah akuntansi manajemen tentang Just In Time (JIT). Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam menganalisis biaya-biaya pada perusahaan.
Pemakalah menyadari masih terdapat banyak kekurangan pada makalah ini baik dari segi
penulisan makalah, kelengkapan isi, data yang disajikan, dan lainnya. Kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan dari para pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik
lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Y. (2007). Analisa Penerapan Sistem Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi
dan Produktivitas Pada Perusahaan Industri. Jurnal Akuntansi & Keuangan , 139-141.
Dania, W. A. (2015). Aplikasi Just In Time Pada Perencanaan & Pengendalian Persediaan
Kentang. Jurnal Industria Vol.1 No.1 , 22-30.
Diaz, A. P. (2015). Penerapan Metode JIT Pembelian Bahan Baku Dalam Meningkatkan
Efisiensi Biaya Bahan Baku. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol.4 No.10 , 4.
Haming, M. (2014). Manajemen Produksi Modern Operasi Manufaktur dan Jasa Buku 2.
Jakarta : PT Bumi Aksara.
Mulla, B. M. (2009). Pengaruh Penerapan JIT (Just In Time) dan TQM (Total Quality
Management) Terhadap Delivery Performance Pada Industri Otomotif Di Indonesia. Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan Tahun.2 No.2 , 115.
Putra, C. (2014). Penerapan Metode Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya
Persediaan Bahan Baku. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol.3 No.1 , 4-5.
Santoso, H. F. (2001). Just In Time. Jurnal Akuntansi Krida Wacana Vol.1 No.1 , 5.
Sinuraya, C. (2011). Perbandingan Metode EOQ (Economic Order Quantity) dan JIT (Just In
Time) Terhadap Efisinsi Biaya Persediaan dan Kinerja Non-Keuangan. Jurnal Ilmiah
Akuntansi Nomor 05 Tahun ke-2 Mei-Agustus , 6-7.