Anda di halaman 1dari 11

Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa SMA Negeri 10

Banjarmasin Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Matematika


Menggunakan Pembelajaran Mengacu MBA

Syamsir Kamal, S.Pd, M.Pd1)

SMA Negeri 10 Banjarmasin1)


email :kamalsyamsir@yahoo.co.id

Abstrak – Berdasarkan hasil hasil Ujian Nasional kelas XII SMA Negeri 10
Banjarmasin diperolah data bahwa sebagian besar soal yang salah diselesaikan oleh
siswa yaitu soal program linear. Penyebab kesulitan siswa menyelesaikan soal
program linear karena biasanya berbentuk soal cerita. Siswa kesulitan menerjemahkan
soal cerita ke dalam kalimat matematika. Peneliti ini bertujuan untuk mendeskripsikan
rancangan dan pelaksanaan pembelajaran mengacu MBA yang dapat meningkatkan
kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika di kelas XII IPA SMA
Negeri 10 Banjarmasin. Penelitian ini dirancang dengan metode penelitian tindakan
kelas yang dilaksanakan di kelas XII SMA Negeri 10 Banjarmasin. Subyek penelitian
terdiri dari 34 siswa dan objek penelitian adalah kemampuan menyelesaikan soal
cerita matematika pada pokok bahasan program linear. Pelaksanaan pembelajaran
MBA dilaksanakan dengan bantuan LKS sehingga pembelajaran lebih efektif dan
efisien. Pembelajaran menggunakan MBA dimulai dengan tahap merekam informasi
yang diberikan,guru menyajikan masalah yang berbentuk soal cerita dengan
membagikan LKS kepada siswa. Siswa membaca dengan teliti soal cerita yang
diberikan pada LKS dan bertanya jika ada yang kurang jelas. Guru membimbing
siswa untuk mengumpulkan kalimat dalam soal yang memberikan informasi terhadap
penyelesaian soal cerita dan membimbing siswa untuk menerjemahkan kalimat dalam
soal yang memberikan informasi terhadap penyelesaian soal cerita ke dalam kalimat
matematika. Pada tahap menggunakan konteks, guru membimbing siswa dengan
meminta siswa menggunakan kalimat pada soal cerita yang mendukung proses untuk
menemukan solusi. Pada tahap menyediaan penjelasan dan/atau pembenaran untuk
operasi matematika, siswa mengecek jawaban dan menyiapkan laporan dengan
menyediaan penjelasan dan/atau pembenaran untuk langkah-langkah komputasi yang
dilakukan dalam proses menyelesaikan soal cerita matematika. Siswa melaporkan
hasil kerjanya dan siswa lain diminta untuk menanggapi. Guru bersama-sama siswa
menyimpulkan hasil pembelajaran. Siswa dapat menyelesaikan soal cerita matematika
melalui pembelajaran mengacu MBA dan terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari
siklus I ke siklus II. Hasil nilai tes akhir siswa siklus II menunjukkan bahwa
kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika sudah baik

Kata kunci : MBA, soal cerita matematika. program linier

I. PENDAHULUAN
Matematika merupakan mata pelajaran yang dibelajarkan pada setiap jenjang pendidikan di
Indonesia, mulai dari Sekolah Dasar sampai di Perguruan Tinggi. Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang diujikan pada Ujian Nasional sejak tahun 2003. Kenyataannya pada pelajaran matematika
di SMA saat ini ditemukan adanya masalah seperti nilai ujian nasional mata pelajaran matematika yang
masih rendah bahkan mengalami penurunan. Pelajaran matematika di SMA Negeri 10 Banjarmasin juga
masih menjadi momok bagi siswa. Kemampuan siswa pada mata pelajaran matematika masih sangat
rendah. Ini bisa dilihat dari nilai hasil Ujian Nasional hanya 4,71% dari 112 orang siswa yang
mendapatkan nilai di atas 70. Padahal kriteria ketuntasan minimal di SMA Negeri 10 Banjarmasin adalah
77. Salah satu yang menyebabkannya adalah kesulitan siswa menyelesaikan soal cerita matematika.
ISBN. xxx-yyy-zzz

Hasil wawancara dengan siswa kelas XII SMA Negeri 10 Banjarmasin setelah pelaksanaan Uji
Coba Ujian Nasional didapatkan keterangan bahwa sebagian besar soal-soal Uji Coba Ujian Nasional
yang salah diselesaikan oleh siswa dan sulit penyelesaiannya adalah yaitu soal yang berhubungan dengan
materi program linear. Siswa kelas XII juga menambahkan bahwa penyebab kesulitan siswa
menyelesaikan soal program linear karena biasanya berbentuk soal cerita. Para siswa tidak paham dengan
soal yang berbentuk soal cerita karena masih bingung cara memulai menyelesaikannya. Siswa kesulitan
menerjemahkan soal cerita ke dalam kalimat matematika. Hal ini ditegaskan oleh Charles (2009:2) yang
menyatakan bahwa sangat banyak siswa yang tidak berhasil memecahkan masalah yang berbentuk soal
cerita.
Penelitian tentang meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika
juga telah dilakukan beberapa peneliti dengan menggunakan suatu model, metode atau strategi
pembelajaran. Herawati, Margiati dan Sugiyono (2014:15) menggunakan pendekatan pemecahan
masalah, sedangkan Anggraini, Siroj dan Putri (2010:33) menerapkan model investigasi kelompok.
Madechan dan Desiana (2008:45) meningkatkan kebisaan penyelesaian soal cerita matematika siswa
dengan menggunaan media benda nyata dalam pembelajaran. Hasil penelitian Hart (1996:504)
menunjukkan bahwa menyajikan soal cerita dalam bentuk kata-kata sendiri positif mempengaruhi
kebisaan siswa untuk memecahkan masalah. Penelitian Balta, Simsek dan Tezcan (2009:381) menegaskan
bahwa jika masalah yang berbentuk soal cerita matematika diungkapkan kepada siswa dengan bahasa
mereka sendiri maka keberhasilan, sikap, motivasi dan minat siswa meningkat sehingga mempengaruhi
kebisaan siswa untuk memecahkan masalah.
Soal cerita merupakan soal yang diungkapkan dalam bentuk cerita yang diambil dari pegalaman-
pengalaman siswa yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika. Aeni, Suyanto, & Joharman (2013)
menyatakan bahwa penyelesaian soal cerita merupakan salah satu komponen penting dari penyelesaian
masalah matematika yang menggabungkan masalah kehidupan nyata dan aplikasi. Namun menyelesaikan
soal cerita merupakan hal yang masih dirasakan sulit oleh siswa, karena dalam proses penyelesaiannya
siswa harus menerjemahkan soal cerita kedalam model matematika. Bautista (2009) menyatakan bahwa
masalah cerita sulit bagi siswa, khususnya untuk siswa dengan kemampuan rendah. Bates dan Wiest
(2004) menyatakan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah cerita. Sedikitnya
ada tiga alasan kenapa siswa hanya sedikit mengalami kesuksesan dalam menyelesaikan masalah cerita
yaitu: limited experience with word problems, lack of motivation to solve word problems, and irrelevance
of word problems to student’ lives. siswa, karena dalam proses penyelesaiannya siswa harus
menterjemahkan soal cerita ke dalam bentuk matematika.
Kesalahan yang dilakukan siswa dapat terjadi diantaranya karena siswa kurang dapat memahami
tentang apa yang ditanyakan dalam soal cerita, sehingga ketika menyusun rencana penyelesain dan
dilanjutkan dengan melakukan penyelesaian soal siswa akan melakukan kesalahan. Oleh sebab itu
pemahaman siswa tentang soal cerita perlu ditingkatkan. Pemahaman siswa tentang soal cerita dapat
ditingkatkan diantaranya dengan pembelajaran menggunakan Meaning-Based Approach (MBA). Pada
saat siswa melakukan Meaning-Based Approach (MBA) ditandai dengan perilaku transformatif siswa,
yang memiliki tiga definisi karakteristik: merekam informasi yang diberikan, penggunaan konteks, dan
memberikan penjelasan dan / atau pembenaran untuk operasi matematika. Salah satu perilaku dominan
dari siswa merekam informasi yang diberikan dengan konteks yang sesuai, mengatur informasi untuk
mendukung proses solusi. Siswa memberikan penjelasan untuk langkah-langkah perhitungan yang
dilakukan
Pape (2004:200-207) menjelaskan bahwa siswa yang menyelesaikan soal cerita matematika
dengan Meaning-Based Approach (MBA) sangat sedikit mengalami kesalahan dalam memahami bacaan
dan langkah penyelesaian. Pape (2004:200) menjelaskan bahwa Meaning-Based Approach (MBA)
memiliki tiga karakteristik yaitu: merekam informasi yang diberikan (recording given information),
menggunakan konteks (use of context), dan menyediaan penjelasan dan/atau pembenaran untuk operasi
matematika (provision of explanations and/or justifications for mathematical operations). Salah satu
perilaku dominan siswa disini adalah merekam informasi yang diberikan dengan konteks yang tepat dari

2
Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SENPIKA)
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 4 Agustus 2018

soal cerita yang diberikan, kemudian mengorganisir informasi tersebut untuk mendukung proses
menemukan solusi. Pada langkah ini siswa dituntut untuk membaca agar dapat memahami konteks yang
terdapat di dalam soal cerita, sehingga tidak terjadi kesalahan menerjemahkannya ke kalimat matematika.
Berdasarkan uraian diatas, pembelajaran dengan menggunakan Meaning-Based Approach (MBA)
diharapkan bisa meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika.
Berdasarkan latar belakang di atas di atas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini
yaitu bagaimana rancangan pembelajaran dan bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan
Meaning Based Approach (MBA) untuk meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita
matematika pada materi Program linier serta bagaimana peningkatan kemampuan siswa menyelesaikan
soal cerita pada materi Program linier yang diperoleh dari pembelajaran menggunakan Meaning-Based
Approach (MBA). Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan ide-ide baru terutama dalam
meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika. 2) Sebagai bahan masukan
dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran matematika terutama dalam menyelesaikan soal cerita
matematika. dan 3) Sebagai informasi bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut
tentang meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika.

II. METODE PENELITIAN


Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
siswa menyelesaikan soal cerita matematika pada materi Program linier dengan menggunakan Meaning-
Based Approach (MBA). Lokasi dan subyek penelitian adalah siswa kelas XII IPA yang terdiri dari 34
siswa. Penelitian ini mencakup empat langkah yaitu 1) perencanaan (planing) , 2) tindakan (actuating), 3)
pengamatan (observing), dan 4) refleksi (reflecting).
Pada penelitian tindakan kelas ini data yang dikumpulkan meliputi :
1. Skor
Skor penilaian kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita diperoleh dari penilaian kegiatan tatap muka
melalui tes akhir siklus. Data berupa hasil tes akhir siklus yang berasal dari lembar jawaban tes yang
didapat pada akhir siklus dan dikoreksi sesuai dengan pedoman penskoran yang telah dibuat oleh peneliti.
2. Hasil observasi
Hasil observasi berupa data mengenai aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran menggunakan MBA
berupa: a) untuk aktivitas guru, skor berdasarkan lembar observasi aktivitas guru yang telah dirancang
oleh peneliti, b) deskripsi kegiatan pembelajaran seperti aktivitas guru dan siswa serta kasus-kasus yang
terjadi selama proses pembelajaran, dan c) foto kegiatan pembelajaran.
Keabsahan data-data yang diperoleh diperiksa menggunakan teknik tringulasi. Menurut Sanjaya
(2013:112) untuk menghasilkan informasi yang akurat, agar tidak salah dalam pengambilan keputusan
bisa menggunakan triangulasi. Teknik triangulasi yaitu suatu cara untuk mendapatkan informasi yang
akurat dengan menggunakan berbagai metode agar informasi bisa dipercaya kebenarannya sehingga tidak
salah dalam mengambil keputusan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu membandingkan
hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, hasil observasi yang dilakukan observer dan rekaman video
jalannya tindakan. Data yang dianalisis peneliti lebih banyak dan lengkap sehingga terhindar dari
kesalahan dalam pengambilan kesimpulan.Data yang dikumpulkan untuk mengecek keterlaksanaan
pembelajaran menggunakan MBA adalah data observasi aktivitas guru. Hasil observasi observasi
aktivitas guru yang telah didapat dari observer kemudian dianalisis untuk mengetahui tingkat
keberhasilan aktivitas dihitung dengan menggunakan rumus yaitu :

Keterangan:
P = persentasi nilai observer
S = total skor yang dicapai
N = total skor maksimal yang dicapai
Setelah dilakukan perhitungan, selanjutnya dikategorikan seperti tabel berikut:

3
ISBN. xxx-yyy-zzz

Tabel 1. Persentase Kategori Aktivitas Guru


Presentase Rata-Rata Kategori
90% 100% Sangat Aktif

75% 90% Aktif

60% 75% Cukup Aktif

50% 60% Kurang Aktif

50% Tidak Aktif


Aktivitas guru dikatakan baik apabila persentase rata-rata dari hasil observasi aktivitas guru selama proses
pembelajaran pada kategori aktif atau sangat aktif.

Analisis hasil tes akhir siswa untuk mengetahui kemampuan siswa menyelesaian soal cerita
menggunakan rubrik penskoran sebagai berikut.

Tabel 2. Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita


Aspek yang Reaksi terhadap soal Skor
dinilai soal
Memahami a. Tidak memahami soal/tidak menuliskan apayang 0
cerita diketahui dan apa yang ditanyakan.
b. Siswa menuliskan apa yang diketahui atau ditanyakan 1
pada soal kurang tepat.
c. Siswa tidak menuliskan apa yang diketahui namun bisa 2
memberikan apa yang ditanyakan dengan tepat.
d. Siswa menuliskan beberapa yang diketahui dengan tepat 3
dan apa yang ditanya dengan tepat.
e. Siswa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang 4
ditanyakan dengan tepat.
Memilih a. Tidak ada rencana strategi penyelesaian atau pemodelan 0
pendekatan atau matematika dari soal cerita
strategi b. Strategi atau pemodelan matematika yang dijalankan 1
penyelesaian kurang relevan
c. Menggunakan strategi yang benar 2
Menyelesaikan a. Tidak ada penyelesaian sama sekali sehingga langsung 0
model mengarah pada jawaban akhir.
b. Menggunakan prosedur yang salah sehingga mengarah 1
ke jawaban yang salah.
c. Menggunakan prosedur tertentu yang benar tetapi salah 2
dalam menghitung dan sebaliknya.
d. Menggunakan prosedur tertentu yang benar dan 3
menghasilkan jawaban yang benar.
Menafsirkan a. Tidak melakukan pengecekan dan tidak ada kesimpulan 0
solusi mengenai jawaban yang didapat.
b. Melakukan pengecekan, namun tidak ada kesimpulan 1
yang diberikan.
c. Melakukan pengecekan, namun kesimpulan yang 2
diberikan kurang tepat.
d. Melakukan pengecekan dan terdapat kesimpulan 3
jawaban yang tepat.

4
Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SENPIKA)
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 4 Agustus 2018

Jumlah skor yang diperoleh oleh siswa dari tes akhir siklus kemudian dikonversikan ke dalam nilai
dengan skala 0 sampai dengan 100 dengan menggunakan rumus berikut.

Keterangan:
= nilai tes akhir siswa

= banyaknya skor yang diperoleh


= banyaknya skor maksimal

Jumlah skor yang diperoleh dari perhitungan dan diketahui nilai tes akhir siswa, selanjutnya dikategotikan
seperti tabel berikut:
Tabel 3. Kategori Nilai Tes Akhir Siswa
Nilai Akhir Siswa Kategori
85 100 Amat baik

70 85 Baik

55 70 Cukup

40 55 Kurang

0 Amat kurang

Data nilai tes akhir siswa yang diperoleh, kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus:

TB =

Dengan
TB : persentase siswa yang tuntas belajar
t : banyaknya siswa yang mendapat nilai minimal 70
n : banyaknya siswa di kelas

Berdasarkan kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan sekolah, hasil akhir siswa dikatakan tuntas
secara klasikal apabila banyaknya siswa tuntas belajar minimal 75% dari keseluruhan siswa yang
memperoleh nilai minimal 77 mengikuti ketentuan kriteria ketuntasan minimal di SMA Negeri 10
Banjarmasin. Indikator keberhasilan siswa dalam hal menyelesaikan soal cerita matematika dikatakan
berhasil jika siswa bisa memahami soal cerita, memilih pendekatan atau strategi penyelesaian,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi terhadap soal cerita yang diberikan pada tes akhir siklus
memenuhi kriteria ketuntasan belajar yang telah ditetapkan oleh SMA Negeri 10 Banjarmasin. Siswa
dikatakan tuntas dalam belajar apabila siswa memperoleh skor tes minimal 77 dan persentase banyaknya
siswa yang tuntas dalam belajar lebih dari atau sama dengan 75% dari seluruh siswa kelas XII IPA.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian tindakan kelas ini terlaksana sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah susun
sebagai penerapan pembelajaran menggunakan Meaning-Based Approach (MBA). Penelitian ini
dilaksanakan dalam 2 siklus, dimana dalam tiap siklus dalam 2 kali pertemuan dan diakhiri dengan tes
kemampuan menyeselesaikan soal cerita matematika pada materi program linier.
Pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran menggunakan MBA dilakukan seperti rancangan langkah-
langkah sebagai berikut :
Tabel 4. Langkah-Langkah Rancangan Pembelajaran Menggunakan MBA

5
ISBN. xxx-yyy-zzz

Kegiatan yang diharapkan Karakteristik


Kegiatan Guru
pada siswa MBA
1. Menyajikan masalah yang berbentuk 1. Menerima LKS Merekam
soal cerita dengan membagikan LKS informasi yang
kepada siswa diberikan
2. Meminta siswa membaca dengan teliti 2. Membaca soal cerita dengan
soal cerita yang diberikan pada LKS cermat untuk menangkap
dan bertanya jika ada yang kurang makna pada tiap kalimat dan
jelas menanyakan hal-hal yang
belum jelas
3. Membimbing siswa untuk 3. Mengumpulkan kalimat
mengumpulkan kalimat dalam soal dalam soal yang memberikan
yang memberikan informasi terhadap informasi terhadap
penyelesaian soal cerita dengan penyelesaian soal cerita.
menanyakan kepada siswa apa tujuan Memisahkan yang mana
dari soal cerita tersebut dan apa saja kalimat tujuan dan kalimat
konteks yang mendukung untuk yang mendukung mencapai
mencapai tujuan dari permasalahan tujuan.(jika ada)
soal cerita tersebut.
4. Membimbing siswa untuk 4. Menerjemahkan kalimat
menerjemahkan kalimat dalam soal dalam soal yang memberikan
yang memberikan informasi terhadap informasi terhadap
penyelesaian soal cerita ke dalam penyelesaian soal cerita ke
kalimat matematika. dalam kalimat matematika.
5. Membimbing siswa dengan meminta 5. Menggunakan kalimat pada Menggunakan
siswa menggunakan kalimat pada soal soal cerita yang mendukung konteks
cerita yang mendukung proses untuk proses untuk menemukan
menemukan solusi. solusi.
6. Meminta siswa untuk mengecek 6. Mengembalikan jawaban Menyediaan
jawaban. kedalam konteks soal yang penjelasan
ditanyakan. dan/atau
7. Meminta siswa untuk menyiapkan 7. Menyiapkan laporan hasil pembenaran
laporan dengan membantu siswa penyelesaian soal cerita yang untuk operasi
dalam merencanakan dan menetapkan dilengkapi penjelasan matematika
penyajikan hasil tugasnya yaitu dan/atau pembenaran untuk
mengharapkan setiap kelompok langkah-langkah komputasi
menyediaan penjelasan dan/atau yang dilakukan dalam proses
pembenaran untuk langkah-langkah menyelesaikan soal cerita
komputasi yang dilakukan dalam matematika.
proses menyelesaikan soal cerita
matematika.

3.1. Deskripsi Hasil Penelitian Pada Siklus 1


Berdasarkan hasil nilai akhir siswa pada siklus I memberikan hasil ketuntasan 73,52% termasuk
kategori tuntas, yang berarti belum memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu lebih dari
atau sama dengan 75%.. Siswa yang mengikuti tes siklus I sebanyak 25 siswa dari 34 siswa telah
memenuhi kategori tuntas dan 9 siswa yang termasuk dalam kategori belum tuntas mengikuti tes siklus I.
Berdasarkan observasi aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran rata-rata persentase dari observer
pada dua kali pertemuan mencapai 86,25% termasuk dalam kategori aktif. Dengan demikian proses
pembelajaran terlaksana dengan baik. Berdasarkan jawaban siswa pada LKS, masih ada siswa yang salah

6
Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SENPIKA)
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 4 Agustus 2018

dalam menerjemahkan kalimat dalam soal cerita ke kalimat matematika, misalnya seharusnya kurang dari
atau sama dengan (≤) ditulis lebih dari (≥) atau sebaliknya. Pada pelaksanaan pembelajaran, siswa juga
terlihat masih bingung menentukan kalimat dalam soal cerita mana yang dijadikan fungsi objektif dan
yang mana dijadikan fungsi kendala. Guru menyadari pada setiap pertemuan, tidak semua siswa
mendapat bimbingan pada saat proses menentukan penyelesaian masalah, karena guru mendatangi siswa
yang kesulitan satu-persatu untuk memberikan bimbingan kepada siswa. Siswa lain yang mengalami
kesulitan harus menunggu guru untuk membimbingnya. Sehingga cara guru membimbing siswa pada
siswa pada siklus I kurang efesien. Untuk mengatasi hal tesebut, pada siklus II guru akan berusaha
memberi bimbingan kepada siswa secara berkelompok yang terdiri dari 3 sampai 4 orang siswa yang
saling berdekatan. Hal ini sesuai pendapat Tohirin (2007:131-132) bahwa bantuan dalam kelompok-
kelompok belajar dan mengatur kegiatan-kegiatan belajar supaya berjalan secara efektif dan efisien.Guru
akan memberikan contoh langkah menggambar grafik selesaian pertidaksamaan secara singkat, karena
materi tersebut merupakan prasyarat untuk dapat menyelesaikan soal cerita program linear. Guru tidak
hanya memberikan contoh, tetapi kemudian melakukan tanya jawab dengan siswa terhadap langkah
menggambar grafik selesaian pertidaksamaan tersebut. Sehingga siswa bisa lebih paham. Pada saat tanya
jawab guru tidak langsung memberikan jawaban atas pertanyaan siswa, tetapi siswa dibimbing sampai
menemukan jawaban oleh mereka sendiri. Guru hanya memberikan pertanyaan-pertanyaan pemancing
(scaffolding) dan membenarkan jawaban siswa. Pembenaran atas jawaban siswa di dalam bimbingan
merupakan salah satu penguatan. Menurut Mulyasa (2011:78) penguatan dapat meningkatkan perhatian
peserta didik terhadap pembelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan
kegiatan belajar, dan membina perilaku yang produktif. Berdasarkan hasil analisis peneliti terhadap
keseluruhan proses dan hasil pembelajaran, kegiatan pembelajaran siklus I masih belum memenuhi
kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Dengan demikian disimpulkan bahwa tindakan dilanjutkan ke
siklus II dengan melakukan perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I.
3.2. Deskripsi Hasil Penelitian Pada Siklus 2
Berdasarkan hasil nilai akhir siswa pada siklus II memberikan hasil ketuntasan 85,29% termasuk
kategori tuntas, yang berarti sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Siswa yang
mengikuti tes akhir pada siklus II sebanyak 34 siswa. Sebanyak 29 siswa yang telah memenuhi kategori
tuntas dan 5 siswa yang termasuk dalam kategori belum tuntas. Berdasarkan observasi aktivitas guru
dalam melaksanakan pembelajaran rata-rata persentase dari kedua observer pada dua kali pertemuan
mencapai 91,25% termasuk dalam kategori sangat aktif. Dengan demikian proses pembelajaran sudah
terlaksana dengan baik. Pemberian bimbingan kepada siswa yang kesulitan menyelesaian soal cerita
sangat membantu. Semua siswa yang mengalami kesulitan mendapatkan bimbingan dari guru karena
bimbingan dilakukan secara berkelompok. Hal ini sesuai pendapat Tohirin (2007:131-132) bahwa bantuan
dalam kelompok-kelompok belajar dan mengatur kegiatan-kegiatan belajar supaya berjalan secara efektif
dan efisien. Guru memberikan penguatan atau pembenaran kepada siswa yang benar menjawab
pertanyaan-pertanyaan, siswa dapat mengatasi kesulitannya sendiri. Siswa lebih senang dan bersemangat
pada pembelajaran. Sehingga lebih termotivasi untuk menyelesaikan saoal tersebut. Hal ini juga sesuai
dengan pendapat Mulyasa (2011:78) bahwa penguatan dapat meningkatkan perhatian peserta didik
terhadap pembelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan kegiatan belajar,
dan membina perilaku yang produktif. Berdasarkan hasil analisis peneliti terhadap keseluruhan proses dan
hasil pembelajaran, kegiatan pembelajaran siklus II sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang
ditetapkan. Dengan demikian disimpulkan bahwa tindakan tidak dilanjutkan lagi ke siklus berikutnya.

3.3. Pembahasan
Pada tahap merekam informasi yang diberikan (recording given information), guru memberikan
masalah yang berbentuk soal cerita pada LKS kepada masing-masing siswa. Siswa diminta untuk berpikir
secara individu untuk menyelesaikan masalah dalam LKS. Hal ini sesuai pendapat Slavin (2009:6) bahwa
belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan yang harus dilakukan oleh siswa itu sendiri.
Siswa diminta membaca soal cerita pada LKS dengan cermat untuk menangkap makna pada tiap kalimat.

7
ISBN. xxx-yyy-zzz

Kalimat-kalimat yang bermakna yang memberikan informasi terhadap penyelesaian soal cerita
dikumpulkan dengan cara menggaris bawahi kalimat atau menuliskan kembali kalimat tersebut dengan
instruksi langsung dari guru. Siswa menerjemahkan kalimat dalam soal yang memberikan informasi
terhadap penyelesaian soal cerita ke dalam kalimat matematika dengan mengisi LKS. Pada tahap
menggunakan konteks (use of context) dan tahap menyediaan penjelasan dan/atau pembenaran untuk
operasi matematika (provision of explanations and/or justifications for mathematical operations), siswa
juga melakukannya dengan mengisi LKS. Sehingga LKS sangat membantu kegiatan siswa menyelesaikan
soal cerita. Hal ini sesuai pendapat Fitriani, Rustiyarso dan Okianna (2013:9) bahwa pemanfaatan LKS
menunjang proses pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa setelah memanfaatkan LKS mengalami
peningkatan mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Pada tahap menggunakan konteks (use of context), guru meminta siswa menggunakan kalimat pada
soal cerita yang mendukung proses untuk menemukan solusi. Siswa menyelesaikan masalah sesuai
dengan petunjuk di LKS. Guru berkeliling di kelas untuk memastikan pekerjaan siswa dengan memantau
dan membimbing siswa apabila ada siswa yang mengalami kesulitan melakukan proses penyelesaian
masalah, sebagaimana dijelaskan Hudojo (2005:162) bahwa supaya siswa dapat membangun pemahaman
terhadap konsep/prinsip matematika perlu adanya intervensi bantuan orang lain. Kegiatan pemberian
sejumlah bantuan kepada siswa yang kesulitan dalam belajar dengan memberikan bantuan kepada siswa
di awal, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung
jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Sebagaimana pendapat Fitriani, Hudiono dan
Hamdani (2013:2) agar kemampuan pemecahan masalah siswa dapat membaik, siswa harus selalu
dibimbing dan diberi bantuan agar dapat mengkonstruksi pengetahuan. Jika siswa dapat mengatasi
kebingungan, kesulitan dan masalah tersebut, maka kegiatan pembelajaran berjalan dengan lancar.
Sebagaimana pendapat Adi, Marsiti dan Jatiningsih (2011:64) mengurangi pemberian bantuan atau
dukungan guru (scaffolding) secara berangsur-angsur agar aktivitas siswa lebih tampak.
Pada siklus I, guru memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan menyelesaikan
soal cerita dengan cara mendatangi siswa satu persatu. Tetapi tidak semua siswa yang kesulitan mendapat
bimbingan dari guru. Sehingga ada siswa yang masih kesulitan dan kurang tepat atau salah menyelesaikan
soal cerita. Sehingga pada siklus II guru mengubah strategi dalam membimbing agar semua siswa yang
kesulitan mendapatkan bimbingan. Guru memberi bimbingan kepada siswa secara berkelompok yang
terdiri dari 3 sampai 4 orang siswa yang saling berdekatan. Sehingga semua siswa yang mengalami
bimbingan mendapat bimbingan. Siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan masalah dibimbing guru
dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan yang masalah yang tidak dimengertinya sampai
siswa bisa mengatasi kesulitannya. Guru membenarkan setiap jawaban siswa atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Misalnya guru mengucapkan “ya”, “tepat sekali”, “benar”, atau “betul” apabila benar menjawab
pertanyaan guru. Siswa terlihat senang dengan senyuman dan bersemangat untuk menyelesaikan masalah
tersebut sehingga siswa termotivasi untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Hasil belajar siswa melalui pembelajaran menggunakan MBA dapat dilihat dari kemampuan siswa
menyelesaikan soal cerita pada tes akhir siswa pada siklus I dan Siklus II. Berdasarkan hasil penelitian
pada tes akhir siklus I, skor kemampuan siswa dalam memahami soal cerita rata-rata dari seluruh siswa
adalah 2,68 dari skor maksimal 4. Rata-rata skor kemampuan siswa dalam memilih pendekatan atau
strategi penyelesaian adalah 1,47 dari skor maksimal 2. Rata-rata skor kemampuan siswa dalam
menyelesaikan model adalah 1,89 dari skor maksimal 3. Rata-rata skor kemampuan siswa dalam
menafsirkan solusi adalah 1,47 dari skor maksimal 3. Sehingga nilai rata-rata kemampuan siswa
menyelesaikan soal cerita pada tes akhir siklus I adalah 62,72. Nilai rata-rata kemampuan siswa
menyelesaikan soal cerita pada siklus I berada pada kategori cukup. Berdasarkan hasil penelitian terlihat
bahwa, rata-rata skor kemampuan siswa dalam memahami soal cerita adalah 3,26 pada tes akhir siklus II
meningkat sebesar 0,58 dari skor pada tes akhir siklus I. Rata-rata skor kemampuan siswa dalam memilih
pendekatan atau strategi penyelesaian adalah 1,89 pada tes akhir siklus II meningkat sebesar 0,42 dari
skor pada siklus I. Rata-rata skor kemampuan siswa dalam menyelesaikan model adalah 2,74 pada tes
akhir siklus II meningkat sebesar 0,85 dari skor pada siklus I. Rata-rata skor kemampuan siswa dalam

8
Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SENPIKA)
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 4 Agustus 2018

menafsirkan solusi adalah 1,79 pada tes akhir siklus II meningkat sebesar 0,58 dari skor pada siklus I.
Sehingga nilai rata-rata kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita adalah 80,70 pada tes akhir siklus II
meningkat sebesar 28,67% dari nilai tes akhir pada siklus I. Dari 25 siswa yang memperoleh nilai
minimal 77 pada siklus I dan 9 siswa yang memperoleh nilai kurang dari 77. Artinya hasil nilai akhir
siswa pada siklus I sebanyak 73,68% dari 34 siswa di kelas dikatakan tuntas. Pada siklus II hasil
perhitungan nilai akhir siswa bahwa 29 siswa yang memperoleh nilai minimal 77 dan 5 siswa yang
memperoleh nilai kurang dari 77. Artinya hasil nilai akhir siswa pada siklus II sebanyak 85,25% dari 34
siswa di kelas dikatakan tuntas. Sehingga hasil nilai akhir siswa pada siklus II tuntas secara klasikal
karena banyaknya siswa tuntas belajar lebih dari 75% dari keseluruhan siswa yang memperoleh nilai
minimal 77.

IV. SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan data dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Rancangan pembelajaran menggunakan MBA yang dapat meningkatkan kemampuan siswa
menyelesaikan soal cerita matematika khususnya materi program linear di kelas XII IPA SMA Negeri
10 Banjarmasin dengan langkah-langkah berikut : Pertama, guru menyampaikan tujuan pembelajaran,
yaitu siswa dapat menentukan selesaian dari permasalahan nilai optimum program linear. Kedua, guru
menjelaskan materi prasyarat, yaitu menentukan daerah selesaian pertidaksamaan. Ketiga, guru
memberikan arahan tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan, yaitu menggunakan MBA.
Keempat, guru menyajikan masalah yang berbentuk soal cerita dengan membagikan LKS tentang
program linear kepada siswa(recording given information). Kelima, guru meminta siswa membaca
dengan teliti soal cerita yang diberikan pada LKS dan bertanya jika ada yang kurang jelas(recording
given information). Keenam, guru membimbing siswa untuk mengumpulkan kalimat dalam soal yang
memberikan informasi terhadap penyelesaian soal cerita dengan menanyakan kepada siswa apa tujuan
dari soal cerita tersebut dan apa saja kalimat yang mendukung untuk mencapai tujuan dari
permasalahan soal cerita tersebut(recording given information). Ketujuh, guru membimbing siswa
untuk menerjemahkan kalimat dalam soal yang memberikan informasi terhadap penyelesaian soal
cerita ke dalam kalimat matematika(recording given information). Kedelapan, guru membimbing
siswa dengan meminta siswa menggunakan kalimat pada soal cerita yang mendukung proses untuk
menemukan solusi(use of context). Kesembilan, guru meminta siswa untuk mengecek
jawaban(provision of explanations and/or justifications for mathematical operations). Kesepuluh,
guru meminta siswa untuk menyiapkan laporan dengan membantu siswa dalam merencanakan dan
menetapkan penyajikan hasil tugasnya yaitu mengharapkan setiap siswa menyediaan penjelasan
dan/atau pembenaran untuk langkah-langkah komputasi yang dilakukan dalam proses menyelesaikan
soal cerita matematika (provision of explanations and/or justifications for mathematical operations).
Kesebelas, guru meminta siswa melaporkan hasil kerjanya dan siswa lain diminta untuk menanggapi.
Keduabelas, guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.
2. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan MBA yang dapat meningkatkan kemampuan siswa
menyelesaikan soal cerita matematika di kelas XII IPA SMA Negeri 10 Banjarmasin sesuai dengan
rancangan pada siklus II yang dimodifikasi dari rancangan pada siklus I berdasarkan refleksi. Pada
tahap merekam informasi yang diberikan (recording given information), guru membimbing siswa
untuk mengumpulkan dan menerjemahkan kalimat dalam soal yang memberikan informasi terhadap
penyelesaian soal cerita. Pembimbingan dilakukan tidak secara individu tetapi secara kelompok agar
lebih efisien. Siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan masalah dibimbing guru dengan pertanyaan-
pertanyaan yang berhubungan dengan masalah yang tidak dimengertinya sampai siswa bisa mengatasi
kesulitannya. Apabila siswa menjawab dengan benar diberi penguatan atau pembenaran agar siswa
senang dan bersemangat untuk menyelesaikan soal cerita. Pada tahap menggunakan konteks, guru
membimbing siswa dengan meminta siswa menggunakan kalimat pada soal cerita yang mendukung
proses untuk menemukan solusi. Pada tahap ini guru juga memberikan bimbingan kepada siswa yang

9
ISBN. xxx-yyy-zzz

kesulitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan masalah yang tidak dimengertinya
sampai siswa bisa mengatasi kesulitannya.
3. Pembelajaran menggunakan MBA berhasil meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal
cerita matematika khususnya materi program linear. Hal ini didasarkan pada hasil tes akhir siswa.
Hasil nilai tes akhir siswa siklus II menunjukkan bahwa kemampuan siswa sudah baik, yaitu rata-rata
nilai siswa 80,70. Peningkatan kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita dari siklus I ke Siklus II
sebesar 28,67%. Hasil nilai akhir siswa pada siklus II tuntas secara klasikal (84,21% dari 34 siswa
memperoleh skor minimal 77).

4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian peneliti menyarankan sebagai berikut :
1. Guru matematika SMA dapat mempertimbangkan pembelajaran menggunakan MBA untuk
membelajarkan siswa pada materi yang soalnya didominasi soal cerita.
2. Bagi guru yang ingin menerapkan pembelajaran menggunakan MBA sebaiknya berbantuan LKS agar
proses siswa menyelesaikan soal cerita lebih terarah, karena pelaksanaan tahap-tahap karakteristik
MBA dapat dilakukan dengan bantuan LKS.
3. Bagi guru yang ingin menerapkan pembelajaran menggunakan MBA sebaiknya menggunakan
kelompok kecil agar pelaksanaan pembelajaran lebih efektif dan efisien.
4. Ketika guru menjumpai ada siswa yang pasif dalam menyelesaikan soal cerita maka guru harus
memberikan bimbingan kepada siswa tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan masalah yang tidak dimengertinya sampai siswa bisa mengatasi kesulitannya dan
memberikan penguatan/pembenaran terhadap jawaban-jawaban siswa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Adi, T., Marsiti & Jatiningsih, O. 2011. Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui
Pembelajaran Inquiri. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Decentralized Basic Education 3.Khusus (1): 67-68
[2] Anggraini, L. Siroj, R.A. & Putri, R.I.I. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII-4 SMP Negeri 27 Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika.
4 (1): 33-44.
[3] Arikunto, S., Suhardjono & Supardi. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
[4] Balta, O.C., Simsek, N. & Tezcan, N. 2009. A Web Based Generation System for Personalization of E-Learning Materials.
World Academy of Science, Engineering and Technology. 25 (1): 381-384.
[5] Bautista, D., Mulligan, J. & Mitchelmore, M. 2009. Young Filipino Students Making Sense of Arithmetic Word Problems in
English. Journal of Science and Mathematics Education in Southeast Asia. 32 (2): 131-160.
[6] Bates, E.T. & Wiest, L.R. 2004. Impact of Personalization of Mathematical Word Problems on Student Performance. The
Mathematics Educator. 14 (2): 17–26.
[7] Charles, R.I. 2009. Solving Word Problems. Research Into Practice Mathematics. Pearson Education, Inc.
[8] Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22/2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
[9] Eric, C.C.M. 2005. Language Proficiency and Rewording of Semantic Structures in P5 Pupils’ Mathematical Word Problem
Solving. The Mathematics Educator. 9 (1): 84-99.
[10] Fitriani, I., Rustiyarso & Okianna. 2013. Analisis Pemanfaatan Lembar Kerja Siswa dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata
Pelajaran Sosiologi di SMA. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. 2 (10 ): 1-10.
[11] Halloran, P. & Osowski, M.E. 2005. Step-by-Step Math: Understanding and Solving Word Problems. Book H. Curriculum
Associates.inc.
[12] Hart, J.M. 1996. The Effect of Personalized Word Problems. Teaching Children Mathematics, Vol. 2 No. 8 hal 504-505. The
National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
[13] Herawati, E., Margiati, K.Y. & Sugiyono. 2014. Peningkatan Hasil Belajar Soal Cerita Perkalian Menggunakan Pendekatan
Pemecahan Masalah Siswa Kelas IV SD. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. 3 (1): 1-17.
[14] Huda, N. & Kencana, A.G. 2013. Analisis Kesulitan Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman dalam Menyelesaikan Soal
Cerita pada Materi Kubus dan Balok Di Kelas VIII SMP Negeri 30 Muaro Jambi. Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung. Hal 595-606.
[15] Hudojo, H. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Magelang Sebelas Malang.
[16] Hudojo, H. 2005. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Magelang Sebelas Malang.
[17] Madechan & Desiana, B.N. 2008. Media Benda Nyata untuk Penyelesaian Soal Cerita Matematika Siswa Diskalkulia. Jurnal
Pendidikan Luar biasa. 4 (1): 38-46.
[18] Pape, S.J. 2004. Middle School Children's Problem-Solving Behavior: A Cognitive Analysis from a Reading Comprehension
Perspective . Journal for Research in Mathematics Education. 35 (3):187-219.
[19] Polya, G. 1973. How To Solve It!. A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey : Princeton University Press.
[20] Sanjaya, W. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

10
Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SENPIKA)
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 4 Agustus 2018

[21] Slavin, R.E. 2009. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta: PT Indeks.
[22] Sudjana, N. 2012. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfa Beta.

11

Anda mungkin juga menyukai