Anda di halaman 1dari 23

1

DIVISI BUDAYA

PROSESI BAMBU GILA DI KOTA TIDORE KEPULAUAN

Oleh :
dr. Endah Warroza Putri
NIM : 1514058203

Pembimbing :
Dr. dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana, SpKJ(K).MARS

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


DEPARTEMEN/KSM ILMU KEDOKTERAN JIWA/
PSIKIATRIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2018
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat

rahmat-Nya referat ini bisa diselesaikan. Tugas ini disusun untuk

memenuhi salah satu tugas selama stase Divisi Budaya oleh residen

pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kedokteran

Jiwa/Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan juga sebagai

suatu upaya untuk terus mencari dan menambah ilmu pengetahuan yang

kiranya dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri maupun para

pembaca lainnya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima

kasih kepada:

1. dr. Luh Nyoman Alit Aryani, SpKJ(K) selaku Ketua Program

StudiIlmu Kedokteran Jiwa/Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah.


2. Dr. dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana, SpKJ(K) dan Prof. Dr.dr. Luh

Ketut Suryani, SpKJ(K) sebagai pembimbing atas tersusunya tinjauan

pustaka ini.
3. dr. Ni Ketut Putri Ariani, SpKJ selaku Kepala Departemen/KSMIlmu

Kedokteran Jiwa/Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah.


4. Seluruh staf dosen pada Departemen/KSMIlmu Kedokteran Jiwa/

Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar yang juga sudah

memberikan dukungan baik berupa ide, bahan referensi dan dorongan

moril dalam penulisan referat ini.


5. Rekan-rekan residen yang selalu memberikan dukungan.
2

Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih sangat

jauh dari sempurna dan masih perlu pembelajaran yang lebih mendalam.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan banyak bimbingan, kritik dan

saran dari para senior maupun teman-teman residen lainnya. Akhir kata

penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna sehingga

memerlukan bimbingan, kritik dan saran dari para senior maupun

teman-teman residen lainnya. Atas masukannya penulis mengucapkan

banyak terima kasih.

Penulis

dr. Endah Warroza Putri


3

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prosesi Bambu Gila………………………………………11


4

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... 1


............................................................................................................................

Daftar Gambar.................................................................................................... 3

Daftar Isi ............................................................................................................ 4

BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................

1.1 Latar Belakang............................................................................

1.2 Batasan Pembahasan...................................................................

1.3 Tujuan ........................................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................

2.1 Sejarah Bambu Gila....................................................................

2.2 Dissociative Trance Disorder.....................................................

10

2.3 Kerugian danManfaat Melaksanakan Prosesi Bambu Gila........

24
5

BAB III. RINGKASAN ...................................................................................

26

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................

27

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Dalam perkembangan peradaban di Indonesia saat ini, fenomena

psikologis semakin berkembang. Sebut saja fenomena kesurupan. Saat

ini kesurupan merupakan hal yang biasa di kalangan masyarakat

Indonesia. Fenomena kesurupan tampak sebagai sifat kebudayaan

manusia yang universal dan ditemukan di setiap benua dan setiap waktu

[ CITATION Wul17 \l 3081 ].

Indonesia adalah negara yang memiliki beraneka ragam budaya,

hampir tiap daerah memiliki masing-masing budayanya. Tiap-tiap

budaya tersebut memilki makna-makna yang biasanya berhubungan


6

dengan cirri khas bangsa seperti gotong royong dan lain sebagainya.

Namun dengan adanya berbagai macam kebudayaan tersebut dapat

dijadikan sebagai sumber kekayaan bangsa yang dapat memperat

persatuan dan kesatuan bangsa[ CITATION Ain16 \l 3081 ].

Oleh sebab itu makna budaya itu: (1) memiliki keterikatan erat

dengan masyarakat; (2) dapat dikuasai dan dipelajari oleh individu; (3)

merupakan suatu kebinekaan dan suatu ke-ekaan secara bersama-sama

(unity and diversity); (4) memiliki simbol-simbol tertentu yang

dikomunikasikan melalui berbagai jenis transmisi simbolik dan (5)

mengarah kepada suatu pembinaan integratif[ CITATION Kym13 \l

3081 ].
5
Maluku seringkali identik dengan suara indah dan nyanyian serta

tarian. Banyak penyanyi, pemusik dan penari yang berasal dari Maluku.

Maluku memang erat sekali dengan tradisi bermain musik serta tari-

menari. Jika ingin mengenal Maluku maka perlu juga mengenal tarian

tradisionalnya yang beraneka ragam dan begitu dinamis. Salah satu

tarian tradisional yang dapat kita kenal adalah sebuah tarian yang

bernama tari Bulu Gila atau Bambu Gila, suatu tarian yang berasal dari

permainan rakyat Maluku Tengah. Tarian ini adalah permainan

tradisional yang biasanya dipertunjukkan para pemuda desa pada acara-

acara tertentu[ CITATION Afi12 \l 3081 ].


7

Bambu gila adalah salah satu aset wisata budaya Maluku Utara

yang kini mulai hampir tidak terlihat di acara-acara yang bersifat

kedaerahan, hal ini disebabkan karena adanya perubahan sistem

kebudayaan dari tradisional ke modern. Permainan tradisional ini

biasanya dipertunjukkan para pemuda desa pada acara-acara tertentu.

Untuk melakukannya, perlu tujuh pemain lelaki yang harus berbadan

sehat serta kuat dan seorang pawang [ CITATION Hel14 \l 3081 ].

1.2 Batasan Pembahasan

Makalah ini membahas tentang prosesi bambu gila di Kota

Tidore Kepulauan.

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui prosesi bambu gila di Kota Tidore Kepulauan


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Bambu Gila

Indonesia adalah negara yang memiliki beraneka ragam budaya, tiap

daerah memiliki masing-masing budayanya. Tiap-tiap budaya tersebut

memiliki makna-makna yang biasanya berhubungan dengan cirri khas

bangsa seperti gotong royong dan lain sebagainya. Namun dengan

adanya berbagai macam kebudayaan tersebut dapat dijadikan sebagai

sumber kekayaan bangsa yang dapat memperat persatuan dan kesatuan

bangsa. Bambu gila merupakan tarian tradisional masyarakat Maluku

yang mengandung unsur mistik. Tarian ini mengambaran identitas

masyarakat Maluku yang menjunjung tinggi semangat gotong royong

dalam kehidupan sosial[ CITATION Afi12 \l 3081 ].

Dahulu para penari akan bergerak dengan lincah mengikuti gerakan

bambu gila yang telah dimanterai oleh pawang. Mereka akan membuat

gerakan rangkaian dan saling mengaitkan tangan, dengan kelincahan

gerakan kaki yang meliputi berjalan, melompat maupun berlari

mengikuti suara musik yang dinamis. Dengan gerakan yang begitu

8
9

dinamis maka para penari dituntut memiliki fisik yang cukup

kuat[ CITATION Hug11 \l 3081 ].

Bambu gila adalah salah satu aset wisata budaya Maluku Utara yang

kini mulai hampir tidak terlihat di acara-acara yang bersifat kedaerahan,

hal ini disebabkan karena adanya perubahan sistem kebudayaan dari

tradisional ke modern. Awal sejarahnya berasal dari hutan bambu

terletak di kaki Gunung Berapi Gamalama, Ternate, Maluku Utara.

Sejumlah pemuda semula mencari bambu di kawasan ini untuk

mengadakan permainan bambu gila. Sengatan matahari dan tajamnya

sisi batu yang menghitam, bukan penghalang langkah mereka. Tetap

bersemangat mencari sebatang bambu, yang bisa memberi hiburan bagi

rakyat sekampung. Sesampai di rumpun bambu, mereka tak lupa

meminta izin dari sang pemilik, agar merelakan sebatang bambunya.

Setelah dipilih, bambu pun ditebas. Dibersihkan dan diperiksa

kelayakannya untuk menjadi bahan pertunjukan bambu gila.

Penghitungan ruas harus dilakukan dengan cermat[ CITATION Afi12 \l

3081 ].

Menurut para ahli ini tidak bisa diajarkan kepada orang yang tidak

sedarah. Dulunya kepiawaian seorang pawang dalam pertunjukan Bara

Masuwen, digunakan untuk menghadapi musuh dalam peperangan. Para

penguasa Kesultanan Ternate sebelumnya juga sering memanfaatkan


10

pawang Bara Masuwen untuk membawa perahu yang sudah dibuat di

gunung, ke pinggir pantai. Zaman sekarang, selain untuk pertunjukan,

ilmu Bara Masuwen ini sering digunakan untuk membantu

memindahkan kapal yang kandas.

Sebelum memulai pertunjukan, pawang melakukan ritual dengan

membakar kemenyan yang ada di dalam tempurung kelapa dan

membaca mantera-mantera. Mantera yang diucapkan menggunakan

‘bahasa tanah’, yaitu bahasa leluhur Maluku. Saat pawang melakukan

ritual, jangan heran jika banyak asap-asap dan nuansa mistis yang Anda

rasakan di sekitar tempat pertunjukan. Ritual tersebut dipercaya dapat

memanggil roh para leluhur untuk ‘mengisi’ bambu yang akan

digunakan.

Saat pertunjukan dimulai, tujuh orang tersebut akan bergerak tidak

beraturan seperti terguncang-guncang, berlarian, hingga loncat-loncatan.

Pawang tidak tinggal diam, dia terus mengucapkan mantera selama

pertunjukan berlangsung. Suasana tambah mistis dengan irama-irama

musik yang cepat dengan gendang. Seolah bambu tersebut menari-nari

di dalam rangkulan tujuh orang tersebut.

Sebelum permainan dimulai, doa pun dipanjatkan, memohon izin

dari Sang Pencipta. Aroma kemenyan atau pun dupa dibawa asap pada

ujung suluh, mulai membuat bambu bergoncang. Tak pelak lagi, para
11

pemegang bambu gila ini, mulai mengerahkan tenaganya

mempertahankan posisi, agar tak mudah dikalahkan tujuh ruas bambu.

Bara Masuwen adalah bagian pertunjukan hiburan ala kampung

yang masih mendapat perhatian di Ternate. Sebuah keahlian dari dunia

ghaib, yang dijadikan hiburan bagi masyarakat negeri pulau ini.

Kekuatan tarian bambu gila ini bukan main. Kalau tidak dijaga oleh

beberapa pembantu pawang para pembawa bambu gila ini bisa dibuat

puyeng. Selama hampir tiga puluh menit, enam pembawa bambu gila ini

diajak mengitari lapangan seluas 50 meter persegi. Ayunan yang

mengikuti irama gamelan, awalnya pelan. Tetapi kemudian menjadi kian

keras sehingga membuat mereka yang memegangnya kewalahan

mempertahankan posisi pegangannya.

Gambar 2.1
12

Di akhir pertunjukan bambu yang tadinya dibawa seorang saja kuat,

ketika dilepaskan bagai besi berton-ton beratnya, sehingga sang pawang

tak kuasa membawanya, sehingga terlihat sempoyongan untuk menahan

bambu yang telah diletakkan di tanah. Dan uniknya meski sudah selesai

daya ghaib dari bambu itu tidak mau lepas kalau tidak diberi makan api.

Oleh karena itu dibuatlah api dari kertas yang dibakar. Dan sang pawang

pun melahap api dengan telapak tangannya tanpa dilambari pengaman.

Dan sirnalah isi bambu itu dan kemudian sang pawang lemas kelelahan.

Fungsi mantra dalam tarian bambu gila yaitu untuk memohon

pertolongan para leluhur, berkah dan mengakui kekuasaan tertinggi dari

Tuhan. Mantra juga berfungsi membuat roh leluhur dan jin yang

dipanggil menguasai bambu dan para pemain. Kesadaran pawang untuk

lebih terbuka dalam pewarisan mantra dan ritual kepada orang lain di

sekitarnya adalah kunci pemertahanan tarian bambu gila.

2.2 Dissociative Trance Disorder

Etiologi dari gangguan disosiasi ini diduga bersifat psikologis.

Faktor predisposisinya menurut The American Psychiatric Publishing

Textbook of Psychiatry, 5th Edition antara lain:

a. Memiliki karakter cemas dan takut, karakter histerik


b. Keinginan untuk menarik diri dari pengalaman yang

menyakitkan secara emosional


13

c. Konflik antarpribadi, kondisi subyektif yang berarti,

penyakit, dan kematian individu atau bermimpi dari individu

almarhum
d. Depresi
e. Berbagai stressor dan faktor pribadi, seperti finansial,

perkawinan, pekerjaan, peperangan dan agama.

Beberapa referensi mengatakan bahwa kesurupan berbeda dengan

trance. Kosakata bahasa Inggris kesurupan lebih dekat dengan kata

possession. Dalam fenomena kesurupan, seseorang mengalami keadaan

trance akan tetapi tidak setiap keadaan trance adalah kesurupan. Trance

dapat terjadi saat seseorang fokus, relaks, menikmati, larut dan berminat

atas sesuatu [ CITATION APA13 \l 3081 ].

Fenomena trance mudah dilihat pada saat orang Aceh sedang

menarikan Saman atau mendendangkan kisah perang sabil, saat orang

Batak sedang bagondang, saat penari piring dari ranah minang asyik

menari hingga nyaman berdiri dan menggerakkan kaki di atas tumpukan

beling, saat para Jawara memainkan debus di Banten, saat Aki-aki dari

Garsela (Garut Selatan) ngengklak surak ibra, saat penari jaran kepang

tegang dan mengunyah beling, saat penari Reog Ponorogo tubuhnya

kuat membawa topeng macan dengan bulu merak sambil memanggul

warok, saat penari barong di Bali mencabut keris, memejamkan mata

dan menusukkan keris ke dadanya, saat penari bugis membakar


14

tubuhnya dengan api, saat penari maluku memainkan bambu gila, dan

saat tarian perang dilakukan para pemuda dari papua (Helmina, 2014).

Walaupun perbedaan tranliterasi antara kesurupan dengan trance

atau possession, kali ini kita akan menyamakan persepsi antara

kesurupan dengan trance atau possession. Budaya sebagai salah satu

faktor etiologik gangguan jiwa berdasar penemuanadanya perbedaan

distribusi dan prevalensi gangguan jiwa pada masyarakatdengan budaya

yang berbeda.

Kelompok diagnostik gangguan jiwa yang berasal dari tekanan-

tekanan budaya disebut dengan culture bound syndrome. Penyakit

kejiwaan ini sangat beragam jenisnya dan mempunyai nama yang sangat

variatif berdasarkan atas tempat terjadinya. Di Indonesia kesurupan

merupakan salah satu contoh dari culture bound syndrome, contoh

lainnya ialah gemblak, ludruk, amok,dll (Helmina, 2014).

Kesurupan masal yang sering terjadi pada awalnya sebenarnya

merupakan kesurupan individual dan kemudian berubah menjadi masal

dikarenakan orang lain yang melihat peristiwa tersebut menjadi

tersugesti. Kesurupan individual yang terjadi muncul sebagai reaksi atas

apa yang sedang dirasakan oleh individu sebelum proses kesurupan itu

terjadi [ CITATION Zul13 \l 3081 ].

Dan orang yang mengalami hal tersebut malah diobati secara

tradisional seperti memanggil paranormal atau orang yang dianggap


15

mampu mengobati orang-orang yang sedang kesurupan. Padahal

belakangan ini di dunia kedokteran khususnya bidang psikiatri, telah

mengetahui bahwa orang-orang dengan gejala kesurupan merupakan

salah satu bentuk dari gangguan kejiwaan, khususnya kehilangan

identitas diri.

Kesurupan dalam istilah medis disebut dengan Dissociative Trance

Disorder (DTD. Penyebabnya lebih banyak karena masalah psikologis,

misalnya tekanan hidup. Menurut pendapat para ahli di bidang

psikologi dan psikiatri kesurupan disebabkan oleh reaksi kejiwaan yang

dinamakan reaksi disosiasi. Reaksi yang mengakibatkan hilangnya

kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya itu, yang

disebabkan adanya tekanan fisik maupun mental ( Kaplan HI, Sadock

BJ, 2010).

Pada dasarnya, orang yang mengalami kesurupan masuk kedalam

keadaan trans dimana dirinya berada dalam level ketidaksadaran bukan

pada kesadaran. Dalam level ketidaksadaran, seseorang secara spontan

merespon segala sesuatu stimulus yang muncul di sekitarnya. Sehingga

mengakibatkan mengeluarkan simptom-simptom yang diluar akal sehat.

Hal ini yang menjelaskan bahwa pada saat seseorang mengalami

kesurupan, memungkinkan menggumam hal-hal yang aneh. Perilaku

aneh yang muncul merupakan manifes dari trauma yang ditekan oleh

ego dalam bawah sadar seseorang (Helmina, 2014).


16

2.3 Kerugian dan Manfaat Melaksanakan Prosesi Bambu Gila

Permainan bambu gila kini telah menjadi salah satu daya tarik wisata

di Ternate dan Tidore, karena permainan ini dianggap unik oleh

wisatawan. Keunikan permainan bambu gila itu, diantaranya terletak

pada adanya kekuatan supranatural pada bambu yang bergerak sendiri

mengikuti pergerakan api obor dan asap kemenyan di tangan pawang,

meski bambu itu dipegang sejumlah orang. Tarian bambu gila sudah

semakin jarang ditampilkan karena bebagai faktor di antaranya, pawang

tarian bambu gila telah meninggal sehingga tidak ada penggantinya,

proses pewarisan mantra dan ritual oleh pawang sangat tertutup bagi

orang lain sehingga pementasannya sangat bergantung pada pawang

yang memahami mantra dan ritualnya, minat generasi muda dan

masyarakat terhadap kebudayaan tradisional mulai tergantikan dengan

kebudayaan modern. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat sebagai

pencipta budaya dan pewarsi budaya itu sendiri sudah tidak mampu lagi

mempertahankannya[ CITATION Afi12 \l 3081 ].

Berbagai upaya dapat dilakukan sebagai upaya. Pemertahanan tarian

bambu gila di Maluku. Menurut peneliti salah satu hal yang dapat

dilakukan adalah dengan mengkaji peran pawang dan mantra sebagi

kunci utama pemertahanan tarian bambu gila. Jika memang tarian

bambu gila sangat bergantung pada adanya mantra dan pawang, perlu

dilakukan pemahaman kepada masyarakat terutama kepada pawing


17

untuk lebih terbuka dalam proses pewarisan mantra dan ritualnya di

masyarakat [ CITATION Ahm17 \l 3081 ].

Kini tari itu hampir punah, dan hanya tinggal gerakan-gerakannya

yang diubah menjadi tari lincah dengan gerakan kaki serta bulu (bambu)

yang didekap kedua tangan. Gerak itu menandakan kesatuan dan

persatuan dalam masyarakat. Gerakan yang kompak dan seirama ini

sebenarnya merupakan lambang dari semangat gotong royong, yaitu

membangkitkan jiwa persatuan dan kesatuan dalam melaksanakan

berbagai segi hidup, yang adalah gambarang dari jiwa kegotong-

royongan atau “Masohi” yang adalah budaya masyarakat Maluku sejak

dulu kala [ CITATION Rad12 \l 3081 ].

Dulu, di masa Kesultanan Ternate, penduduk menggunakan bambu

gila untuk mendorong perahu kora-kora dari daratan ke laut. Beberapa

orang, jumlahnya harus ganjil, mengapit bambu di lengan mereka dan

berdiri di belakang kapal. Dengan jampian pawang, bambu pun

memiliki kekuatan untuk mendorong kora-kora.

“Mantranya campuran bahasa daerah dan doa, bisa dari Al-Quran

atau Injil,” kata Syarif Alif, salah seorang pawang bambu gila. Menurut

Syarif, kekuatan bambu tidak hanya datang dari rapalan pawang, tapi

juga dipengaruhi asap. Makin banyak asap, semakin besar juga kekuatan

si bambu. Asap tersebut bisa berasal dari serabut kelapa atau kemenyan.
18

Dan si pawanglah yang mengatur kekuatan bambu. Dimana si pawang

memberikan asap, di situlah kekuatan terbesar bambu.

Kini fungsi bambu gila sudah bergeser. Sebab, tradisi mendorong

dengan bambu gila sudah ditinggalkan sejak muncul teknologi modern.

Kini masyarakat Halmahera menjadikan bambu gila sebagai permainan

tradisonal. Filosofinya adalah mengasah kerja sama dan kekompakan

masyarakat untuk mencapai suatu tujuan (Wulan, 2017).


19

BAB III

RINGKASAN

Kebudayaan adalah hasil kreativitas manusia untuk menghadapi

tantangan hidupnya. Atau merupakan hasil akumulasi dari seluruh aspek

kehidupan masyarakat pendukungnya dalam memenuhi kebutuhannya.

Sebaiknya para generasi muda tidak melupakan budaya Indonesia yang

unik misalnya bambu gila, seharusnya kita harus tetap melestarikan

budaya ini agar budaya bambu gila ini tidak musnah dan meskipun

sudah modern kita juga tidak boleh malu untuk belajar budaya daerah

ini, kita perlu melestarikan budaya bambu gila ini agar suatu saat budaya

ini tidak diambil oleh negara lain dan tidak diakui sebagai budaya

negara lain.

Permainan bambu gila yang berkembang di Maluku Utara dan

Maluku diyakini memiliki kekuatan magis. Bambu akan bergerak sesuai

dengan keinginan pawang meskipun dipegang banyak orang. Fenomena

trance mudah dilihat pada saat penari maluku memainkan bambu gila,

dan saat tarian perang dilakukan para pemuda dari Papua dan Maluku.

19
20

DAFTAR PUSTAKA

Afif, F. (2012, Februari 1). Wordpress.com. Dipetik November 5, 2018,

dari Wordpress.com:

https://bamboeindonesia.wordpress.com/bambu-gila/

Aina, M. (2016, Agustus 19). AINA. Dipetik November 3, 2018, dari

AINA: https://ainamulyana.blogspot.com/2016/08/keragaman-suku-

bangsa-dan-budaya-di_19.html

APA. (2013). Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder

Fifth Edition DSM 5 (5 ed.). (M. B. First, & M. N. Ward, Penyunt.)

Washington,DC, London, England: American Psychiatric

Association.

Helmina, K. (2014). PEemertahanan Tarian Bambu Gila. Ambon:

Kantor Bahasa Provinsi Maluku.

Huger. (2011, Februari 3). Perspektif Antropologi. Dipetik November 5,

2018, dari Perspektif Antropologi:

https://theperspectiveofanthropology.wordpress.com/2011/02/03/tari

-bulu-gila-bambu-gila/

Kaplan HI, Sadock BJ. (2010) Synopsis of Psychiatry. seventh edition,


Baltimore;Williams & Wilkins.
21

Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. (2009). Surabaya,

Airlangga University Press,

Radni. (2012, Oktober 23). The Word Press. Dipetik November 15,

2018, dari

https://radnijkenedey.wordpress.com/2012/10/23/bambu-gila-

di-maluku-adu-kuat-manusia-dengan-bambu-2/

Wulan, A. (2017, Mei 5). Psyline.id. Dipetik November 1, 2018, dari

Psyline.id: https://psyline.id/fenomena-kesurupan-dari-segi-

psikologi/

Zulkodri. (2013, Februari 7). Tribun News. Dipetik November 20, 2018,

dari Tribun News :http

://www.tribunnews.com/kesehatan/2013/02/07/kesurupan-

massal-bukan-mistis-ini-penyebabnya
22

Anda mungkin juga menyukai