Anda di halaman 1dari 22

Laporan Praktikum

Nutrisi Tanaman

RESPON TANAMAN SELADA (Lactuca sativa L.) PADA APLIKASI


BERBAGAI JENIS NUTRISI DENGAN SISTEM HIDROPONIK

NAMA : SITI MARYAM ADINDA SALSABILA


NIM : G111 16 052
KELAS :C
KELOMPOK :8
ASISTEN : SRIBULAN HENDRIK

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selada merupakan sayuran daun yang cukup digemari oleh masyarakat.
Selada digunakan sebagai sayuran pelengkap yang dimakan mentah (lalab), salad,
dan disajikan dalam berbagai macam masakan Eropa dan Cina. Selada juga
memiliki berbagai konsentrasi gizi, seperti serat, vitamin A dan C, serta kaya akan
Ca dan P. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan, maka permintaan konsumen terhadap selada
semakin meningkat.
Selada banyak dibudidayakan secara hidroponik karena kualitas produk
yang dihasilkan lebih baik serta memiliki harga jual lebih tinggi di pasaran jika
dibandingkan dengan selada yang dibudidayakan secara konvensional. Produk
selada yang dibudidayakan secara hidroponik lebih segar, bersih, higienis dan
menarik sehingga dapat menembus supermarket. Selain itu, selada yang ditanam
secara hidroponik tidak membutuhkan lahan yang luas.
Perkembangan teknologi dibidang pertanian demikian pesat, sehingga
mereka juga tertinggal dalam memanfaatkan kemajuan teknologi budidaya
pertanian yang layak disebarluaskan adalah teknologi hidroponik. Hal ini
disebabkan karena semakin langkanya sumberdaya lahan, terutama akibat
perkembangan sektor industri dan jasa, sehingga kegiatan usaha pertanian
konvensional semakin tidak kompetitif karena tingginya harga lahan. Teknologi
budidaya pertanian sistem hidroponik memberikan alternatif bagi para petani yang
memiliki lahan sempit atau yang hanya memiliki perkarangan rumah untuk dapat
melaksanakan kegiatan usaha yang dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan
yang memadai
Pertumbuhan, perkembangan dan produksi suatu tanaman ditentukan oleh
dua faktor utama yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu faktor
lingkungan yang sangat menentukan lajunya pertumbuhan, perkembangan dan
produksi suatu tanaman adalah tersedianya unsur-unsur hara yang cukup di dalam
tanah. Dalam praktikum ini, teknik budidaya yang digunakan adalah hidroponik.
Sistem hidroponik dengan menggunakan air sebagai media tanam dapat
mengurangi penggunaan lahan, namun perlu diketahui pula nutrisi tanaman yang
harus disuplai sebagai pengganti unsur hara yang telah secara alami disediakan
oleh tanah.
Berdasarkan uraian mengenai nutrisi dan tanaman dengan teknik
hidroponik yang cukup kompleks, maka sudah seharusnya perlu diadakan
praktikum yang berkaitan dengan hal tersebut untuk mengetahui secara jelas dan
mengamati pengaruh langsung dari nutrisi terhadap tanaman.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengamati proses
penyerapan unsur hara pada tanaman dengan metode mengalirkan unsur hara pada
instalasi hidroponik, untuk mengetahui teknik dan metode yang sesuai dalam
pemberian unsur hara pada tanaman .
Kegunaan dari praktikum ini adalah dapat mengetahui cara membuat
instalasi hidroponik yang dapat digunakan sebagai alternatif media tanam
tumbuhan yang bernilai ekonomis tinggi, serta dapat mengetahui kebutuhan
tanaman akan unsur hara yang diperoleh dari aliran unsur hara serta dapat
mengetahui manfaat dan -kelebihan bercocok tanam dengan hidroponik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Unsur Hara


Unsur makro merupakan unsur yang banyakdigunakan untuk pertumbuhan
tanaman seperti N (nitrogen), P (fosfor), K (kalium), Ca (kalsium), S (sulfur) dan
Mg (Magnesium). Sedangkan unsur mikro merupakan unsur yang sedikit
dibutuhkan tetapi keberadaanya diperlukan bagi tanaman seperti B (boron), Cu
(cuprum), Fe (besi), Mn (mangan), Zn (seng), dan Mo (molibden). Unsur makro
berfungsi untuk menumbuhkan struktur vegetatif dan produksi, sedangkan unsur
mikro berfungsi sebagai pelengkap esensial untuk rasa, kadar gula, tingkat
kemanisan, warna, dan daya tahan tanaman terhadap gangguan penyakit (Tim
Karya Tani Mandiri, 2010).
Unsur-unsur nutrisi penting (esensial) dapat digolongkan ke dalam tiga
kelompok berdasarkan kecepatan hilangnya dari larutan. Kelompok pertama
adalah unsur-unsur yang secara aktif diserap oleh akar dan hilang dari larutan
dalam beberapa jam yaitu N, P, K dan Mn. Kelompok kedua adalah unsur-unsur
yang mempunyai tingkat serapannya sedang dan biasanya hilang dari larutan agak
lebih cepat daripada air yang hilang (Mg, S, Fe, Zn, Cu, Mo, Cl). Kelompok
ketiga adalah unsur-unsur yang secara pasif diserap dari larutan dan sering
bertumpuk dalam larutan (Ca dan B). N, P, K, dan Mn harus tetap dijaga pada
konsentrasi rendah dalam larutan untuk mencegah akumulasi yang bersifat racun
bagi tanaman. Konsentrasi yang tinggi dalam larutan dapat menyebabkan serapan
yang berlebihan, yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan hara (Bugbee
2013).
Unsur hara mempengaruhi semua interaksi komponen penyebaran
penyakit sehingga unsur hara yang seimbang sangat penting untuk pertumbuhan
tanaman dan juga menekan penyakit tanaman. Respon terhadap hara mungkin
berbeda ketika berawal dari kekurangan menuju kecukupan atau dari kecukupan
menuju kelebihan. Unsur hara adalah komponen tanaman dan aktivitas regulasi
metabolic yang berhubungan dengan ketahanan tanaman dan virulensi patogen.
pH tanah, kalsium, bentuk nitrogen, dan ketersediaan hara dapat memainkan
peran utama dalam pengelolaan penyakit tanaman. Unsur hara tanaman yang
cukup membuat tanaman lebih toleran atau tahan terhadap serangan penyakit
tanaman. Status hara tanah dan penggunaan pupuk dan bahan pembenah tanah
dapat berdampak signifikan terhadap lingkungan patogen (Kheyrodin, 2011).
Unsur hara yang dibutuhkan tanaman terdiri atas unsur hara makro dan
mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah banyak, yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca),
Magnesium (Mg), dan Sulfur (S). Unsur mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah
yang sedikit, tetapi harus selalu tersedia dalam jaringan tanaman, antara lain
adalah Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Boron (Bo), Molibdenum (Mo),
Klorida (Cl), dan Seng (Zn) (Pohan, 2010).
Berdasarkan fungsi, kuantitas dan kebutuhannya, unsur hara esensial
dikelompokkan menjadi : (1) unsur hara makro (dibutuhkan >0,1% dari berat
kering tanaman) yaitu C, H, O N, P, K, Ca, Mg, dan S dan (2) unsur hara mikro
yang dibutuhkan <0,1% berat kering tanaman, yaitu Fe, Cl, Mn, B, Cu, Zn, dan
Mo dan unsur Co dan Ni. Selain itu dikenal juga unsur hara yang dikelompokkan
sebagai unsur hara benefisial yaitu Al, Na, Se, dan Si (Pilon-Smits et al. 2009).
Unsur hara benefisial termasuk Si dapat meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap stress biotik seperti kekeringan, salinitas, toksisitas, dan defisiensi unsur
hara (Ma 2009).
2.2 Defisiensi Hara
Gejala kahat hara yang timbul disebabkan karena kebutuhan hara tidak
terpenuhi baik dari tanah maupun dari pemberian pupuk. Tanaman kekurangan
unsur hara tertentu, maka gejala defisiensi yang spesifik pastinya akan muncul.
Metode visual ini sangat unik karena tidak memerlukan perlengkapan yang mahal
dan banyak serta dapat digunakan sebagai penunjang informasi yang sangat
penting untuk perencanaan pemupukan pada musim berikutnya bagi teknik-
teknik diagnostik lainnya. Kahat hara yang dapat dideteksi dini dapat diatasi
dengan penambahan pupuk (Sasongko dan Astiti, 2010).
Di dalam tubuh tanaman, ada unsur-unsur hara yang sifatnya bergerak
(dapat berpindah), sedangkan unsur hara lainnya cenderung tidak bergerak (tidak
dapat berpindah). Pada umumnya, unsur hara makro cenderung bergerak,
sedangkan unsur hara mikro cenderung tidak bergerak. Lokasi munculnya gejala-
gejala pada tanaman tentunya dapat memainkan peranan yang sangat penting
untuk membantu kita mempertajam dan menemukan kekurangan unsur-unsur hara
yang mana, yang sedang ditunjukkan oleh tanaman tersebut. Tanaman dapat
memindahkan unsur hara bergerak. Biasanya unsur hara bergerak ini dipindahkan
dari daun yang sudah lebih tua ke titik-titik pertumbuhan yang baru. Hal ini
dilakukan oleh tanaman untuk memastikan agar pertumbuhan terus terjadi saat
ada kekurangan unsur-unsur hara tertentu. Dalam kasus seperti ini, gejala-gejala
kekurangan unsur hara akan muncul pada titik pertumbuhan yang lebih tua, atau
di bagian bawah tanaman (Trail, 2016).
Gejala defisiensi atau toksisitas secara visual telah cukup membantu dalam
mendiagnosis adanya gangguan hara, terutama bila dilakukan oleh orang yang
telah berpengalaman. Gejala abnormal dapat ditemukan apabila tanaman tidak
mendapat unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan abnormal juga akan terjadi bila tanaman menyerap hara melebihi
kebutuhan untuk bermetabolisme (Liferdi, 2008).
Gejala defisiensi atau kelebihan hara lebih mudah dilihat pada daun, tetapi
mungkin juga terjadi pada bagian lain dari tanaman seperti pucuk batang, buah
dan akar. Gejala defisiensi atau toksisitas umumnya spesifik untuk hara tertentu.
Oleh karena itu adalah memungkinkan menggunakan penampakan visual untuk
mendiagnosis tanaman sakit karena kekurangan atau kelebihan hara (Wiraatmaja,
2017).
Sesungguhnya membedakan antara kekurangan asupan hara yang muncul
pada tanaman yang sudah lebih tua umurnya dengan kekurangan hara yang
muncul pada tanaman yang baru tumbuh adalah hal yang cukup mudah. Tanaman
yang umurnya lebih tua cenderung menunjukkan adanya kekurangan unsur hara
makro sedangkan tanaman yang baru tumbuh cenderung menunjukkan
kekurangan unsur hara mikro (Trail, 2016).
Sebagian besar gejala mudah terlihat dan tampak pada sistem tajuk,
kecuali bila tanaman ditumbuhkan secara hidroponik. Gejala pada akar tak dapat
dilihat tanpa mencabut akar dari tanah, sehingga gejala kekahatan hara pada akar
kurang dikenal. Gejala kekahata suatu unsur terutama bergantung pada dua faktor
yaitu fungsi unsur tersebut dan mudah tidaknya unsur tersebut berpindah dari
daun tua ke daun yang lebih muda atau ke organ-organ lainnya. Contoh yang baik
untuk menjelaskan kedua faktor tersebut adalah klorosis yang disebabkan oleh
Mg. Karena Mg adalah bagian esensial molekul klorofil, maka klorofil tak
terbentuk tanpa Mg atau terbentuk dalam jumlah sedikit bila konsentrasi Mg
rendah. Klorosis pada daun tua yang terletak lebih rendah terlihat lebih parah dari
pada daun muda. Perbedaan tersebut menggambarkan bahwa bagian yang lebih
muda dari tumbuhan mempunyai kemampuan untuk mengambil hara yang mudah
bergerak (mobil) dari bagian yang lebih tua (Wiraatmaja,2017).
Metode analisis jaringan daun cukup baik sebagai alat peringatan dini
tentang adanya gangguan hara. Hal ini karena gejala defisiensi hara maupun
kelebihan hara baru muncul pada tingkat defisiensi berat atau keracunan berat.
Oleh karena itu, apabila telah diketahui kisaran konsentrasi hara pada daun, maka
dengan mudah menginterpretasikannya, apakah statusnya tergolong sangat
rendah, rendah, sedang, tinggi atau sangat tinggi (Liferdi, 2008).
Tumbuhan menanggapi kurangnya pasokan unsur esensial dengan
menunjukkan gejala kekahatan yang khas. Gejala yang terlihat meliputi
terhambatnya pertumbuhan akar, batang atau daun, serta klorosis atau nekrosis
pada berbagai organ. Gejala khas sering kali dapat membantu untuk mengetahui
fungsi suatu unsur pada tumbuhan dan pengetahuan akan gejala kekurangan hara
tersebut sehingga menolong para petani untuk memastikan bagaimana serta kapan
harus memupuk tanamannya (Wiraatmaja,2017).
2.3 Defisiensi N

Gejala umum defisiensi nitrogen (N) adalah Perubahan warna menjadi


pucat (klorosis) terjadi pada daun-daun tua. Secara keseluruhan daun-daun
berwarna hijau kekuningan (pucat) dan pertumbuhan terhambat (kerdil). Daun
yang lebih tua atau lebih rendah letaknya banyak terpengaruh; efeknya
mengelompok atau menyebar (Wiraatmaja, 2017).
Hilangnya nitrogen dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman
atau mikroorganisme. Kandungan nitrogen total umumnya berkisar antara 2000-
4000 kg/ha pada lapisan 0-20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 %
dari jumlah tersebut (Hardjowigeno 2008).
Nitrogen yang diserap oleh tanaman dirom- bak menjadi asam amino,
yang dalam metabolisme selanjutnya membentuk protein dan asam nukleat. Selain
itu, N menjadi bagian integral dari klorofil dan merupakan komponen utama
tanaman yang menyerap cahaya yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis.
Gejala defisiensi N terlihat pertama kali pada daun-daun tua, yaitu daun berwarna
hijau pucat, dan kemudian menjadi kuning pucat atau kuning cerah (klorosis), dan
selanjutnya daun mengalami nekrosis (Matana dan Mashud 2015).
Defisiensi unsur hara N dapat menyebabkan perkembangan dan fungsi
kloroplas terganggu sehingga pertumbuhan tanaman kelapa sawit lambat dan
terlihat kerdil. Defisiensi unsur hara mempengaruhi pertumbuhan tanaman kelapa
sawit sehingga produksi dan kualitas buah rendah (Behera et al. 2015).
Pada tanaman jagung yang masih muda seluruh permukaan daun berwarna
hijau kekuningan. Daun berwarna kuning pada ujung daun dan melebar menuju
tulang daun. Warna kuning membentuk huruf V. Gejala nampak pada daun bagian
bawah, karena N sifatnya mobil dalam tanaman, gejala kahat N ini berangsur-
angsur akan merambah ke daun-daun di atasnya. Daun tua akan mati dan tanaman
yang kekurangan N akan tumbuh kerdil, pembungaan terlambat, dan pertumbuhan
akar terbatas sehingga produksi rendah (Sasongko dan Astiti, 2010).
Gejala kekurangan nitrogen ditandai dengan warna daun berubah menjadi
hijau muda kemudian menjadi kuning sempurna, jaringan daun mati dan
mengering berwarna merah kecoklatan. Bentuk buah tidak sempurna, kecil,
kekuningan dan masak sebelum waktunya. Cara penanganan kekurangan unsur
nitrogen adalah dengan menambahkan pupuk kimia berupa urea (N=46 %), ZA
(N=21 %), KNO3, NPK serta pupuk daun kandungan N tinggi (Sesanti, 2017).

Sistem hidroponik merupakan salah satu cara menghasilkan produk


tanaman terutama komoditas sayuran yang berkualitas tinggi secara berkelanjutan.
Sistem kultur secara hidroponik ini menerapkan metode penanaman tanaman
tanpa menggunakan media berupa tanah. Sehingga, budidaya tanaman dengan
metode ini tidak memerlukan lahan yang luas. Selain itu, keuntungan dari
penggunaan sistem ini dapat menghasilkan kuantitas dan kualitas produksi yang
lebih tinggi dan bersih; penggunaan lahan lebih efisien; penggunaan pupuk dan air
lebih efisien; serta periode tanam yang lebih singkat. Teknologi sistem hidroponik
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan cara pemberian nutrisi. NFT
(Nutrient Film Technique) dan wick merupakan contoh teknologi sistem
hidroponik yang sederhana, mudah dibuat, dan minim mengakibatkan
pembusukan tanaman (Hendra dan Andoko, 2014).
Sistem Nutrient Film Technique (NFT) merupakan teknik hidroponik
dengan mengalirkan nutrisi dengan tinggi ± 3 mm pada perakaran tanaman.
Sistem ini dapat dirakit menggunakan talang air atau pipa PVC dan pompa listrik
untuk membantu sirkulasi nutrisi. Faktor penting pada sistem ini terletak pada
kemiringan pipa PVC dan kecepatan nutrisi mengalir. Penggunaan sistem NFT
akan mempermudah pengendalian perakaran tanaman dan kebutuhan tanaman
terpenuhi dengan cukup. Sistem sumbu atau Wick System merupakan metode
hidroponik yang memanfaatkan prinsip kapilaritas air. Larutan nutrisi mengalir
ke media tanam melalui perantara sumbu. Sistem ini mudah dirakit dan mudah
dilakukan untuk pemula (Hendra dan Andoko, 2014).
Menurut Chaidirin (2008), berikut adalah pemaparan mengenai sistem
hidroponik:
a. Deep Flow Technique (DFT)
Deep Flow Technique (DFT) merupakan salah satu metode hidroponik yang
menggunakan air sebagai media untuk menyediakan nutrisi bagi tanaman dengan
pemberian nutrisi dalam bentuk genangan. Tanaman dibudidayakan di atas
saluran yang dialiri larutan nutrisi setinggi 4-6 cm secara kontinyu, dimana akar
tanaman selalu terendam di dalam larutan nutrisi. Larutan nutrisi akan
dikumpulkan kembali ke dalam bak nutrisi, kemudian dipompakan melalui pipa
distribusi ke kolam penanaman secara kontinyu.
Deep Flow Technique (DFT) sebaiknya dilakukan pada kolam berbentuk
persegi empat dan berukuran besar, agar mudah melakukan pengaturan dan tidak
ada ruang yang terbuang. Perawatan pada sistem DFT lebih mudah dibandingkan
dengan sistem hidroponik yang lain, yaitu dengan menngganti styrofoam,
menguras kolam dan mengontrol instalasi irigasi yaitu pada pompa dan pipa-pipa
distribusi.
b. Nutrient Film Technique (NFT)
NFT adalah teknik hidroponik dimana aliran yang sangat dangkal air yang
mengandung semua nutrisi terlarut diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang
kembali beredar melewati akar tanaman di sebuah alur kedap air. Dalam sistem
yang ideal, kedalaman aliran sirkulasi harus sangat dangkal, sedikit lebih dari
sebuah film air. Sebuah sistem NFT yang dirancang berdasarkan pada
penggunakan kemiringan saluran yang tepat, laju aliran yang tepat, dan panjang
saluran yang tepat. Keuntungan utama dari sistem NFT dari bentuk-bentuk lain
dari hidroponik adalah bahwa akar tanaman yang terkena kecukupan pasokan air,
oksigen dan nutrisi. Kelemahan dari NFT adalah bahwa NFT ini memiliki
gangguan dalam aliran, misalnya, pemadaman listrik. Prinsip dasar dalam sistem
NFT merupakan suatu keuntungan dalam pertanian konvensional. Artinya, pada
kondisi air berlebih, jumlah oksigen diperakaran menjadi tidak memadai. Namun,
pada sistem NFT yang nutrisinya hanya selapis menyebabkan ketersediaan nutrisi
dan oksigen pada akar selalu berlimpah. Untuk membuat selapis nutisi,
dibutuhkan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Kemiringan talang tempat mengalirnya larutan nutrisi ke bawah harus benar-
benar seragam.
2. Kecepatan aliran yang masuk tidak boleh terlalu cepat, disesuaikan dengan
kemiringan talang.
Banyak petani hidroponik komersial dan hobbyist menggunakan sistem NFT
untuk menanam sayuran dan tanaman. Sistem NFT dapat menghasilkan lebih
tanaman dengan sedikit ruang, sedikit air dan sedikit nutrient. Selain itu, ada
aerasi yang baik dan suplai oksigen di sebagian besar sistem hidroponik. Sistem
NFT juga sangat mudah dalam pembuatan dan pemeliharaan. Akibatnya, sistem
NFT telah menjadi salah satu yang paling populer sistem hidroponik tumbuh
dalam dekade terakhir (Hendra dan Andoko, 2014).
2.4 Nutrisi Tanaman
Ada beberapa cara hidroponik yang semuanya punya persiapan yang sama
yaitu meliputi penyediaan media, bibit dan nutrien (hara). Seperti makhluk hidup
yang lain tanaman juga tidak dapat tumbuh dan berkembang bila tidak ada
pemasukan berupa zat gizi dalam bentuk makanan atau nutrisi. Pemberian nutrisi
yang lengkap dan teratur dapat menjamin pertumbuhan yang sempurna (Santoso,
2008).
Dalam sistem hidroponik pemberian nutrien sangat penting karena dalam
medianya tidak terkandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Jadi, pemberian
nutrien untuk tanaman hidroponik harus sesuai jumlah dan macamnya serta
diberikan secara kontinu. (Prihmantoro dan Yovita, 2009).
Nutrisi atau gizi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme
untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan.
Beberapa ahli memberikan penjelasan mengenai pengertian nutrisi adalah ikatan
kimia yang diperlukan oleh mahluk hidup untuk melakukan fungsinya yang
berupa energi. Selain itu energi juga dapat membangun dan memelihara jaringan
dalam tubuh serta mengatur proses kehidupan. Nutrisi digunakan untuk makanan
sebagai pembentuk energi, dimana setiap jaringan dalam tubuh bekerja dengan
baik. Nutrisi juga dapat dikatakan sebagai suatu proses organism yang
menggunakan objek utamanya yaitu makanan yang sering dikonsumsi dalam
kondisi yang normal, dengan menggunakan proses degesti, absorsi serta
metabolisme yang pada nantinya akan membuang beberapa zat yang memang
tidak digunakan oleh mahluk hidup terjadi pada pertumbuhan tanaman (Effendi,
2011).
Berdasarkan percobaan dan pengalaman, dapat diketahui bahwa didaerah
tropis akibat pengaruh iklim, pemakaian pupuk harus lebih tinggi konsentrasinya
dibandingkan daerah lain. Konsentrasi pupuk cair yang berlebihan akan
menambah kemasaman media pasir dan menghambat pertumbuhan tanaman.
Pemberian pupuk cair dengan frekuensi sekali sehari, kemungkinan penyerapan
unsur hara yang diberikan melalui media tanam kurang efektif, karena sifat media
pasir yang mudah meloloskan larutan dan kurang mampu mengikat air, sehingga
air yang membasahi media mudah mengering (Lingga, 2008).
2.4.1 Larutan AB Mix

Nutrisi AB Mix merupakan larutan nutrisi yang sangat berpengaruh untuk


tanaman hidroponik yang dapat digunakan sebagai suplai hara, baik makro
maupun mikro untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang optimum. Nutrisi
hidroponik tersebut terdiri dari dari dua larutan, yaitu A Mix yang mengandung
unsur hara makro dan B Mix yang mengandung unsur hara mikro seperti yang
terlampir di tabel berikut. (Umar, Akhmadi, & Sanyoto, 2016).
Tabel 1. Kandungan Unsur Hara Pupuk AB MiX

No Unsur Fungsi
Nutrisi A
1 Nitrogen (N) Membentuk DNA dan RNA
2 Fosfat (P) Merangsang pertumbuhan akar tanaman
3 Kalium (K) Sintesa protein
4 Kalsium (Ca) Membentuk dinding sel (tahan penyakit)
5 Sulfur (S) Penyusun asam amino
6 Magnesium (Mg) Inti klorofil
Nutrisi B
7 Molibdenum (Mo) Pembelahan dan pembentukan sel
8 Seng (Zn) Katalisator dalam pembentukan dan pembelahan sel
9 Boron (Bo) Membentuk selulosa
10 Mangan (Mn) Membentuk energi
11 Tembaga (Cu) Stabilisator klorofil
12 Khlor (Cl) Membentuk fisik tanaman
13 Besi (Fe) Proses pembentukan klorofil
Sumber: Data olahan Umar, Akhmadi, & Sanyoto (2016).
Menurut Umar, Akhmadi, & Sanyoto (2016), nutrisi AB Mix yang siap
digunakan pada sistem hidroponik yaitu sudah berbentuk cair dalam kemasan
terpisah antara A dan B. Ada pun untuk penerapannya cukup menyesuaikan
dengan kebutuhan nutrisi setiap tanaman hidroponik karena nilainya berbeda –
beda, pada tomat ceri sebesar 1400 – 3500 ppm. Proses membuat larutan nutrisi
untuk hidroponik adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan wadah penampung nutrisi sesuai jenis sistem hidroponik yang

 dibuat.

2. Membuat larutan awal dengan perbandingan 1:3:3, yaitu campurkan 1 liter air
yang sudah dituangkan ke dalam wadah penampung nutrisi pada sistem dengan
3 ml larutan nutrisi A dan 3 ml larutan nutrisi B. Dengan komposisi tersebut,
maka didapatkan larutan dengan kepekatan 500 ppm.
3. Menaikkan ppm larutan nutrisi dengan cara menambahkan 1 ml larutan nutrisi
A dan 1 ml marutan nutrisi B. Penambahan larutan nutrisi ini akan menaikkan
kepekatan sebesar 130 ppm.
2.4.2 Vitamin C
Pada tumbuhan, mineral-mineral dari larutan tanah menumbuhkan akar
tanaman melalui jalur apoplastik dan atau simbolis ke stele. Pada beberapa spesies
tanaman, beberapa mineral sitotoksik seperti Ca, Mo, Na, Cd, dan Al
dipertahankan di akar atau diangkut dalam bentuk chelated (kelat). Mineral
organik yang disebut mineral chelated atau mineralisasi terbentuk ketika mineral
bergabung dengan ligan organik seperti protein atau asam amino tertentu. Mineral
organik ini mendukung pergerakan mineral dari akar ke tunas, yang dihambat oleh
kemampuan pertukaran sel xilem. Sebagai yang paling mewakili antioksidan,
vitamin C adalah oksida larut air yang paling melimpah di sel tumbuhan. Hal ini
terakumulasi dalam kloroplas dan memainkan peran penting dalam keseimbangan
antara radikal bebas yang berlebihan dan tidak ada dalam sel tanaman. Selain itu,
karena vitamin C memiliki gugus -OH yang dapat berikatan dengan mineral,
diharapkan bahwa dua molekul dan ion mineral akan memiliki kemampuan untuk
kelasi melalui koordinasi ikatan kovalen. Di Korea, telah dilaporkan bahwa
penggunaan vitamin C-substrat zinc sebagai aditif pakan meningkatkan
kandungan lemak intramuskular dari bovines, dan selenium dengan chitosan dan
asam lemak sebagai substrat menginduksi peningkatan hasil dan pemicu
pertumbuhan pada tomat (Chae et al., 2018).
Salah satu upaya untuk meningkatkan toleransi terhadap stres oksidatif
adalah dengan aplikasi asam askorbat (vitamin C). Asam askorbat adalah molekul
yang berukuran kecil, larut dalam air, merupakan anti-oksidan yang bertindak
sebagai substrat utama dalam jalur siklik detoksifikasi enzimatik hidrogen
peroksida. Asam askorbat adalah zat pertama dalam detoksifikasi dan menetralkan
radikal superoksida). Asam askorbat juga berperan penting dalam fotoproteksi,
regulasi fotosintesis, serta proses pertumbuhan tanaman seperti pembelahan sel
dan ekspansi dinding sel (Sitanggang et al., 2014).
Asam askorbat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam proses
selular termasuk pembelahan dan pembesaran sel serta dalam mengaktifkan
aktivitas metabolisme ketika proses perkecambahan dimulai. Asam askorbat juga
berfungsi menetralisir racun, melindungi sel dari senyawa oksigen reaktif dan
radikal bebas serta mencegah kematian sel (Sitanggang et al., 2014).
Dehghan et al. (2011) melaporkan aplikasi asam askorbat eksogenous
dengan dosis 400 ppm pada kondisi cekaman salinitas dapat meningkatkan
persentase perkecambahan kedelai, bobot kering akar dan tajuk. Ejaz et al. (2012)
juga menyatakan bahwa aplikasi asam askorbat pada tebu dapat membantu
meningkatkan pertumbuhan vegetatif, aktifitas enzim antioksidan (POD dan
SOD), dan kandungan prolin pada cekaman salinitas. Aplikasi asam askorbat pada
kacang hijau yang mengalami stres salinitas juga dapat meningkatkan aktivitas
enzim antioksidan dan mencegah aktivitas senyawa reaktif oksigen. Selain itu
asam askrobat juga meningkatkan kandungan klorofil pada kacang hijau
(Dolatabadian dan Jouneghani, 2009).
2.4.3 Sukrosa
Salah satu upaya untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang
masa kesegaran bunga selama pemasaran atau pajangan adalah dengan pemberian
larutan perendam. Umumnya larutan perendam terdiri dari air, gula (sukrosa),
bakterisida, dan antibiotik. Karakteristik air mempengaruhi fisiologi bunga,
misalnya air sadah dan air tanah yang dapat merusak bunga dalam pajangan,
karena kandungan ion Ca, ion Mg, dan ion Fe tinggi). Gula merupakan sumber
nutrisi utama dan energi bunga potong untuk kelangsungan proses metabolisme.
Beberapa hasil penelitian telah direkomendasikan bahwa pemberian larutan
perendam dapat meningktakan pemekaran dan memperpanjang masa kesegaran
bunga potong krisan (Arisanti dkk, 2013).
Menurut Latifah, dkk, (2012), karbohidrat akan mengalami proses
hidrolisis oleh mikroba selulotik dengan bantuan enzim selulose yang dapat
mengubah selulosa menjadi selubiosa. Selanjutnya selubiosa ini dihidrolisis lagi
menjadi D-glukosa dan akhirnya difermentasi menjadi asam laktat, etanol, CO2
dan H2O. Mikroba amilotik akan menghasilkan enzim amilase yang berperan
mengubah karbohidrat menjadi glukosa. Air pada proses fermentasi berfungsi
sebagai media untuk pertumbuhan bakteri selain berfungsi sebagai pelarut.
Saraswati & Sumarno (2008) mengungkapkan bahwa mikroba berguna (effective
microorganism) sebagai komponen habitat alam mempunyai peran dan fungsi
penting dalam mendukung terlaksananya pertanian ramah lingkungan melalui
berbagai proses, seperti dekomposisi bahan organik, mineralisasi senyawa
organik, fiksasi hara, pelarut hara, nitrifikasi dan denitrifikasi.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilakukan di Area Green House Gedung Baru, Fakultas
Pertanian Universitas Hasanuddin. Praktikum pembuatan instalasi dilakukan pada
hari Senin, 3 September 2018, proses penyemaian dan pembuatan nutrisi
dilakukan pada hari Senin, 10 September 2018, proses penanaman dilakukan pada
hari Senin, 17 September 2018, proses pemeliharaan dilakukan pada hari Senin,
17 September 2018 sampai hari Senin, 8 Oktober 2018, dan proses pemanenan
dilakukan pada hari Senin, 8 Oktober 2018.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah meteran, spidol, gergaji pipa, mata gergaji, bor
pipa ½ inci, bor pipa 1 set, kawat pengikat 5 m, timer 1 buah, isolasi, tang, obeng,
cutter, ember 10 liter, alat pengaduk, gelas ukur 100 mL, dan talang.
Bahan yang digunakan adalah pipa PVC 3 inci, 1 inci, dan ½ inci masing-
masing sebanyak 1 batang, 2 batang, dan 1 batang, lem pipa sebanyak 1 tube, dop
pipa 3 inci dan 1 inci masing-masing sebanyak 8 buah dan 18 buah, sambungan T
1 ½ inci sebanyak 24 buah, sambungan L 1 ½ inci dan ½ inci masing-masing
sebanyak 14 buah dan 10 buah, sambungan lurus dari 1 ½ inci ke ½ inci sebanyak
2 buah, bor pipa 2 inci sebanyak 1 buah, sterofoarm sebanyak 1 lembar, gelas
plastik sebanyak 32 buah, sambungan sekrup ½ inci sebanyak 1 buah, skrup 4 biji,
lem silikon sebanyak 1 tube, benih pakcoy, rockwool, kain flanel, larutan AB mix,
sukrosa, dan vitamin c.
3.3 Metode Rancangan
Praktikum ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3
perlakuan yaitu AB mix, AB mix + sukrosa, dan AB mix + vitamin c. Setiap
perlakuan memiliki 5 unit percobaan dan diulang sebanyak 2 kali, sehingga
terdapat 30 unit percobaan. Data yang diperoleh selanjutnya di analisis sidik
ragamnya dan apabila hasilnya berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji
Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Instalasi
a. Pembuatan wadah penanaman
1. Menyiapkan pipa air 3 inci kemudian di potong sekitar 100 cm.
2. Membuat lubang tanam sesuai wadah tanam yang akan digunakan sebanyak 5
buah.
3. Pada salah satu dop penutup pipa dibuat lubang inlet sekitar ½ inci dan
dipasang pipa ½ inci untuk pemasukan larutan nutrisi. Pada dop penutup yang
bersebelahan dengan pipa inlet, dibuat lubang outlet dan dipasang pipa ½ inci
untuk mengallirkan larutan nutrisi ke pipa penanaman dibagian bawahnya.
b. Pembuatan rak penopang
1. Menyiapkan pipa ½ inci sekitar 100 cm sebanyak 2 buah.
2. Menyiapkan pipa 1 ½ inci sekitar 50 cm sebanyak 2 buah dan panjang 12-15
cm sebanyak 4 buah untuk kaki dimana salah satu ujungnya di tutup dengan
dop penutup sebagai dasar kaki.
3. Merangkai potongan-potongan pipa tersebut dengan pipa sambungan T dan L
sehingga membentuk dasar dengan 4 kaki.
4. Setelah menyiapkan tiang rak penyanggah, lalu mempersiapkan potongan pipa
1 inci sepanjang 75 cm sebanyak 2 buah.
5. Memotong pipa tiang penyanggah sesuai dengan rencana letak pipa wadah
penanaman berdasarkan tinggi maksimal tanaman yang direncanakan.
6. Untuk menyangga pipa wadah penanaman, mempersiapkan pipa 1 ½ inci
sepanjang 25 cm masing-masing 2 buah untuk setiap pipa wadah penanaman
sehingga jumlah pipa yang disiapkan untuk penyanggah sebanyak 2 kali pipa
wadah penanaman.
7. Merangkaikan sambungan T dan L sebagai penjepit pada ujung pipa
penyanggah.
8. Memasang sambungan lurus dari pipa 1 ½ inci ke ½ inci pada potongan ujung
atas pipa penyanggah.
3.4.2 Penyemaian
1. Menyiapkan talang, rockwool, dan benih pakcoy.
2. Memotong rockwool dengan ukuran 3x3 cm.
3. Menata potongan rockwool pada talang yang telah disediakan, lalu melubangi
di bagian permukaan atas rockwool sebagai lubang tanam.
4. Meletakkan benih pada lubang tanam.
5. Memberi air sampai seluruh potongan rockwool menyerap air.
6. Meletakkan pada tempat yang ternaungi selam 1-2 hari setelah mulai muncul
kecambah, talang dikeluarkan dan diletakkan pada tempat yang terkena sinar
matahari.
7. Setelah bibit pakcoy sudah memiliki akar, batang, dan daun sekitar 3-4 helai,
bibit pakcoy bisa dipindahkan ke gelas plastik dan di letakkan di wadah
penanaman.
3.4.3 Pembuatan Nutrisi
1. Menyiapkan ember 10 liter, alat pengaduk, AB mix, gelas ukur, dan air.
2. Mengisi ember dengan air sebanyak 10 liter.
3. Melarutkan AB mix secara terpisah untuk nutrisi A dan B pada air sebanyak
600 mL untuk setiap nutrisinya.
4. Mengambil 50 mL stok A dan 50 mL stok B dengan bantuan gelas ukur, lalu di
campurkan pada ember yang telah terisi 10 liter air.
5. Mengaduk kedua larutan tersebut hingga merata, dan membuat nutrisi kembali
ketika isi nutrisi di dalam ember habis.
3.4.4 Penanaman
1. Menyiapkan gelas plastik, kain flanel, dan semaian pakcoy usia 7 hari.
2. Membuat potongan kain flanel dengan ukuran sekitar 10x3 cm.
3. Memberi lubang pada gelas plastik dan permukaan gelas plastik sebagai tempat
tergantungnya kain flanel.
4. Mengambil semaian pakcoy usia 7 hari, lalu di letakkan pada gelas plastik.
5. Meletakkan gelas plastik pada wadah penanaman dan usahakan kain flanel
mengenai dasar lubang tanam wadah penanaman agar kain flanel dapat
menyerap nutrisi tanaman dan akan naik ke akar pakcoy.
3.4.5 Pemeliharaan
1. Mengecek dan mengisi nutrisi secara berkala ketika nutrisi di dalam ember
telah habis.
2. Mengukur tinggi tanaman, jumlah helai daun, dan luas daun setiap minggu.
3.4.6 Pemanenan
1. Memanen pakcoy ketika berusia sekitar 30 hari.
3.5 Parameter Pengamatan
3.5.1 Jumlah Daun
Diperoleh dari menghitung semua daun yang ada pada tanaman tersebut pada
hari pengukuran.
3.5.2 Luas Daun
Diperoleh dengan mengukur panjang dan lebar daun, kemudian dihitung luas
daunnya dengan mengkalikan antara panjang dan lebar daun.
3.5.3 Tinggi Tanaman
Diperoleh dari mengukur dari pangkal batang di atas permukaan tanah hingga
titik daun pertama.
DAFTAR PUSTAKA

Arisanti, Erma Prihastanti, Endang Kusdiyantini. 2013. Pengaruh Komposisi


Medium Perendam Terhadap Masa Kesegaran Bunga Potong Krisan
(Chrysanthemum morifolium R.). Universitas Diponegoro Press

Chadirin. 2008. Teknologi Greenhouse dan Hidroponik. Diklat Kuliah


Departemen Teknik Pertanian, IPB.

Chae et al. 2018. Efficiency and effectiveness of vitamin C-substrate organo-


mineral straight fertilizer in lettuce (Lactuca sativa L.) 5:4
https://doi.org/10.1186/s40538-017-0115-7.

Dehghan, A., Kianersi, F., Moazam, E., Ghanbari, H. Causes and Anatomical Site
of Blindness and Severe Visual Loss in Isfahan, Islamic Republic of
Iran. Eastern Mediteranean Health Journal. 2010; 16 (2). Retrived
from:http://applications.emro.who.int/emhj/V16/02/16_2_2010_0228_0
232.pdf, Downloaded on September 19th 2018.

Dolatabadian, A. and Jouneghani, R. S.. 2009. Impact of exogenous ascorbic acid


on antioxidant Activity and some physiological traits of common bean
subjected to salinity stress. Notulae Botanicae Hoti Agrobotanici Cluj-
Napoca, 37 (2) : 165-172.

Ejaz, B., Sajid, Z. A. and Aftab, F. 2012. Effect of exogenous application of


ascorbic acid on antioxidant enzyme activities, proline contents, and
growth parameters of Saccharum spp. hybrid cv. HSF-240 under salt
stress. Turkish Journal of Biology, 36 : 630-640.

Effendi, Baehaki S. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi


Dalam Perspektif Praktek Pertanian Yang Baik (Good Agricultural
Practices). Pengembangan Inovasi Pertanian, 2(1): 68-70

Hartus. 2008. Berkebun Hidroponik Secara Murah. Jakarta: Agromedia Pustaka.


Hendra, H. A., Andoko, A. 2014. Bertanam sayuran hidroponik ala paktani
hydrofarm. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Latifah, R. N., Winarsih., & Rahayu, Y. S. (2012). Pemanfaatan sampah organik
sebagai bahan pupuk organik cair untuk pertumbuhan tanaman bayam
merah (Alternanthera ficoides). Lentera Bio, 1(3), 139–144.
Lingga, P. 2008. Hidroponik Bercocok Tanam tanpa Tanah. Penebar Swadaya,
Depok.
Primantoro, H dan H. I. Yovita. 2009. Hidroponik Tanaman Buah. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Samadi, B., 2014. Rahasia Budidaya Selada Secara Organik dan Anorganik.
Pustaka Mina, Jakarta.
Santoso, D.S. 2008. Pengaruh Konsentrasi Margaflor Terhadap Hasil Dua
Varietas Kubis (Brassica oleracea var. capitata L. f. alba D.C.) dengan
Sistem Hidroponik. Universitas Jember, Jember.
Saraswati, R., & Sumarno. (2008). Pemanfaatan mikroba penyubur tanah sebagai
komponen teknologi pertanian. Jurnal Iptek Tanaman pangan, 3(1), 41-58.
Setiawati, W., R. Murtiningsih, G. A. Sopha dan T. Handayani. 2008. Petunjuk
Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Tim Prima Tani Balitsa. Bandung.

Siregar, J., S. Triyono, dan D. Suhandy. 2015. Pengujian beberapa nutrisi


hidroponik pada selada (Lactuca sativa L.) dengan teknologi hidroponik
sistem terapung (THST) termodifikasi. Teknik Pertanian,4 (2): 65-72.
Sitanggang et al. (September 2014). Pertumbuhan Kedelai melalui Aplikasi Asam
Askorbat dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular pada Lahan Salin
dengan Tingkat Salinitas yang Berbeda. Jurnal Online Agroekoteknologi
. ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.4 : 1589. 1-3.

Sugara, Kosmas. 2012. Budidaya Selada Keriting, Selada Lollo Rossa, Dan
Selada Romaine Secara Aeroponik di Amazing Farm, Lembang,
Bandung. IPB Press

Umar, U. F., Akhmadi, Y. N., & Sanyoto. (2016). Mengenal, Membuat, &
Menggunakan Larutan Nutrisi. In Jago Bertanam Hidroponik Untuk
Pemula. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.

Wardhana, Hudaini Hasbi dan Insan Wijaya. 2016. Respons Pertumbuhan Dan
Produksi Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Pada Pemberian Dosis
Pupuk Kandang Kambing Dan Interval Waktu Aplikasi Pupuk Cair
Super Bionik. Universitas Muhammadiyah Jember.

Anda mungkin juga menyukai