Anda di halaman 1dari 6

1.

Sistem Mata Pencaharian Hidup


Orang-orang Ambon pada umumnya mayoritas mereka bertani di ladang. Dalam hal
ini, sekelompok orang membuka sebidang tanah di hutan, dengan cara menebang pohon –
pohon di hutan dan dengan membakar batang – batangnya serta dahan yang telah kering.
Ladang yang dibuka dengan cara ini hanya diolah dengan tongkat, kemudian ditanami
tanpa irigasi kemudian ditanami kacang-kacangan dan ubi ubian.
 Pertanian

Bidang pertanian khususnya tanaman pangan yang memiliki rata-rata produksi


paling besar adalah ubi kayu. Komoditi ini dominan di Kab. Seram Bagian Barat
dengan jumlah produksi mencapai 25.950 Ton/thn. Sedangkan untuk Kab. Maluku
Tengah, padi sawah merupakan komoditi tanaman pangan yang dominan dengan
jumlah produksi sebesar 20.160 Ton/thn.

 Peternakan

Usaha peternakan yang ada saat ini umumnya merupakan peternakan rakyat dan
masih bersifat tradisional. Populasi ternak yang banyak adalah kelompok unggas,
sapi, babi dan kambing. Dari rata-rata produksi yang yang dimiliki, ketersediaan
lahan sangatlah luas, maka perlu adanya suatu upaya pengelolaan secara optimal dan
profesional guna terciptanya peningkatan pendapatan.

 Perkebunan

Salah satu potensi yang memiliki nilai yang strategis/mengikuti trend saat ini
ialah kelapa dengan luas tanam sebesar 20.547,63 Ha dan jumlah produksi 23.490,55
ton/thn dimana dari bahan ini dapat dimanfaatkan menjadi biodisel dan bioetanol
yang berfungsi sebagai bahan pengganti bahan bakar yang berasal dari fosil.
Beberapa komoditi perkebunan yang ada di wilayah KAPET Seram selain memiliki
keunggulan produktivitas, juga yang telah lama dikenal memiliki keunggulan
kualitas. Rendemen minyak kelapa dalam maupun hibrida tergolong tinggi. Tanaman
cengkih yang sejak dulu telah menjadi tanaman rakyat masyarakat Maluku juga
memiliki nilai kualitas tinggi karena memiliki kadar eugenol yang tinggi
6. Sistem Religi

Pada umumnya penduduk Maluku Tengah beragama Nasrani dan minoritas beragama
Islam, walaupun mereka telah memeluk agama Islam dan Nasrani tapi mereka masih nampak
sisa sisa religi sebelum agama Islam dan Nasrani muncul. Mereka masih percaya akan adanya
roh roh yang harus dihormati dan diberi makan, minum dan tempat tinggal agar mereka tidak
mengganggu bagi orang yang masih hidup di dunia ini. Untuk masuk baileu misalnya mereka
harus melakukan upacara lebih dahulu untuk meminta izin kepada roh nenek moyang yang
ada di Baileu. Adapun orang yang ikut dalam upacara tersebut adalah tuan negeri atau
sesepuh. Orang yang masuk baileu harus memakai pakaian hitam serta kalung warna merah
yang dikalungkan ke bahu. Zaman sekarang orang Ambon telah meninggalkan upacara
memanggil roh nenek moyang, kurban kurban yang dipersembahkan kepada roh nenek
moyang serta pemujaan roh nenek moyang.  

Orang Ambon mengenal upacara cuci negeri yang pada umumnya sama dengan upacara
bersih desa yang dilakukan orang di pulau Jawa. Semua penduduk desa harus membersihkan
sesuatu dengan cara yang baik dan benar. Bangunan bangunan yang harus dibersihkan adalah
Baileu, rumah rumah warga dan pekarangan, bila tidak dilakukan dengan benar maka akan
ada sangsinya yaitu mereka akan jatuh sakit. Seluruh warga desa akan terkena wabah penyakit
atau panennya gagal.

Orang Maluku Tengah pada umumnya mengenal upacara pembayaran kain berkat, yang
dilakukan oleh klen penganten laki laki, kepada kepala adat dari desa penganten perempuan,
pembayaran itu berupa kain putih serta minuman keras atau tuak, kalau hal ini dilupakan
keluarga muda ini akan menjadi sakit dan mati. Di desa desa Ambon yang beragama Islam
kita melihat adanya dua golongan penganut yang disamakan dengan  Islam di Jawa yaitu
misalnya abangan atau santri. Di negeri Kailolo mayoritas penduduknya adalah santri, bulan
puasa di beritahukan oleh imam atau disebut saniri negeri. Demikian pula dengan lebaran haji
setelah kepala negeri atau saniri negeri mengetahuinya, maka imam imam negeri tersebut
harus menyampaikan kepada umat Islam di sana.

7. Kesenian

a. Tari Cakalele

Cakelele merupakan tarian tradisional khas Maluku. Para penari laki-laki mengenakan
pakaian perang yang didominasi oleh warna merah dan kuning tua. Di kedua tangan penari
menggenggam senjata pedang (parang) di sisi kanan dan tameng (salawaku) di sisi kiri,
mengenakan topi terbuat dari alumunium yang diselipkan bulu ayam berwarna
putih. Sementara, penari perempuan mengenakan pakaian warna putih sembari
menggenggam sapu tangan (lenso) di kedua tangannya. Para penari Cakalele yang
berpasangan ini, menari dengan diiringi musik beduk (tifa), suling, dan kerang besar (bia)
yang ditiup.
b. Alat Musik

Asal usul alat musik tifa Asal usul alat musik tifa – Tifa adalah alat musik pukul. Alat
musik tifa berasal dari daerah maluku dan papua, Tifa mirip seperti gendang cara
dimainkan adalah dengan dipukul. Terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau
dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya
digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan
indah.

c. Perang Salawaku

Parang Salawaku terdiri dari Parang (pisau panjang) dan Salawaku (perisai) yang pada
masa lalu adalah senjata yang digunakan untuk berperang. Di lambang pemerintah
kota Ambon, dapat dijumpai pula Parang Salawaku. Bagi masyarakat Maluku, Parang dan
Salawaku adalah simbol kemerdekan rakyat. Senjata ini dapat disaksikan pada saat
menari CakaleleParang dibuat dari besi yang ditempa dengan ukuran bervariasi, biasanya
antara 90-100 cm. Pegangan parang terbuat darikayu besi atau kayu gapusa. Sementara itu,
salawaku dibuat dari kayu keras yang dihiasi kulit kerang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara menyelesaikan Perkelahian berbeda agama di suku Maluku?
2. Bagaimanakah penyelesaian Kawin Lari menurut Hukum adat di Desa Wab
Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara?

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini dibuat bertujuan agar kita mengetahui lebih dalam tentang ragam budaya
Indonesia, dan jenis kebudayaan yang dimiliki setiap daerah khususnya budaya masyarakat
Maluku

1.4 Manfaat

Agar mahasiswa mengetahui berbagai macam tradisi dan kebudayaan Maluku


Agar meningkatkan kepedulian mahasiswa terhadap budaya-budaya di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bagaimana cara menyelesaikan Perkelahian berbeda agama di suku Maluku?

Pada 22 Nopember 2008, sekitar pukul 21.00 WIT di Negeri Soahuku Kec. Amahai Kab.
Maluku Tengah terjadi perkelahian antara warga yang beragama Islam dengan yang
beragama Nasrani. Saat aksi lempar berlangsung, tiba-tiba salah satu rumah warga
terbakar dan selanjutnya menjalar pada 5 rumah warga lainnya. Adapun perkelahian
berawal dari saling ejek antara kedua komunitas. Dalam peristiwa tersebut tidak terdapat
korban jiwa, namun situasi masyarakat di Masohi sempat tegang.
Sering terjadinya bentrokan antar warga desa di wilayah Maluku, mengindikasikan
bahwa sebagian masyarakat Maluku masih rentan terlibat konflik. Dari beberapa
bentrokan yang terjadi, sebagian diantaranya dipicu oleh permasalahan-permasalahan
pribadi, namun kemudian berkembang dengan melibatkan warga lainnya. Dalam hal ini,
pelibatan warga lain dipengaruhi oleh kesamaan suku, agama maupun ikatan sebagai
warga satu desa. Disamping itu, sikap satu komunitas terhadap komunitas lain juga
dinilai sebagai hal yang penting bagi masyarakat, sehingga masalah-masalah individu
akan diangkat menjadi masalah bersama dalam satu komunitas/desa yang sama. Seperti
halnya bentrokan antara warga desa Hitu Lama dengan Hitu Mesing, telah terjadi
beberapa kali dan upaya damai juga dilakukan, namun peristiwa tersebut kembali terjadi
dengan melibatkan warga lain meskipun latar belakangnya adalah masalah pribadi.
Sedangkan bentrok antar warga di Desa Soahuku yang diduga berawal dari saling ejek,
telah menyentuh ikatan-ikatan berdasar agama, sehingga menimbulkan kekhawatiran
akan terjadinya bentrokan yang lebih besar di masa mendatang. Dengan perkembangan
yang demikian, diperkirakan bentrokan antar warga di wilayah Maluku masih akan terus
terjadi dengan eskalasi dan latar belakang yang berbeda-beda.
Seyogyanya dialog antar kelompok dapat menjadi agenda reguler dalam hidup
bermasyarakat dan implementasinya tidak hanya pada jajaran atas saja, tapi harus
menyentuh sampai masyarakat lapisan bawah. Dan mengusung agenda-agenda dalam
konteks perwujudan masyarakat yang damai, adil, dan makmur. Sekiranya masing-
masing kelompok dapat menemukan perannya masing-masing melalui dialog tersebut.
Kemudian merumuskan bentuk kerja sama yang efektif antar kelompok.
Musyawarah dan mufakat juga merupakan aspek yang ditekankan oleh nilai-nilai
Pancasila. Mengambil waktu untuk duduk bersama dan berdialog untuk bisa lebih
mengerti dan memahami satu dengan lainnya merupakan perwujudan dari aspek tersebut.
Beberapa dialog telah dilakukan utuk menyelesaikan beberapa konflik, tapi perlu lebih
intensif pada kepentingan kesejahteraan masyarakat keseluruhan. Masing-masing
kelompok tidak mencari keuntungan sendiri melalui pelaksanaan dialog. Peranan
Pemerintah dan Pemuka Agama sangatlah penting dalam upaya menengahi/mediasi
setiap konflik yang terjadi di kalangan selain itu kesadaran masyarakat juga sangat
dituntut agar proses mediasi suatu konflik yang terjadi.

2.2 Bagaimanakah penyelesaian Kawin Lari menurut Hukum adat di Desa Wab Kepulauan
Kei Kabupaten Maluku Tenggara?

Dalam prakteknya hukum agama diadopsi sebagai hukum positif, seperti dalam
penentuan hukum waris, perkawinan, dan hukum lainnya. Demikian pula hukum adat, sebagian
masyarakat masih menggunakan hukum adat sebagai norma hukum dalam mengelola kehidupan
sosial, ekonomi dan budaya serta pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Salah satunya
masyarakat Kei yang lebih memprioritaskan hukum adat dan bahkan memutlakannya,
kenyataannya adalah di dalam menyelesaiankan kawin lari sebagai perkawinan terlarang. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk memperoleh alasan, akibat, dan cara penyelesaian Kawin Lari
menurut hukum adat di Kepulauan Kei Desa Wab Maluku Tenggara. Subjek penelitian ini adalah
pelaku kawin lari, tua-tua adat dan tokoh masyarakat di desa Wab Maluku Tenggara. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, di mana teknik yang digunakan yaitu observasi,
wawancara dan dokumen.

Dalam penelitian ini, validitas data yang digunakan yaitu trianggulasi data dan
trianggulasi metodologi. Adapun data yang digunakan bersumber dari pelaku kawin lari, tua-tua
adat, dan tokoh masyarakat melalui teknik wawancara, observasi serta dokumen. Dari penelitian
yang dilakukan, diperoleh hasil mengenai bagaimana alasan kawin lari dalam penelitian ini ada 4
yaitutidak disetujui orang tua, ingin cepat berumah tangga, takut kehilangan si gadis, dan si gadis
telah hamil. Akibat dalam penelitian ini juga diungkapkan bahwa pasangan kawin lari harus
menerima resiko ada yang harus putus sekolah, kehilangan orang tuanya ataudapat menimbulkan
permusuhan dalam keluarga, bahkan masyarakat yang membatasi pergaulan dengan mereka.
Maka penyelesaian masalah adalah hal yang terpenting dalam kehidupan kelompok masyarakat,
penyelesaian tersebut dilakukan secara hukum adat, dan setelah itu dilanjutkan secara agama dan
secara negara. Dengan adanya penyelesaian masalah maka kehidupan dalam kelompok
masyarakat tersebut semakin erat, sehingga tercapai suatu kehidupan yang harmonis dalam
kelompok masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai