Alih fungsi lahan atau konversi lahan merupakan suatu proses perubahan penggunaan lahan dari bentuk penggunaan tertentu menjadi penggunaan lain. Alih fungsi lahan pada dasarnya diakibatkan adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan karena terbatasnya sumber daya alam, pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Konversi lahan merupakan ancaman serius terhadap ketahanan pangan karena dampak dari konversi lahan bersifat permanen. Lahan sawah yang telah dikonversi ke penggunaan lain (non pertanian) sangat kecil peluangnya untuk berubah kembali menjadi lahan sawah. Substansi masalah konversi lahan tidak hanya terletak pada boleh atau tidaknya suatu lahan dikonversi tetapi lebih banyak menyangkut pada kesesuaian dengan tata ruang, dampak dan manfaat ekonomi, serta lingkungan dalam jangka yang panjang dan alternatif lain yang dapat ditempuh agar manfaatnya lebih besar daripada dampak yang dapat ditimbulkan (Suharyanto, 2016). Di Kalimantan Timur, terdapat beberapa kabupaten yang potensial untuk pengembangan tanaman padi, seperti Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Paser, Penajam Paser Utara, Berau, Bulungan, Malinau dan Nunukan. Termasuk adanya varietas unggul beras Mayas yang berhasil dikembangkan dengan baik di Kutai Kartanegara dan Kutai Timur. Ada pula beras dan kualitas ekspor yang sejak lama dikembangkan di Kabupaten Nunukan dan Malinau. Tidak terkecuali pada yang terjadi di Kota Samarinda peningkatan konversi lahan pertanian ke non pertanian di Samarinda yang lebih tepatnya di Kelurahan Simpang Pasir, Kecamatan Palaran, Kota Samarinda (Setiawan, 2016). Kelurahan Simpang Pasir mempuyai lahan pertanian yang cukup luas 92,5 ha dari wilayah yang di pergunakan dalam pengembangan pertanian dengan berbagai komoditas pertanian yang mempuyai prospek yang cukup baik. Mata pencaharian utamanya adalah bertani. Bertani yang merupakan aktivitas keseharian yang senantiasa dijumpai di kelurahan simpang pasir. Disamping bertani masyarakat juga mempuyai pekerjan sepertiberkebun, beternak dan berdagang. Meski lokasinya terpencil dan jauh dari perkotaan, namun masyarakat dapat hidup mandiri secara rukun, aman dan damai. Sebagian besar penduduknya adalah suku jawa karena mayoritas berasal dari pulau Jawa Yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, perkotaan, namun masyarakat dapat hidup mandiri secara rukun, aman dan damai. Sehingga masih memegang teguh tradisi dan budaya Jawa hingga dibawa dan dikembangkan. Adapun bahasa yang seringan digunakan untuk asal kampungnya masing-masing (Setiawan, 2016). Kondisi menjadi berubah setelah terpilihnya Kalimantan Timur sebagai pusat pekan olah raga yang lebih dikenal dengan PON pada tahun 2008 yang dipusatkan di Kecamatan Palaran yang lebih tepatnya di Keluranhan Simpang Pasir ini mengakibatkan awal mula pembangunan dan ada pembangunan, Sehingga mengakibatkan sebagian sektor pertanian kini mulai mengalami penurunan, meskipun masih ada sejumlah warga yang tetep menekuni bidang pertanian ini. Dengan seiring berkembangnya zaman memang tidak dapat dipungkiri lagi, sebab ini akan memberikan dampak yang besar terhadap apa yang ada sekarang ini. Pasca alih fungsi lahan mengakibatkan pembangunan pun tidak dapat dihindarkan lagi. Itu bisa di amati dari sisi kiri maupun sisi kanan jalan saat ini sudah hampir terdapat berbagai dengan bangunan seperti pertokoan, perumahan, warung makan, bengkel kios handphone dan pulsa, tempat pencucian mobil dan berbagai usaha lainnya yang menyebabkan banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi (Setiawan, 2016). a. Industri Perumahan Kegiatan industri perumahan ini menjadi salah satu alasan mengapa alih fungsi itu bisa terjadinya. Karena kegiatan industri perumahan ini selain memerlukan lahan yang sangat luas juga akan mempengaruhi ekosistem lingkungan itu sendiri dan hasil produksi padi terhadap petani berkurang meskipun tidak secara keseluruhan, akan tetapi dampak yang akan di dapat pasti akan terasa secara tidak langsung. Alih fungsi lahan pertanian ini juga akan membuat parah buruh tani mendapatkan dampak yang sangat terasa dampaknya, para buruh tani ini akan merasa mata pencaharian meraka berkurang apabila alih fungsi lahan pertanian ini terus terjadi, dan akan lebih parah lagi apabila para petani hanya mengandalkan pengahasilan dari buruh tani ini tanpa ada kegiatan atau kerjaan lainnya. Apabila kegiatan industri perumahan ini bisa di kendalikan dengan baik maka secara tidak langsung akan mengurangi alih fungsi alih fungsi lahan itu terjadi, dan juga tanpa merusak ekosistem kita tetap terjaga itu salah satu tujuannya. b. Pertokoan dan Wirausaha Memang pembangunan suatu daerah pasti akan terus terjadi seiring perkembangan suatu daerah itu sendiri, selain karena era globalisasi yang semakin maju dan modern, itu semua tidak dapat dipungkiri lagi cepat atau lambat semua itu pasti akan terjadi. Perubahan di satu sisi akan terus terjadi bahkan itu tidak dapat kita hindari. Arus jaman akan terus terjadi tanpa harus kita minta. c. Berjualan Tidak dapat di pungkiri lagi dengan berkembangnya jaman masyarakat tidak dapat hanya bediam untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, dengan kata lain masyrakat mulai sadar bahwa beban hidup semakin berat apabila tidak melakukan sesuatu yang menghasilkan atau menguntungkan. Maka dari itu masyarakat mulai berwirausaha dengan berjualan dengan membangun sebuah toko atau lahan untuk berjualan. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan daerah perkotaan, faktor demografi dan ekonomi, yang dijabarkan sebagai berikut : o Faktor Demografi Dengan semakin bertambahnya penduduk (keturunan), berarti generasi baru memerlukan tempat hidup (tanah) untuk usaha yang diambil dari lahan milik generasi tua atau tanah Negara. Hal ini jelas akan menyempitkan atau mengurangi luas tanah disamping adanya keinginan generasi berikutnya merubah lahan pertanian yang sudah ada. o Faktor Ekonomi Pendapatan hasil pertanian masih jauh lebih rendah, karena kalah bersaing dengan yang lain (terutama non-pertanian) antara lain usaha industri, dan wiraswasta. Penggunaan lahan pertanian untuk hortikultura tidak menjanjikan jika dibandingkan untuk industri dan tempat wisata, disamping usaha holtikultura dianggap melelahkan (lama dan sulit, lebih-lebih jika ada hama atau penyakit mengancam) jaminan harganya cenderung rendah saat panen. Hal itulah yang mendorong mereka tertarik pada usaha lain di luar pertanian, dengan harapan pendapatannya mudah meningkat (walaupun belum keterampilannya masih minim) dengan mengganti lahan pertanian hortikultura menjadi lahan non-pertanian. Tingginya harga yang ditawarkan oleh investor kepada petani, yang jika dibandingkan dengan pendapatan sangat berbeda menjadi faktor yang mendorong petani untuk menjual lahan pertanian dan menyebabkan terjadinya konversi lahan. Faktor Internal Faktor internal jauh lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga petani pengguna lahan. Terdapat beberapa karakteristik sosial- ekonomi petani yang sesuai dengan hasil observasi dilapangan yang dianggap mampu mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan untuk mengalih fungsikan lahan mereka, meliputi : o Umur Petani yang berusia lanjut akan sulit untuk diberikan pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidup. Sebagian besar petani di Indonesia berumur sekitar 25 sampai 45 tahun, semakin muda petani, biasanya mempunyai semangat ingin mengetahui yang belum mereka ketahui. Rata-rata petani yang telah mengalih fungsikan lahan sudah berusia lanjut dan tidak mampu mengolah lahan pertaniannya lagi dan sudah tidak ada lagi yang ingin mengurus lahan pertanian ini, menunjukan bahwa keinginan generasi muda untuk mengolah lahan pertanian telah menurun. o b. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan petani baik informal, formal maupun non formal akan mempengaruhi cara berfikir yang diterapkan pada usahanya yaitu dalam rasionalisasi usaha dan kemampuan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Berdasarkan data tingkat pendidikan dari responden yang telah mengkonversi lahan pertanian lima diantaranya hanya lulusan SD dan memiliki keterbatasan pengetahuan tentang dampak alih fungsi lahan, hal ini terlihat dari respon informan saat peneliti melakukan wawancara dan hal ini mempengaruhi keputusan dalam menjual lahan pertanian tersebut. o c. Pendapatan Tingkat pendapatan merupakan salah satu indikasi sosial ekonomi seseorang dalam masyarakat. Keputusan seseorang dalam memilih pekerjaan dipengaruhi oleh sumberdaya dan kemampuan dalam diri individu. Responden yang telah mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi obyek wisata memiliki pendapatan yang tidak tetap setiap bulannya. Alih fungsi lahan ini tidak mempengaruhi pendapatan per bulan setiap responden, karena lahan bersifat milik keluarga sehingga responden tidak menjadikan lahan ini sebagai sumber pendapatan utama per bulan dan setelah lahan dijual tidak semua responden memanfaatkan hasil penjualan dengan membuka suatu usaha atau membeli lahan baru untuk dikelolah dan meningkatkan pendapatan per bulan. Peningkatan pendapatan dipengaruhi oleh hasil penjualan lahan pertanian untuk membuka usaha. o d. Kesehatan Banyaknya anggota dalam keluarga akan menentukan cara pengelolaan suatu usahatani. Jumlah anggota keluarga yang terlalu banyak akan menyebabkan biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi makin besar, biaya mengurus keluarga yang tidak menutup kemungkinan biaya untuk berobat ketika ada anggota keluarga yang sakit semakin meningkat sehingga tidak tersisa untuk biaya pengelolaan pertanian dan mendorong petani untuk mengkonversikan lahannya. 3. Faktor Kebijakan Merupakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran dan akurasi objek lahan yang dilarang konservasi. Menurut Priyono, (2012) dalam (Ante, 2016), dampak alih fungsi lahan pertanian, yaitu : a. Dengan adanya alih fungsi lahan maka secara langsung dapat memusnahkan lahan pertanian yang dapat mengakibatkan semakin menyempitnya lahan pertanian, berkurangnya pendapatan petani, bahkan menghilangkan mata pencaharian buruh tani. Dampak konversi lahan pertanian menyangkut berbagai dimensi kepentingan yang luas yaitu tidak hanya mengancam keberlanjutan swasembada pangan, tetapi juga berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja, pemubaziran investasi irigasi, pemerataan kesejahteraan, kualitas lingkungan hidup dan kemapanan struktur sosial masyarakat. Dampak-dampak tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi daerah, petani, masyarakat bahkan pemerintah. b. Dengan adanya kebijakan pemerintah, yang sebagian besar lahan yang di gunakan merupakan areal pertanian, maka hal tersebut tentunya menimbulkan sentimen masyarakat terhadap pemerintah, karena pemerintah dianggap tidak memikirkan kehidupan masyarakat petani.