PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki
keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan
di dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak
dapat kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang
menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia.
Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki kebudayaan. Begitu pula
sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini berarti begitu besar
kaitan antara kebudayaan dengan masyarakat. Kebiasaan masyarakat yang berbeda-beda
di karenakan setiap masyarakat/suku memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan
suku liannya. Masyarakat Ambon, adalah salah satu masyarakat Indonesia yang berada
di kawasan Maluku. Setiap masyarakat pastilah memiliki kebudayaan yang berbeda
dengan masyarakat lainnya yang menjadi penanda keberadaan suatu masyarakat/suku.
Begitu juga dengan masyarakat Ambon yang memiliki karekteristik kebudayaan yang
berbeda. Keunikan karakteristik suku Ambon ini tercermin dari kebudayaan yang
mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.
Suku Ambon dengan sekelumit kebudayaannya merupakan salah satu hal yang menarik
untuk dipelajari dalam bidang kajian mata kuliah Pluralitas dan Integritas Nasional yang
pada akhirnya akan menjadi bekal ilmu pengetahuan bagi kita dalam hal kebudayaan
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai masalah Antropologi
Kesehatan berdasarkan kebudayaan suku Maluku (Ambon) .
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa memahami tentang kebudayaan masyarakat Ambon
b. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami masalah Antropolgi
Kesehatan berdasarkan Suku Maluku (Ambon).
/Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun oleh penulis agar pembaca mengetahui sedikit banyak
tentang kebudayaan yang ada di suku Maluku (Ambon) dan lebih khusus masalah
antropologi kesehatan yang berdasarkan suku Ambon. Agar menambah wawasan
para pembaca mengenai hal tsb.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan laporan yang digunakan oleh kelompok kami adalah metode
studi kasus dan kepustakaan serta dengan cara pengumpulan data melalui searching
di internet dan sedikit sumber dari buku yang berhubungan dengan topik di atas.
Desa adat suku Ambon dibangun sepanjang jalan utama antara satu desa dengan
desa yang lain saling berdekatan, atau bisa juga dalam bentuk kelompok yang terdiri
dari rumah-rumah yang dipisahkan oleh tanah pertanian. Bentuk kelompok kecil
rumahrumah itu disebut ”Soa”. Rumah asli Ambon, sama seperti di Nias, Mentawai,
Bugis Toraja, dan suku lainnya di Indonesia, dibangun dengan tiang kayu yang
tinggi. Beberapa “Soa” yang letaknya berdekatan satu dengan yang lain dalam
sebuah kampung yang disebut dengan ”Aman”. Kumpulan dari beberapa ”Aman”
disebut dengan ”Desa” yang juga disebut dengan ”Negari” dan dipimpin oleh
seorang ”Raja” yang diangkat dari klen-klen tertentu yang memerintah secara turun-
temurun, dan kekuasaan di dalam negari dibagi-bagi untuk seluruh klen dalam
komunitas negeri. Pusat dari sebuah Negari dapat dilihat dengan adanya balai
pertemuan, rumah raja, gereja, masjid, rumah alim ulama, toko, dan kandang
berbagai hewan peliharaan.
Dalam proses sosio-historis, ”negari-negari” ini mengelompok dalam komunitas
agama tertentu, sehingga timbul dua kelompok masyarakat yang berbasis agama,
yang kemudian dikenal dengan sebutan Ambon Sarani dan Ambon Salam.
Pembentukan negeri seperti in memperlihatkan adanya suatu totalitas kosmos yang
mengentalkan solidaritas kelompok, namun pada dasarnya rentan terhadap
kemungkinan konflik. Oleh sebab itu, dikembangkanlah suatu pola manajemen
konflik tradisional sebagai pencerminan kearifan pengetahuan lokal guna mengatasi
kerentanan konflik seperti Pela, Gandong; yang diyakini mempunyai kekuatan
supranatural yang sangat mempengaruhi perilaku sosial kedua kelompok masyarakat
ini; dan hubungan kekerabatan lainnya.
C. SISTEM KEMASYARAKATAN
Dalam kehidupan masyarakat Maluku pada umumnya dan Ambon pada
khususnya, hubungan persaudaraan atau kekeluargaan terjalin atau terbina sangat
akrab dan kuat antara satu desa atau kampung dengan desa atau kampung yang lain.
Hubungan kekeluargaan atau persaudaraan yang terbentuk secara adat dan
merupakan budaya orang Maluku atau Ambon yang sangat dikenal oleh orang luar
itu dinamakan dengan istilah “PELA”.
Hubungan pela ini dibentuk oleh para datuk atau para leluhur dalam ikatan yang
begitu kuat. Ikatan pela ini hanya terjadi antara desa kristen dengan desa kristen dan
juga desa kristen dengan desa islam. Sedangkan antara desa Islam dengan desa Islam
tidak terlihat (Frank L. Cooley, Mimbar dan Takhta, Jakarta: PSH, 1987, hlm 183).
Dengan demikian, walaupun ada dua agama besar di Maluku (Ambon), akan tetapi
hubungan mereka memperlihatkan hubungan persaudaraan ataupun kekeluargaan
yang begitu kuat. Namun seperti ungkapan memakan si buah malakama atau seperti
tertimpa durian runtuh, hubungan kekeluargaan atau persaudaraan yang begitu
kuatpun mendapat cobaan yang sangat besar, sehingga tidak dapat disangkali bahwa
hubungan yang begitu kuat dan erat, ternyata pada akhirnya bisa diruntuhkan oleh
kekuatan politik yang menjadikan agama sebagai alat pemicu kerusuhan yang
sementara bergejolak di Maluku (Ambon), yang sampai sekarang sulit untuk dicari
jalan keluarnya. Hubungan persaudaraan dan kekeluargaan yang begitu kuat
dipatahkan dengan kekuatan agama yang dilegitimasi oleh kekuatan politik hanya
karena kepentingan-kepentingan big bos atau orang-orang tertentu. Apakah budaya
“Pela (Gandong)” bisa menjadi jembatan lagi untuk mewujudkan rekonsiliasi di
Maluku (Ambon)? Inilah yang masih merupakan pergumulan.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap ”Soa” dipimpin oleh seorang
kepala ”Soa”, yang bertugas mengerjakan urusan administrasi harian, baik itu urusan
tradisional, maupun untuk urusan pemerintahan Indonesia. Sedangkan beberapa
kesatuan ”Soa” yang disebut dengan ”Negari”, dipimpin oleh seorang ”raja” yang
diangkat berdasarkan keturunan. Tetapi walaupun ”raja” diangkat berdasarkan
keturunan, aturan adat suku Ambon dalam memilih suatu pemimpin, pada umumnya
dilakukan dengan cara pemilihan dengan cara pemungutan suara. Berikut adalah
beberapa ”Sanitri” atau pejabat tradisional dalam kehidupan sosial masyarakat Suku
Ambon :
Tuan tanah
Seseorang yang ahli dalam bidang pertanahan dan kependudukan
Kapitan
Seseorang yang ahli dalam peperangan
Kewang
Seseorang yang bertugas untuk menjaga hutan
Mariny
Seseorang yang bertugas memberikan berita dan pengumuman. Dalam
kemasyarakatan Suku Ambon, banyak dijumpai Organisasiorganisasi
kemasyarakatan yang memiliki berbagi macam visi dan misi. Berikut beberapa
contoh organisasi kemasyarakatan Suku Ambon :
Patalima
Lima bagian, merupakan orang-orang yang tinggal di sebelah timur. Namun dilihat
dari sejarah di mana Suku Ambon pernah dikuasai oleh Ternate dan Tidore,
organisasi ini nampaknya dibentuk untuk menunjukkan pengaruh kerajaan Ternate
dan Tidore, dan juga untuk membantu pertahanan dari serangan musuh.
Jajaro
Organisasi kewanitaan Suku Ambon, Organisasi kepemudaan
Pela Keras
Organisasi antar Soa yang fokus pada kegiatan kerjasama suatu proyek antar Soa,
peperangan, dan lain-lain.
Muhabet
Organisasi yang mengurus semua kegiatan upacara kematian.
Patasiwa
sembilan bagian, merupakan kelompok orang-orang Alifuru yang bertempa tinggal
di sebelah baratsungai mala sampai ke Teluk upa putih di sebelah selatan. Patasiwa
dibagi menjadi dua kelompok yaitu patasiwa hitam dan patasiwa putih. Patasiwa
hitam wargawarganya di tato, sedangkan patasiwa putih tidak.
Pengertian Pela
Pela berasal dari kata “Pila” yang berarti “buatlah sesuatu untuk bersama”.
Sedangkan jika ditambah dengan akhiran -tu, menjadi “pilatu”, artinya adalah
menguatkan, usaha agar tidak mudah rusuh atau pecah. Tetapi juga ada yang
menghubungkan kata pela ini dengan pela-pela yang berarti saling membantu atau
menolong. Dengan beberapa pengertian ini, maka dapat dikatakana bahwa PELA
adalaah suatu ikatan persaudaraan atau kekeluargaan antara dua desa atau lebih dengan
tujuan saling membantu atau menolong satu dengan yang lain dan saling merasakan
senasib penderitaan. Dalam arti bahwa senang dirasakan bersama begitupun susah
dirasakan bersama (Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Maluku, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1977/1978, hlm 27). Ikatan pela ini diikat dengan suatu
sumpah dan dilakukan dengan cara minumdarah yang diambil dari jari-jari tangan
yang dicampur dengan minuman keras lokal maupun dengan cara memakan sirih
pinang. Hubungan pela ini biasanya terjadi karena ada peristiwa yang melibatkan
kedua kepala kampung atau desa, dalam rangka saling membantu dan menolong satu
sama lain. Dalam ikatan pela ini memiliki serangkaian nilai dan aturan yang mengikat
masingmasing pribadi yang tergabung dalam persekutuan persaudaraan atau
kekeluargaan itu. Aturan itu antara lain adalah: tidak boleh menikah sesama pela atau
saudara sekandung dalam pela. Jika hal ini dilakukan maka akan terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan atau terjadi hukuman bagi yang melanggaranya (op.cit., Cooley, hlm
184).
Jenis-Jenis Pela
Panas Pela
Panas Pela adalah suatu kegiatan yang dilakukan setiap tahun antara desa yang
telah sama-sama mengankat sumpah dalam ikatan pela untuk mengenangkan kembali
peristiwa angka pela yang terjadi pada awalnya. Selain itu juga kegiatan panas pela ini
juga pada intinya adalah untuk lebih menguatkan, mengukuhkan hubungan
persaudaraan dan kekeluargaan.
Hubungan Budaya Pela Dengan Rekonsiliasi
Pada hakikatnya pela telah mengandung unsur rekonsiliasi. Oleh karena dalam
budaya pela itu sendiri dinyatakan bagaimana ikatan yang kuat dalam menjalin
kedamaian ata kehidupan yang saling merasakan susah dan senang secara bersama.
Akan tetapi dengan melihat situasi yang terjadi akhir-akhir ini yang menumbangkan
ikatan pela oleh karena ikatan agama yang begitu kuat karena permainan politik yang
menggunakan agama sebagai kendaraan, maka tidak dapat disangkal, pasti semua
orang akan bertanya mengapa ikatan persaudaraan yang begitu kuat mengikat
hubungan antara desa yang satu dengan yang lain, apalagi ikatan agama dapat runtuh.
Inilah suatu pergumulan.
D. SISTEM KEKERABATAN
Sistem kekerabatan orang Ambon berdasarkan hubungan patrilineal yang
diiringi pola menetap patrilokal. Kesatuan kekerabatan amat penting yang lebih besar
dari keluarga batih adalah mata rumah atau fam yaitu suatu kelompok kekerabatan yang
bersifat patrilinal.
Mata rumah penting dalam hal mengatur perkawinan warganya secara exogami
dan dalam hal mengatur penggunaan tanah-tanah deti yaitu tanah milik kerabat
patrilineal. Disamping kesatuan kekerabatan yang bersifat unilateral itu ada juga
kesatuan lain yang lebih besar dan bersifat bilateral yaitu famili atau kindred. Famili
merupakan kesatuan kekerabatan di sekeliling individu yang terdiri dari warga-warga
yang masih hidup dari mata rumah asli yaitu semua keturunan keempat nenek moyang.
G. UPACARA ADAT
”Antar Sontong”
Antar sontong yaitu para nelayan berkumpul menggunakan perahu dan
lentera untuk mengundang cummi-cumi dari dasar laut mengikuti cahaya lentera
mereka menuju pantai di mana masyarakat sudah menunggu mereka untuk
menciduk mereka dari laut.
”Pukul Manyapu”
Pukul manyapu adalah acara adat tahunan yang dilakukan di Desa
Mamala-Morela yang biasanya dilakukan pada hari ke 7 setelah Hari Raya Idul
Fitri.
H. SISTEM PERKAWINAN
Orang Ambon mengenal tiga macam cara perkawinan yaitu kawin lari, kawin
minta dan kawin masuk. Kawin Lari atau Lari Bini adalah sistem perkawinan yang
paling lazim. Hal ini terutama disebabkan karena orang Ambon umumnya lebih suka
menempuh jarak pendek untuk menghindari prosedur perundingan dan upacara. Kawin
lari sebenarnya tidak diinginkan dan dipandang kurang baik oleh kaum kerabat wanita
namun disukai oleh pihak pemuda. Terutama karena pemuda hendak menghindari
kekecewaan mereka bila ditolak dan menghindari malu dari keluarga pemuda karena
rencana perkawinan anaknya ditolak oleh keluarga wanita. Bisa juga karena takut
keluarga wanita menunggu sampai mereka bisa memenuhi segala persyaratan adat.
Bentuk perkawinan ang kedua adalah Kawin Minta yang terjadi apabila seorang
pemuda telah menemukan seorang gadis yang hendak dijadikan istri, maka ia akan
memberitahukan hal itu kepada orang tuanya. Kemudian mereka mengumpulkan
anggota famili untuk membicarakan masalah itu dan membuat rencana perkawinan.
Disini diperbincangkan pula pengumpulan kekayaan untuk membayar mas kawin,
perayaan perkawinan dan sebagainya. Akan tetapi cara perkawinan semacam ini
umumnya kurang diminati terutama bagi keluarga ang kurang mampu karena
membutuhkan biaya yang besar. Bentuk perkawinan yang ketiga adalah Kawin Masuk
atau Kawin Manua. Pada perkawinan ini, pengantin pria tinggal dengan keluarga
wanita. Ada tiga sebab utama terjadinya perkawinan ini:
1. Karena kaum kerabat si pria tidak mampu membayar mas kawin secara adat.
2. Karena keluarga si gadis hanya memiliki anak tunggal dan tidak punya anak
laki-laki sehingga si gadis harus memasukkan suaminya ke dalam klen ayahnya
untuk menjamin kelangsungan klen.
3. Karena ayah si pemuda tidak bersedia menerima menantu perempuannya yang
disebabkan karena perbedaan status atau karena alasan lainnya.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Sebagai tugas tenaga kesehatan yang terdekat dengan masyarakat yaitu BIDAN
mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya. Seorang bidan
harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan
kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut.
Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas,
peran serta tanggung jawabnya.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan
pendekatan-pendekatan khususnya sosial budaya, untuk itu sebagai tenaga kesehatan
khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan berbagai upaya
untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar pentingnya
kesehatan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan
harus mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci
keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama
kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang
digunakan oleh masyarakat setempat. Kemudian seorang bidan perlu mempelajari
sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk,
struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan
nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Bidan dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi melalui pendekatan
social dan budaya yang akurat. Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang di
anugerahi pikiran, perasaan dan kemauan secara naluriah memerlukan prantara budaya
untuk menyatakan rasa seninya, baik secara aktif dalam kegiatan kreatif, maupun secara
pasif dalam kegiatan apresiatif. Dalam kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan
pendekatan terhadap kesenian atau kebudayaan seolah kita memasuki suatu alam rasa
yang kasat mata. Maka itu dalam mengadakan pendekatan terhadap kesenian kita tidak
cukup hanya bersimpati terhadap kesenian itu, tetapi lebih dari itu yaitu secara empati.
Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif
untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan
penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut.
Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-
pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tugas kelompok kami ini maka kami dapat
menyimpulkan bahwa:
B. SARAN
1. Bagi Pembaca
Agar isi dari makalah ini dapat dipahami dengan baik dan mampu menambah
sedikit tentang kebudayaan yang ada di indonesia lebih khusus di Maluku
(Ambon).
2. Bagi Pendidikan
Agar dapat membantu Mahasiswa untuk lebih menambah refrensi lagi tentang
kebudayaan yang ada di Indonesia, mengajarkan tentang kebudayaan yang ada
di Indonesia, serta masalah dari kebudayaan tsb, sehingga Mahasiswa mampu
mengetahuinya tidak hanya berfokus pada suku mereka saja melainkan beberapa
suku di Indonesia bahkan menyeluruh.
3. Bagi Pemerintah
Dengan adanya pembahasan mengenai kebudayaan masyarakat indonesia yang
memicu adanya masalah Antropologi Kesehatan ini, maka sangat diperlukan
kebijakan Pemerintah dalam menangani kasus-kasus yang terjadi di Negara
Indonesia, Lebih khusus kasus persalinan yang tidak baik yang terjadi di daerah
Maluku tengah yaitu pada bangsa Naulau yang diakibatkan oleh mitos-mitos
atau cara persalinan yang dianggap benar oleh masyarakat sekitar atau, namun
menurut kesehatan itu sangatlah fatal dan bisa dikenakan sanksi UU yang
berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/47083111/Kebudayaan-Ambon
http://seninusantara.blogspot.com/2011/09/seni-budaya-maluku.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya