Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum

Nutrisi Tanaman

DEFISIENSI HARA

NAMA : SITI MARYAM ADINDA SALSABILA


NIM : G111 16 052
KELAS :C
KELOMPOK :8
ASISTEN : SRIBULAN HENDRIK

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama bertahun-tahun, para petani dan para ilmuwan telah bersama-sama
berupaya menemukan serangkaian petunjuk visual yang dapat digunakan untuk
menentukan kekurangan hara pada beragam tanaman agronomi. Tanaman
budidaya yang mengalami kekurangan hara tertentu akan memberikan gejala
dengan karakteristik yang berbeda dari kekurangan hara yang lainnya. Petunjuk
dan gejala-gejala ini bisa sangat bermanfaat, terutama bila metode pengujian tanah
dan jaringan tanaman tidak tersedia, atau tersedia tetapi tidak memadai.
Upaya memastikan bahwa tanaman mendapat kesuburan yang memadai
adalah upaya yang sulit dilakukan namun bermanfaat. Meskipun demikian, petani
akan sering merasa frustrasi jika keliru menganggap bahwa tanaman pasti
memiliki akses terhadap setiap unsur hara tersebut. Usaha untuk mengembangkan
kemampuan mengenali adanya defisiensi/kekurangan hara pada tanaman akan
membantu mengatasi munculnya masalah ini di lapangan. Selain itu, kemampuan
ini juga akan membuat insan pembudidaya tanaman terhindar dari menempuh
berbagai upaya mahal untuk membenahi masalah-masalah yang ternyata keliru,
bukan masalah yang sebenarnya. Kekurangan unsur hara sering dan mudah
dikelirukan dengan kerusakan tanaman akibat serangga, penyakit, masalah
nematoda, dan/atau berbagai faktor stres abiotik lainnya.
Dalam kegiatan budidaya tanaman, sangat rentang sekali terhadap
beberapa faktor-faktor yang sangat sensitif di antaranya adalah unsur hara, iklim,
tanaman dan lain-lain. Di antara aspek-aspek yang di sebutkan yang perlu di
perhatikan adalah ketersedian unsur hara di dalam media tanam. Nutrisi bagi
tanaman adalah unsur hara yang telah dilengkapi dengan larutan sintetik termasuk
vitamin untuk menunjang kebutuhan pokok tanaman. Mengetahui kebutuhan
makanan bagi tanaman dan mengetahui dosis pemberiannya tentu menjadi
keharusan bagi petani dalam menghasilkan produksi yang optimal. Tanaman
dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh nutrisi tanaman yang diberikan.
Pertumbuhan, perkembangan dan produksi suatu tanaman ditentukan oleh
dua faktor utama yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu faktor
lingkungan yang sangat menentukan lajunya pertumbuhan, perkembangan dan
produksi suatu tanaman adalah tersedianya unsur-unsur hara yang cukup di dalam
tanah. Dalam praktikum ini, teknik budidaya yang digunakan adalah hidroponik
dengan wick system. Teknik hidroponik dengan menggunakan air sebagai media
tanam dapat mengurangi penggunaan lahan, namun perlu diketahui pula nutrisi
tanaman yang harus disuplai sebagai pengganti unsur hara yang telah secara alami
disediakan oleh tanah.
Kekurangan hara atau defisensi hara dapat menyebabkan kegagalan dalam
proses pertanaman. Keterediaan hara sangat menentukan kelangsungan hidup
tanaman terutama di masa awal pertumbuhan. Pengaturan pemberian hara yang
cukup dan sesuai kebutuhan tanaman tentunya dapat memberikan dampak besar
untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Berdasarkan uraian mengenai nutrisi dan tanaman dengan teknik
hidroponik yang cukup kompleks, maka sudah seharusnya perlu diadakan
praktikum yang berkaitan dengan pengamatan kekurangan hara untuk mengetahui
secara jelas dan mengamati pengaruh langsung dari defisiensi nutrisi terhadap
tanaman.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui gejala-
gejala kekurangan unsur hara tertentu pada tumbuhan, jumlah air yang digunakan
selama pertumbuhan berdasarkan umur tanaman dan kondisi defisiensi nutrisi,
dan mendeskripsiksikan kondisi tanaman yang megalami defisiensi hara tertentu.
Kegunaan dari praktikum ini adalah dapat memberikan wawasan
mengenai defisiensi hara secara lebih lanjut dan pengetahuan mengenai sistem
wick sebagai salah satu jenis sistem tanaman hidroponik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Selada Hijau


Selada (Lactuca sativa L.) merupakan sayuran daun yang berumur
semusim dan termasuk dalam famili Compositae. Menurut jenisnya ada yang
dapat membentuk krop dan ada pula yang tidak. Jenis yang tidak membentuk krop
daun-daunnya berbentuk “rosette”. Warna daun selada hijau terang sampai putih
kekuningan. Selada jarang dibuat sayur, biasanya hanya dibuat salad atau lalapan.
Tekstur selada yang lebih digemari dengan keadaan mentah menjadi alasan
mengapa selada lebih umum dikonsumsi secara langsung (Setiawati, 2008).
Selada merupakan jenis sayur yang digemari oleh masyarakat Indonesia.
Konsumennya mulai dari kalangan masyarakat kelas bawah hingga kalangan
masyarakat kelas atas. Selada sering dikonsumsi mentah sebagai lalap lauk makan
yang nikmat ditemani sambal. Masakan asing seperti salad menggunakan selada
untuk campuran, begitu juga hamburger, hot dog, dan beberapa jenis masakan
lainnya. Hal tersebut menunjukkan dari aspek sosial bahwa masyarakat Indonesia
mudah menerima kehadiran selada untuk konsumsi sehari-hari (Haryanto dkk.,
1995 dalam Wardhana dkk., 2016).
Menurut Samadi (2014), Klasifikasi dari tanaman selada (Lactuca
sativa L.) adalah sebagi berikut :
Kingdom : Plantae,
Divisi : Spermatophyta,
Subdivisi : Angiosermae,
Kelas : Dicotyledoneae,
Ordo : Asterales,
Famili : Asteraceae,
Genus : Lactuca,
Spesies : Lactuca sativa L.
Cahyono (2005) dalam Wardhana dkk (2016), menyatakan bahwa selada
mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi setelah kubis krob, kubis bunga dan
brokoli. Tanaman selada mengandung mineral, vitamin, antioksidan, potassium,
zat besi, folat, karoten, vitamin C dan vitamin E. Kegunaan utama dari selada
adalah sebagai salad. Selain dimanfaatkan sebagai salad ternyata selada juga
bermanfaat bagi tubuh seperti membantu pembentukan sel darah putih dan sel
darah merah dalam susunan sum- sum tulang, mengurangi resiko terjadinya
kanker, tumor dan penyakit katarak, membantu kerja pencernaan dan kesehatan
organ-organ di sekitar hati serta menghilangkan gangguan anemia.
Salah satu tanaman yang dapat dibudidayakan secara hidroponik yaitu
selada. Selain itu selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu sayuran yang
memiliki kandungan kalsium cukup tinggi yaitu sebesar 56 mg/ 100 gram jika
dibandingkan dengan sayuran lainnya (International Osteoporosis Foundation,
2015). Selada dapat dikonsumsi sebagai salah satu pilihan terbaik untuk
mencukupi kebutuhan kalsium harian. Pemanfaatan teknologi hidroponik
diharapkan mampu memperbaiki produksi selada. Adanya pemanfaatan teknologi
hidroponik diharapkan mampu meningkatkan kandungan kalsium secara efisien
didukung dengan adanya pemenuhan nutrisi yang sesuai bagi tanaman disertai
dengan penambahan kalsium secara ekternal ke dalam nutrisi hidroponik yang
digunakan. Tanaman selada akan menunjukkan respon pertumbuhan yang baik
pada konsentrasi 250-320 ppm (400 μS/cm – 500 μS/cm) selama masa
pembibitan. Rata-rata tanaman selada memiliki tingkat EC maksimal pada kisaran
2.0-3.0 mS/cm (Siregar et al., 2015).
2.2 Syarat Tumbuh
Selada tumbuh baik di dataran tinggi (pegunungan). Di dataran rendah
kropnya kecil–kecil dan cepat berbunga. Pertumbuhan optimal pada tanah yang
subur banyak mengandung humus, mengandung pasir atau lumpur. Suhu yang
optimal untuk tumbuhnya antara 15–20 0C, pH tanah antara 5-6,5. Waktu tanam
terbaik untuk tanaman selada adalah pada akhir musim hujan. Walaupun
demikian, tanaman selada dapat pula ditanam pada musim kemarau dengan
pengairan atau penyiraman yang cukup (Setiawati, 2008).
2.3 Hidroponik
Hidroponik merupakan salah satu sistem pertanian masa depan karena
dapat diusahakan di berbagai tempat, baik di desa, di kota, di lahan terbuka, atau
di atas apartemen sekalipun (Hartus, 2008). Sistem budidaya hidroponik
merupakan budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanaman
dengan penambahan nutrisi hara untuk pertumbuhan. Luas tanah yang sempit,
kondisi tanah kritis, hama dan penyakit yang tak terkendali, keterbatasan jumlah
air irigasi, musim yang tidak menentu, dan mutu yang tidak seragam bisa
ditanggulangi dengan sistem hidroponik. Hidroponik dapat diusahakan sepanjang
tahun tanpa mengenal musim. Pemeliharaan tanaman hidroponik pun lebih mudah
karena tempat budidayanya relatif bersih, media tanamnya steril, tanaman
terlindung dari terpaan hujan, serangan hama dan penyakit relatif kecil, serta
tanaman lebih sehat dan produktivitas lebih tinggi (Hartus, 2008).
Sistem hidroponik merupakan salah satu cara menghasilkan produk
tanaman terutama komoditas sayuran yang berkualitas tinggi secara berkelanjutan.
Sistem kultur secara hidroponik ini menerapkan metode penanaman tanaman
tanpa menggunakan media berupa tanah. Sehingga, budidaya tanaman dengan
metode ini tidak memerlukan lahan yang luas. Selain itu, keuntungan dari
penggunaan sistem ini dapat menghasilkan kuantitas dan kualitas produksi yang
lebih tinggi dan bersih; penggunaan lahan lebih efisien; penggunaan pupuk dan air
lebih efisien; serta periode tanam yang lebih singkat. Teknologi sistem hidroponik
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan cara pemberian nutrisi. NFT
(Nutrient Film Technique) dan wick merupakan contoh teknologi sistem
hidroponik yang sederhana, mudah dibuat, dan minim mengakibatkan
pembusukan tanaman (Hendra dan Andoko, 2014).
Sistem Nutrient Film Technique (NFT) merupakan teknik hidroponik
dengan mengalirkan nutrisi dengan tinggi ± 3 mm pada perakaran tanaman.
Sistem ini dapat dirakit menggunakan talang air atau pipa PVC dan pompa listrik
untuk membantu sirkulasi nutrisi. Faktor penting pada sistem ini terletak pada
kemiringan pipa PVC dan kecepatan nutrisi mengalir. Penggunaan sistem NFT
akan mempermudah pengendalian perakaran tanaman dan kebutuhan tanaman
terpenuhi dengan cukup. Sistem sumbu atau Wick System merupakan metode
hidroponik yang memanfaatkan prinsip kapilaritas air. Larutan nutrisi mengalir
ke media tanam melalui perantara sumbu. Sistem ini mudah dirakit dan mudah
dilakukan untuk pemula (Hendra dan Andoko, 2014).
Menurut Chaidirin (2008), berikut adalah pemaparan mengenai sistem
hidroponik:
a. Deep Flow Technique (DFT)
Deep Flow Technique (DFT) merupakan salah satu metode hidroponik yang
menggunakan air sebagai media untuk menyediakan nutrisi bagi tanaman dengan
pemberian nutrisi dalam bentuk genangan. Tanaman dibudidayakan di atas
saluran yang dialiri larutan nutrisi setinggi 4-6 cm secara kontinyu, dimana akar
tanaman selalu terendam di dalam larutan nutrisi. Larutan nutrisi akan
dikumpulkan kembali ke dalam bak nutrisi, kemudian dipompakan melalui pipa
distribusi ke kolam penanaman secara kontinyu.
Deep Flow Technique (DFT) sebaiknya dilakukan pada kolam berbentuk
persegi empat dan berukuran besar, agar mudah melakukan pengaturan dan tidak
ada ruang yang terbuang. Perawatan pada sistem DFT lebih mudah dibandingkan
dengan sistem hidroponik yang lain, yaitu dengan menngganti styrofoam,
menguras kolam dan mengontrol instalasi irigasi yaitu pada pompa dan pipa-pipa
distribusi.
b. Nutrient Film Technique (NFT)
NFT adalah teknik hidroponik dimana aliran yang sangat dangkal air yang
mengandung semua nutrisi terlarut diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang
kembali beredar melewati akar tanaman di sebuah alur kedap air. Dalam sistem
yang ideal, kedalaman aliran sirkulasi harus sangat dangkal, sedikit lebih dari
sebuah film air. Sebuah sistem NFT yang dirancang berdasarkan pada
penggunakan kemiringan saluran yang tepat, laju aliran yang tepat, dan panjang
saluran yang tepat. Keuntungan utama dari sistem NFT dari bentuk-bentuk lain
dari hidroponik adalah bahwa akar tanaman yang terkena kecukupan pasokan air,
oksigen dan nutrisi. Kelemahan dari NFT adalah bahwa NFT ini memiliki
gangguan dalam aliran, misalnya, pemadaman listrik. Prinsip dasar dalam sistem
NFT merupakan suatu keuntungan dalam pertanian konvensional. Artinya, pada
kondisi air berlebih, jumlah oksigen diperakaran menjadi tidak memadai. Namun,
pada sistem NFT yang nutrisinya hanya selapis menyebabkan ketersediaan nutrisi
dan oksigen pada akar selalu berlimpah. Untuk membuat selapis nutisi,
dibutuhkan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Kemiringan talang tempat mengalirnya larutan nutrisi ke bawah harus benar-
benar seragam.
2. Kecepatan aliran yang masuk tidak boleh terlalu cepat, disesuaikan dengan
kemiringan talang.
Banyak petani hidroponik komersial dan hobbyist menggunakan sistem NFT
untuk menanam sayuran dan tanaman. Sistem NFT dapat menghasilkan lebih
tanaman dengan sedikit ruang, sedikit air dan sedikit nutrient. Selain itu, ada
aerasi yang baik dan suplai oksigen di sebagian besar sistem hidroponik. Sistem
NFT juga sangat mudah dalam pembuatan dan pemeliharaan. Akibatnya, sistem
NFT telah menjadi salah satu yang paling populer sistem hidroponik tumbuh
dalam dekade terakhir.
2.4 Nutrisi Tanaman
Menurut Rukmini dan Pertiwi dalam Santoso (2008) ada beberapa cara
hidroponik yang semuanya punya persiapan yang sama yaitu meliputi penyediaan
media, bibit dan nutrien (hara). Seperti makhluk hidup yang lain tanaman juga
tidak dapat tumbuh dan berkembang bila tidak ada pemasukan berupa zat gizi
dalam bentuk makanan atau nutrisi. Pemberian nutrisi yang lengkap dan teratur
dapat menjamin pertumbuhan yang sempurna.
Dalam sistem hidroponik pemberian nutrien sangat penting karena dalam
medianya tidak terkandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Jadi, pemberian
nutrien untuk tanaman hidroponik harus sesuai jumlah dan macamnya serta
diberikan secara kontinu. (Prihmantoro dan Yovita, 2009).
Nutrisi atau gizi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme
untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan.
Beberapa ahli memberikan penjelasan mengenai pengertian nutrisi adalah ikatan
kimia yang diperlukan oleh mahluk hidup untuk melakukan fungsinya yang
berupa energi. Selain itu energi juga dapat membangun dan memelihara jaringan
dalam tubuh serta mengatur proses kehidupan. Nutrisi digunakan untuk makanan
sebagai pembentuk energi, dimana setiap jaringan dalam tubuh bekerja dengan
baik. Nutrisi juga dapat dikatakan sebagai suatu proses organism yang
menggunakan objek utamanya yaitu makanan yang sering dikonsumsi dalam
kondisi yang normal, dengan menggunakan proses degesti, absorsi serta
metabolisme yang pada nantinya akan membuang beberapa zat yang memang
tidak digunakan oleh mahluk hidup terjadi pada pertumbuhan tanaman (Effendi,
2011).
Menurut Lingga (2008), berdasarkan percobaan dan pengalaman, dapat
diketahui bahwa didaerah tropis akibat pengaruh iklim, pemakaian pupuk harus
lebih tinggi konsentrasinya dibandingkan daerah lain. Konsentrasi pupuk cair
yang berlebihan akan menambah kemasaman media pasir dan menghambat
pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk cair dengan frekuensi sekali sehari,
kemungkinan penyerapan unsur hara yang diberikan melalui media tanam kurang
efektif, karena sifat media pasir yang mudah meloloskan larutan dan kurang
mampu mengikat air, sehingga air yang membasahi media mudah mengering.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilakukan di Area Green House Gedung Baru, Fakultas
Pertanian Universitas Hasanuddin. Praktikum pembuatan instalasi dilakukan pada
hari Senin, 3 September 2018, proses penyemaian dan pembuatan nutrisi
dilakukan pada hari Senin, 10 September 2018, proses penanaman dilakukan pada
hari Senin, 17 September 2018, proses pemeliharaan dilakukan pada hari Senin,
17 September 2018 sampai hari Senin, 8 Oktober 2018, dan proses pemanenan
dilakukan pada hari Senin, 8 Oktober 2018.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah meteran, spidol, gergaji pipa, mata gergaji, bor
pipa ½ inci, bor pipa 1 set, kawat pengikat 5 m, timer 1 buah, isolasi, tang, obeng,
cutter, ember 10 liter, alat pengaduk, gelas ukur 100 mL, dan talang.
Bahan yang digunakan adalah pipa PVC 3 inci, 1 inci, dan ½ inci masing-
masing sebanyak 1 batang, 2 batang, dan 1 batang, lem pipa sebanyak 1 tube, dop
pipa 3 inci dan 1 inci masing-masing sebanyak 8 buah dan 18 buah, sambungan T
1 ½ inci sebanyak 24 buah, sambungan L 1 ½ inci dan ½ inci masing-masing
sebanyak 14 buah dan 10 buah, sambungan lurus dari 1 ½ inci ke ½ inci sebanyak
2 buah, bor pipa 2 inci sebanyak 1 buah, sterofoarm sebanyak 1 lembar, gelas
plastik sebanyak 32 buah, sambungan sekrup ½ inci sebanyak 1 buah, skrup 4 biji,
lem silikon sebanyak 1 tube, benih pakcoy, rockwool, kain flanel, larutan AB mix,
sukrosa, dan vitamin c.
3.3 Metode Rancangan
Praktikum ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3
perlakuan yaitu AB mix, AB mix + sukrosa, dan AB mix + vitamin c. Setiap
perlakuan memiliki 5 unit percobaan dan diulang sebanyak 2 kali, sehingga
terdapat 30 unit percobaan. Data yang diperoleh selanjutnya di analisis sidik
ragamnya dan apabila hasilnya berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji
Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Instalasi
a. Pembuatan wadah penanaman
1. Menyiapkan pipa air 3 inci kemudian di potong sekitar 100 cm.
2. Membuat lubang tanam sesuai wadah tanam yang akan digunakan sebanyak 5
buah.
3. Pada salah satu dop penutup pipa dibuat lubang inlet sekitar ½ inci dan
dipasang pipa ½ inci untuk pemasukan larutan nutrisi. Pada dop penutup yang
bersebelahan dengan pipa inlet, dibuat lubang outlet dan dipasang pipa ½ inci
untuk mengallirkan larutan nutrisi ke pipa penanaman dibagian bawahnya.
b. Pembuatan rak penopang
1. Menyiapkan pipa ½ inci sekitar 100 cm sebanyak 2 buah.
2. Menyiapkan pipa 1 ½ inci sekitar 50 cm sebanyak 2 buah dan panjang 12-15
cm sebanyak 4 buah untuk kaki dimana salah satu ujungnya di tutup dengan
dop penutup sebagai dasar kaki.
3. Merangkai potongan-potongan pipa tersebut dengan pipa sambungan T dan L
sehingga membentuk dasar dengan 4 kaki.
4. Setelah menyiapkan tiang rak penyanggah, lalu mempersiapkan potongan pipa
1 inci sepanjang 75 cm sebanyak 2 buah.
5. Memotong pipa tiang penyanggah sesuai dengan rencana letak pipa wadah
penanaman berdasarkan tinggi maksimal tanaman yang direncanakan.
6. Untuk menyangga pipa wadah penanaman, mempersiapkan pipa 1 ½ inci
sepanjang 25 cm masing-masing 2 buah untuk setiap pipa wadah penanaman
sehingga jumlah pipa yang disiapkan untuk penyanggah sebanyak 2 kali pipa
wadah penanaman.
7. Merangkaikan sambungan T dan L sebagai penjepit pada ujung pipa
penyanggah.
8. Memasang sambungan lurus dari pipa 1 ½ inci ke ½ inci pada potongan ujung
atas pipa penyanggah.
3.4.2 Penyemaian
1. Menyiapkan talang, rockwool, dan benih pakcoy.
2. Memotong rockwool dengan ukuran 3x3 cm.
3. Menata potongan rockwool pada talang yang telah disediakan, lalu melubangi
di bagian permukaan atas rockwool sebagai lubang tanam.
4. Meletakkan benih pada lubang tanam.
5. Memberi air sampai seluruh potongan rockwool menyerap air.
6. Meletakkan pada tempat yang ternaungi selam 1-2 hari setelah mulai muncul
kecambah, talang dikeluarkan dan diletakkan pada tempat yang terkena sinar
matahari.
7. Setelah bibit pakcoy sudah memiliki akar, batang, dan daun sekitar 3-4 helai,
bibit pakcoy bisa dipindahkan ke gelas plastik dan di letakkan di wadah
penanaman.
3.4.3 Pembuatan Nutrisi
1. Menyiapkan ember 10 liter, alat pengaduk, AB mix, gelas ukur, dan air.
2. Mengisi ember dengan air sebanyak 10 liter.
3. Melarutkan AB mix secara terpisah untuk nutrisi A dan B pada air sebanyak
600 mL untuk setiap nutrisinya.
4. Mengambil 50 mL stok A dan 50 mL stok B dengan bantuan gelas ukur, lalu di
campurkan pada ember yang telah terisi 10 liter air.
5. Mengaduk kedua larutan tersebut hingga merata, dan membuat nutrisi kembali
ketika isi nutrisi di dalam ember habis.
3.4.4 Penanaman
1. Menyiapkan gelas plastik, kain flanel, dan semaian pakcoy usia 7 hari.
2. Membuat potongan kain flanel dengan ukuran sekitar 10x3 cm.
3. Memberi lubang pada gelas plastik dan permukaan gelas plastik sebagai tempat
tergantungnya kain flanel.
4. Mengambil semaian pakcoy usia 7 hari, lalu di letakkan pada gelas plastik.
5. Meletakkan gelas plastik pada wadah penanaman dan usahakan kain flanel
mengenai dasar lubang tanam wadah penanaman agar kain flanel dapat
menyerap nutrisi tanaman dan akan naik ke akar pakcoy.
3.4.5 Pemeliharaan
1. Mengecek dan mengisi nutrisi secara berkala ketika nutrisi di dalam ember
telah habis.
2. Mengukur tinggi tanaman, jumlah helai daun, dan luas daun setiap minggu.
3.4.6 Pemanenan
1. Memanen pakcoy ketika berusia sekitar 30 hari.
3.5 Parameter Pengamatan
3.5.1 Jumlah Daun
Diperoleh dari menghitung semua daun yang ada pada tanaman tersebut pada
hari pengukuran.
3.5.2 Luas Daun
Diperoleh dengan mengukur panjang dan lebar daun, kemudian dihitung luas
daunnya dengan mengkalikan antara panjang dan lebar daun.
3.5.3 Tinggi Tanaman
Diperoleh dari mengukur dari pangkal batang di atas permukaan tanah hingga
titik daun pertama.
DAFTAR PUSTAKA

Chadirin. 2008. Teknologi Greenhouse dan Hidroponik. Diklat Kuliah


Departemen Teknik Pertanian, IPB.
Effendi, Baehaki S. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi
Dalam Perspektif Praktek Pertanian Yang Baik (Good Agricultural
Practices). Pengembangan Inovasi Pertanian, 2(1): 68-70

Hartus. 2008. Berkebun Hidroponik Secara Murah. Jakarta: Agromedia Pustaka.


Hendra, H. A., Andoko, A. 2014. Bertanam sayuran hidroponik ala paktani
hydrofarm. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Lingga, P. 2008. Hidroponik Bercocok Tanam tanpa Tanah. Penebar Swadaya,
Depok.
Primantoro, H dan H. I. Yovita. 2009. Hidroponik Tanaman Buah. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Samadi, B., 2014. Rahasia Budidaya Selada Secara Organik dan Anorganik.
Pustaka Mina, Jakarta.
Santoso, D.S. 2008. Pengaruh Konsentrasi Margaflor Terhadap Hasil Dua
Varietas Kubis (Brassica oleracea var. capitata L. f. alba D.C.) dengan
Sistem Hidroponik. Universitas Jember, Jember.
Setiawati, W., R. Murtiningsih, G. A. Sopha dan T. Handayani. 2008. Petunjuk
Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Tim Prima Tani Balitsa. Bandung.

Siregar, J., S. Triyono, dan D. Suhandy. 2015. Pengujian beberapa nutrisi


hidroponik pada selada (Lactuca sativa L.) dengan teknologi hidroponik
sistem terapung (THST) termodifikasi. Teknik Pertanian,4 (2): 65-72.
Wardhana, Hudaini Hasbi dan Insan Wijaya. 2016. Respons Pertumbuhan Dan
Produksi Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Pada Pemberian Dosis
Pupuk Kandang Kambing Dan Interval Waktu Aplikasi Pupuk Cair
Super Bionik. Universitas Muhammadiyah Jember.

Anda mungkin juga menyukai