Anda di halaman 1dari 15

A.

Judul : Penentuan Kadar Nitar(NO3) dalam Air limbah pabrik tahu


Menggunakan Spektronik 20
B. Tujuan : Menetapkan kadar Nitrat (NO3) dalam sampel
C. Dasar teori
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga). Limbah tahu berasal dari buangan atau sisa
pengolahan kedelai menjadi tahu yang terbuang karena tidak terbentuk dengan baik
menjadi tahu sehingga tidak dapat dikonsumsi. Limbah tahu terdiri atas dua jenis
yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah cair merupakan bagian terbesar dan
berpotensi mencemari lingkungan. Limbah ini terjadi karena adanya sisa air tahu
yang tidak menggumpal, potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan
yang tidak sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan bau
yang tidak sedap bila dibiarkan
Limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari proses perendaman,
pencucian kedelai,pencucian peralatan proses produksi tahu, penyaringan dan
pengepresan atau pencetakan tahu
Limbah cair industri tahu mengandung sejumlah besar karbohidrat, lemak dan
protein. Molekul organik yang terdapat dalam limbah cair industri tahu secara garis
besar mengalami perombakan terutama karbohidrat, lemak dan protein yang
terkandung didalamnya yang dilakukan oleh mikroorganisme pengurai. Bahan
organik kompleks berupa karbohidrat, lemak dan protein mula-mula diubah menjadi
bentuk persenyawaan yang lebih sederhana glukosa, gliserol, asam lemak dan asam
amino. Asam amino yang merupakan hasil dari perombakan protein akan dioksidasi
menjadi nitrogen amonia (NH3) dan senyawa karboksil. Senyawa (NH3) akan
dioksidasi lagi menjadi nitrit (NO2-). Apabila oksigen tersedia akan dioksidasi lagi
menjadi nitrat (NO3-) [1].
Bahan organik yang terdapat pada limbah cair industri tahu apabila berada dalam
konsentrasi tinggi dan langsung dibuang tanpa pengolahan akan menimbulkan
pencemaran pada lingkungan perairan
Tabel 1. Karakteristik Limbah Cair Industri Tahu
No Karakteristik Fisik Nilai
dan Kimia Limbah Tahu
1 Padatan Terendap 170-190 mg/L
2 Padatan Tersuspensi 638-660 mg/L
3 Padatan Total 668-703 mg/L
4 Warna 2225-250 pt Co
5 Kekeruhan 524-585 FTU
6 Amoniak-Nitrogen 23,3-23,5 mg/L
7 Nitrit-Nitrogen 0,1-0,5 mg/L 8
8 Nitrat-Nitrogen 3,5-4,0 mg/L
8 PH 4-6
9 BOD 6000-8000 mg/L
10 COD 7500-14000 mg/L
11 Abu 0,19 %
12 Protein 0,08 %
13 Karbohidrat 0,51 %
14 Pati 0,46 %

Nitrat (NO3-) dan Nitrit (NO2-) adalah ion-ion anorganik alami yang merupakan
bagian dari siklus Nitrogen. Aktivitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah
yang mengandung Nitrogen organik pertama–tama menjadi Amonia, kemudian
dioksidasikan menjadi Nitrit dan Nitrat. Oleh karena Nitrit dapat dengan mudah
dioksidasikan menjadi Nitrat, maka Nitrat adalah senyawa yang paling sering
ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan.
Pencemaran oleh pupuk Nitrogen, termasuk Amonia anhidrat seperti sampah organik
hewan maupun manusia, dapat meningkatkan kadar Nitrat di dalam air. Senyawa
yang mengandung Nitrat di dalam tanah biasanya larut dan dengan mudah bermigrasi
dengan air bawah tanah[2]
Nitrat merupakan salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam,
seperti dalam tanaman dan air. Senyawa ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu ion
Nitrat (ion-NO3), Kalium Nitrat (KNO3), dan Nitrogen Nitrat (NO3-N). Ketiga
bentuk senyawa Nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap ternak meskipun
pada konsentrasi yang berbeda. Nitrat merupakan bentuk Nitrogen yang berperan
sebagai nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat Nitrogen sangat
mudah larut dalam air dan memiliki sifat yang relatif stabil. Senyawa ini dihasilkan
dari proses oksidasi yang sempurna di perairan. Pada dasarnya, Nitrat merupakan
sumber utama Nitrogen diperairan, akan tetapi tumbuhan lebih menyukai Amonia
untuk digunakan dalam proses pertumbuhan. Kadar Nitrat diperairan yang tidak
tercemar biasanya lebih tinggi dari pada kadar amonium. Kadar Nitrat lebih dari 5
mg/ltr. menggambarkan keadaan suatu perairan yang telah tercemar akibat aktivitas
manusia dan tinja hewan. Kadar Nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/ltr menggambarkan
terjadinya eutrofikasi perairan
Pada kondisi yang normal, baik Nitrit maupun Nitrat adalah komponen yang
stabil, tetapi dalam suhu yang tinggi akan tidak stabil dan dapat meledak pada suhu
yang sangat tinggi dan tekanan yang sangat besar. Biasanya, adanya ion Klorida,
bahan metal tertentu dan bahan organik akan mengakibatkan Nitrat dan Nitrit
menjadi tidak stabil. Jika terjadi kebakaran, maka tempat penyimpanan Nitrit
maupun Nitrat sangat berbahaya untuk didekati karena dapat terbentuk gas beracun
dan bila terbakar dapat menimbulkan ledakan. Bentuk garam dari Nitrat dan Nitrit
tidak berwarna dan tidak berbau serta tidak berasal
Jika Nitrat memiliki konsentrasi tinggi, maka bisa menimbulkan efek berupa:
1. Menstimulasi pertumbuhan ganggang;
2. Mengurangi DO;
3. Menurunkan populasi ikan;
4. Menimbulkan bau busuk dan rasa yang tidak enak;
5. Kurang sehat untuk rekreasi;

Nitrat dalam perairan mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton dan tanaman.


Jika kadarnya terlalu tinggi, maka akan menyebabkan bloming fitoplankton. Nitrat
dan unsur-unsur lainnya seperti Fosfor hingga batas tertentu tampaknya terbatas
jumlahnya hampir pada semua ekosistem air tawar. Dalam air danau, dan aliran air
dengan kesadahan rendah, kalsium dan garam- garam juga tampaknya terbatas,
kecuali pada beberapa mata air mineral bahkan pada air dengan kesadahan tertinggi
hanya mempunyai kadar garam dengan salinitas kurang dari 0,5% dibandingkan
dengan 30- 37% dalam air laut. Nitrat dibentuk dari Asam Nitrit yang berasal dari
Amonia melalui proses oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme
dari siklus Nitrogen
Nitrifikasi adalah suatu proses oksidasi enzimatik yakni perubahan senyawa
amonium menjadi senyawa Nitrat yang dilakukan oleh bakteri-bakteri tertentu.
Proses ini berlangsung dalam dua tahap dan masing-masing dilakukan oleh grup
bakteri yang berbeda. Tahap pertama adalah proses oksidasi Amonium menjadi Nitrit
yang dilaksanakan oleh bakteri Nitrosomonas sp dan tahap kedua adalah proses
oksidasi enzimatik Nitrit menjadi Nitrat yang dilaksanakan oleh bakteri Nitrobacter
sp. Proses oksidasi enzimatik perubahan Amonium menjadi Nitrat dan selanjutnya
menjadi Nitrat digambarkan sebagai berikut [3]:

1 NH4 + 3 O2 Oksidasi Enzimatik 2 NO2 + 2 H2O + 4H+ + Energi


Bakteri Nitrosomonas sp
2 NO2 + O2 Oksidasi Enzimatik 2 NO3 + Energi
Bakteri Nitrobacter sp

Nitrogen dalam bentuk gas yang dihasilkan karena mereduksi Nitrit


menyebabkan masalah dalam proses lumpur aktif dalam pengelolaan air buangan.
Untuk mengurangi kadar Nitrat dalam air adalah dengan memberi basa seperti
kapur/kaporit sehingga pH meningkat. Analisis Nitrat cukup sulit karena rumit dan
peka terhadap berbagai jenis gangguan. Namun ada beberapa cara analisis yang
tersedia antara lain[4]
a. Analisa spektrofotometris pada panjang gelombang 220 nm (sinar ultraviolet yang
cocok sebagai analisis penduga bagi air tanpa zat organik dengan kadar NO3 – N
antara 0,1 sampai 11mg/l;
b. Analisa dengan elektroda khusus (dan pH meter) yang cocok sebagai analisis
penduga baik untuk air bersih maupun air buangan dengan skala kadar NO3 – N
antara 0,2 sampai 1400 mg/l;
c. Analisis dengan Brusin untuk air dengan kadar air 0,1 sampai 5 mg NO3 – N/l;
d. Analisis dengan asam kromotropik untuk air dengan kadar 0,1 - 5 mg NO3 – N/l;
e. Analisis dengan reduksi menurut Devarda untuk air dengan kadar NO3 – N lebih
dari 2 mg/l;
f. Analisis kolorimetris khusus bagi Nitrit, setelah semua zat direduksi oleh butir
Kadmium (Cd). Metoda ini cocok untuk air dengan kadar NO3 – N antara 0,001
sampai 1 mg/l.
D. Alat dan bahan
1. Alat
No. Nama Alat Kategori Gambar Fungsi

1. Spektronik 2
Digunakan untuk
20
mengukur adsorbansi
sampel larutan yang
berwarna
2. Erlenmeyer 1 Wadah untuk
mereaksikan larutan

3. Gelas kimia 1 Wadah untuk


menampung larutan

4. Penangas 2 Untuk memanaskan


suatu larutan

5. Pipet tetes 1
Untuk mengambil
larutan dalam jumlah
sedikit
6. Gelas ukur 1 Untuk mengukur
volume larutan

7. Kuvet 1 Sebagai wadah yang


digunakan untuk
mengukur nilai
adsorbansi
8. Corong 1 Untuk membantu
memindahkan larutan

9. Tabung 1 Sebagai wadah untuk


reaksi mereaksikan suatu
larutan
10. Rak tabung 1 Digunakan sebagai
reaksi tempat untuk
meletakkan tabung
reaksi
11. Labu takar 1 digunakan untuk
mengukur larutan
secara spesifik dengan
ketelitian pengukuran
yang sangat tinggi
2. Bahan
No Nama Kategori Sifat Fisika Sifat Kimia
Bahan
1. NaCl Umum - Kritsal atau padatan - Larut dalam air
putih - Merupakan elektrolit
- Tidak berbau kuat karena terionisasi
sempurna dalam air
2. Aquades Umum - Cairan tak berwarna - Pelarut yang baik
- Tak berasa - Bersifat polar
- Tak berbau - Elektrolit lemah
- Titik beku 0 0C
- Titik ddih 100 0C
3. KNO3 Khusus - Padatan putih - Massa molar 101,103
- Titik leleh 3340C g/mol
- Titik didih 4000C - Densitas 2,109 g/cm3
- Larut dalam etanol,
gliserol,ammonia
- oksidator
4 Brusin Khusus - Bentuk bubuk - rumus molekul
- Berwarna putih C46H52N4O8.H2SO4.
- Berbau 7H2O
- Titik leleh 180 oC - berat molekul1013,13
- kelarutan dalam air
dingin 1gr/75 mL
- bersifat iritasi
5 H2SO4 4% Khusus - Cairan tak berwarna - Massa molar 98,08
- Tak berbau g/mol
- Cairan higroskopis - Densitas 1,84 g/cm
- Titik didih 337oC - Bercampur dengan air
- Titik lebur 10 oC - Korosif

6 Asam khusus - padatan putih - rumus molekul


sulfanilat - tidak berbau C6H7NO3S
- titik leleh 288 oC - kelarutan dalam air
12,51g/L
- massa molar 173,2
g/mol
- asam kuat
7 Air limbah Umum - cairan - terdapat kandungan
- berwarna kuning keruh kimia
- berbau tidak sedap - kandungan logam
berat
- kandung
DO,BOD,COD
E. Prosedur Kerja
1. pembuatan larutan induk
KNO3

Menimbang KNO3sebanyak 0,07128 gram


melarutkan KNO3dengan sejumlah
aquadest
mencampurkan dan aduk hingga
KNO3larut dalam aquadest
memasukkan larutan tersebut kedalam labu
takar 100 mL
menambahkan aquadest hingga batas labu
ukur 100mL

KNO3
100ppm
2. Pembuatan larutan standar

KNO3
100ppm

mengencerkan larutan induk 100 ppm


menjadi 10 ppm dengan menambahkan
aquades

mengencerkan larutan KNO3 10 ppm


menjadi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5
ppm dengan aquades

Larutan standar
(1-5ppm)
3. Penentuan panjang gelombang maksimum

sampel

mengambil sebanyak 10 mL untuk sampel dan larutan


standar(1,2,3,4,5 ppm)
menambahkan NaCl jenuh sebanyak 2 mL kedalam masing-
masing larutan sampel dan larutan standar
menambahkan H2SO4 sebanyak 10 mL kedalam masing-
masing larutan sampel dan larutan standar
menambahkan 0,5 mL brusin-asam sulfanilat yang kemudian
dilanjutkan dengan mengocok setiap penambahan reaksi
memanaskan 20 menit hingga suhu mencapai 95οC diruang
asam
Setelah dingin, tambahkan aquades hingga volume menjadi 25
mL
memanaskan spektronik-20 dengan menyalakannya selama
15 menit
memasukkan larutan blanko(aquades),larutan standar dan
sampel kedalam kuvet lalu mengukur %transmitan pada
panjang gelombang 400-600nm
menentukan panjang gelombang maksimum dari adsorbansi
larutan yang paling besar

Panjang gelombang
maksimu (400nm)

4. Penentuan kurva kalibrasi


Larutan standar

memasukkan larutan blanko (aquades)


kedalam kuvet lalu mengukur
%transmitannya dan mengubahnya
menjadi 100%
mengukur larutan standar 1-5 ppm pada
panjang gelombang maksimum
membuat kurva kalibrasi dengan X adalah
konsentrasi dan Y adalah adsorbansi

Kurva Kalibrasi
F. Hasil pengamatan dan Perhitungan
1. Hasil Pengamatan
a. Penentuan panjang gelombang
No Panjang gelombang absorbansi
1 400 0,237
2 410 0,231
3 420 0,230
4 430 0,231
5 440 0,227
6 450 0,204
7 460 0,203
8 470 0,199
9 480 0,194
10 490 0,191
11 500 0,185
12 510 0,177
13 520 0,169
14 530 0,156
15 540 0,140
16 550 0,127
17 560 0,111
18 570 0,097
19 580 0,085
20 590 0,075
21 600 0,067

b. Penentuan absorbansi larutan standar


No. Konsentrasi larutan standar absorbansi
1 1ppm 0,054
2 2ppm 0,125
3 3ppm 0,0209
4 4ppm 0,0286
5 5ppm 0,315
c. Penentuan absorbansi sampel
No. Sampel absorbansi
1 Titik 1 0,4
2 Titik 2 0,34
2. Perhitungan

No C (X1) A (Y1) X12 X1. Y1


1. 1 0,54 1 0,054
2. 2 0,125 4 0,25
3. 3 0,209 9 0,627
4. 4 0,286 16 1,144
5. 5 0,315 25 1,575
15 0,1978 55 0,73

(Σx1.y1 x n) − (Σx1.Σy1)
b =
(n . Σx12 ) – (Σx1 ) 2
(0,73 x 5) − (15x 0,1978)
=
(5 x 55) – 225
3,65 – 2,967 0,683
= = = 0,01366
275 – 225 50
Σy1 − (b . Σx1)
a =
n
0,1978 − (0,0136 x 15)
=
5
0,1978 – 0,204
= = -0,0071
5
X Y x- (x - )2 y- ( y - )2 (x - )( y - )
1 0,054 -2 4 -0,932 0,8686 1,864
2 0,125 -1 1 -0,864 0,7465 0,864
3 0,209 0 0 -0,78 0,6084 0
4 0,286 1 1 0,703 0,4942 0,703
5 0,315 2 4 0,674 0,4543 1,348

3 0,989 10 3,172

Dik : R = 0,9796

y = +bx – a

y = 0,0683x – 0,0071
Σ (x−x)(y−y)
K =
√Σ (x−x)2 √Σ (y−y)2

0,677
=
√10 √3,172
4,779
=
3,1623 x 1,7810

4,779
= = 0,9796
5,637

- Titik 1
y = 0,4 y = bx – a
0,4 = 0,0683x – 0,0071
0,4 + 0,0071 = 0,0683x
0,4071 = 0,0683x
x = 5,9604

- Titik 2
y = 0,34 y = bx – a
0,34 = 0,0683x – 0,0071
0,34 + 0,0071 = 0,0683x
0,3471 = 0,0683x
x = 5,0819
G. Pembahasan
Percobaaan kali ini dilakukan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif terhadap
sampel yang digunakan. Penentuan kadar nitrat pada sampel akan menjadi tujuan
analisis pada percobaan kali ini. sampel yang digunakan adalah air limbah. Limbah
adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga). Untuk air limbah yang digunakann adalah limbah hasil
dari industry yakni berasal dari pabrik tahu.
Limbah tahu berasal dari buangan atau sisa pengolahan kedelai menjadi tahu
yang terbuang karena tidak terbentuk dengan baik menjadi tahu sehingga tidak dapat
dikonsumsi. Pada peneilitian terdahulu menyatakan bahwa pada air limbah pabrik
tahu banyak mengandung bahan-bahan organic yakni salah satunya adalah nitrat.
Sampel yang digunakan diambil dari dua titik yang berbeda. Ini bertujuan untuk
mengetahui absorbansi pada titik mana yang akan menghasilkan kadar nitrat yang
tinggi. Lokasi pengambilan sampel yaitu kecamatan telaga biru, kabupaten gorontalo.
Untuk lokasinya dapat dilihat dri gambar berikut:
Lokasi Titik 1 Lokasi Titik 2

Pengambilan sampel
Untuk penentuan lokasi pengambilan sampel, sudah ditentukan yaitu mengambil
dari dua titik. Untuk titik pertama diambil pada bak pembuangan limbah dengan cara
memasukkan air limbah tersebut kedalam botol yang sudah sesuai syarat wadah
untuk sampel. Botol ini dimasukkan sepenuhnya dalam bak limbah yang kemudian di
isi hingga penuh, prosedur ini dilakukan untuk menghindari masukknya gelembung
udara yang masuk karena jika terdapat gelembung udara maka dapat merusak
kandungan zat yang ada pada sampel tersebut. Pada titik pertama ini dilakukan dua
kali pengambilan dengan total 2 botol untuk sampel pertama. Untuk titik 2 diambil
dari lokasi yang sama namun jaraknya yang diperjauh, untuk titik ini sampel diambil
dari pipa pembuangan dari dari pabrik ini yang berlokasi cukup jauh dengan pabrik.
Dan dilakukan hal yang sama dengan sampel untuk titik 1.
Larutan induk
Pada percobaan ini, sesuai rujukan dari jurnal (SNI) yang diambil bahwa, larutan
yang digunakan sebagai larutan induk adalah KNO3. Padatan KNO3 ini ditimbang
sebanyak 0,07128 gram untuk membuat larutan induk dengan konsentrasi 100ppm,
kemudian padatan ini dilarutkan dalam 100mL aquadest. Digunakannya larutan
induk dengan konsentrasi 100ppm ini bertujuan untuk memudahkan untuk
pengenceran dalam membuat larutan standar dengan konsentrasi yang lebih kecil.
larutan standar
Untuk larutan standar dibuat dengan cara mengencerkan larutan induk (100ppm)
menjadi 10ppm yang selanjutnya dapat diencerkan kembali dengan konsentrasi 1-
5ppm. Larutan standar ini akan digunakan untuk membuat kurva kalibrasi. Larutan
standar ini berguna sebagai interval atau rentangan untuk menentukan apakah nilai
absorban sampel berada dalam rentangan larutan standar tersebut atau tidak.
larutan standar ini berwarna bening, sedangkan prinsip dari alat spektronik 20 ini
akan membaca absorbansi analit yang berwarna, maka dari itu baik larutan standar
dan sampel ditambahkan pengompleks untuk member warna pada keduanya.
Analisa NO3
Untuk larutan standar dan sampel diberi perlakuan yang sama. Sampel dan
larutan standar diambil masing-masing 10mL yang kemudian ditambahkan dengan
beberapa pereaksi yaitu NaCl (2mL), H2SO4 (10mL), 0,5 brusin-sulfanilat yang
kemudian dikocok setiap pemberian sampel. Selanjutnya sampel maupun larutan
standar di tambahkan aquadest hingga mencapai volume 25 mL. setelah
ditambahkan beberapa pereaksi sampel dan larutan standar yang sebelumnya bening
berubah menjadi kuning kemerahan. Karena keduanya telah menjadi larutan
berwarna, kemudian dapat dilanjutkan dengan analisis dengan spektronik 20.
Spektronik 20 ini akan mengukur absorbansi dari larutan yang berwarna pada
panjang gelombang tertentu.
Selanjutnya yaitu untuk memanaskan alat spektronik 20 dinyalakan selam 15
menit. Pada analisa ini digunakan aquadest sebagai larutan blanko yang digunakan
untuk mengkalibrasi alat setiap satu pembacaan analit. Pada jurnal yang digunakan
panjang gelombang yang dipakai adalah rentan <400 nm tetapi pada percobaan kali
ini digunakan range panjang gelombang dari 400 hingga 600 nm dikarenakan
keterbatasan alat. Larutan standar dianalisis pertama dari konsentrasi
1ppm,2ppm,3ppm,4ppm dan 5 ppm. Tetapi yang digunakan sebagai penentu yaitu
konsentrasi 5ppm dengan absorbansi sebanyak 0,315. Dengan panjang gelombang
400nm adalah panjang gelombang maksimum. Selanjutnya kedua sampel di analisis
dengan panjang gelombang 400nm, untuk titik 1 absorbansi yang terbaca adalah
sebanyak 0,4 sedangkan untuk titik 2 hasil yang dibaca sekitar 0,34 absorbansi dari
kadar nitrat. Terjadi perbedaan kadar nitrat yang tidak jauh berbeda dengan selisih
0,06 ini diakibatkan pada titik sampel merupakan titik pertama pembuangan artinya
pada titik ini kadar nitrat belum terdekomposisi atau terurai bersama kandungan zat
lain.
H. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa limbah tahu berasal
dari buangan atau sisa pengolahan kedelai menjadi tahu yang terbuang karena tidak
terbentuk dengan baik menjadi tahu sehingga tidak dapat dikonsumsi. Pada
percobaan kali ini absorbansi nitrat pada sampel limbah tahu masing-masing sebesar
0,4 dan 0,34 yang terbaca pada panjang gelombang maksimum yaitu 400nm.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Herlambang A. 2006. Pencemaran air dan strategi penanggulangannya. Jurnal Air
Indonesia. 2(1):16-29

[2] Nurhasan, A. dan B. B. Pramudyanto. 1997. Pengolahan Air Buangan Tahu.


Yayasan Bina Karta Lestari

[3] Daniel W L, Han M S, Lee J S, Mirkin C A. 2009. Colorimetric nitrite and nitrate
detection with gold nano particle probes and kinetic end points. American
Chemical Soc. 131(18)

[4] Alaerts G dan Sri Sumantri Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya:
Usaha Nasional

Anda mungkin juga menyukai