Anda di halaman 1dari 16

May 17, '08 4:03 AM

Askep Artritis
for everyone
Oleh; Andrian

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Artritis reumatoid merupakan kasus panjang yang


sangat sering diujikan. Bisanya terdapat banyak tanda-
tanda fisik. Diagnosa penyakit ini mudah ditegakkan. Tata
laksananya sering merupakan masalah utama. Insiden
pucak dari artritis reumatoid terjadi pada umur dekade
keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih
sering dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA
DR-4 ditemukan pada 70% pasien ).

Artritis reumatoid diyakini sebagai respon imun


terhadap antigen yang tidak diketahui. Stimulusnya dapat
virus atau bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi
terhadap penyakit.

I.2 Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Untuk meningkatkan pengetahuan dan


keterampilan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit Artritis
Reumatoid, dan sebagai bahan literatur bagi
mahasiswa keperawatan.

1.2.2. Tujuan Khusus


Untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan perawat dan mahasiswa
keperawatan dalam :

1. Mengidentifikasi tanda dan gejala Artritis


Reumatoid.

2. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat


pada penderita Artritis Reumatoid.

3. Mencegah untuk tidak terjadinya komplikasi


pada penderita Artritis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun


sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane
sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan
deformitas lebih lanjut.

( Susan Martin Tucker.1998 )

Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi


yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari
persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri
persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan
keletihan.
( Diane C. Baughman. 2000 )

Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi


kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan
melibatkan seluruh organ tubuh.

( Arif Mansjour. 2001 )

2.2. INSIDEN

AR terjadi antara usia 30 tahun dan 50 tahun


dengan puncak insiden antara usia 40 tahun dan 60 tahun.
Wanita terkena dua sampai tiga kali lebih sering dari pada
pria.

2.3. ETIOLOGI

AR adalah suatu penyakit otoimun yang timbul


pada individu – individu yang rentang setelah respon imun
terhadap agen pencetus yang tidak diketahui. Faktor
pencetus mungkin adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus
yang menginfeksi sendi atau mirip dengan sendi secara
antigenis. Biasanya respon antibodi awal terhadap mikro-
organisme diperatarai oleh IgG. Walaupun respon ini
berhasil mengancurkan mikro-organisme, namun individu
yang mengidap AR mulai membentuk antibodi lain
biasanya IgM atau IgG, terhadap antibodi Ig G semula.
Antibodi ynng ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini
disebut faktor rematoid ( FR ). FR menetap di kapsul sendi,
dan menimbulkan peradangan kronik dan destruksi
jaringan AR diperkirakan terjadi karena predisposisi
genetik terhadap penyakit autoimun.
2.4. PATOFISIOLOGI

Faktor genetik, infeksi

Sasaran primer Sinovium

Sinovitis Proliferatif

Pelepasan kolagenesa & produksi lisozim o/ fagosit Pembengkakan,


kekakuan pergelangan tangan & sendi jari tangan

Erosi sendi & periartikularis P’katan tekanan sendi


distensi serta putusnya kapsula & ligamentum
Kista dan kolaps sendi Sublaksasi sendi MCP &
p’kembangan penyimpangan ulna klasik sering timbul

Hiperekstensi / deformitas fleksi bisa


b’kembang dlm sendi IP ibu jari tangan, sendi PIP jr tgn, sendi MCP & IP
jr tgn

Tenosinovitis, jari tng pelatuk,


rupture tendo & sindroma terowongan kaspal lazim di temukan

2.5. MANIFESTASI KLINIS

1. Ditetapkan dengan tahapan dan keparahan penyakit.


2. Nyeri sendi, bengkak, hangat, eritema, dan kurang
berfungsi adalah gambaran klinis yang klasik.
3. Palpitasi persendian menunjukan jaringan spon atau
boggi.
4. Seringkali dapat diaspirasi cairan dari sendi yang
mengalami pembengkakan.

Pola karakteristik dari persendian yang terkena


1. Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan ,
dan kaki.
2. Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu,
pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang
serviks, dan temporomandibular.
3. Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
4. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan
nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama
lebih dari 30 menit.
5. Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang
umum.

Gambaran Ekstra-artikular

1. Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia


2. Fenomena Raynaud.
3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat
bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan
di atas tonjolan tulang.

2.6. EVALUASI DIAGNOSIS

1. Beberapa faktor yang menujang diagnosa AR:


nodulus reumatoid, inflamasi sendi, temuan
laboraturium.
2. Faktor reumatoid ( FR ) terdapat lebih dari 80%
pada darah pasien.
3. jumlah sel darah merah dan komponen komplemen
C4 menurun.

2.7. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan umum yang lengkap penting di lakukan.


Disamping menilai adanya sinovasi pada setiap sendi,
perhatian juga hal –hal berikut ini :

1. Keadaan umum – komplikasi steroid, berat badan.


2. Tangan – meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan.
3. Lengan – siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan
pembesaran kelenjar limfe aksila.
4. Wajah. Periksa mata untuk sindroma Sjorgen,
skleritis, episkleritis, skleromalasia perforans,
katarak, anemia dan tanda – tanda hiperviskositas
pada fundus. Kelenjar parotis membesar ( sinroma
Sjogren ). Mulut ( kering, karies dentis, ulkus ),
suara serak, sendi temporomandibula ( krepitus ).
Catatan : artritis rematoid tidak menyebabkan
iritasi.
5. Leher – adanya tanda – tanda terkenanya tulang
servikal.
6. Toraks. Jantung ( adanya perikarditis, defek
konduksi, inkompetensi katup aorta dan mitral ).
Paru – paru ( adanya efusi pleural, fibrosis, nodul
infark, sindroma Caplan ).
7. Abdomen – adanya splenomegali dan nyeri tekan
apigastrik.
8. Panggul dan lutut.
9. Tungkai bawah – adanya ulkus, pembengkakan
betis ( kista Baker yang reptur ) neuropati,
mononeuritis multipleks dan tanda – tanda
kompresi medulla spinalis.
10. Kaki.
11. Urinalisis untuk protein dan darah, serta
pemeriksaan rektum untuk menentukan adanya
darah.

2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menyokong diagnosa (ingat bahwa ini terutama


merupakan diagnosa klinis)

1. Tes serologik

(a) faktor rematoid – 70% pasien bersifat


seronegatif.

Catatan: 100% dengan factor rematoid yang positif


jika terdapat nodul atasindroma

Sjogren

(b) Antibodi antinukleus (AAN)- hasil yang positif


terdapat pada kira-kira 20 kasus

2. Foto sinar X pada sendi-sendi yang terkena.


Perubahan-perubahan yang dapat di te

mukan adalah:

(a) pembekakan jaringan lunak;

(b) penympitan rongga sendi;

(c) erosi sendi;

(d) osteoporosis juksta artikuler;

Untuk menilai aktivitas penyakit:


1. Erosi progresif pada foto sinar X serial.

2. LED. Ingat bahwa diagnosis banding dari LED


yang meningkat pada artritis reumatoid meliputi :

(a) penyakit aktif ;

(b) amiloidosis ;

(c) infeksi ;

(d) sindroma Sjorgen ;

3. Anemia – berat ringannya anemia normakromik


biasanya berkaitan dengan aktifitas.

4. Titer factor rematoid – makin tinggi titernya


makin mungkin terdapat kelainan ekstra artikuler.
Faktor ini terkait dengan aktifitas artritis.

2.9. KOMPLIKASI

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai


adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan
komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease
modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi
faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada
arthritis reumatoid.

Komlikasi saraf yang terjadi memberikan


gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat
lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal
dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

2.10. PENATALAKSANAAN

Tujuan dari penatalaksanaan termasuk penyuluhan,


keseimbangan antara istirahat dan latihan, dan rujukan
lembaga di komunitas untuk mendapatkan dukungan.

1. AR dini : penatalaksanaan pengobatan termasuk


dosis terapeutik salisilat atau obat – obat
antiinflamasi nonsteroid ( NSAIDS ); antimalaria
emas, pensilamin, atau sulfasalazin, methotreksat;
analgetik selama periode nyeri hebat.
2. AR sedang , erosit: program formal terapi okupasi
dan terapi fisik.
3. AR persisten, erisif; pembedahan rekonstruksi dan
kortikosteroid.
4. AR tahap lanjut yang tak pulih: preparat
immunosupresif, seperti metotreksat,
siklosfosfamid, dan azatioprin.
5. Pasien AR sering mengalami anoreksia, penurunan
berat badan, dan anemia, sehingga membutuhkan
pengkajian riwayat diit yang sangat cermat untuk
mengidntifikasi kebiasaan makan dan makanan
yang disukai. ( kortikosteroid dapat menstimulasi
napsu makan dan menyebabkan penambahan berat
badan ).

2.11. PROGNOSIS

Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat


bervariasi, bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat
dalam jangka waktu lama. Sekitar 50 – 70% pasien artritis
reumatoid akan mengalami prognosis yang lebih buruk.
Golongan ini umumya meninggi 10 – 15 tahun lebih cepat
dari pada orang tanpa arthritis rheumatoid. Penyebab
kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal
pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna.
Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang buruk,
lebih dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan,
dengan manifestasi ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan
yang rendah. Golongan ini memerlukan terapi secara
agresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat
terjadi dalam 2 tahun pertama.

BAB III

PROSES KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN

1. Kaji citra diri pasien yang berhubungan dengan


perubahan muskuloskletal dan tetapkan apakah
pasien mengalami keletihan yang tidak lazim,
kelemahan umum, nyeri, kaku pada pagi hari,
demam, atau anoraksia.
2. Kaji sistem kardiovaskular, pulmonal, dan renal.
3. Kaji persendian dengan pengamatan, palpasi,
penyelidikan adanya nyeri tekan, bengkak , dan
kemerahan pada sendi yang terkena.
4. Kaji mobilitas sendi, batasan gerak, dan kekuatan
otot.
5. Fokuskan pada pengidentifikasi masalah dan faktor
– faktor pasien.
6. Kaji kepatuhan terhadap pengobatan dan
penatalaksanaan diri.
7. Kumpulan informasi mengenai pemahaman pasien,
motivasi, pengetahuan, kemampuan koping,
penglaman masa lalu, persepsi dan ketakutan yang
tidak diketahui.

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi,


kerusakan jaringan, dan immobilitas sendi.
2. Kerusakan immobilitas fisik yang berhubungan
dengan keterbatasan gerakan sendi.
3. Gangguan konsep diri yang berhubungan dengan
ketergantungan fisik dan psikologis dari penyakit
kronis dan kehilangan kebebasan.

3.3. INTERVENSI

DX I :

1. Kaji tingkat nyeri


2. Ajarkan dan lakukan teknik – teknik
penatalaksanan nyeri untuk penatalaksanaan jangka
pendek segera ( misal gunakan kompres panas dan
dingin, istirahat, dan analgesik ).
3. Ajarkan tentang penatalaksaan nyeri jangka
panjang ( misal penggunaan obat – obat
antiinflamasi, menetapkan regimen latihan untuk
mempertahankan mobilitas sendi, dan teknik –
teknik relaksasi ).
4. Berikan tindakan yang menghasilkan rasa nyaman
ketika memberikan perawatan.
5. Buat pengharapan yang realitis sehingga pasien dan
orang terdekat mengenali bahwa nyeri dapat
dikontrol tergantung pada aktivitas penyakit.

DX II :

1. Hilangkan nyeri menetap dan kekakuan pada pagi


hari untuk meningkatkan kemampuan mobilitas dan
perawatan diri pasien.
2. Bantu dan ajarkan dan / atau latihan rentang gerak
aktif setelah tindakan kompres panas.
3. Kembangkan dan ajarkan rencana program latihan
setiap hari
4. Observasi toleransi pasien terhadap program
latihan.
5. Dorong aktivitas perawatan diri dan kemandirian.
6. Pertahankan periode istirahat terencana.
7. Pertahankan lingkungan yang aman.

DX III :
1. Coba untuk memahami reaksi emosional pasien
terhadap penyakit.
2. Beri semangat untuk melakukan komunikasi
sehingga pasien dan keluarga dapat
mengungkapkan perasaan, persepsi, dan
ketakutannya yang berhubungan dengan penyakit.
3. Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk
patuh terhadap program penatalaksanaan sehingga
memungkinkan untuk mencapai hasil yang lebih
positif.
4. Anjurkan mengungkapkan rasa takut dan ansietes
terhadap proses penyakit.
5. Bantu pasien dalam memilih keterampilan.
6. Terima perubahan prilaku: menyangkal,
ketidakberdayaan, ansietas, ketergantungan.
7. Bersikap suportif tetapi tegas dalam menyusun
tujuan.
8. Tingkatkan perawatan diri dan libatkan dalam
perencanaan perawatan.
9. Dorong kemandirian dan berikan penghargaan
trhadap penyelesaian tugas.
10. Modivikasi lingkungan dan sediakan waktu untuk
pasien mencapai tujuan.
11. Diskusikan perlunya pembatasan dan perubahan
gaya hidup ; berikan empati dan pemahaman.

Tags: kesehatan
Prev: PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PERUMAHAN
Next: Manajemen Rumah Sakit & Pihak Pembayar
reply share

audio reply video reply


Add a Comment
Quote original message
Submit Preview & Spell Check

© 2009 Multiply, Inc. About · Blog · Terms · Privacy · Corporate · Advertise · Contact
· Help

Anda mungkin juga menyukai