Anda di halaman 1dari 6

BAB III

TATA KERJA

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam di Sekolah Tinggi Farmasi
Indonesia. Waktu penelitian dimulai pada September-Desember 2018.

3.2 Alat
3.3 Bahan
3.4 Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah true experiment (skala laboratorium), dimana kelompok subjek
dipilih yaitu biji pinang Areca catechu L. kemudian dilakukan serangkaian proses isolasi dan
identifikasi terhadap biji pinang hingga diperoleh katekin sebagai isolatnya.

3.4.1 Pengumpulan Bahan


Simplisia biji pinang Areca catechu L. diperoleh dari yang telah disediakan laboran di
laboratorium kimia bahan alam STFI Bandung.

3.4.2 Penapisan Fitokimia Dan Karakteristik Simplisia


3.4.2.1 Penapisan Fitokimia

3.4.2.2 Karakteristik Simplisia


3.4.3 Metode Ekstraksi
Simplisia biji pinang yang diperoleh sebelumnya diserbukkan terlebih dahulu dengan
menggunakan blender. Kemudian serbuk simplisia biji pinang diekstraksi dengan cara reflux
menggunakan pelarut etanol 70% dengan perbandingan serbuk simplisia biji pinang dan etanol
70% 1 : 11 dengan suhu 70ºC selama 120 menit, kemudian ekstrak cair yang dihasilkan dari proses
reflux dipekatkan dengan rotary evaporator suhu 40ºC hingga terbentuk ekstrak kental (Zhang,
Wei Ming, dkk. 2014)
3.4.4 Karakterisasi Ekstrak Kental Biji Pinang

3.4.5 Analisis Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Kental Biji Pinang


3.4.5.1 Alat
Lempeng kromatografi, menggunakan silica gel 60 F254 dengan ukuran yang sesuai
umumnya 20 x 20 cm. Rak penyimpanan, digunakan untuk menempatkan lempeng selama
pengeringan atau untuk membawa lempeng. Rak berisi lempeng harus disimpan dalam suatu
desikator atau harus dapat ditutup kedap untuk melindungi lempeng terhadap pengaruh
lingkungan, setelah diangkat dari lemari pendingin.
Zat penjerap, terdiri dari bahan penjerap yang halus, umumnya berdiameter 5µ hingga 40µ
yang sesuai untuk kromatografi. Zat penjerap dapat dilapiskan langsung pada lempeng kaca atau
dengan menggunakan perekat Paris (kalsium sulfat terhidrasi 5% hingga 5%), pasta kanji atau
perekat lain. Perekat Paris tidak dapat memberikan permukaan yang keras seperti pada pasta kanji,
tetapi tidak terpengaruh oleh pereaksi penyemprot yang bersifat oksidator kuat. Zat penjerap dapat
mengandung zat berfluoresensi yang menyerap cahaya ultraviolet untuk membantu penampakan
bercak.
Bejana kromatografi, yang dapat memuat satu atau lebih lempeng dan dapat ditutup kedap.
Bejana dapat dilengkapi dengan rak penyangga. Alat sablon umumnya terbuat dari plastik
digunakan sebagai alat bantu penotolan. Pipet mikro yang dapat mengeluarkan cairan sejumlah
volume tertentu. Alat penyemprot pereaksi yang dapat menyemprotkan butir-butir halus serta
tahan terhadap pereaksi. Lampu ultraviolet yang sesuai untuk pengamatan dengan panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm (Departemen Kesehatan RI, 2009).

3.4.5.2 Penjenuhan Bejana


Kertas saring ditempatkan dalam bejana kromatografi tingi kertas saring 18 cm dan
lebarnya sama dengan lebar bejana. Kemudian dimasukan sejumlah larutan pengembang yakni
Etil Asetat P : Metanol P : Air (100 : 13,5 : 10) hingga tingginya 0,5 sampai 1 cm dari dasar bejana
ditutup kedap dan dibiarkan hingga kertas saring basah seluruhnya (Departemen Kesehatan RI,
2009).

3.4.5.3 Larutan Uji KLT


Ekstrak kental biji pinang ditimbang seksama ± 1 g kemudian dilarutkan dalam 10 mL
metanol (Departemen Kesehatan RI, 2009).

3.4.5.4 Prosedur KLT


Larutan uji dan larutan pembanding ditotolkan dengan jarak 1,5 – 2 cm dari tepi bawah
lempeng, dan biarkan mengering. Gunakan alat sablon untuk menentukan tempat penotolan dan
jarak rambat. Kemudian diberi tanda pada jarak rambat. Lempeng kemudian ditempatkan pada rak
penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah lalu rak dimasukkan ke dalam
bejana kromatorafi (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Larutan pengembang dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap totolan
jangan sampai tenggelam. Tutup bejana kemudian diletakkan pada tempatnya dan biarkan sistem
hingga fase gerak merambat sampai batas jarak rambat. Lempeng kemudian dikeluarkan dan
dikeringkan di udara lalu diamati bercak dengan sinar tampat, ultraviolet gelomban pendek 254
nm dan 366 nm. Kemudian jarak tiap bercak diukur dari titik penotolan serta dicatat panjang
gelombang untuk setiap bercak yang diamati, sehingga dapat ditentukan harga Rf dan Rx, dimana
nilai Rf katekin ialah 0,60 (Departemen Kesehatan, 2009). Jika diperlukan, semprot bercak dengan
pereaksi penampak bercak, diamati dan kemudian dibandingkan kromatogram bahan uji dengan
kromatogram pembanding (Departemen Kesehatan RI, 2009).

3.4.6 METODE FRAKSINASI


Ekstrak kental biji pinang selanjutnya difraksinasi dengan metode ekstrasi cair-cair.
Dengan perbandingan sebanyak 12 g ekstrak kental biji pinang dicampurkan dengan 500 mL air
di dalam corong pisah, kemudian dilakukan pemisahan secara berturut-turut berdasarkan tingkat
kepolarannya, yakni dengan n-hexane (konsentrasi 5,27%), etil asetat (konsentrasi 27,77%),
kloroform (konsentrasi 1,94) dan n-butanol (41,60%) dimana masing-masing fraksi dari keempat
pelarut ini dipekatkan dengan rotary evaporator suhu 40ºC (Afsar, Tayyaba. 2018)

3.4.7 Metode Subfraksinasi


Berdasarkan hasil fraksinasi dengan empat pelarut, diambil fraksi etil asetat untuk
selanjutnya dilakukan subfraksinasi. Subfraksinasi dilakukan dengan metode Kromatografi Cair
Vakum (KCV). Prinsip kerja dari metode KCV ini berdasarkan sistem gradient agar terjadi
pemisahan. Vakum digunakan untuk memampatkan silica gel, sehingga sampel yang terelusi
semakin cepat dan tidak terpengaruh udara dari luar. Eluen yang digunakan pada metode KCV
ialah Diklormethane : Metanol dengan perbandingan konsentrasi 1:0, 10:0, 9:1, 9:1, 1:9, 8:2, 2:8,
7:3, 3:7, 6:4, 4:6 dan 5:5 Dari ke 12 fraksi ini kemudian masing-masing dilakukan analisis KLT
lalu dibandingkan dengan hasil analisis KLT ekstrak kental dan standar pada literature. Jika hasil
analisis belum menunjukkan yang spesifik maka dilakukan KCV ulang dengan cara mengambil 2
konsentrasi yang memiliki hasil analisis cukup mendekati pembandingnya lalu dicampurkan
kemudian di KCV, selanjutnya dianalisis dengan KLT kembali dan diidentifikasi dengan
spektrofotometri (Afsar, Tayyaba. 2018).

3.4.8 ANALISIS KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS FRAKSI


Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan dengan fase diam nya silica gel F254 dan
pengembang yang sama seperti sebelumnya dilakukan terhadap ekstrak yakni Etil Asetat P : Metanol
P : Air (100 : 13,5 : 10), nilai Rf katekin ialah 0,6 (Departemen Kesehatan. 2009). Kemudian hasil analisis
KLT dibandingkan dengan hasil analisis KLT pada ekstrak kental, pengamatannya meliputi nilai Rf, letak
spot dan hasil pendaran pada lampu UV. Jika hasil spot yang ditimbulkan kurang jelas, semprot dengan
pereaksi semprot seperti, H2SO4 10% dalam etanol.

3.4.9 Metode Isolasi Katekin


Metode isolasi katekin dilakukan terhadap fraksi yang sudah tepat/positif mengandung
katekin berdasarkan hasil analisis KLT, pendaran bercak melalui sinar UV yang dibantu dengan
pereaksi semprot untuk penampak bercak. Metode isolasi fraksi biji pinang menggunakan metode
kromatografi lapis tipis (KLT) preparative. Fase diam dari KLT preparative ialah plat silica gel
F254 dengan ukuran plat 5×20 cm tebal 1 mm. fraksi yang sudah dipekatkan kemudian ditotolkan
sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dielusi
dengan pengembang yang memberi pemisahan terbaik pada saat KLT analisis, seperti misalnya
dengan Etil Asetat P : Metanol P : Air (100 : 13,5 : 10), Jika hasil KLT preparative spot nya berdekatan,
bagian spot tersebut dikerok selanjutnya diekstraksi lagi dengan pelarut yang sesuai untuk dapat melarutkan
senyawa yang dituju, lalu didekantasi dan dibiarkan hingga menguap setengahnya, kemudian di KLT
preparative ulang, hasil KLT harus spesifik satu senyawa. Jika masih belum baik pemisahannya maka
dilakukan KLT preparative ulang terhadap hasil dekantasi. Lain hal nya jika hasil KLT preparative
menghasilkan spot yang terpisah dengan baik maka spot noda pada permukaan plat diuapkan dengan uap
amoniat sambil diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm, warna biru pucat
menunjukkan adanya katekin dan diuji kimia dengan menyemprotkan larutan FeCl3, warna hitam kebiruan
menunjukkan adanya katekin (Robinson, 1995)

3.4.10 Identifikasi dengan Spektrofotometri Uv-Vis


Larutan uji dibuat dengan cara dengan melarutkan zat uji dengan 10% metanol di dalam
vial, kemudian diidentifikasi senyawa katekin dengan spektrofotometri UV pada panjang
gelombang 279 nm – 300 nm (Departemen Kesehatan RI, 2009).

3.4.11 Identifikasi Senyawa Katekin


Senyawa katekin hasil isolat yang diperoleh dari hasil pengerokkan pada KLT preparative
yang telah didekantasi terlebih dahulu ditimbang sebanyak 1,0 mg kemudian dilarutkan dalam
methanol 10 mL. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur absorbansinya.
Golongan flavonoid memiliki serapan spectrum UV-VIS pita 1 pada 300 – 550 nm dan pita 2 pada
240 – 285 nm. Ditambahkan 3 tetes NaOH 2 M ke dalam kuvet kemudian dicampur, spektrum
diperiksa apakah terdapat perubahan kemudian diulangi 5 menit kemudian. Selanjutnya larutan
katekin ditambah dengan 6 tetes AlCl3 5% dalam methanol, spektrum diperiksaapakah terdapat
perubahan. Kemudian ditambahkan larutan HCl 3 tetes (HCl pekat dalam 100 mL aquadest) lalu
dicampur, spektrum kemudian diperiksa. Selanjutnya larutan katekin ditambahkan serbuk Natrium
Asetat sehingga diperoleh 2 mm lapisan serbuk pada dasar kuvet, lalu dicampur. Kemudian
spektrum diperiksa dan diulangi 5 menit kemudian. Ditambahkan serbuk H3BO3 pada kuvet,
setengah jumlah Natrium Asetat lalu dicampur dan diperiksa spektrumnya. (Markam, K.R. 1988)

Daftar pustaka

Afsar, Tayyaba, Suhail Razak, Maria Shabbir dan Muhammad Rashid Khan. 2018. “Antioxodant
Activity Isolated from Ethyl-Acetat Fraction of Acacia hydapsica R. Parker”. dalam
Chemistry Central Journal 12:5.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Markham, K.R.. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan tinggi, hal 191. Bandung : ITB Press.
.Zang, Wei Min, Wu-Yan Huang, Wen-Xue Chen, Lin Han dan Hai-De Zhang. 2014.
“Optimization of Extraction Condition of Areca Seed Polyphenols and Evaluation of Their
Antioxidant Activities”. Dalam Molecules Journal. China.

Anda mungkin juga menyukai