Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PENGGANTI PERKULIAHAN

1. a. Palestina adalah sebuah Negara


Setuju, Palestina adalah sebuah negara berdaulat dikarenakan Palestina sudah
memiliki pemerintah, wilayah, bendera dan juga populasi yang tetap. Palestina telah diakui
sebagai sebuah negara yang berdaulat. Alasannya, resolusi tersebut telah ditanda tangani
oleh organisasi Internasional (PBB) yang terdiri dari 193 negara di seluruh dunia. Untuk
itu, setidaknya berdasarkan teori deklaratif, Palestina sudah dapat disebut sebagai sebuah
negara berdaulat.
Secara umum, ada dua teori yang berkaitan dengan pembentukan negara baru yang
berdaulat. Yang pertama adalah teori konstitutif dan yang kedua adalah teori deklaratif.
Teori konstitutif menekankan bahwa negara-negara atau pemerintah dapat menjadi subyek
hukum Internasional jika negara lain mengakui mereka terlebih dahulu. Ini berarti bahwa
jika negara baru ini tidak mendapatkan pengakuan dari negara lain maka mereka tidak
dapat dikategorikan sebagai sebuah negara meskipun mereka telah memenuhi persyaratan
untuk menjadi negara-negara seperti sudah adanya penduduk yang tetap, wilayah dan
pemerintah.
Dengan demikian, adanya pengakuan menjadi sangat penting menurut teori
konstitutif ini. Sementara itu, teori deklaratif lebih menekankan bahwa sebuah negara, baru
dapat diklasifikasikan sebagai sebuah negara baru berdaulat jika negara-negara ini dapat
memenuhi persyaratan normatif sebagaimana disebutkan dalam konvensi Montevideo.
Kriteria Sebuah Negara Berdasarkan Konvensi Montevideo (Teori Deklaratif)
Konvensi Montevideo tentang Hak dan Kewajiban Negara dirumuskan dalam
konferensi Internasional ketujuh negara-negara yang berada di benua Amerika pada
tanggal 26 Desember tahun 1933 di Uruguay. Konvensi ini mendorong agar teori deklaratif
dapat diterima sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional (international costumary
law). Konvensi ini ditandatangani oleh sembilan belas negara dan telah menjadi referensi
utama dalam upaya menerjemahkan arti dan ciri sebuah Negara.
Pasal 1 Konvensi ini menyebutkan bahwa ada empat kriteria yang harus dipenuhi
oleh sebuah calon negara baru untuk menjadi sebuah negara berdaulat, yaitu; adanya
populasi yang tetap (permanent population), adanya wilayah yang jelas dan tetap (defined
territory), adanya pemerintah (government) dan adanya kapasitas (negara) untuk
melakukan tindakan atau hubungan hukum dengan negara lain. orang yang tinggal di
wilayah Palestina dan sekitar 6 juta yang tinggal di luar negeri (diaspora). Hal ini
menjelaskan bahwa Palestina jauh-jauh hari telah siap dan dapat disebut sebagai Negara
berdaulat.
Bagi Palestina, kriteria ini tidak menjadi masalah sama sekali karena jauh sebelum
deklarasi negara Palestina dilakukan, disana sudah ada manusia yang mendiami wilayah
tersebut, bahkan semenjak penjajahInggris masuk ke wilayah itu. Namun akibat perang
Arab-Israel yang terjadi pada tahun 1948, sebagian besar penduduk Palestina terpaksa
meninggalkan tanah mereka sendiri walau kembali lagi ketika perang berakhir.
Dengan demikian, mengenai kriteria pertama ini, Palestina memenuhinya karena mereka
sudah memiliki populasi permanen seja negara itu dideklarasikan atau didirikan. Saat ini
jumlah penduduk Palestina sekitar 4,5 juta.
Kriteria yang kedua adalah memiliki wilayah yang jelas (definded territory).
Sebuah Negara sudah pasti terdiri dari sebuah wilayah, tanpa wilayah maka tidak dapat
disebut sebagai sebuah negara. Sudah barang tentu dengan adanya wilayah, maka negara
tersebut dapat melakukan aktivitasnya. Itulah alasan mengapa memiliki wilayah yang tetap
sangat penting, tanpa wilayah tidak mungkin negara dapat melakukan aktivitasnya. Selain
itu, adanya wilayah mencerminkan kedaulatan sebuah negara, tanpa kedaulatan tidak ada
negara.
Kriteria ketiga adalah memiliki pemerintah atau pemerintahan. Penetapan kriteria
adanya pemerintah ini telah menjadi salah satu syarat penting juga dalam mendirikan
sebuah Negara baru. Jika wilayah dan populasi telah ada, lalu bagaimana kita menyebut
itu sebuah negara jika populasi dan wilayahnya tidak diatur oleh sebuah pemerintah yang
efektif. Oleh karena itu, jelas bahwa adanya pemerintah atau pemerintah yangefektif telah
menjadi faktor lain yang amat penting bagi pendirian sebuah negara baru. Hukum
internasional itu sendiri mendefinisikan wilayah dengan mengacu kepada seberapa jauh
wilayah tersebut dapatdikontrol oleh pemerintahnya.
Kriteria keempat adalah kemampuan untuk melakukanperbuatan hukum atau
hubungan dengan negara-negara lain. Kriteria ini sulit untuk didefinisikan. Berdasarkan
Dapo Akande, ia menyatakan bahwa kriteria ini mungkin dipahami sebagai adanya
kemerdekaan saja dari sebuah negara. Dengan status kemerdekaan ini, dengan sendirinya
dapat memberikan kapasitas kepada sebuah negara untukmelakukan perbuatan hukum atau
hubungan hukum dengan negara-negara lain. Tetapi, pertanyaannya adalah apa itu
kemerdekaan dan bagaimana diperoleh.
Jadi, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pertama, Palestina jelas
memiliki populasi yang tetap atau permanen, wilayah yang tetap dan jelas dan juga
pemerintah yang mengatur negara tersebut. Kedua, Palestina telah mampu untuk terlibat
dalam hubungan diplomatik dengan negara-negara lain dan organisasi internasional.
Ketiga, Palestina jelas memiliki pemerintahan yang efektif sendiri yang dipilih melalui
pemilihan umum. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Palestina memenuhi kententuan yang
diatur dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo dan alhasil dapat diterima dan memenuhi syarat
sebagai sebuah negara.

b. Palestina adalah sebuah Negara


Tidak setuju, karena meskipun Palestina telah memiliki kriteria-kriteria seperti pada di
atas, tetapi mereka masih tidak memiliki kontrol penuh terhadap wilayahnya. Beberapa
bagian dari wilayah Palestina masih berada di bawah kendali Israel. Oleh karena itu,
Palestina tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah negara yang berdaulat karena mereka
belum memiliki kontrol yang penuh terhadap wilayahnya. Meskipun secara normatif,
semua persyaratan telah dipenuhi, tetapi sekali lagi pondasi dasar untuk disebut sebuah
negara adalah ketika sebuah negara tersebut diperlakukan seperti negara itu sendiri atau
organisasi internasional lainnya. Jika negara-negara tersebut merasa sudah diperlakukan
seperti negara berdaulat maka pada saat itu sudah dapat disebut sebagai sebuah negara.
Masalah bagi pengakuan Palestina sebagai sebuah negara berdaulat hanyalah terkait
dengan aspek politik dari masing-masing negara. Misalnya, mengapa sampai sekarang
Amerika Serikat belum mengakui Palestina sebagai sebuah negara berdaulat, hal itu
terkait dengan kepentingan politik mereka dengan Israel. Contoh lain adalah Kosovo
yang telah memproklamirkan kemerdekaannya, namun hingga kini masih belum diakui
sebagai negara oleh China dan Rusia. Demikian juga dengan Palestina meskipun sudah
ada sekitar 136 dari 193 negara di seluruh dunia yang telah mengakui sebagai sebuah
negara, tetapi pengakuan tersebut nampaknya belum cukup kuat karena pengakuan dari
negara-negara superpower belum lengkap.
Jadi, hal ini bukan lagi terkait dengan kriteria normatif, tetapi cenderung kepada
aspek politik. Untuk itu, dalam konteks ini Palestina juga harus melakukan pendekatan-
pendekatan politik untuk mendapat pengakuan dari negara superpower lainnya.

2. Analisa GAM
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan sebuah bagian dari sejarah bangsa
Indonesia. Sebuah sejarah yang dapat ditulis dengan tinta darah, karena telah banyak
menumbalkan sesama anak bangsa. Sebuah konflik yang ironisnya untuk memperjuangkan
hal yang sama, namun dipersepsi dan diinterpretasikan secara berbeda oleh kedua belah
pihak yang bertikai. Sebuah perbedaan dalam memaknai nasionalisme. Sebuah perlawanan
untuk memperjuangkan nasionalisme vis-vis sebuah perjuangan untuk mempertahankan
nasionalisme.
Penggunaan lambang-lambang separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menjadi
lambang dan bendera resmi Aceh menuai kontroversi. Menurut Ketua Palang Merah
Indonesia (PMI) Jusuf Kalla, penggunaan lambang GAM itu telah menyalahi perjanjian
damai (MoU) di Helsinki antara pemerintah Indonesia dengan GAM. Mantan Wakil
Presiden yang menjadi pencetus perdamaian Indonesia-GAM ini mengungkapkan, pada
Pasal 4.2 di MoU Helsinki secara tegas menyatakan bahwa GAM dilarang memakai
seragam maupun menunjukkan emblem atau simbol militer setelah penandatanganan Nota
Kesepahaman ini.

ANALISIS

Dalam hukum internasional, yang dapat melakukan perjanjian adalah pihak yang
mempunyai kedudukan sebagai subjek hukum internasional. Untuk dapat dikatakan
sebagai subjek internasional, maka pihak tersebut haruslah mendapat pengakuan.
Atas dasar pengakuan yang diberikan oleh pihak/negara lain terhadap bentuk/wujud
peristiwa/fakta tersebut, maka dibedakanlah bentuk pengakuan itu menjadi beberapa
bentuk, yaitu:
1. Pengakuan terhadap negara baru
2. Pengakuan terhadap pemerintah baru
3. Pengakuan terhadap pemberontak yang dapat dibedakan lagi menjadi dua Pengakuan
terhadap kaum insurgensi dan Pengakuan terhadap kaum belligerensi
4. Pengakuan terhadap suatu bangsa
5. Pengakuan atas hak-hak teritorial baru
(Recognition of the new teritorial rights)
Salah satu dari bentuk pengakuan tersebut adalah pengakuan terhadap kaum
pemberontak. Pemberontakan biasanya terjadi dalam suatu negara yang terdiri atas
sekelompok orang yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu.
Adapun tujuan pemberontakan itu ada bermacam-macam, seperti misalnya untuk
menggulingkan pemerintah yang sah untuk diganti dengan pemerintah baru sesuai dengan
keinginan kaum pemberontak, memisahkan diri dari negara induk dan membentuk negara
merdeka, ataupun untuk bergabung dengan negara lain maupun untuk menuntuk otonomi
yang lebih luas. Salah satu contohnya adalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang
merupakan gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari wilayah negara
Indonesia.Dalam hukum Internasional, kaum pemberontak (belligerency) dapat dikatakan
sebagai subjek hukum Internasional.
Oleh beberapa sarjana hukum internasional, ada 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi
agar suatu kelompok pemberontak dapat disebut sebagai kaum belligerensi dan oleh karena
itu dapat diberikan pengakuan sebagai kaum belligerensi. Syarat-syarat tersebut adalah:
1. Kaum belligerensi itu harus sudah terorganisasikan secara teratur
Dalam hal ini, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah mempunyai sistem organisasi
yang teratur. Struktur organisasi GAM dibagi menjadi pucuk pimpinan di pengasingan
dan kepemimpinantingkat menengah, tentara, anggota, dan dukungan basis di Aceh.
GAM menganggap bahwa mereka sebagai wakil sah satu-satunya rakyat Aceh untuk
mendirikan lembaga pemerintah.
2. Menggunakan tanda-tanda pengenal yang jelas untuk menunjukkan identitasnya
Sebagai sebuah gerakan, identitas merupakan hal yang sangat penting sebagai bentuk
dari ciri dan pembeda dengan gerakan-gerakan yang lain. GAM sebagai sebuah
gerakan mempunyai ciri khas dan identitas, hal ini ditunjukkan melalui penggunaan
seragam dan bendera. Bendera Aceh berbentuk segi empat persegi panjang dengan
ukuran lebar 2/3 dari panjang, 2 buah garis lurus putih di bagian atas, 2 buah garus
lurus putih di bagian bawah, 1 garis hitam di bagian atas, 1 garis hitam di bagian bawah.
Pada bagian tengah bendera terdapat gambar bulan bintang dengan warna dasar merah,
putih, dan hitam. Untuk lambang terdiri atas gambar singa, buraq, rencong, gliwang,
perisai, rangkaian bunga, daun padi, jangkar, huruf ta tulisan Arab, kemudi dan bulan
bintang dengan semboyan Hudep Beu Sare Mate Beu Sajan. Dalam beberapa publikasi
foto menunjukkan bahwa anggota GAM tidak hanya berasal dari kaum laki-laki saja
akan tetapi kaum perempuan juga menjadi bagian dari GAM yang dikenal dengan
istilah inoeng Bale (Janda). GAM juga menggunakan seragam doreng hijau, topi baret,
namun terkadang GAM tidak menggunakan seragam pada waktu operasi militernya
3. Menguasai suatu bagian wilayah secara efektif
Gerakan Aceh Merdeka(GAM) beroperasi dan telah menguasai wilayah Aceh.
Sejatinya, basis perjuangan GAM dilakukan dalam dua sisi, diplomatik dan bersenjata.
Jalur diplomasi langsung dipimpin Hasan Tiro dari Swedia. Opini dunia dikendalikan
dari sini. Sementara basis militer dikendalikan dari markasnya di perbatasan Aceh
Utara-Pidie. Seluruh kekuatan GAM dioperasikan dari tempat ini. Termasuk, seluruh
komando di sejumlah wilayah di Aceh dan di beberapa negara seperti Malaysia, Pattani
(Thailand), Moro (Filipina), Afghanistan, dan Kazakhstan. Tetapi, kerap GAM menipu
TNI dengan cara mengubah-ubah tempat markas utamanya. Di seluruh Aceh, GAM
membuka tujuh komando, yaitu komando wilayah Pase Pantebahagia, Peurulak,
Tamiang, Bateelik, Pidie, Aceh Darussalam, dan Meureum. Masing-masing komando
dibawahi panglima wilayah.
Dalam hal ini Gerakan aceh Merdeka (GAM) telah memenuhi 3 syarat sebagai kaum
belligerensi, yakni :
1. Kaum belligerensi itu harus sudah terorganisasikan secara teratur
2. Menggunakan tanda-tanda pengenal yang jelas untuk menunjukkan
identitasnya
3. Menguasai suatu bagian wilayah secara efektif
Oleh karena itu, Gerakan Aceh Merdeka dapat diakui sebagai kaum belligerensi
sehingga dapat memperoleh kedudukan sebagai pihak atau subjek hukum internasional
dalam perjanjian internasional.

3. Vatikan sebagai subjek hukum internasional (Negara)


Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan
kewajiban. Pada awal mula dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya
negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Akan tetapi karena
perkembangannya, pendukung hak dan kewajiban dalam hukum internasional pada saat ini
ternyata tidak terbatas pada Negara saja tetapi juga meliputi subyek hukum internasional
lainnya.
Tahta Suci (Vatican)
Yang dimaksud dengan Tahta Suci (Vatican) adalah gereja Katolik Roma yang
diwakili oleh Paus di Vatikan. Walaupun bukan suatu negara, Tahta Suci mempunyai
kedudukan sama dengan negara sebagai subjek hukum internasional. Tahta Suci memiliki
perwakilan-perwakilan diplomatik di berbagai negara di dunia yang kedudukannya sejajar
sengan wakil-wakil diplomat negara-negara lain.
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan
Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan
mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain
dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum
internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas
dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan,
sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin
tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia.
Dasar lain yang menjadikan Tahta Suci (Holy See) sebagai subjek hukum
internasional adalah dengan mengacu juga kepada Konvensi Montevideo 1933 yang mana
Vatikan merupakan pihak dan memenuhi ketentuan-ketentuan pada Konvensi tersebut.
Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain:
1. Memiliki populasi permanen yang secara faktual penduduk tetap Vatikan adalah 800
orang,
2. Memiliki suatu wilayah tertentu yang dalam hal ini Tahta Suci terletak di atas lahan
seluas 44 hektar / 0,44 Kilometer yang terletak di tengah-tengah Kota Roma, Italia,
3. Terdapat suatu bentuk pemerintahan yang dalam hal ini bentuk negara Vatikan adalah
Monarki Absolut yang dikepalai oleh seorang Paus (kepala negara) yang memiliki
kekuasan absolut atas kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif,
4. Serta memiliki kapasitas untuk terlibat dalam hubungan internasional dengan negara
lain, dalam hal ini selain Vatikan adalah pihak pada perjanjian-perjanjian internasional
seperti “The International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination” dan “Vienna Convention on Diplomatic Relations” Selain itu Vatikan
adalah anggota pada organisasi-organisasi internasional seperti World Organization of
Intellectual Properties (WOIP) dan UNESCO. Vatikan juga memiliki hubungan
diplomatik dengan negara-negara di dunia, sebagai contoh Indonesia yang memiliki
perwakilan diplomatik khusus untuk Vatikan begitu juga Vatikan terhadap Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai