Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persaingan di antara perusahaan-perusahaan akan membawa keuntungan bagi
konsumen karena persaingan yang semakin intensif akan mendorong perusahaan untuk
menghasilkan produk dengan harga yang lebih rendah, kualitas menjadi lebih tinggi, dan
semakin banyak pilihan. Selain itu, perkembangan teknologi informasi seperti internet, e-
commerce,dll membuat konsumen lebih mudah melakukan akses terhadap kualitas produk
dan jasa yang akan mereka beli. Tentu saja produk dan jasa yang akan mereka beli adalah
produk dengan kualitas terbaik dan harga yang relatif murah. Dengan demikian perusahaan
yang mampu eksis didunia bisnis adalah perusahaan yang dapat menghasilkan produk-
produk tersebut. Untuk menghadapi masalah tersebut, manajer harus mengetahui apa yang
diinginkan konsumen dan kapan mereka memerlukannya. Perusahaan harus mampu
menciptakan suatu sistem yang dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan
dengan mengeliminasi setiap pemborosan yang ada. Salah satu cara yang dapat dilakukan
oleh perusahaan untuk mewujudkan kondisi ini adalah dengan menerapkan sistem
pengendalian persediaan dan produksi Just In Time. Sekarang, Sistem Just In Time bukan
hanya sekedar wacana saja tetapi telah dapat diimplementasikan di beberapa perusahaan
baik diperusahaan luar negeri maupun perusahaan dalam negeri.

B. Rumusan Masalah
1. Konsep Just In Time
2. Implikasi Just In Time
3. Elemen Penting Sistem Just In Time
BAB II
PEMBAHASAN

A. Just In Time
Just In Time adalah sebuah filosofi manajemen yang berasal dari Jepang yang telah
diaplikasikan secara nyata sejak awal tahun 1970 pada perusahaan manufaktur di Jepang.
Pada awalnya Toyota Motor, Taichi Ono dan tangan kanannya Shigeo Shingo
mengadaptasi strategi Henry Ford yang disesuaikan dengan etos kerja masyarakat Jepang
sehingga lahirlah sebuah filosofi yang disebut sebagai Just In Time. (Mulla, 2009, hal. 115)
Just In Time pertama kali dikembangkan di negara Jepang oleh perusahaan Toyota
pada dekade yang lalu, dan kemudian diadopsi oleh banyak Perusahaan Manufaktur di
Jepang dan Amerika Serikat seperti: Hewlet Packard, IBM, dan Harley Davidson. Salah
satu pendekatan untuk mengeliminasi pemborosan dalam perusahaan manufaktur telah
muncul yaitu suatu filosofi operasi yng disebut Just In Time. Just In Time merupakan suatu
filosofi operasi manajemen, yaitu sumber daya, termasuk material personel, dan fasilitas
yang digunakan dalam keadaan tepat waktu.
Latar belakang munculnya just in time dapat ditelusuri pada keadaan negara Jepang
yang mengalami kekurangan sumber daya alam dan mempunyai ruang terbatas. Jepang
sangat tidak menyukai adanya pemborosan. Bertolak belakang dengan negara Jepang,
industri Barat melakukan penyimpanan barang yang berlebihan, mempunyai lingkungan
operasi yang kurang efisien, mengerjakan pekerjaan pencatatan akuntansi yang berlebihan
dengan menggunakan metode yang kurang efisien dalam memecahkan masalah yang
timbul dalam produksi. Akibatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk memproduksi
suatu produk menjadi lama, biaya operasi yang tinggi dan produk yang dihasilkan kurang
baik mutunya. Pemborosan diartikan sebagai barang yang cacat, memproduksi kembali
suatu produk dan bahan yang terbuang.
Menurut just in time pemborosan diartikan sebagai setiap penggunaan bahan yang
tidak dibutuhkan atau penggunaan bahan yang berlebihan dalam memproduksi suatu
produk seperti, cadangan persediaan, jam kerja, tenaga kerja produksi yang tidak
diperlukan, jamkerja ulang yang diperlukan untuk memperbaiki hasil produksi yang kurang
baik mutunta, hasil produksi yang sedikit, tata letak produk yang kurang baik, pekerjaan
pencatatan akuntansi yang berlebihan, bahan baku yang rusak, kebanyakan pemasok,
kebanyakan pesanan pembelian, kecepatan atau keterlambatan penerimaan bahan, fasilitas
penyimpanan yang terlalu besar, perencaan bahan yang tidak baik, mengganti pemasok dan
lain-lain.
Just In Time tidak mentoleransi adanya pemborosan. Just In Time merupakan suatu
sistem produksi yang didesain untuk mengeliminasi pemborosan dalam lingkungan
produksi. Menurut just in time pemborosan adalah sesuatu yang tidak memberi nilai tambah
secara langsung kepada nilai suatu produk. (Santoso, 2001, hal. 5)
Just In Time adalah sebuah filosofi pemecahan masalah secara berkelanjutan dan
memaksa yang mendukung produksi yang ramping (lean). Produksi yang ramping (lean
Production) memasok pelanggan persis sesuai dengan keinginan pelanggan ketika
pelanggan menginginkannya, tanpa pemborosan, melalui perbaikan berkelanjutan. Sasaran
utama just in time adalah meningkatkan produktivitas system produksi atau operasi dengan
cara menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai (pemborosan) bagi
suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada continuos improvement untuk
mencapai biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, kualitas dan
reabilitas produk yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produk akhir dan
memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok. Definisi Just In Time
didefinisikan sebagai sistem manajemen pabrikasi dan persediaan komprehensif dimana
bahan baku dan berbagai suku cadang dibeli dan diproduksi pada saat diproduksi pada saat
(just in time) akan digunakan dalam setiap tahap proses produksi/pabrikasi.
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan
kualitas, menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan
menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga
perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak
konsumen tepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem ini, perusahaan
memproduksinya hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi
biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat
menimbun barang. Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan
konsisten dalam meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu penggunaan istilah JIT
seringkali diartikan dengan “zero inventories”. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan
semua biaya (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang
dihasilkan. (Efrianti, 2014, hal. 101)
JIT merupakan suatu metode pemikiran produksi yang diprakarsai oleh Jepang,
konsep JIT adalah memproduksi item yang dibutuhkan pada saat yang tepat dan dalam
jumlah yang cermat. Dengan diterapkannya JIT melalui mekanisme kanban, diharapkan
dapat memecahkan permasalahan dalam penanganan persediaan bahan baku sehingga
dapat mencapai efisiensi biaya produksi dan meningkatkan laba perusahaan. Penerapan
Just In Time dapat memperbaiki aset produktivitas, pertumbuhan penjualan, karakteristik
perusahaan pada dunia bisnis modern. Just In Time hanya meminta unit yang dibutuhkan
tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan dan pada saat yang dibutuhkan. (Dania, 2015, hal.
2)
Ide-ide yang mendukung Just In Time adalah sebagai berikut: (a) Sederhana adalah
lebih baik, (b) Penekanan pada kualitas dan perbaikan yang berkesinambungan, (c)
Mempertahankan persediaan yang menjadi sumber pemborosan dan pekerjaan jelek yang
tersembunyi, (d) Setiap aktivitas atau fungsi yang tidak menambah nilai harus dihilangkan,
(e) Barang diproduksi apabila dibutuhkan, (f) Pekerja harus berketerampilan banyak dan
berpartisipasi dalam memperbaiki efisiensi dan kualitas produk. Sasaran utama just in time
adalah meningkatkan produktivitas system produksi atau operasi dengan cara
menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai (pemborosan) bagi
suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada continous improvement untuk
mencapai biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang tinggi, kualitas dan
realibitas produk yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produ akhir dan
memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok.
JIT memiliki 8 prinsip dasar, yaitu: (a) Seek a produce-to order production
schedule, (b) Seek unitary production, (c) Seek eliminate waste, (d) Seek continous product
flow improvement, (e) Seek product quality perfection, (f) Respect people, (g) Seek to
eliminate contingencies, (h) Maintain long term emphasis. Berdasarkan berbagai
pengertian tersebut dapat diketahui bahwa eliminasi pemborosan merupakan jantung dari
IT. Dengan mengeliminasi pemborosan, maka perusahaan akan menghasilkan produk yang
lebih baik dengan biaya yang lebih rendah. Berdasarkan uraian diatas maka indikator JIT
yang dimunculkan adalah biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih
tinggi, hubungan antara pelanggan dengan pemasok.
JIT adalah suatu filosofi bisnis yang khusus membahas bagaimana mengurangi
waktu produksi sekaligus mengurangi kegagalan produksi baik dalam proses manufaktur
maupun proses non-manufaktur. Istilah lain JIT adalah short-cycle atau lean
manufacturing. (Witjaksono, 2013, hal. 221). JIT adalah filosofi yang berfokus pada
kegiatan pekerjaa yang dibutuhkan atau yang diminta pada saat itu juga. JIT merupakan
suatu pendekatan manufaktur yang mempertahankan bahwa produk-produk harus ditarik
dari seluruh sistem dengan adanya permintaan, dan bukannya mendorong seluruh sistem
dengan skedul yang tetap untuk mengantisipasi permintaan (a pull system). JIT
berpengaruh dalam hal mengurangi persediaan sampai pada tingkat yang sangat rendah.
Usaha untuk mencapai tingkat persediaan sampai tingkat yang tidak signifikan sangat vital
bagi kesuksesan JIT. Namun demikian, gagasan untuk mencapai persediaan yang tidak
signifikan niscaya akan menentang alasan-alasan tradisional untuk menyimpan pesediaan
yang telah disebutkan sebelumnya. JIT memecahkan masalah kinerja tepat waktu dengan
cara mengurangi waktu tunggu, dan bukannya dengan meningkatkan persediaan. Waktu
tunggu dalam hal ini tidak hanya sampai pesanan diterima di perusahaan, namun sampai
bahan baku diolah menjadi barang jadi (output). Waktu tunggu yang lebih singkat akan
meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan pengiriman pada
tanggal yang diminta oleh pelanggan dan sekaligus dapat dengan cepat menghadapi
permintaan pasar. Dengan demikian, daya saing perusahaan meningkat. JIT mengurangi
waktu tunggu dengan menghindari kegagalan mesin, kerusakan bahan baku atau suku
cadang, tidak tersedianya bahan baku atau suku cadang, dan dengan menggunakan proses
manufaktur sel. Sel-sel manufaktur mengurangi jarak perjalanan antara mesin dan
persediaan.
Kebanyakan penghentian produksi terjadi karena salah satu dari tiga alasan berikut
ini, yaitu: kegagalan mesin, kerusakan bahan baku atau suku cadang, dan tidak tersedianya
bahan baku atau suku cadang. Penyimpanan persediaan merupakan salah satu solusi untuk
ketiga masalah tersebut. Mereka yang mendukung pendekatan JIT mengklaim bahwa
persediaan tidak memecahkan masalah melainkan hanya menyembunyikan atau menutup-
nutupi masalah-masalah tersebut. JIT dapat memecahkan masalah dengan menekankan
pemeliharaan preventif, total kontrol kualitas, dan dengan menjaga relasi yang baik dengan
supplier. Ada terdapat empat aspek penting dalam JIT:
1) Penghapusan semua kegiatan yang tidak menambah nilai produksi atau jasa.
2) Diperlukan suatu komitmen untuk tingkat kualitas yang lebih tinggi.
3) Diperlukan suatu komitmen untuk perbaikan terus menerus dalam efisiensi
kegiatan.
4) Penekanan pada penyederhanaan dan meningkatkan pengidentifikasian
terhadap aktivitas yang tidak menambah nilai.
Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa JIT adalah persediaan dengan nilai
nol atau mendekati nol, artinya perusahaan sebisa mungkin tidak menanggung biaya
penyimpanan. Bahan baku akam tetap datang pada saat dibutuhkan. Model yang demikian
tentu saja pemasoknya adalah pemasok yang setia dan profesional. Dengan model ini
terjadi efisiensi biaya persediaan bahan baku.
Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu penggunaan istilah JIT seringkali diartikan
dengan “zero inventories”. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya
(pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan.
Untuk mencapai tujuan JIT tersebut, diperlukan asumsi sebagai berikut:
1) Ukuran lot kecil
2) Konsistensi kualitas tinggi
3) Pekerja dapat diandalkan
4) Persediaan menjadi minimum atau sebisa mungkin menjadi nol
5) Mesin dapat diandalkan
6) Rencana produksi stabil
7) Kepastian jadwal operasi
8) Keseragaman komitmen dan pandangan antara manajemen perusahaan dan
karyawan, dimana memiliki komitmen yang tinggi terhadap penerapan JIT
yang dilakukan di perusahaan. (Sinuraya, 2011)

B. Konsep Just In Time

Dalam konsep Just In Time, menyatakan terdapat empat aspek fundamental dalam
konsep Just In Time, yaitu: (1). Menghilangkan segala aktivitas yang tidak memberikan
nilai tambah bagi seluruh produk atau jasa. Dalam hal ini mencakup seluruh aktivitas atau
sumber daya yang menjadi sasaran untuk pengurangan atau penghilangan, (2). Komitmen
tinggi terhadap mutu melakukan secara benar segala sesuatunya dari awal adalah esensial
manakala tidak ada waktu untuk mengerjakan ulang. Perusahaan perlu memiliki komitmen
untuk mencapai dan mempertahankan tingkat mutu yang tinggi dalam semua aspek
aktivitas-aktivitas perusahaan, (3). Upaya perbaikan yang berkelanjutan dalam efisiensi
aktivitas perusahaan. Perusahaan perlu mencanangkan komitmen terhadap perbaikan
berkesinambungan (continous improvement) pada semua aktivitas perusahaan dan
kegunaan data yang dihasilkan bagi manajemennya. Perbaikan yang berkesinambungan
adalah pengupayaan terus-menerus nilai yang kian besar yang diberikan kepada
pelanggan, (4). Penekanan pada penyederhanaan dan peningkatan visibilitas aktivitas nilai
tambah, hal ini membantu untuk mengidentifkasi aktivitas yang tidak menambah nilai.
(Putra, 2014, hal. 4-5)

C. Konsep Dasar dan Tujuan Esensil JIT


JIT memiliki tiga macam kerangka perspektif, yaitu pendekatan filosofis JIT
terhadap produksi, teknik pendesainan dan perencanaan sistem pabrikasi JIT, dan teknik
pengendalian lantai perakitan dengan JIT. Pengendalian aktivitas pengerjaan, perakitan
atau pengolahan di lantai pabrik dalam sistem JIT sangat transparan karena kendali arus
material atau komponen dan pekerjaan dikendalikan dengan kanban. Kanban akan
mengendalikan arus material (komponen dan subkomponen) sehingga material tiba di
tempat yang sesuai dalam jumlah yang benar dan sesuai, serta tepat pada waktu yang
ditentukan sebelumnya. Sehubungan dengan itu, pengerjaan dapat berlangsung sesuai
jadwal.
Untuk menunjang pelaksanaan pengerjaan yang lancar, tepat jumlah, tepat mutu,
dan tepat waktu, maka sistem manufaktur dirancang dan didesain sedemikian rupa sehingga
memungkinkan menerapkan JIT di pabrik tersebut. Untuk keperluan itu, didesain produk
dan tata letak pabrik disinkronkan. Penataan disesuaikan dengan visibilitas untuk
menerapkan kanban di pabrik yang bersangkutan. Filosofi JIT merupakan sesuatu yang
sering kurang diperhatikan, tetapi perannya sangat menentukan keberhasilan aplikasi JIT.
Filosofi JIT menetapkan berbagai gagasan dan strategi mendasar dari JIT, terutama yang
berhubungan dengan kelayakan menerapkan sistem kanban dalam pelaksanaan produksi.
Kebanyakan perusahaan menggunakan sistem persediaan terbaik yang sesuai untuk
perusahaan mereka. Sistem persediaan Just In Time (JIT) mempunyai beberapa manfaat.
Manfaat JIT yang utama sebagai berikut:
1) Waktu penyiapan (set up) diperpendek secara signifikan didalam gudang.
Kurangilah waktu penyiapan agar lebih produktif yang akan memungkinkan
perusahaan meningkatkan efisiensi, dan waktu yang dihemat dapat dimanfaatkan
pada bidang lain yang memerlukan peningkatan.
2) Kelancaran arus bahan atau komponen dari gudang ke rak perakitan ditingkatkan.
Setelah karyawan memusat pada area spesifik dari sistem, akan memungkinkan
mereka untuk memproses pengerjaan barang dengan lebih cepat sebagai ganti dari
mempunyai pekerjaan yang banyak, melelahkan, dan menyederhanakan tugas yang
ada.
3) Karyawan yang memiliki banyak keahlian, dapat digunakan secara lebih efisien.
Setelah karyawan terlatih atau terdidik bekerja pada bagian yang berbeda dalam
sistem siklus sediaan, akan memungkinkan perusahaan untuk menggunakan pekerja
ketika mereka diperlukan dan pada saat terjadi kekurangan pekerja, serta permintaan
untuk produk tertentu meningkat.
4) Konsistensi yang lebih baik terhadap penjadwalan dan konsistensi penggunaan jam
orang terhadap karyawan. Jika tidak ada permintaan atas suatu produk pada waktu
tertentu maka pekerja tidak perlu dibebani pekerjaan. Hal itu dapat menyelamatkan
uang perusahaan karena tidak perlu membayar pekerja untuk pekerjaan yang belum
diselesaikan dan memungkinkan mereka diarahkan pada pekerjaan lain.
5) Penekanan peningkatan hubungan dengan pembekal. Tidak ada perusahaan yang
ingin terjadi kekurangan atas sediaan. Tidak ada perusahaan yang ingin kekurangan
atas sistem persediaan mereka dan akan menciptakan kekurangan persediaan yang
dimiliki didalam rak penyimpanan. Jika perusahaan memiliki seorang pembekal
kepercayaan maka perusahaan dimungkinkan mendapat barang-barang atau
komponen yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dan
memelihara nama baik perusahaan di depan orang banyak (masyarakat).
6) Pembekal melanjutkan pemeliharaan terhadap karyawan yang produktif selama 24
jam penuh dan kegiatan dipustkan atas keluar masuknya karyawan. Setelah
manajemen memusatkan perhatian pada batas waktu pertemuan, akan membuat
karyawan bekerja keras untuk memenuhi perwujudan sasaran persahaan dalam
kaitan dengan keputusan kerja, promosi, atau bahkan upah yang lebih tinggi.
(Haming, 2014, hal. 306-309)

D. Implikasi Just In Time


1. JIT sederhana dalam teori, namun sangat sulit diwujudkan terutama dalam manufaktur.
2. Salah satu alasan utama banyak perusahaan enggan menerapkan JIT adalah dengan
ketiadaan barang dalam proses, disertai kekhawatiran seluruh proses produksi akan
terhenti bilamana suatu masalah muncul pada salah satu rantai proses produksi.
3. Perusahaan yang hendak menerapkan JIT hendaknya terlebih dahulu menghilangkan
seluruh hal yang berpotensi menjadi penyebab kegagalan sistem antara lain dengan
cara:
a) Mendesain kembali proses produksi sehingga tidak menimbulkan biaya
tinggi bila hendak memproduksi satu atau sejumlah kecil item produk pada
saat tertentu.
b) Alternatif yang biasa dilakukan untuk mengurangi biaya adalah dengan
memperpendek jarak antar proses, memperkerjakan pegawai yang memiliki
kemampuan beradaptasi dengan tuntutan tugas baru dan menggunakan
peralatan yang serba guna.
4. Inti utama dari sistem JIT adalah para pegawai yang sangat terlatih dan senantiasa
mampu memenuhi tuntutan untuk mencapai standar kualitas produk barang/jasa
tertinggi.
5. Bilamana seorang pekerja menjumpai masalah pada komponen produk yang
diterimanya, maka pekerja yang bersangkutan berkewajiban untuk segera melaporkan
hal tersebut pada atasannya agar segera dapat diambil tindakan yang diperlukan.
6. Para pemasok dituntut agar mampu memproduksi sekaligus mengirimkan produk yang
bebas cacat (free defect) kapan saja diperlukan.
7. Implikasi JIT pada sistem akuntansi manajemen:
a) Bagian akuntansi manajemen wajib mendukung peralihan dari sistem
konvensional menuju sistem JIT dengan cara melakukan pemantauan,
identifikasi dan komunikasi pada para pengambil keputusan mengenai asal-
muasal/sumber penundaan (delay), kesalahan (error) dan pemborosan (waste).
b) Kegiatan klerikal akuntansi manajemen menjadi lebih sederhana, karena
berkurangnya mutasi persediaan yang harus dipantau.
8. Untuk mengukur tingkat reabilitas sistem JIT memanfaatkan ukuran berikut ini sebagai
patok duga (bench mark) efektivitas siklus manufaktur, antara lain:
a. Defect Rate
b. Cycle Time
c. Prosentasi ketetapan waktu pengiriman produ pada pelanggan
d. Akurasi perintah produksi/ pengadaan bahan
e. Perbandingan antara produksi aktual dengan rencana produksi
f. Perbandigan antara jam mesin aktual dengan jam mesin yang tersedia
9. Rasio produktivitas konvensional berkenaan dengan tenaga kerja dan mesin kerap tidak
konsisten dengan filosofi JIT.
10. Inovasi manajemen, termasuk JIT memerlukan perubahan kultur organisasi secara
keseluruhan, contohnya:
a. JIT dapat mengubah irama kerja dan disiplin kerja organisasi secara keseluruhan.
b. Perombakan tata letak pabrik (plan lay out) untuk membentuk shop, sangat
mungkin memerlukan renovasi besar-besaran yang haus diperhitungkan sebagai
investasi.
11. Karena ide dasar JIT adalah minimalisasi pemborosan sekaligus keseragaman alur
kerja, menyebabkan banyak pekerja yang tidak siap dengan perubahan tersebut.
Karenanya sosialisasi penerapan JIT harus dilakukan jauh sebelum hari-H.
12. JIT sangat menekankan kerja sama tim, maka kerap dijumpai pekerja yang mengalami
stress, terutama mereka yang berasal dari lingkungan kerja yang selama ini terisolasi
atau mereka yang memiliki kepribadian yang tidak tearn orinted. (Witjaksono, 2013,
hal. 227-228)

E. Implementasi Just In Time (JIT) Manufacturing


JIT adalah metode untuk mengurangi waktu penyimpanan (storage time) dan waktu
penyimpanan tersebut tidak berkontribusi ke aktivitas yang bernilai tambah. Dalam filosofi
JIT, perusahaan hanya memproduksi apabila ada permintaan dari pembeli, tanpa
memanfaatkan tersedianya persediaan sehingga perusahaan tidak menanggung biaya
persediaan. Setiap operasi atau produksi hanya bertujuan memenuhi permintaan. Produksi
tidak akan terjadi sebelum ada tanda dari proses selanjutya yang menunjukkan permitaan
produksi. Suku cadang dan bahan tiba pada saat yang ditentukan untuk dipakai dalam
produksi (on time to production). JIT Manufacturing menuntut ketepatan waktu produksi
dan ketepatan penyerahan produk akhir kepada pelanggan maupun produk antara dari satu
tahap produksi ke tahap berikutnya. Dalam sistem akuntansi manajemen kontemporer,
produksi harus memenuhi “zero defect” yang artinya tingkat kerusakan nol pada semua
tahap siklus hidup produk. Adapun sistem tradisional, masih mentolerir tingkat kerusakan
produk atau produk cacat pada tingkat tertentu yang diperbolehkan. (Salman, 2016, hal. 13-
14)

F. Elemen Penting Sistem Just In Time


Untuk menjamin keberhasilan dalam penerapan sistem Just In Time ini
dibutuhkan adanya kerja sama dari beberapa elemen penting. Elemen-elemen tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Flexible Resources
Karyawan dalam lingkungan Just In Time harus memiliki kemampuan ganda dan
fleksibel. Karyawan diharapkan dapat mengoperasikan seluruh peralatan dan mesin
dalam jalur produksi. Selain itu, mereka juga diharapkan mampu untuk melakukan
pemeliharaan dan perbaikan kecil alat-alat yang menjadi tanggung jawabnya.

2. Cellular Layout
Dalam sistem Just In Time, mesin-mesin diatur sedemikian rupa menyerupai
setengah lingkaran atau ditata dengan pola selular untuk tujuan efisiensi sehingga dapat
mengurangi berbagai pemborosan. Setiap sel dirancang untuk memproduksi satu produk
tertentu. Produk dipindahkan dari satu mesin ke mesin lainnya dari awal hingga akhir.
Setiap sel merupakan miniatur pabrik secara keseluruhan.
3. Pull System
Dalam pull system, proses produksi akan ditentukan oleh adanya permintaan dari
onsumen. Ketika permintaan konsumen masuk, bagian akhir dari perakitan akan
memberikan tanda ke bagian sebelumnya untuk mengirimkan sejumlah partisi atau bahan
yang dibutuhkan pada bagian tersebut. Demikian seterusnya, bagian di belakangnya akan
mengirimkan tanda ke bagian yang ada di belakangnya lagi untuk mengirimkan barang
setengah jadi sesuai dengan kebutuhan.
4. Quick Set up
Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan, mengubah
setting mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan pengujian. Dalam sistem Just In
Time, set up yang berulang-ulang tidak diperlukan lagi karena mesin telah dirancang
untuk satu jenis produk.
5. Small-lot Production
Perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time hanya akan berproduksi sesuai
dengan permintaan konsumen. Tidak seperti yang dilakukan dalam sistem tradisional
yang menerapkan sistem mass production. Produksi dalam jumlah yang kecil ini
dimaksudkan untuk mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu seperti biaya gudang, biaya
pemeliharaan barang, dan lain-lain.
6. Quality at The Source
Barang cacat dapat menimbulkan masalah besar dalam lingkungan Just In Time.
Jika sejumlah unit produk jadi yang dihasilkan mengandung produk cacat, perusahaan
tidak dapat mengirimkan sejumlah barang yang diminta oleh konsumen dan perusahaan
harus mengulang kembali proses produksi hanya untuk membuat pengganti produk yang
cacat saja. Kondisi ini akan menimbulkan adanya penundaan dalam pengiriman barang
kepada konsumen dan menimbulkan kekecewaan konsumen. Jadi, dalam lingkungan Just
In Time kualitas merupakan elemen yang sangat penting disamping elemen yang lain.
7. Supplier Networks
Just In Time sangat membutuhkan hubungan khusus antara pemasok dengan
perusahaan pembeli. Pemasok diharapkan mampu mengirim barang dalam frekuensi
yang lebih banyak dengan jumlah yang lebih kecil. Kedua belah pihak dituntut untuk
dapat bekerja sama guna mencapai keberhasilan bersama di masa mendatang.
Sistem Just In Time telah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di
dunia, seperti Toyota Motor Company di Jepang yang merupakan negara pencetus dari
ide ini, Dell Computer, Intel, Mc. Donald, Black and Decker, Goodyear, dan lain-lain.
Sistem ini tidak hanya bisa diterapkan di perusahaan manufaktur saja, tetapi juga dapat
diterapkan di jenis perusahaan lainnya, seperti perusahaan dagang maupun jasa. Di
Indonesia. Ada beberapa perusahaan yang telah mencoba untuk menerapkan sistem Just
In Time, seperti PT Astra Daihatsu Motor, PT Triangle Motor, PT Ardi Indah, dan lain-
lain. Diantara perusahaan-perusahaan tersebut, ada beberapa perusahaan yang telah
berhasil menerapkan sistem ini, seperti PT Astra Daihatsu Motor, perusahaan ini telah
berhasil meningkatkan kualitas produknya, mengurangi biaya, dan meningkatkan
partisipasi dari pekerja-pekerjanya. Bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, sistem ini
merupakan suatu hal yang baru karena hanya beberapa perusahaan yang mampu
menerapkannya dengan baik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan sistem ini sulit
untuk diterapkan di Indonesia, seperti ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, dan yang
paling penting adalah masalah dana. (Agustina, 2007, hal. 139-141)

G. Kanban
Di Jepang, Kanban berarti “kartu”. Para pekerja menggunakan seperangkat kartu
pengendali untuk memberi tanda saat bahan dan produk harus dipindahkan dari satu operasi
ke lini perakitan lainnya. Kanban digunakan dengan JIT untuk menurunkan “lead time”
secara signifikan, menurunkan persediaan dan meningkatkan produktivitas dengan
menghubungkan semua operasi produksi secara lancar tanpa terputus.
Dengan sistem Kanban, proses atau tahap sebelumnya tidak dapat mengirim suku
cadang atau komponen yang sedang diproses ke tahap berikutnya jika tidak diminta oleh
kartu kanban dari proses di bawahnya. Langkah berikutnya mengendalikan jumlah yang
diproduksi, Jadi tidak akan terjadi overproduksi, prioritas dalam produksi menjadi jelas dan
pengendalian persediaan menjadi lebih mudah.

H. Tujuan dan Manfaat Just In Time


Tujuan just in time memiliki dua tujuan strategis yaitu: untuk meningkatkan
keuntungan dan memperbaiki daya saing perusahaan. Kedua tujuan ini dicapai dengan
mengontrol biaya-biaya (memungkinkan terbentuknya harga yang berdaya saing lebih baik
dan meningkatkan kauntungan), memperbaiki kerja pengiriman, dan juga kualitas. Tujuan
just in time adalah menghasilkan sebuah produk hanya ketika dibuthkan dan hanya dalam
kuantitas yang diminta oleh para pelanggan. Sedangkan menurut pendapat lain tujuan
utama just in time adalah untuk menghasilkan produk hanya jika diperlukan dan hanya
menghasilkan kuantitas produk sebanyak yang diminta pelanggan. Just In Time
mempunyai dua tujuan strategik yaitu: (1) Meningkatkan laba, (2) Memperbaiki posisi
persaingan perusahaan, (3) Tujuan tersebut dapat dicapai dengan: mengurangi persediaan,
meningkatkan mutu, mengendalikan aktivitas supaya biaya lebih rendah, dan memperbaiki
kinerja pengiriman barang. (Diaz, 2015, hal. 4)
Manfaat utama sistem Just In Time adalah akan mengubah daya telusur biaya,
meningkatkan akurasi penentuan cost produk, menurunkan kebutuhan alokasi biaya tak
langsung, mengubah perilaku dan kepentingan relatif biaya tenaga kerja langsung, dan
mempengaruhi sistem penentuan cost pesanan dan cost proses. Terdapat dua manfaat yang
dapat ditemukan dari Just In Time antara lain:
1. Manfaat tangibles, yaitu:
a) Turn over pembelian bahan baku/ suku cadang bertambah.
b) Ketepatan pengiriman meningkat.
c) Lead time pengiriman berkurang.
d) Pekerjaan ekspedisi berkurang.
e) Waktu implementasi perubahan-perubahan oleh pemasok berkurang.
2. Manfaat intangibles, yaitu:
a. Memperbaiki kualitas produk.
b. Berhasil mendorong pemasok memenuhi kualitas yang diperlukan.
c. Memperbaiki produktivitas.
d. Jadwal produksi yang lebih baik.
e. Mengurangi keperluan untuk menginpeksi barang-barang yang masuk.
f. Meningkatkan efisiensi.
g. Memperbaiki posisi kompetitif.
h. Memperbaiki desain produk.
i. Memperbaiki moralitas dalam produksi.
j. Lebih banyak kontak personal dengan pemasok.
k. Mengurangi pekerjaan klerikal. (Putra, 2014, hal. 5)

I. Karakteristik Just In Time


Ada beberapa karakteristik utama dari perusahaan yang telah menerapkan sistem
Just In Time, diantaranya adalah:
1. Kualitas yang tinggi. Perusahaan yang telah menerapkan system JIT berupaya
mencapai tingkat kualitas dimana mereka dapat beroperasi dengan persediaan yang
rendah dan skedul yang ketat. Sistem JIT berupaya menghapus sumber-sumber yang
tidak efisien dan gangguan serta melibatkan karyawan dalam operasi untuk terus
melakukan perbaikan. Dengan kata lain, perusahaan berpegang pada konsep lebih baik
menghasilkan barang yang berkualitas tinggi dengan biaya produksi sedikit lebih
mahal, daripada menghasilkan barang dengan biaya produksi murah tapi kualitasnya
rendah.
2. Tingkat persediaan rendah. Dalam system JIT, persediaan dianggap suatu
pemborosan karena dengan adanya persediaan diperlukan biaya penyimpanan dan
biaya tambahan lainnya. Persediaan digudang tidak banyak, yang ada hanya
secukupnya untuk melanjutkan proses produksi kepada unit kerja berikutnya dan
kalau habis baru dikirim lagi, sehingga ada arus kerja yang berkesinambungan.
3. Jalur produksi yang fleksibel. Sistem produksi menggunakan sellular
manufacturing technique yaitu pengaturan layout dan peralatan proses produksi
yang fleksibel sehingga barang yang diproduksi tidak terlalu sering mengalami
perpindahan produk terlalu sering dianggap sebagai non value added activity.
4. Perubahan struktur organisasi yang mengarah ke produk. Konsep JIT meghendaki
setiap bagian dalam proses produksi mempunyai service departement masing-
masing sehingga apabila ada penyimpangan dapat ditelusuri sedini mungkin.
Penggunaan teknologi informasi secara efektif. Merupakan salah satu syarat utama
dalam penerapan sistem JIT. Sistem JIT merupakan konsep tepat waktu maka tidak
ada keterlambatan dari jadwal induk sekecil apapun (non schedule interruption)
yang dapat ditolelir, disebabkan penyimpangan sekecil apapun dari jadwal rutin
akan menyebabkan kemacetan proses produksi. (Diaz, 2015, hal. 4)
J. Keunggulan dan Kelemahan Metode JIT
Terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan dari metode JIT. Berikut ini
beberapa keunggulan dari metode JIT, antara lain:
1. Menghilangkan pemborosan dengan cara memproduksi suatu produk hanya dalam
kuantitas yang diminta pelanggan.
2. Persediaan kecil, mungkin nol.
3. Tata letak pabrik, dikelompokkan satu macam produk, atau sistem sel.
4. Pengelompokkan karyawan, dalam satu jenis produk.
5. Pemberdayaan karyawan, dilatih dan dididik terus menerus menyesuaikan dengan
perubahan alat kerja dan metode kerja.
6. Pengendalian mutu total, semua orang bertanggung jawab terhadap mutu produk.

Beberapa kelemahan dari metode ini, yaitu:


1. Sulit suatu perusahaan yang memproduksi secara massal hanya melayani pesanan
pelanggan saja, misalnya pabrik gula, kopi, sabun dan sebagainya, dan hanya
memproduksi satu jenis produk.
2. Dalam perusahaan manufaktur sulit sekali tidak memiliki persediaan, khususnya
yang bahan bakunya impor.
3. Menempatkan karyawan pada keahlian khusus pada satu jenis produk tidak mudah,
dan mungkin biayanya mahal.
4. Memerlukan waktu yang cukup panjang untuk membangun relasi yang kuat dengan
para supplier.
5. Pengurangan persediaan yang dipaksa dan terlalu drastis dapat menyebabkan para
pekerja stress. Jika para pekerja melihat JIT sebagai suatu cara untuk memeras
mereka, maka usaha-usaha untuk mengimplementasikan JIT tidak akan sepenuhnya
berhasil dan kinerja karyawan malah akan menurun. (Sinuraya, 2011, hal. 7-8)

Adapun keuntungan dan kerugian penerpan JIT Purchasing. Berikut ini


beberapa keuntungan dari JIT purchasing, antara lain:
1. Keuntungan Bagi Pembeli
Berbagai keuntungan penerapan JIT purchasing antara lain: penurunan
biaya bahan baku, penurunan rework, lebih tepat waktu, penurunan biaya
administrative, penurunan biaya persediaan, penurunan inspeksi, serta kualitas
barang jadi lebih baik.
2. Keuntungan Bagi Pemasok
Keuntungan bagi pemasok antara lain: capacity requirements dan jadwal
produksi lebih konsisten serta pemindahan finishedgoods yang lebih dapat
diprediksi.

Selain itu terdapat beberapa kerugian penerapan metode JIT purchasing,


antara lain: perusahaan akan sulit untuk beralih ke pemasok lain, keterlambatan
pengiriman akan mengakibatkan kegiatan produksi terganggu, serta ketiadaan
inspeksi mengakibatkan substandard finished goods. (Suryandi, 2011, hal. 6-7)

K. Sistem Pembelian Just In Time


Istilah purchasing atau pembelian mencakup proses pembelian barang atau jasa
yang berkualitas baik, dalam kuantitas benar, pemilihan pemasok, pencapaian harga,
mengeluarkan kontrak atau pesanan dan melakukan tindak lanjut untuk memastikan
pengiriman yang baik.
Sistem pembelian Just In Time mengharuskan adanya sistem penjadwalan
pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan
segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan. Pembelian Just In Time adalah
pembelian bahan-bahan atau barang sedemikian sehingga mereka dikirimkan hanya pada
saat dibutuhkan bagi produksi atau penjualan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa pembelian Just In Time adalah sistem pembelian penjadwalan pengadaan barang
atau bahan yang tepat waktu sehingga dapat dilakukan pengiriman atau penyerahan secara
cepat dan tepat untuk memenuhi permintaan.
Perbedaan Just In Time Purchasing dengan Pembelian Tradisional, di dalam
metode pembelian Just In Time Purchasing dan pembelian tradisional tedapat bebrapa
perbedaan dasar yaitu:
1. Pemasok, Just In Time Purchasing hanya menggunakan pemasok dalam jumlah sedikit
untuk memperoleh bahan yang bermutu tinggi, mencapai pengiriman yang tepat waktu
dan jumlah, serta berharga murah. Sedangkan sistem tradisional menggunakan banyak
pemasok untuk memperoleh barang dengan harga murah dan bermutu tinggi. Dan
akibatnya aktifitas-aktifitas tidak bernilai tambah yaitu untuk memperoleh harga yang
murah harus membeli dalam jumlah yang banyak atau mungkin mutunya lebih rendah.
2. Kontrak Pembelian, Just In Time Purchasing menerapkan kontrak pembelian jangka
panjang dengan beberapa pemasoknya guna membangun hubungan baik yang saling
menguntungkan sehingga dapat dipilih pemasok:
a. Memasok bahan yang murah
b. Bermutu tinggi
c. Berkinerja pengiriman tepat waktu dan tepat jumlah
d. Mengurangi frekuensi pemesanan
Sedangkan pada sistem tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek
dengan banyak pemasok.
3. Aktivitas dalam arus pembelian bahan, pada Just In Time Purchasing, aktivitas
pembelian bahan hanya melalui sedikit tahap daripada sistem pembelian tradisional
yang melalui banyak tahapan-tahapan. Dalam rangka menerapkan Just In Time, maka
kondisi dan proses pembelian harus diatur dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Dekat dengan pemasok.
b. Sedikit pemasok.
c. Pemasok tahu kualitas yang diinginkan perusahaan.
d. Meminimalisasi inspeksi.
e. Eliminasi penggudangan.

L. Peranan Just In Time


Dalam sistem Just In Time ada beberapa peranan penting yaitu menghasilkan
sebuah produk hanya ketika dibutuhkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta oleh
pelanggan. Just In Time memiliki beberapa peranan penting diantaranya:
1. Meningkatkan laba.
2. Meningkatkan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui:
a. Pengendalian biaya.
b. Peningkatan kualitas.
c. Perbaikan kinerja kualitas. (Putra, 2014, hal. 5)

M. Faktor Kunci Sukses dalam Just In Time


Ada tujuh faktor kesuksesan Just In Time yaitu:
1. Suppliers, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Kedatangan material dan produk akhir termasuk kesia-siaan.
b. Pembeli daan pemasok membentuk kemitraan.
c. Kemitraan Just In Time
2. Layout, merupakan tata letak yang memungkinkan pengurangan kesia-siaan yang lain,
yaitu pergerakan. Misalnya pergerakan bahan baku manusia menjadi fleksibel, JIT
mensyaratkan:
a. Sel kerja untuk produk keluarga.
b. Pergerakan atau perubahan mesin.
c. Jarak yang pendek.
d. Tempat yang kecil untuk persediaan.
e. Pengiriman langsung ke area kerja.
3. Inventory, persediaan dalam sistem produksi dan distribusi sering diadakan untuk berjaga-
jaga. Teknik persediaan yang efektif memerlukan Just In Time bukan Just In Case.
Persediaan Just In Time merupakan persediaan minimal yang diperlukan untuk
mempertahankan operasi sistem yang sempurna yaitu jumlah yang tepat, tiba pada saat
yang diperlukan bukan sebelum atau sesudah.
4. Schedulling, jadwal yang efektif dikomunikasikan di dalam organisasi dan kepada
pemasok, maka akan sangat mendukung penerapan Just In Tme. Penjadwalan yang lebih
baik juga mengingatkan kemampuan untuk memenuhi pesanan konsumen, menurunkan
persediaan dan mengurangi barang dalam proses, Just In Time mensyaratkan:
a. Mengkomunikasikan penjadwalan kepada supplier.
b. Jadwal bertingkat.
c. Enekan bagian dari skedul paling dekat dengan jatuh tempo
d. Lot kecil.
e. Teknik kanban.
5. Preventive Maintenance, pemeliharaan dilakukan dalam rangka untuk menjaga hal-hal
yang tidak diinginkan supaya tidak terjadi atau merupakan suatu tindakan pencegahan.
Misalnya dengan cara pemeliharaan rutin pada fasilitas yang digunakan maupun pelatihan
karyawan secara terus menerus agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
6. Kualitas, hubungan Just In Time dan mutu kuat sekali, karena berhubungan dengan tiga
hal, yaitu:
a. Just In Time mengurangi biaya perolehan mutu yang baik karena biaya produk sisa,
pengerjaan ulang, investasi persediaan menurun.
b. Just In Time meningkatkan mutu dengan mengurangi antrian dan waktu antara Just
In Time juga membatasi jumlah sumber kesalahan potensial.
c. Mutu yang baik berarti lebih sedikit cadangan sehingga Just In Time lebih mudah
diterapkan.
7. Employee Empowerment, karyawan yang diberdayakan dapat ikut terlibat dalam isu-isu
operasi harian yang merupakan falsafah Just In Time. Pemberdayaan karyawan mengikuti
nasehat manajemen bahwa tidak ada orang yang lebih tahu mengenai suatu pekerjaan selain
karyawan pelaksana pekerja itu sendiri. (Putra, 2014, hal. 8-9)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan
kualitas, menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan
menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga
perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak
konsumen tepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem ini, perusahaan
memproduksinya hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi
biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat
menimbun barang. Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan
konsisten dalam meningkatkan produktivitas. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan
semua biaya (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang
dihasilkan.

B. Saran
Demikianlah makalah ini pemakalah buat dengan sesungguhnya, untuk memenuhi
tugas mata kuliah akuntansi manajemen tentang Just In Time (JIT). Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam menganalisis biaya-biaya pada perusahaan.
Pemakalah menyadari masih terdapat banyak kekurangan pada makalah ini baik dari segi
penulisan makalah, kelengkapan isi, data yang disajikan, dan lainnya. Kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan dari para pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik
lagi kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Y. (2007). Analisa Penerapan Sistem Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi
dan Produktivitas Pada Perusahaan Industri. Jurnal Akuntansi & Keuangan , 139-141.

Dania, W. A. (2015). Aplikasi Just In Time Pada Perencanaan & Pengendalian Persediaan
Kentang. Jurnal Industria Vol.1 No.1 , 22-30.

Diaz, A. P. (2015). Penerapan Metode JIT Pembelian Bahan Baku Dalam Meningkatkan
Efisiensi Biaya Bahan Baku. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol.4 No.10 , 4.

Efrianti, D. (2014). Pengaruh Pengendalian Persediaan Just In Time Terhadap Efisiensi


Pengadaan Persediaan Bahan Baku. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan Vol.2 No.1 ISSN 2337-
7852 , 99-108.

Haming, M. (2014). Manajemen Produksi Modern Operasi Manufaktur dan Jasa Buku 2.
Jakarta : PT Bumi Aksara.

Mulla, B. M. (2009). Pengaruh Penerapan JIT (Just In Time) dan TQM (Total Quality
Management) Terhadap Delivery Performance Pada Industri Otomotif Di Indonesia. Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan Tahun.2 No.2 , 115.

Putra, C. (2014). Penerapan Metode Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya
Persediaan Bahan Baku. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol.3 No.1 , 4-5.

Salman, K. R. (2016). Akuntansi Manajemen Alat Pengukuran Dan Pengambilan Keputusan


Manajerial. Jakarta: PT Indeks.

Santoso, H. F. (2001). Just In Time. Jurnal Akuntansi Krida Wacana Vol.1 No.1 , 5.

Sinuraya, C. (2011). Perbandingan Metode EOQ (Economic Order Quantity) dan JIT (Just In
Time) Terhadap Efisinsi Biaya Persediaan dan Kinerja Non-Keuangan. Jurnal Ilmiah
Akuntansi Nomor 05 Tahun ke-2 Mei-Agustus , 6-7.

Suryandi, F. A. (2011). Peranan Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Pengendalian Intern


Aktivitas Pembelian Bahan Baku Guna Mencapai Penyerahan Bahan Baku Yang Tepat Waktu.
Jurnal Ilmiah Akuntansi No.06 , 6-7.

Witjaksono, A. (2013). Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai