Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

ACARA I
KARBOHIDRAT
(INHAL)

Disusun Oleh :
Kelompok VI
Azchar Priyanka PT/06223
Fingki Widyata PT/06289
Irfansyah W PT/06296
Prastisa Devi P PT/06276
Shandy Archie PT/06625

Asisten : Dimas Hand Vidya P

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI


BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ACARA I
KARBOHIDRAT

Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat karbohidrat
yang meliputi daya mereduksi, pengaruh asam (dehidrasi), pembentukkan
osazon, hasil hidrolisis dan polisakarida.

Tinjauan Pustaka
Karbohidrat (sakarida) merupakan bahan dasar massa yang paling
melimpah dari molekul-molekul biologis di bumi. Sebagian besar
karbohidrat yang ada di bumi dihasilkan oleh fotosintesis, proses yang
dihasilkan dari beberapa organisme seperti tumbuh-tumbuhan, alga dan
beberapa bakteria, mengasimilasi karbon dioksida dalam atmosfer dan
mengubah energi matahari menjadi energi kimia. Karbohidrat termasuk
gula monomer sederhana dan polimer, kedua hal itu memainkan peran
penting pada beberapa organisme hidup. Karbohidrat dapat dioksidasi
untuk menghasilkan energi untuk menggerakkan proses metabolisme.
Pada hewan dan tumbuhan, karbohidrat polimer bertindak sebagai
molekul penyimpan energi. Karbohidrat polimer juga ditemukan di dinding
sel dan lapisan pelindung organisme ; karbohidrat polimer yang lain
adalah penanda molekul yang memungkinkan satu jenis sel mengenali
dan berinteraksi dengan sel yang lain. Turunan karbohidrat yang
ditemukan dalam sejumlah molekul biologis adalah beberapa koenzim dan
asam nukleat DNA dan RNA (Horton et.al, 2002 : 231).
Karbohidrat adalah polialdehid atau polihidroksiketon attau
substansi yang setelah hidrolisis menghasilkan polihidroksialdehid dan
atau polihidroksiketon. Jadi, rumus kimia karbohidrat pada dasarnya terdiri
dari 2 gugus fungsional, gugus hidroksil dan gugus karbonil (Smith, 2006).
Katabolisme ialah proses pemecahan senyawa yang lebih
kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan berat molekul
yang lebih rendah. Perubahan itu berlangsung di dalam jasad hidup atau
sebagai akibat dari kegiatannya.pemecahan itu dapat bersifat hidrolitik
atau oksidatif yang dikatalisa oleh enzim yang disintesa oleh jasad hidup
itu sendiri (Martoharsono, 2000 : 1).
Monosakarida didefinisikan sebagai aldehida atau keton polihidrik,
senyawa yang mengandung gugusan hidroksil dan karbonil.
Monosakarida atau gula sederhana diketahui terdapat dalam campuran
bentuk tautomer yang seimbang, sehingga dalam keadaan sebenarnya
bentuk bebas hidroksi aldehida atau hidroksi keton hanya terdapat dalam
jumlah sedikit (McGilvery dan Gerald W. Goldstein, 1996 : 199)
Dari segi kimia, sukrosa sedikit berbeda dari disakarida lain pada
umumnya, pada sukrosa, masing-masing gugusan karbonil potensialnya
saling terikat sebagai asetal. Cincin tidak dapat terbuka, tidak terjadi
mutarotasi dan tidak terbentuk anomer. Tidak ada aldehid bebas atau
keton bebas. Pada gula lain, gugusan karbonil bebas bersifat reaktif,
mudah dioksidasi oleh reagen yang relative lemah seperti larutan basa
encer, ion kupri (ion kupri akan tereduksi menjadi ion kupro) sehingga
disebut gula pereduksi (reducing sugars). Sedangkan sukrosa sebaliknya
merupakan gula bukan pereduksi (nonreducing sugars) (McGilvery dan
Gerald W. Goldstein, 1996 : 209).
Kerapatan cross-link cukup tinggi dan tidak ada perbedaan yang
berarti dari tampak luar butir pati asli dibandingkan dengan granula pati
yang termodifikasi. Perbandingan komposisi pati:air:miyak jahe sebesar
300:400:0,4 (b/v/v) menghasilkan pati termodifikasi yang cocok digunakan
sebagai bahan pengemas makanan yang dapat dimakan (edible food
packaging) dengan nilai swelling power, kelarutan dan kerapatan cross-
link adalah 7,3 kali; 6,662 mg/mL, 780,69 rantai/cm3. Komposisi
pati:air:miyak jahe sebesar 300:300:0,3 (b/v/v) merupakan komposisi
terbaik untuk menghasil- kan pati termodifikasi sebagai bahan pangan
dengan nilai swelling power, kelarutan dan kerapatan cross-link berturut-
turut adalah 8,96 kali; 10,55 mg/mL, 203,85 rantai/cm3 (Retnowati, dkk,
2010).
Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain tabung
reaksi, pipet tetes, gelas ukur, penangas air, penyaring, mikroskop, cawan
porselin, pembakar spritus dan arloji.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain
reagen benedict, glukosa, fruktosa, reagen Luff, laktosa, sakarosa, larutan
pati, reagen molisch, H2SO4 pekat, HCl pekat, larutan Selliwanoff, asam
asetat glasial, fenilhidrazin padat, Na-asetat padat, arabinose, maltose,
timol biru, HCl encer, Na2CO3.

Metode
Daya Mereduksi
Uji Benedict. Ke dalam 3 tabung reaksi masing-masing diisi
dengan larutan Benedict sebanyak 2 mL. Kemudian ditambahkan masing-
masing glukosa 1 mL 0,01 M; 0,02 M dan 0,04 M. Dipanaskan dalam air
mendidih selama 10 menit. Diamati perubahannya dan di bandingkan
kecepatan perubahannya.
Uji Luff. Ke dalam 5 tabung reaksi masing-masig diisi dengan 2 mL
0,02 M fruktosa; 2 mL 0,02 M glukosa; 2 mL 0,02 M laktosa; 2 mL 0,02
sakarosa dan 2 mL 1% larutan pati 0,02 M. Ditambahkan ke dalam
masing-masing tabung sebanyak 1 mL larutan Luff encer, kemudian
dipanaskan di dalam penangas air mendidih selama 15 menit. Diamati
perubahan dan kecepatan perubahannya.
Pengaruh Asam (dehidrasi)
Uji Molisch. Ke dalam 4 tabung reaksi diisikan larutan 1 mL 0,02 M
glukosa; 1 mL 0,02 M selulosa; 1 mL 1% larutan pati; 1 mL furfural 0,01 M.
Kemudian ke dalam masing-masing tabung ditambahkan 2 tetes reagen
molisch 5% dan 3 mL H2SO4 pekat lewat dinding tabung sehingga terjadi
dua lapisan. Diamati perubahan dan dibandingkan kecepatan
perubahannya.
Uji Selliwanoff. Ke dalam 2 tabung reaksi, masing-masing diisi
dengan 2 ml 0,01 M glukosa; dan 2 ml 0,01 M fruktosa. Kemudian
ditambahkan 2 ml HCl pekat. Dididihkan dalam penangas air mendidih
selama 30 menit, lalu ditambahkan 0,5 mL 0,5% larutan selliwanoff.
Diamati perubahan dan dibandingkan kecepatan perubahannya.
Pembentukkan Osazon
Uji Fenilhidrazina. Disiapkan 3 tabung reaksi. Ke dalam tiga
tabung, masing-masing diisi dengan 5 ml 0,01 M gukosa; 5 ml 0,01 M
fruktosa; 5 ml 0,03 M arabinosa, Kemudian ditambahkan dengan 10 tetes
asam asetat glasial, satu sendok kaca fenilhidrazina padat dan dua
sendok kaca Na-asetat padat. Dipanaskan sehingga semua padatan larut
(5 menit), lalu disaring masing-masing isi ke dalam tiga tabung yang masih
kosong. Kemudian ketiga tabung dipanaskan di dalam penangas air
mendidih selama 30 menit. Kristal yang terbentuk dilihat di bawah
mikroskop. Digambar masing-masing Kristal.
Hasil Hidrolisis
Uji Benedict. Disiapkan 2 tabung reaksi, masing-masing diisi
dengan 5 mL maltose; dan 5 mL laktosa yang kemudian dicampurkan
dengan satu tetes timol biru dan 1-2 tetes HCL encer. Lalu, kedua tabung
tersebut dibagi menjadi 2 tabung lagi, tabung 1a dan 2a dididihkan selama
30 menit lalu didinginkan, setelah dingin diteteskan 5 tetes Na 2CO3 2%
kemudian diuji benedict. Sementara itu, tabung 1b dan 2b langsung
ditetesi dengan 5 tetes Na2CO3 2% kemudian diuji benedict. Dibandingkan
hasilnya.
Uji Selliwanoff. Disiapkan 3 buah tabung reaksi. Ke dalam masing-
masing tabung reaksi diisi dengan 2 mL sukrosa; 2 mL maltose; dan 2 mL
laktosa. Setelah itu ditambahkan dengan 2 mL HCL pekat lalu dididihkan
selama 30 menit. Lalu ditambahkan 0,5 mL larutan Selliwanoff 0,5% dan
dibandingkan hasilnya.
Polisakarida
Uji Hidrolisis Amilum. Tabung diisi 10 ml amilum 1% dan
dicampur dengan 3 ml 3 M larutan HCl. Tabung yang berisi campuran di
tempatkan diatas penangas air mendidih. Setiap 3 menit diambil setetes
untuk diuji dengan iod. Pengambilan dihentikan jika uji iod sudah negatif.
Dicatat perubahan warnanya. Kemudian setelah hasil sudah sesuai
kontrol, larutan ditambah dengan 5 tetes Na2CO3 lalu diuji benedict (1 mL :
1 mL).
Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan uji yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :


Daya Mereduksi
Uji Benedict. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui gugus
reduksi (polihidroksi aldehid). Pada tabung 1 yang berisi R. Benedict dan
glukosa 0,01 M didapatkan hasil bahwa larutan tersebut tereduksi secara
lambat dan hanya menghasilkan endapan merah bata yang sedikit. Untuk
tabung 2 yang berisi R. Benedict dan glukosa 0,02 M didapat hasil
perubahan warna menjadi merah bata ternyata lebih cepat daripada
tabung 1, selain itu juga terdapat endapan merah bata yang lebih banyak
daripada tabung 1. Sementara itu ditabung 3 yang berisi R. Benedict dan
glukosa 0,04 M didapat hasil perubahan warna menjadi merah lebih cepat
daripada tabung 1 dan 2 dan terdapat endapan merah bata yang paling
banyak daripada kedua tabung lain. Dari percobaan uji benedict ini bisa
dibuktikan bahwa semakin tinggi molaritas suatu larutan, maka endapan
merah bata yang dihasilkan akan semakin banyak, selain itu dengan
molaritas yang semakin tinggi maka tingkat kepekatan suatu larutan akan
semakin pekat sehingga perubahan warna yang terjadi akan semakin
cepat.
Endapan merah bata terbentuk karena adanya gugus reduktif pada
glukosa yang akan mereduksi Cu2+ yang berasal dari reagen benedict
menjadi Cu+ dan akan mengendap membentuk Cu2O, endapan inilah yang
nantinya akan berwarna merah bata
Uji Luff. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui gugus reduksi
(polihidroksi aldehid). Pada tabung 1 yang berisi fruktosa dan R. Luff
terdapat banyak endapan merah bata karena fruktosa mempunyai gugus
keton (ketosa) yang mempunyai gugus reduksi bebas yang dapat
mereduksi Cu2+ menjadi Cu+ dan akan mengendap membentuk Cu2O,
begitu juga dengan tabung 2 yang berisi glukosa dan R. Luff, pada tabung
ini endapan merah bata yang dihasilkan juga banyak karena glukosa
mempunyai gugus aldehid (aldose) yang mempunyai gugus reduksi bebas
yang prinsip kerjanya juga sama dengan gugus keton, dimana Cu 2+
direduksi menjadi Cu+ kemudian akan membentuk Cu2O. Sementara itu
pada tabung 3 yang berisi laktosa dan R. Luff bisa menghasilkan endapan
merah bata juga, hanya saja endapan yang dihasilkan lebih sedikit
daripada tabung 1 dan 2. Hal ini terjadi karena laktosa merupakan
gabungan dari monosakarida galaktosa dan glukosa dengan ikatan (1-4)-
α-glikosidik. Laktosa masih memiliki gugus reduksi bebas dari aldehid
sehingga dapat mereduksi Cu2+ direduksi menjadi Cu+ kemudian akan
membentuk Cu2O meskipun hasilnya lebih sedikit daripada monosakarida
fruktosa dan glukosa. Di dalam tabung 4 yang berisi sakarosa dan R. Luff
masih terdapat sedikit sekali endapan merah bata walaupun lebih bisa
dikatakan dengan tidak ada endapan merah bata sama sekali, itu terjadi
karena sakarosa merupakan gabungan antara fruktosa dan glukosa
dengan ikatan (1-2)-α-glikosidik sehingga tidak mempunyai gugus reduksi
bebas meskipun ada gugus keton didalamnya. Kemudian pada tabung 5
yang berisi larutan pati dan R. Luff sama sekali tidak terjadi endapan
merah bata karena pati merupakan polisakarida yang harus menjadi
disakarida kemudian monosakarida terlebih dahulu sebelum menjadi
furfural.
Pengaruh Asam (Dehidrasi)
Uji Molisch. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
asam terhadap monosakarida. Pereaksi Molisch membentuk cincin ungu
dengan urutan paling banyak menuju ke yang paling sedikit yaitu pada
percobaan furfural, glukosa, selulosa kemudian pati. Pada tabung ke 4
yang berisi furfural, ketika direaksikan dengan R. Molisch dan H2SO4
pekat akan membentuk cincin ungu yang paling banyak karena
mengalami proses yang paling cepat, sementara itu pada tabung pertama
yang berisi glukosa, ketika direaksikan dengan R. Molisch dan H2SO4
pekat juga akan membentuk cincin ungu yang lebih sedikit daripada
tabung 4 karena glukosa harus mengalami dehidrasi sebelum berubah
menjadi furfural. Pada tabung 2 dan 3 yang berisi polisakarida sama sekali
tidak terbentuk cincin ungu karena polisakarida harus berubah menjadi
monosakarida terlebih dahulu sebelum menjadi furfural. Percobaan ini
menunjukkan bahwa Uji Molisch sangat spesifik untuk pembentukan
adanya golongan monosakarida, disakarida, dan polisakarida pada larutan
karbohidrat.
Uji Selliwanoff. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
polihidroksi keton atau fruktosa. Pada hasil uji Selliwanoff tampak pada
tabung 1 yang berisi glukosa, warna larutannya tidak berubah. Ini terjadi
karena glukosa tidak memiliki gugus keton sehingga tidak memberikan
reaksi terhadap pereaksi Selliwanoff. Sedangkan pada tabung 2 yang
berisi fruktosa warna larutan berubah menjadi merah karena fruktosa
memiliki gugus keton. Fruktosa dapat dibedakan dari glukosa dengan
pereaksi Selliwanoff. Dengan peraksi ini, fruktosa diubah menjadi
hidroksimetilfurfural slanjutnya bereaksi dengan resorsinol membentuk
senyawa merah. Pereaksi Selliwanoff ini khas untuk menunjukkan adanya
gugus keton.
Pembentukkan Osazon
Uji Fenilhidrazina. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan fisik karbohidrat. Monosakarida dalam keadaan asam dengan
pemanasan 100°C dan penambahan fenilhidrazina berlebih akan bereaksi
membentuk fenil-osazon. Osazon relative tidak melarut dan membentuk
Kristal yang bentuknya spesifik untuk setiap jenis sakarida. Dalam
praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil sebagai berikut :

Gambar tabung 1 (Glukosa)


Sementara itu dari literature didapatkan hasil sebagai berikut :

Hasil yang didapatkan dari hasil praktikum sama dengan hasil


dalam literature yang dijadikan pedoman. Itu berarti percobaan yang telah
dilakukan telah sesuai dengan maksud dan tujuan yang ada. Gambar
Kristal glukosa yang terbentuk berbentuk memanjang seperti serabut dan
lancip pada ujungnya.

Gambar tabung 2 (Fruktosa)

Pada tabung fruktosa, hasil Kristal yang didapatkan adalah


berbentuk memanjang dan tidak berwarna karena tidak diberi cairan,
hanya saja ada sedikit warna merah karena sisa larutan.
Gambar tabung 3 (Arabinosa)

Pada percobaan menggunakan arabinose, Kristal yang dihasilkan


berbentuk tidak beraturan.
Hasil Hidrolisis
Uji Benedict. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui hasil
hidrolisis dengan melihat adanya gugus reduksi pada karbohidrat. Pada
tabung 1a dan 2a, terdapat endapan merah bata setelah dididihkan
dengan penangas air mendidih. Proses pemanasan mempercepat
hidrolisis maltose dan laktosa sehingga maltose dan laktosa memiliki
gugus reduksi bebas yang lebih banyak dan juga menghasilkan endapan
merah bata yang banyak daripada tabung 1b dan 2b yang tidak
dipanaskan. Ketika larutan tidak dipanaskan, endapan merah bata yang
terjadi hanya sedikit karena tidak terjadi proses hidrolisis dan gugus
reduksinya hanya sedikit.
Uji Selliwanoff. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya
gugus keton pada hasil hidrolisis sakarosa. Pada percobaan ini
didapatkan hasil pada tabung 1 yang berisi sakarosa yang direaksikan
dengan HCl pekat dan larutan Selliwanoff akan menghasilkan warna
merah karena sakarosa mengalami hidrolisis dari adanya pemanasan dan
suasana asam, selain itu, sakarosa juga akan terpecah menjadi fruktosan
dan glukosa dimana fruktosa memiliki gugus keton yang positif terhadap
uji Selliwanoff. Pada tabung 2 yang bersisi maltose yang direaksikan
dengan HCl pekat dan larutan Selliwanoff, hasilnya adalah menghasilkan
warna cokelat kekuningan. Dalam percobaan ini, maltose dihidrolisis oleh
HCl menjadi glukosa dan glukosa. Glukosa tidak memiliki gugus keton
sehingga tidak bereaksi dengan uji Selliwanoff. Pada tabung 3 yang berisi
laktosa, hasilnya menjadi berwarna cokelat kekuningan. Hal ini juga terjadi
karena laktosa tidak mempunyai gugus keton karena jika terpecah akan
membentuk glukosa dan galaktosa yang negative terhadap uji Selliwanoff.
Polisakarida
Uji Hidrolisis Amilum. Pada percobaan ini, didapat hasil setelah
tabung yang berisi amilum 1% direaksikan dengan HCl 3 M diuji iod warna
yang dihasilkan setelah 3 menit yaitu warna masih cokelat, sampai 3 menit
ke tiga, warna yang dihasilkan masih sama, kemudian warnanya semakin
menguning sampai menit ke sepuluh, tetapi pada praktikum yang telah
dilaksanakan, warna kuning yang dihasilkan di 3 menit ke sepuluh masih
lebih cenderung ke warna kuning dan tidak menjadi semakin bening, hal
ini bisa saja terjadi karena kesalahan dalam melakukan praktikum. Setelah
3 menit ke sepuluh, larutan ditambahkan dengan 5 tetes Na 2CO3
kemudian diuji benedict, hasilnya adalah tidak terjadi endapan.
Kesimpulan

Dari hasil praktikum di atas dapat disimpulkan untuk


mengidentifikasi karbohidrat dapat dilakukan dengan banyak cara.
Beberapa monosakarida (karbohidrat) memiliki gugus reduksi yang
berbeda sehingga hal ini bisa mempermudah dalam melakukan identifikasi
karbohidrat. Glukosa dan galaktosa misalnya, kedua monosakarida
tersebut memiliki gugus aldehid yang menyebabkan kedua monosakarida
tersebut akan menghasilkan hasil yang positif jika diuji dengan uji
Benedict, terjadinya gugus aldehid ditandai dengan adanya endapan
merah bata. Hal yang sama tidak dijumpai pada fruktosa yang memiliki
gugus keton. Gugus keton akan menghasilkan hasil yang positif jika diuji
dengan uji Selliwanoff. Pada uji molisch, cincin ungu akan terbentuk pada
furfural dan glukosa, sementara tidak terbentuk pada polisakarida. Hal ini
bisa terjadi karena polisakarida harus membentuk disakarida kemudian
monosakarida terlebih dahulu baru bisa berubah menjadi furfural.
Monosakarida memiliki sifat fisik yang khas, yaitu melalui pembentukkan
osazon yang jika dilihat melalui mikroskop akan menunjukkan bentuk-
bentuk kristal. Untuk mengetahui perbedaan bentuk fisik karbohidrat,
dilakukan uji Fenilhidrazina. Dalam keadaan sedikit asam dengan
pemanasan 100ºC monosakarida akan membentuk osazon dan apabila
bereaksi dengan fenilhidrazina akan membentuk fenilosazon.
Daftar Pustaka

Horton, H.R., et.al.2002.Principles of Biochemistry.United States of


America:Prentice-Hall.

Martoharsono, Soeharsono.2000.Biokimia jilid II.Yogyakarta:Gadjah Mada


University Press.

McGilvery, R.W., Gerald W.G.1996.Biokimia edisi


ketiga.Surabaya:Airlangga University Press.

Retnowati, Diah Susetyo, dkk.2010.Modifikasi Pati Ketela Pohon Secara


Kimia dengan Oleoresin dari Minyak Jahe.Semarang.Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro.

Smith, J. G.. 2006. Organic Chemistry. The Mc Graw–Hill Company, Inc.


1221 Avenue of the Americas, New York.

Anda mungkin juga menyukai