SKRIPSI
LEGINA ADITYA
0606069956
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
LEGINA ADITYA
0606069956
NPM : 0606069956
Tanda Tangan :
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 11 Januari 2011
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak
cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 11 Januari 2011
Yang menyatakan
(Legina Aditya)
iv Universitas Indonesia
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Sains Departemen Biologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Drs.Wisnu Wardhana, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi dan Dr. Ratna
Yuniasih M. Si, selaku penasehat akademik yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan mendukung saya dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Dosen-dosen Departemen Biologi FMIPA UI yang telah memberikan saran,
masukan, dan bimbingan kepada penulis, khususnya Dr. rer. nat. Mufti P.
Patria, M.Sc selaku ketua departemen Biologi FMIPA UI, Dra. Nining B.
Prihantini, M.Sc selaku sekretaris departemen Biologi FMIPA UI, Dr. rer. nat.
Yasman, M.Sc, Drs. Erwin Nurdin, M.Si, Dra. Noverita D. Takrina, M.Sc, Dra.
Titi Soedjiarti, SU, Drs. Fir Abdurrahman, M.Sc, Dr. Anom Bowolaksono,
M.Si, dan Dr. Luthfiralda Sjahfirdi, M. Biomed. Terimakasih juga kepada
seluruh karyawan di Departemen Biologi FMIPA UI, khususnya Taryana,
Taryono, Dedi, Arif, Ida, Ros, Sofi, Asri, dan Tati yang telah membantu
kelancaran selama masa perkuliahan dan penelitian.
3. Bapak dan ibu saya, keluarga besar, dan Arifah Dinda Lestari S.Si yang telah
memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan dukungan kepada saya, sehingga
saya dapat menyelesaikan kuliah dan penelitian saya dengan baik.
4. Pada Sigit Junaedi S.Si dan Stevanus Topan Laksmana yang telah menjadi
rekan kerja selama kerja di laboratorium. Kepada Oka Akhsan M. S.Si yang
selalu menemani ketika pengamatan malam, juga kepada juragan Iqbal yang
v Universitas Indonesia
Penulis
2010
vi Universitas Indonesia
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
xi Universitas Indonesia
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dan Perna viridis. Penelitian Edward dkk. (1992) menjadi acuan dalam
mengamati mekanisme pemangsaan pada Chicoreus capucinus terhadap
Cerithidea cingulata. Aspek-aspek yang dapat diamati dari penelitian tersebut
antara lain:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.1.1 Klasifikasi
5 Universitas Indonesia
2.1.2 Morfologi
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
7
1 cm
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
8
2 cm
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
9
Chicoreus capucinus tersebar pada bagian barat Pasifik, dari Fiji hingga
bagian tenggara Asia, juga di Australia dari bagian barat Australia hingga
Queensland (Chalermwat & Wells 2008: 217--218). Chicoreus capucinus banyak
dijumpai di ekosistem hutan mangrove Asia Tenggara, seperti di Indonesia (Tan
& Oh 2002: 43).
2.2.1 Klasifikasi
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
10
2.2.2 Morfologi
2.2.3 Pertumbuhan
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
11
singkat. Cerithidea cingulata menetaskan telurnya dalam waktu tujuh hari setelah
masa inkubasi.
1 cm
Gambar 2.3 Cerithidea cingulata
[Sumber: Dokumentasi pribadi]
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
12
Cerithidea cingulata antara 6--9. Hasil konversi hutan mangrove menjadi tambak
air payau di Indonesia menyebabkan populasinya melimpah di tambak air payau
(Aldon dkk. 1998: 10--12).
Juvenil dari ikan bandeng dan udang di tambak memakan mikroalga dan
sedimen yang mengandung bakterial. Keberadaan Cerithidea cingulata di dasar
tambak yang sama-sama memakan alga dan sedimen menyebabkan jumlah
makanan berkurang (Borlongan dkk. 1998: 40; Coloso dkk. 1998: 669; Bagarinao
& Olaguer 2000: 11 ). Mobilitas Cerithidea cingulata di dasar perairan yang
mengikuti pasang surut juga dapat mengganggu pertumbuhan alga. Banyaknya
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
13
2.3 PREDASI
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
14
suatu spesies dan bahkan komunitas (Vamosi 2005 dalam Lakkonnen 2007: 6).
Sistem predasi membagi spesies menjadi dua bagian, yaitu predator (pemangsa)
dan prey (mangsa) (Marti 1987: 204). Predator merupakan spesies yang
memangsa spesies lain, sedangkan prey merupakan mangsa yang dimakan oleh
spesies lain (Gibson dkk. 1995: 37).
Ditinjau dari predator, proses predasi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
mencari mangsa, menangkap dan memakan mangsa. Apabila proses ketiganya
sukses, maka predator dapat menangkap dan memakan mangsanya. Mekanisme
pertahanan dari mangsa merupakan hal yang dapat mengganggu ketiga proses
tersebut. Contoh dari adaptasi mekanisme pertahanan yang biasa dimiliki antara
lain; kamuflase, respon melarikan diri, dan adaptasi morfologi (Gibson dkk. 1995:
337).
Salah satu karakteristik yang penting dari hubungan antara predator dan
prey dalam kesuksesan menangkap mangsa adalah perbandingan ukuran predator
dan prey (Gibson dkk. 1995: 337). Prey memiliki ukuran optimal untuk dapat
ditangkap oleh predator (Fischer 2003: 379). Predator biasanya memangsa
spesies yang ukurannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukurannya (Marti
1987: 205). Wilson (1975 dalam Marti 1987: 205) menjelaskan bahwa energi
yang dibutuhkan predator lebih efisien untuk dapat memangsa prey yang lebih
kecil. Predator yang relatif lebih besar dari mangsa memangsa tanpa
menggunakan taktik khusus, namun pemangsaan terhadap mangsa yang relatif
lebih besar membutuhkan cara khusus seperti menggunakan racun, jebakan atau
kerja sama antar spesies (Toledo dkk. 2006: 170). Mangsa yang terlalu kecil
biasanya akan dibiarkan oleh predator karena kecilnya jumlah makanan yang
didapatkan, sedangkan mangsa yang terlalu besar tidak bisa dimangsa oleh
predator karena kemampuan melarikan diri mangsa sulit untuk dihadapi (Gibson
dkk. 1995: 337).
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
15
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
16
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
17
2.5 BIOKONTROL
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
18
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
19
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
20
Universitas Indonesia
Mekanisme pemasangan..., Legina Aditya, FMIPA UI, 2010
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.2.1 Alat
3.2.2 Bahan
21 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Chicoreus capucinus
Ukuran X (4--5 cm)
Ukuran Y (5--6 cm)
Ukuran Z ( 6--7 cm)
Cerithidea cingulata
Ukuran A (1--2 cm)
Ukuran B (2--3 cm)
Ukuran C (3--4 cm)
Universitas Indonesia
100 cm
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ukuran Ukuran
Chicoreus Cerithidea Percobaan Perilaku pemangsaan
capucinus cingulata
Z (6--7 cm) A (1--2 cm) 1 -
Chicoreus capucinus menangkap dan
menyelimuti mangsa. Chicoreus capucinus
menyelimuti bagian body whorl cangkang
Z (6--7 cm) A (1--2 cm) 2
mangsa dan kemudian memutar dan
memakannya melalui apertur yang tidak
tertutup operkulum.
Z (6--7cm) A (1--2 cm) 3 -
Chicoreus capucinus menangkap mangsa
dan menyelimutinya. Chicoreus capucinus
menarik mangsa yang hendak melarikan
Z (6--7 cm) B (2--3 cm) 1
diri, kemudian memutar cangkang mangsa
hingga menyelimuti bagian apertur dan
memakan.
Chicoreus capucinus menangkap
Cerithidea cingulata dan menyelimutinya.
Z (6--7 cm) B (2--3 cm) 2
Chicoreus capucinus kemudian memangsa
dengan cara mengebor cangkang mangsa.
Chicoreus capucinus menangkap mangsa
dengan menempelkan kaki pada bagian
apeks cangkang mangsa yang sedang
berjalan. Chicoreus capucinus kemudian
Z (6--7 cm) B (2--3 cm) 3 menarik dan memutar cangkang mangsa
hingga akhirnya mencapai bagian apertur.
Cerithidea cingulata berusaha lari namun
gagal. Chicoreus capucinus memangsa
melalui apertur tanpa mengebor operkulum.
27 Universitas Indonesia
Ukuran Ukuran
Chicoreus Cerithidea Percobaan Perilaku pemangsaan
capucinus cingulata
Y (5--6 cm) A (1--2 cm) 1 -
Chicoreus capucinus mengejar dan
menyelimuti mangsa. Chicoreus capucinus
Y (5--6 cm) A (1--2 cm) 2 memangsa melalui bukaan apertur setelah
menyelimuti bagian sekitar apertur
cangkang mangsa.
Chicoreus capucinus menangkap dan
menyelimuti mangsa. Chicoreus capucinus
yang telah menyelimuti cangkang
kemudian menyelimuti mantel dari
Y (5--6 cm) A (1--2 cm) 3
Cerithidea cingulata. Cerithidea cingulata
masuk ke dalam cangkang dan Chicoreus
capucinus memangsanya melalui apertur
tanpa mengebor cangkangnya.
Chicoreus capucinus mengejar mangsa,
kemudian bagian kakinya menyelimuti
cangkang mangsa. Cerithidea cingulata
Y (5--6 cm) B (2--3 cm) 1 ditarik dan diputar hingga apertur mengarah
ke atas. Chicoreus capucinus kemudian
menyelimuti bagian apertur dan
memakannya tanpa mengebor operkulum.
Chicoreus capucinus mengejar mangsa.
Kemudian menyelimuti dan menempel
Y (5--6 cm) B (2--3 cm) 2
pada cangkang mangsa, dan mengebor
cangkang pada bagian spire cangkang.
Chicoreus capucinus aktif dan menempel
Y (5--6 cm) B (2--3 cm) 3 pada cangkang mangsa. Chicoreus
capucinus menarik mangsa yang akan
Universitas Indonesia
Ukuran Ukuran
Chicoreus Cerithidea Percobaan Perilaku pemangsaan
capucinus cingulata
Chicoreus capucinus memangsa melalui
bukaan apertur setelah menangkap mangsa
dengan cara menyelimutinya terlebih
X (4--5 cm) A (1--2 cm) 1 dahulu. Chicoreus capucinus mengebor
operkulum mangsa. Chicoreus capucinus
menarik Cerithidea cingulata yang
berusaha untuk melarikan diri.
X (4--5 cm) A (1--2 cm) 2 -
Chicoreus capucinus menangkap mangsa
dan menyelimuti cangkang. Chicoreus
capucinus menarik dan memutar mangsa
X (4--5 cm) A (1--2 cm) 3
hingga dapat menyelimuti bagian apertur.
Chicoreus capucinus melalui apertur
dengan memasukkan proboscisnya.
Chicoreus capucinus memangsa Cerithidea
cingulata dengan cara mengebor cangkang
X (4--5 cm) B (2--3 cm) 1
setelah menangkap dan menyelimuti
mangsa. Bagian cangkang yang dibor
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2. Menangkap mangsa
Universitas Indonesia
4. Memakan mangsa
1 cm
Universitas Indonesia
1 cm
Universitas Indonesia
Hasil pengamatan Tabel 4.1, 4.2, dan 4.3 menunjukkan kesamaan pada
beberapa hasil pengamatan pemangsaan beberapa Gastropoda predator terhadap
mangsa Gastropoda. Menurut Tan & Oh (2002: 48), Chicoreus capucinus
terkadang memasukkan proboscisnya di antara celah operkulum dan bukaan
apertur dari cangkang Nerita sp. Edward dkk. (1992: 103) menambahkan jika
Fazciolaria trapezium dapat memangsa Gastropoda (Murex tribulus dan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
cm), sedangkan Chicoreus capucinus kelompok Z (6--7 cm) tidak terlalu sulit
untuk memangsa Cerithidea cingulata kelompok C (3--4 cm).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Chicoreus capucinus kelompok Y
(5--6 cm) dan Z (6--7 cm) lebih cenderung memangsa Cerithidea cingulata
kelompok C (3--4 cm) dengan cara mengebor cangkang (Tabel 4.4). Hal tersebut
terjadi karena Cerithidea cingulata mampu melakukan perlawanan saat akan
ditarik oleh Chicoreus capucinus. Cerithidea cingulata yang lebih besar sulit
untuk ditangkap Chicoreus capucinus karena perbedaan ukuran predator dan
mangsa yang tidak terlalu jauh, sehingga Cerithidea cingulata kelompok C (3--4
cm) relatif lebih sulit untuk dimangsa. Sulitnya memangsa Cerithidea cingulata
kelompok C (3--4 cm) menyebabkan Chicoreus capucinus lebih sulit memangsa
melalui apertur, karena sulitnya menarik dan memutar Cerithidea cingulata agar
apertur dapat terselimuti oleh Chicoreus capucinus.
Hasil pengamatan menunjukkan pengeboran melalui operkulum mangsa
lebih jarang terjadi dibandingkan memangsa melalui apertur tanpa mengebor
operkulum (Gambar 4.3) dan memangsa dengan cara mengebor cangkang.
Pengeboran melalui operkulum terjadi saat Cerithidea cingulata sedang menutup
cangkang, namun dalam percobaan Cerithidea cingulata aktif bergerak di dalam
akuarium sehingga tidak sedang menutup cangkang. Pengeboran operkulum di
alam oleh predator diperkirakan terjadi saat mangsa sedang menutup cangkang
karena adanya bahaya di lingkungan, seperti predator. Menurut Tan & Oh (2002:
44), Chicoreus capucinus memangsa Gastropoda Litoraria vespacea dengan cara
mengebor operkulumnya. Penelitian Tan (2008: 238) menujukkan dari 99
pemangsaan Chicoreus capucinus terhadap Cerithidea cingulata, 71,7%
pemangsaan dilakukan dengan cara mengebor operkulum.
Universitas Indonesia
1 cm
Universitas Indonesia
berukuran lebih besar, karena keuntungan nutrisi yang didapatkan lebih sedikit.
Benny dkk. (1996: 277) menambahkan jika mangsa yang lebih besar dapat
memberikan jumlah makanan yang lebih besar, sehingga dapat memberikan
energi yang lebih besar untuk berburu mangsa setelahnya. Mangsa yang terlalu
besar akan lebih sulit dihadapi karena kemungkinan dapat melarikan diri. Hal
tersebut terjadi karena mangsa akan lebih mudah melawan predator yang
ukurannya tidak terlalu jauh berbeda (Gibson dkk. 1995: 337).
Tabel 4.5 Tabel percobaan prey perception distance dari Chicoreus capucinus
dengan jarak 100cm.
Universitas Indonesia
kategori ukuran X (4--5 cm), tiga ekor ukuran Y (5--6 cm), dan tiga lagi ukuran Z
(6--7 cm). Hasil percobaan dapat dilihat di tabel 4.3.
Lama waktu Chicoreus capucinus untuk mendeteksi dan mendekati lokasi
mangsa bervariasi. Hasil pengamatan untuk mendeteksi mangsa dalam jarak 100
cm oleh Chicoreus capucinus kelompok X (4--5 cm) dilakukan selama 6 menit 15
detik, 8 menit 11 detik dan 7 menit 47 detik. Rata-rata waktu Chicoreus
capucinus berukuran kecil untuk dapat mendeteksi mangsa adalah 7 menit 13
detik.
Chicoreus capucinus kelompok Y (5--6 cm) membutuhkan waktu 5 menit
43 detik, 7 menit 35 detik, dan 6 menit 26 detik untuk dapat mendeteksi mangsa
dengan jarak 100 cm. Rata-rata waktu yang dibutuhkan Chicoreus capucinus
berukuran Y (5--6 cm) untuk dapat mendeteksi mangsa ialah 6 menit 39 detik.
Chicoreus capucinus yang berukuran lebih besar membutuhkan lebih lama untuk
dapat mendeteksi keberadaan mangsa di dalam akuarium. Chicoreus capucinus
kelompok Z (6--7 cm) membutuhkan waktu 7 menit 3 detik, 9 menit 51 detik, dan
7 menit 39 detik untuk dapat mendeteksi mangsa. Rata-rata waktu yang
dibutuhkan Chicoreus capucinus berukuran Y (6--7 cm) untuk dapat mendeteksi
mangsa ialah 8 menit 2 detik.
Hasil seluruh percobaan prey perception distance menunjukkan bahwa
Chicoreus capucinus dapat mendeteksi mangsa dalam waktu kurang dari 20
menit. Chicoreus capucinus yang paling cepat dapat mendeteksi mangsa adalah
Chicoreus capucinus kelompok Y (5--6 cm) yaitu dalam waktu 5 menit 43 detik,
sedangkan yang paling lambat adalah Chicoreus capucinus yang memiliki ukuran
Z (6--7 cm) cm yaitu dalam waktu 9 menit 51 detik. Menurut percobaan Edward
dkk. (1992: 103), diketahui bahwa Fasziolaria trapezium dapat mendeteksi
mangsa dalam waktu 7 menit 42 detik hingga 13 menit 18 detik dalam jarak 100
cm. Morton (1990 dalam Edward dkk. 1992: 103) menambahkan jika Nassarius
festivus dapat menyadari adanya mangsa dalam jarak sekitar 30 kali panjang
cangkangnya (36 cm). Chicoreus capucinus dapat menyadari adanya makanan
dalam waktu kurang dari 20 menit. Hemifusus pugiilinus dapat menyadari
mangsa dalam jarak 100 cm dengan waktu kurang dari 30 menit. Hemifusus
pugilinus tidak akan dapat mendeteksi mangsa apabila mangsa berada pada jarak
Universitas Indonesia
lebih dari 12 kali panjang cangkangnya (Benny dkk. 1996: 275). Deteksi predator
sangat dipengaruhi oleh alat reseptor yang dimilikinya. Gastropoda predator
biasanya memiliki alat reseptor yang lebih berkembang. Neogastropoda yang
memiliki kebanyakan anggota predator memiliki sebuah osphradium yang relatif
lebih berkembang (Croll 1983: 307).
Hasil percobaan menunjukkan bahwa Chicoreus capucinus dapat
mendekati mangsa yang berjarak 100 cm di dalam akuarium membutuhkan waktu
lebih dari 20 menit. Rata-rata waktu Chicoreus capucinus kelompok X (4--5 cm)
untuk mendekati mangsa adalah 27 menit 25 detik, Chicoreus capucinus
kelompok Y (5--6cm) membutuhkan waktu rata-rata 22 menit 43 detik, dan
Chicoreus capucinus Z (6--7 cm) membutuhkan waktu 27 menit 42 detik.
Chicoreus capucinus yang paling cepat dalam mendekati mangsa adalah
Chicoreus capucinus kelompok Y (5--6 cm) cm yaitu 22 menit 12 detik,
sedangkan yang paling lambat adalah Chicoreus capucinus kelompok Z (6--7 cm)
yaitu 35 menit 25 detik. Rata-rata keseluruhan kelompok Chicoreus capucinus
untuk dapat mendekati mangsa adalah 25 menit 58 detik.
Chicoreus capucinus mendekati mangsa dengan pola pergerakan yang
acak. Chicoreus capucinus tidak langsung menuju mangsa, namun bergerak
secara acak dan tidak beraturan. Pola pergerakan Chicoreus capucinus diduga
mengikuti arah apertur Cerithidea cingulata yang berada di dalam akuarium.
Pergerakan Chicoreus capucinus yang acak juga diduga bahwa Chicoreus
capucinus tidak dapat mengetahui keberadaan mangsa dengan baik dengan jarak
100 cm. Chicoreus capucinus dapat mengetahui mangsanya apabila jaraknya
semakin dekat. Hal tersebut ditunjukkan dengan pola pergerakan Chicoreus
capucinus yang relatif lurus mengarah ke mangsa setelah berada lebih dekat dari
lokasi mangsa (Croll 1983: 295; 302--307).
Bentuk akuarium yang memanjang (100 cm x 30 cm x 30 cm)
memudahkan Chicoreus capucinus untuk dapat mendekati mangsa lebih mudah
karena jangkauan ruang yang kecil. Hasil penelitian Berreira dkk. (2004: 57)
menjelaskan jika Thais haemastoma floridan berjalan tidak langsung menuju
mangsa, melainkan berjalan secara acak dan kadang berada di samping dinding
Universitas Indonesia
akuarium. Pola pergerakan Chicoreus capucinus dapat dilihat di Gambar 4.4 dan
4.5.
10 cm
Keterangan gambar: : Pola gerakan Chicoreus capucinus
Gambar 4.4. Pola pergerakan Chicoreus capucinus
[Sumber: Dokumentasi pribadi]
Universitas Indonesia
Skala: 1: 8 100 cm
Keterangan gambar:
: Lokasi awal Chicoreus capucinus
: Lokasi Cerithidea cingulata
: Pola pergerakan Chicoreus capucinus (5’ 43’’)
: Pola pergerakan Chicoreus capucinus (6’ 26 “)
: Pola pergerakan Chicoreus capucinus (7’ 39 “)
: Pola pergerakan Chicoreus capucinus (7” 47”)
: Pola pergerakan Chicoreus capucinus (7’ 03’’)
: Pola pergerakan Chicoreus capucinus (9’ 51’’)
: Pola pergerakan Chicoreus capucinus (8’ 11’’)
: Pola pergerakan Chicoreus capucinus (7’ 35’’)
Gambar 4.5. Skema pola pergerakan Chicoreus capucinus saat mendekati mangsa
Pola pergerakan yang acak dan relatif menuju dinding (Gambar 4.5)
menunjukkan bahwa respon Chicoreus capucinus diduga mengikuti arah apertur
dari Cerithidea cingulata yang diletakkan pada akuarium. Arah apertur
Cerithidea cingulata di dalam akuarium diduga menjadi faktor penting dalam pola
pergerakkan dari Chicoreus capucinus. Apabila arah apertur ke arah selatan maka
diduga Chicoreus capucinus akan mengarah ke selatan dinding akuarium.
Adanya dinding akuarium sebagai penghalang menyebabkan Chicoreus capucinus
dapat mendekati mangsa dengan mudah karena ruang yang relatif lebih sempit.
Oleh karena itu Chicoreus capucinus dapat mendekati mangsa melalui arah
selatan akuarium karena apertur Cerithidea cingulata mengarah ke arah selatan
(Croll 1983: 302--307).
Gastropoda dapat mendeteksi mangsa dengan menggunakan tanda dari
substansi kimia, seperti dapat membedakan makanan atau bukan dari rasa dan
bau. Oleh karena itu, deteksi Chicoreus capucinus di alam sangat dipengaruhi
oleh arah angin dan arah arus angin. Namun penelitian yang dilakukan di
laboratorium menyebabkan tidak adanya angin, sehingga Chicoreus capucinus
Universitas Indonesia
mendeteksi mangsa melalui bau Cerithidea cingulata dari arah apertur mangsanya
(Croll 1983: 295).
Universitas Indonesia
5.1 KESIMPULAN
5.2 SARAN
44 Universitas Indonesia
45 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Harper E. M. & L. Peck. 2003. Predatory behaviour and metabolic costs in the
Antarctic muricid gastropod Trophon longstaffi. Polar Biol 26: 208--217.
Hinton, A. G. 1972. Shells of New Guinea and the Central Indo-Pasific. The
Jacaranda Press, Queensland: xvii+92 hlm.
Houbrick, R. S. 1984. Revision of higher taxa in genus Cerithidea
(Mesogastropoda: Potamididae) based on comparative morphology and
biological data. American Malacological Bulletin 2:1--20.
Kamimura, S. & M. Tsuchiya. 2004. The effect of feeding behaviour of the
gastropods Batillaria zonalis and Cerithideopsilla cingulata on their
ambient environment. Marine Biology 144: 705--712.
Laakkonen, M. V. M. 2007. Behavioural and physiological responses to
predators of captive-bred Arctic charr: significance of genetics, learning
and ontogeny. Disertasi S3, Faculty of Biosciences of the University of
Helsinki, Helsinki: 29 hlm.
Marti, C. D. 1987. Predator-prey interactions: A selective review of North
American research results. Revista Chilena de Historia Natural 60: 203--
219.
Muller, K. 2003. The Mollusks of Kamoro Land. Freeport Environmental
Departement 1: 1--10.
Oemarjati, B. S. & W. Wardhana. 1992. Taksonomi avertebrata: Pengantar
praktikum laboratorium. UI Press, Jakarta: vii+177 hlm.
Palmer, A. R. 1988. Feeding biology of Ocenebra lurida (Prosobranchia:
Muricacea): diet, predator-prey size relations, and attack behavior. The
veliger 31(3/4): 192--203.
Primavera, J. H. 2006. Overcoming the impacts of aquaculture on the coastal
zone. Ocean & Coastal Management 49: 531--545.
Person, P., A. Smarsh, S. J. Lipson & M. R. Carriker. 1961. Enzymes of the
accessory boring organ of the Muricid Gastropod Urosalpinx cinerea
follyensis. I. Aerobic and related oxidative system. Marine Biological
Laboratory Massachusetts 5: 401--410.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia